II.1. Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut adalah sekumpulan keluhan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut. Sindrom koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner) dapat berupa: angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak.1 II.2. Angina Pektoris 1. Defenisi Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke jantung.2 2. Macam-macam Angina Pektoris A. Classical effort angina (angina klasik) Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.3 2. Variant angina (angina Prinzmetal) Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.3 3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS) Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri. Pada makalah ini terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan ATS karena ATS adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian.3 Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS. Sedangkan penelitian jangka panjang mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita ATS dengan tingkat kematian 14-80%. ATS menarik perhatian karena letaknya di antara spektrum angina pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard. Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan anfark miokard akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut : A. Angina pertama kali. Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir.3 B. Angina progresif. Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.3 C. Angina waktu istirahat. Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15 menit.1,3 D. Angina sesudah IMA. Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.3 3. Patofisiologi Aterosklerosis Beberapa bukti menunjukan bahwa aterosklerosi adalah proses inflamasi kronik. Proses ini meliputi bebrapa tahap : Endothelial Dysfunction (tidak berfungsinya endotel) Banyak penelitian mengatakan bahwa “injury” pada endotel arteri adalah awal permulaan terbetuknya aterosklerosis. Pada keadaan normal sel endotel akan menghasilkan enzim NO (nitic oxide) yang mana berguna sebagai endogen vasodilator, mencegah aggregasi trombosit, dan antiinflamasi. Selain itu sel endotel juga menghasilkan enzim anti-oxidant.4 Endotel bisa mengalami disfungsi bisa diakibatkan oleh paparan agen “toxic” dari bahan kimia lingkungan. Contoh: asap rokok, kadar lipd yang abnormal di dalam sirkulasi, atau karena penyakit diabetes, semua itu diketahui sebagai faktor resiko aterosklerosis.4 Beberapa faktor fisik dan kimia akan mempengaruhi fungsi dari endotel dengan manifestasi 1. Melemahnya barier pertahanan endotel. 2. Keluarnya sitokin inflamasi 3. Meningkatnya perlengkatan molekul 4. Berubahnya substansi vasoaktif (prostacyclin dan No) Itu semua adalah efek dan tidak berfungsinya sel endotel. Lipoprotein Entry and Modification (masuknya lipoprotein dan perubahanya) Lipoprotein adalah suatu lemak pengangkut di aliran yang tidak larut air. Disekelilingnya terdapat banyak hidrophilic phospolipid, colesterol bebas dan lipoprotein. Ada 5 kelas dari lipoprotein:4 1. Kilomikron 2. VLDL (verry-low density lipoprotein) 3. IDL (intermediate density lipoprotein) 4. LDL (low-density lipoptein) 5. HDL (high-density lipoprotein) Ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini menyebabkan tidak efektif sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein, dan menyebabkan lipoprotein lebih lama dalam aliran darah. Oxidation adalah tipe yang pertama dari perubahan dari LDL diruang subendotel. Perubahan efek biokimia tersebut menyebabkan hal berikut, 1) Perubahan LDL menjadi mLDL, perubahan ini akan menarik sel monosit kedalam diding sel sikulasi. 2) mLDL akan memacu endotel untuk menghasilkan mediator inflamasi.4 Recruitment of Leukocytes Proses masuknya dan perubahan biokimia LDL, ini adalah kunci dari proses aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit, terutama adalah monosit dan limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah. Setelah monosit melekat dan masuk ke ruang subendotel, monosit berubah menjadi makrofag, agar mampu memfagosit dan memakan dari modifikasi LDL (mLDL). Namun hal ini akan merubah LDL menjadi foam, ini adalah awal dari komponen aterosklerosis yang disebut fatty streak.4 Recruitment of smooth Muscle Cells Perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel otot halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri, kemudian sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan mensekresikan jaringan pengikat.4 A complex set of inflammatory cytokines derived from different cellular components (macrophages, smooth muscle cells, platelets, endothelial cells, dendritic cells, T lymphocytes, and mast cells) play roles in initiation and progression of atherosclerosis.5 Berikut secara ringkas mekanisme aterosklerosis : Endothelial disfungtion à akumulasi lipoprotein LDL di dalam tunika intima à modifikasi LDL (oleh oksidasi atau olycation) à stress oksidatif termasuk mLDL menginduksi ekitorasi sitokin local à sitokin menginduksi peningkatan ekspresi molekul adesi yang mengikat lukosit dan molekul MCP-1 ( monocyte chemoatractant protein 1 ) à migrasi leukosit kedalam tunika intima oleh karena MCP-1 à makrofag colony stimulating factor ( M-CSF ) memperbanyak ekspresi dan scanvenger receptors makrofag à scavenger receptor menangkap mLDL dan promote pembentukan Foam Cells. Makrofag foam cells adalah sumber sitokin ekstra dan molekul efektor seperti superoxide onion ( O₂-) dan matriks metalloproteinase à sel otot polos bermigrasi ke tunika intima ( tunika intima jadi lebih tebal) à sel otot polos tunika intima membelah dan memperbanyak matriks ekstraseluler à akumulasi matriks dalam plaque aterosklerosis yang sedang tumbuh à fatty streat dapat berkembang menjadi Fibrofatty Lession à pada stadium selanjutnya kalsifikasi dapat terjadi dan proses fibrosis terus berlanjut kadang-kadang di isi dengan sel otot polos mati ( apoptosis ) membentuk kapsyl fibrosa aseluler yang mengelilingi inti kaya lipid yang mungkin mengandung sel mati .4 4. Manifestasi Klinis Nyari dada yang menjalar ke bahu adalah salah satu manifestasi klinis. Dengan kriteria sebagai berikut: Qualitas nyari Rasa tertekan/tertindih1,4 Rasa tidak nyamanan/kesusahan/kegelisahan1,4 Rasa seperti kesempitan1,4 Rasa berat1,4 Lokasi Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri (diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak lebih dari 10 menit.1,4 Gejala yang menyertai Takikardi4 Diaphoresis4 Rasa mual4 5. Mekanisme Nyari Dada Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales (T1-12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung biasanya dirasakan dari Th 1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di bagian perifer.7 Gambar . Persarafan jantung dan cabang-cabang persarafannya. 6. DD angina pectoris 1. Cardiovaskular : SKA (sindrom koroner akut) Perikarditis Temponade jantung Aritmia4 2. Pulmonary : Emboli paru Infark paru Abses paru Pneumotoraks Pleuritis4 3. Gastrointestinal : Refluks gastrointestinal esofangeal Ulkus peptikum4 4. Gangguan pada dinding toraks Servical radiculitis4 7. Faktor Resiko Aterosklerosis Banyak studi populasi yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan spesifik terhadap perkembangan dari arterosklerosis. Contohnya, studi jantung Framingham telah melakukan penelitian terhadap hubungan antara factor resiko dengan kejadian penyakit kardiovaskuler. Sumber data yang lainnya, MRFIT melakukan pemantauan terhadap 325 ribu pria untuk mengevaluasi tentang hubungan antara faktor risiko terhadap timbulnya penyakit kardiovaskuler dan angka rata-rata kematian penduduk. Studi ini mengidentifikasi faktor utama dan yang potensial dapat diubah sebagai penyebab arterosklerosis. Antara lain : 1) Level lipid yang abnormal dalam sirkulasi (dislipidemia), 2) hipertensi, 3) merokok, 4) diabetes mellitus.4 Faktor risiko utama yang tidak dapat diubah antara lain adalah umur, jenis kelamin lakilaki, dan riwayat penyakit penyakit jantung koroner pada anggota keluarga diusia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65). Faktor risiko tambahan yang dapat diubah antara lain obesitas dan jumlah aktivitas fisik. Baru-baru ini marker penentu yang berhubungan dengan perkembangan arterosklerosis dan sedang dievaluasi sebagai factor risiko baru adalah naiknya jumlah hal-hal berikut dalam sirkulasi : 1) Metabolite asam amino homocysteine, 2) pertikel lipoprotein khusus, dan 3) marker inflamasi tertentu yang terdiri atas reaktan fase akut dar C-reaktif protein.4 A. Faktor Resiko Mayor 1. Dislipidemia Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai faktor risiko utama terhadap perkembangan arterosklerosis. Studi observasional telah menunjukkan hubungan antara negara dengan konsumsi asam lemak jenuh rendah dengan jumlah kolesterol serum yang rendah (contohnya Jepang dan Negara-negara di Mediterania), Amerika serikat dan Negara lainnya dengan konsumsi lemak jenuh dan kolesterolnya tertinggi memiliki angka kematian yang tinggi terhadap penyakit jantung koroner.4,7,8 Data yang sama dari studi Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung iskemik meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu yang level kolesterolnya 200 mg/dL.4 Namun, tidak semua kolesterol yang terikat lipoprotein berbahaya. Faktanya, kolesterol memiliki berbagai fungsi penting dalam fisiologi normal. Semua sel membutuhkan kolesterol untuk membentuk membran dan mempertahankan cairan pada fosfolipid bilayer. Beberapa sel menggunakan kolesterol untuk mensintesis produk tertentu, seperti hormone steroid dan garam empedu.4 Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan dengan memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo, penyimpanan, dan membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA reductase adalah langkah untuk membatasi biosintesis kolesterol intraseluler dan dikontrol oleh reseptor terkait endositosis dari partikel LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat menghambat enzim HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel perifer selalu dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux regulatory protein (CERP), produk yang baru-baru ini teridentifikasi adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini dapat membuang lipid intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level HDL serum berbanding terbalik dengan kejadian penyakit arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “ kolesterol baik.”4 Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Saat jumlahnya berlebihan, LDL dapat terakumulasi di rongga subendothelial dan mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis. LDL sering disebut juga “ Lemak Jahat.“4 Kenaikan LDL serum dapat disebabkan berbagai alas an, termasuk diet tinggi lemak atau dikarenakan kerusakan pada mekanisme penghambatan reseptor LDL. Pasien dengan kerusakan genetic reseptor LDL (biasanya heterozigot dengan satu normal dan satu kerusakan gen yang mengkode reseptor) tidak dapat membuang LDL dari sirkulasi dengan efisien. Keadaan ini disebut familial hiperkolesterolemia, dan begitu juga dengan individu yang memiliki LDL plasma tinggi dan berkembang menjadi arterosklerosis premature. Homozigot yang kekurangan reseptor LDL total dapat bertahan selama decade pertama kehidupan.4 Baru-baru ini, subkelas dari LDL sirkulasi telah diidentifikasi berdasarkan jumlah partikel. Peneliti telah meneliti bagaimana partikel LDL padat lebih banyak dibandingkan partikel LDL besar meningkatkan risisko infark miokard lebih tinggi, LDL kecil berhubungan dengan penyakit koroner, dan dapat dijadikan sebagai marker untuk kelainan Lipid. Secara klinis, pengukuran untuk ukuran partikel LDL jarang digunakan, sejak nilai trigliserida yang tinggi dan level HDL yang rendah berhubungan dengan partikel LDL padat.4 Meningkatkan bukti keterkaitan trigliserida kaya lipoprotein, seperti VLDL dan IDL, dalam perkembangan arterosklerosis. Belum sepenuhnya jelas jiak partikel ini ikut andil secara langsung dalam aterogenesis atau secara sederhana ikut serta bersama dengan rendahnya level kolesterol HDL. Untuk catatan, lemahnya kontrol diabetes mellitus tipe II sering berhubungan dengan hipertrigliseridemia rendahnya level HDL, sering diikuti dengan obesitas sentral (meningkatnya ukuran lingkar abdomen) dan hipertensi. Gabungan dari factor risiko tersebut dapat berhubungan dengan ketahanan insulin dan khususnya atherogenik. Penyebab sekunder dari rendahnya level lipid serum terkait dengan penyakit tiroid, ginjal, dan hati.4 Batas Nilai Kolesterol Normal Nilai kolesterol normal sangat bervariasi secara geografis. Di negara-negara Asia-Afrika, makanan sehari-hari umumnya mengandung lebih sedikit kalori, lemak hewani dan protein. Dengan demikian, nilai tersebut umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat, misalnya kadar kolesterol total masing-masing rata-rata 3,9 mmol/l (= 150 mg%) dan 5,2 mmol/l (= 200 mg%). Pada tabel 2 diberikan angka-angka yang dianggap normal bagi Indonesia dan negara-negara Barat, serta angka yang meningkat di atas normal. Semua bayi dilahirkan dengan kadar kolesterol rata-rata 80-100 mg% (2-2,6 mmol/l) yang selama pertumbuhan berangsur-angsur naik sampai k.l. 150 mg% (3,9 mmol/1). Di negara berkembang, pada umumnya kadar menetap di tingkat ini, sedangkan di negara Barat nilainya terus meningkat sampai rata-rata 220 mg% (5,8 mmol/1). Kenaikan tersebut secara fisiologis tidak normal dan diperkirakan ada hubungan kausal dengan susunan makanan yang tak tepat, khususnya mengandung terlampau banyak lemak jenuh. 2. Merokok Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah disebabkan karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul leukosit dan respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.4,7,8 Secara kebetulan penghentian terhadap kebiasaan merokok bisa merubah efek buruknya. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa seseorang yang sudah berhenti merokok dapat mengurangi terjadinya aterosklerosis dari pada orang yang merokok. Salah satu studi mengatakan bahwa, setelah 3 tahun berhenti merokok resiko terkena penyakit jantung koroner menjadi sama dengan orang yang tidak pernah merokok.4 3. Diabetes melitus Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan orang dengan diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan kemungkinan terjadi gangguan pada kardiovaskular. Mekanismenya bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari lipoprotein pada pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan kolesterol oleh makrofag scavenger) atau kecenderungan protrombotik dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada pasien dengan kondisi ini.4,7 Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel yang lemah ini dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO dan meningkatnya perlekatan leukosit. Contoh : kadar serum glukosa yang terjaga pada pasien diabetes mengurangi resiko komplikasi mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan neprophaty.4 Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom metabolik dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah, partikel LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut.4 Kunci pada sindrom adalah adanya resistensi insulin pada sel-sel peripheral. Faktanya ada resistensi insulin ini muncul untuk mendorong terjadinya aterosklerosis, lama sebelum berdampak pasien yang didapati dengan diabetes.4 4. Hipertensi Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular tidak memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan diastolik terutama pada usia tua.4,7,8 Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai cara. Penelitian yang dilakukan pada bintang memperlihatkan kenaikan tekanan darah dapat melukai endotel dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut. Peningkatan hemodinamik stress dapat juga meningkatkan jumlah reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan dan menahan partikel LDL, memacu akumulasi di tunika intima dan memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga sebagai sitokin pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat menimbulkan proses aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.4 Klasifikasi Tekanan Darah Kategori Normal Normal tinggi Sistolik (mmHg) < 130 130-139 Diastolik (mmHg) < 85 85-89 Hipertensi Tingkat I Tingkat II 140-159 ≥ 160 90-99 ≥ 100 Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95% kasus. Bentuk hipertensi idiopatik disebut primer atau esensial. Patogenesis pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel. Mungkin pula ada predisposisi genetik.8 B. Faktor Resiko Minor 1. Kurangnya aktifitas fisik 2. Stress emosional 3. Pemakaian kontrasepsi oral 4. Hiperuricemia 5. Makanan tinggi karbohidrat8 8. Faktor Pencetus Angina A. Tekanan emosi B. Aktiviti fisikal yang memerlukan bekalan darah yang lebih ke jantung C. Kesejukan atau kepanasan badan yang melampau D. Makan terlalu banyak sehingga menyebabkan lebih banyak darah menuju ke perut bagi membantu penghadaman E. Alkohol12 II.3. Infark Miokard 1. Definisi Infark miokard adalah nyeri dada yang terjadi akibat kerusakan (nekrosis) otot jantung yang disebabkan alirah darah ke otot jantung terganggu. Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut 1. Klas I : tidak ada gagal jantung kongensif. (Mortalitas 6%) 2. Klas II : adanya bunyi jantung tida (gallop), ronki basal, atau keduanya. (Mortalitas 3. Klas III : adanya edem paru.( Mortalitas 30-40%) 4.Klas IV : adanya syok kardiogenik. (Mortalitas 60-80%). 17%) 2. Jenis-jenis Infark Miokard A. Infark Miokard Subendokardial Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit. B. Infark Miokard Transmural Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang. Tabel: Perbedaan antara Unstabel Angina, NSTEMI & STEMI Unstable Angina Tipe Gejala Cresendo, istirahat, Serum Biomarker EGC atau onset baru No ST depresi atau Myocardial infarction NSTMI STEMI Rasa tertekan yang lama dan nyeri dada Iya ST depresi atau Iya ST-elevasi gelombang T invasi gelombang T invasi (gelombang Q later) 3. Patofisiologi Infark Miokard Atherosclerosis Plak ruptur Disfungsi endotel Intrapalque Pelepasan Subendotel Turbulent ꜜ efek hemorrhage factor jaringan kolagen blood flow vasodilator ꜜ efek anti trombosis Aktivasi platelet dan agregasi ꜜ vessel lumen Activation of the diameter coagulation vasokontriksi cascade Occlusive thrombus coronary thrombosis Small trhombus Transie nt iskemi Partially occlusive thrombus Healing and plaque enlargement ST elevation (Q waves later) ST segment depresision and/ or T wave inversion No ECG changes -Serum biomar ker Unstable Angina Prolon ged iskemi +serum biomar ker Non-ST segment +serum biomark er ST- segment elevation MI 4. Komplikasi Infark Miokard 1. Gagal jantung Hasil iskemia jantung akut pada gangguan kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) dan kekakuan miokard meningkat (disfungsi diastolik), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung. Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik MI akut (dijelaskan di bawah) dapat berujung pada gagal jantung. Tanda dan gejala dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales paru, dan suara jantung ketiga (S3). Pengobatan terdiri dari terapi gagal jantung standar.4 Iskemik jaringan disebabkan oleh 2 sebab: a. Vasokontriksi dari arteri coronaria b. Hilangnya partikel antitrombosit FIGURE 27A.2. Several different platelet- and non–platelet-derived mediators including thromboxane A2, serotonin, adenosine diphosphate (ADP), thrombin, oxygen-derived free radicals, plateletactivating factor, and endothelin contribute to thrombosis formation and vasoconstriction in injured arteries.5 2. Syok kardiogenik Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat menurun dan hypotension (tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan perfusi jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika lebih dari 40% dari massa LV telah infark. Hal ini juga dapat mengikuti komplikasi mekanik parah MI dijelaskan di bawah ini. 4,5 Demise syok kardiogenik adalah mengabadikan diri karena: 1. Hipotensi menyebabkan perfusi koroner menurun, yang memperburuk kerusakan iskemik, dan 2. Menurunnya stroke volume meningkatkan ukuran LV dan karena itu menambah kebutuhan oksigen miokard. Meskipun perlakuan agresif, angka kematian pasien dalam syok kardiogenik lebih besar dari 70%. Pasien pada syok kardiogenik membutuhkan di agen inotropic travenous (Dobutamine) untuk meningkatkan output jantung dan vasodilator arteri untuk mengurangi resistensi terhadap kontraksi LV. pasien tersebut sering distabilkan oleh penempatan pompa ballon intra-aorta. Perangkat ini dimasukkan ke aorta melalui arteri femoral dan terdiri dari ruang, tiup fleksibel yang terbuka selama diastol untuk meningkatkan tekanan intra-aorta, sehingga menambah perfusi dari arteri koroner dan jaringan perifer. Selama sistol itu deflates untuk menciptakan sebuah "kekosongan" yang berfungsi untuk mengurangi setelah beban dari bilik kiri, sehingga membantu pemilihan darah ke aorta. Awal kateterisasi jantung dan revaskularisasi (angioplasti atau CABG) memiliki potensi untuk memperbaiki prognosis jangka panjang pasien dalam syok kardiogenik.4,5 5. Penatalaksanaan 1. Prehospital (kotak 2) Nilai dan berikan bantuan ABC Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin dan morfin jika diperlukan Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi Melakukan ceklis terapi fibronolitik Menyiapkan pemberitahuan sebelum sampai ke IGD (untuk petugas ambulans/sebelum sampai rumah sakit)1 2. Pemberian iksigen dan obat-obatan dikotak 2 dan 3 a. Oksigen Oksigen diberikan pada semua pasien yang dalam evaluasi SKA.terapi oksigen mampu mengurangi ST levasi pada infark anterior. Berdasarkan consensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6 jam pertama terapi, pemberian lebih dari 6 - - jam tidak bermanfaat kecuali pada keadaan1 : Pasien dengan nyeri ddada menetap atau berulang atau hemodinamik yang tidak stabil Pasien dengan tanda bendungan paru Pasien dengan saturasi oksigen < 90% b. Aspirin Aspirin diberikan 160-325 mg dikunyah untuk pasien yang belum mendapat aspirin dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Dapat menggunakan aspirin supositoria pada pasien mual, muntah atau ulkus peptic atau gangguan saluran pencernaan.1,4 c. Nitrogliserin Dapat diberikan tablet sublingual sampai 3x dengan interval 3-5 menit jika tidak terdapat kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien yang hemodinamik tidak stabil : TD ≤ 90 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal (jika dilakukan) sebab nitrogliserin adalah vasodilator dan penggunaanya harus - berhati-hati pada keadaan,1 misalnya : Infark miokard atau infark ventrikel kanan Hipotensi, bradikardi atau takikardi Penggunaan obat penghambat phospodiesterase ( viagra) dalam waktu < 24 jam d. Morfin Pemberian morfin dilakukan jika pemberian nitrogliserin sublingual atau semprot - - tidak respons. Morfin merupakan pengobatan yang paling penting untuk SKA karena: Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi aktivasi neurohormonal dan menyebabkan pelepasan katekolamin Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen Menurunkan tahanan vascular sistemik, sehingga mengurangi afterload ventrikel kiri.1 3. Ruang gawat darurat (kotak 3) 1. Segera berikan oksigen 4L/mnt kanul nasal, pertahankan saturasi O2 > 90% 2. Berikan aspirin 160-325 mg 3. Nitrogliserin sublingual atau semprot atau IV 4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang 5. Monitoring tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen 6. Pasang jalur IV 7. Kaji EKG 12 sadapan 8. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik - 9. 10. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis da lihat kontraindikasi Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan evaluasi system pembekuan darah Foto toraks1 4. Penilaian dan tata laksana segera di ruang IGD a. Segera setelah sampai IGD, untuk pasien yang dicurigai SKA segera dilakukan 11. b. c. evaluasi EKG 12 sadapan merupakan informasi penting dalam keputusan tata laksana pasien dengan nyeri dada iskemik dan untuk identifikasi SKA STEMI Target evaluasi harus difokuskan pada nyeri dada, tanda dan gejala gagal jantung, riwayat sakit jantung, factor risiko SKA san gambaran riwayat untuk pemberian d. trombolisis Untuk pasien SKA STEMI, tujuan reperfusi adalah pemberian terapi fibrinolisis dalam 30 menit setelah 30 menit sampai IGD atau PCI dalam 90 menit setelah sampai.1 Tabel: Strategi terapi reperfusi (fibrinolisis atau invasif) Terapi Fibrinolisis Onset < 3 jam Tidak tersedia pilihan invasif terapi Kontak doctor-baloon atau door- Terapi Invasif (PCI) baloon > 90 menit (door-baloon) minus (door- needle) lebih dari 1 jam. Tidak terdapat kontraindikasi Onset > 3 jam Tersedia ahli PCI - Kontak doctor-baloon atau door baloon < 90 menit. - (Doorbaloon) minus (door- fibrinolisis needle) < 1 jam Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk resiko perdarahan dan perdarahan intraserebral. STEMI resiko tinggi (CHF, Killip ≥ 3) Diagnosis STEMI diragukan. Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Alteplase recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.1 Fibrinolisis bermanfaat diberikan pada pasien: ST elevasi atau perkiraan LBBB baru. Infark miokard yang luas Pada usia muda dengan resiko perdarahan intraserebral yang lebih rendah.1 Fibrinolisis mungkin berbahaya pada: Depresi segmen ST Onset lebih 24 jam Pada TD tinggi (TD sistolik > 175 mmHg)1 PCI primer efektif dilaksanakan pada: Syok kardiogenik STEMI usia > 75 tahun dan syok kardiogenik Pasien kontraindikasi fibrinolisis1 PCI sekunder baik dilaksanakan pada: Pusat rujukan dengan tindakan PCI > 200 tindakan PCI /tahun Dilakukan oleh operator yang berpengalaman Dilatasi baloon ≤ 90 menit mulai kontak dengan dokter atau dari IGD Dicapai TIMI-3 > 90% tanpa adanya kasus CABG, strok, atau kematian dari - tindakan PCI. Paling sedikit resolusi > 50%.1 5. Penilaian pasien < 10 menit (kotak 3a) Penilaian pasien dalam 10 menit pertama yaitu : a. b. c. d. e. f. g. Cek tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen Pasang jalur IV Kaji EKG 12 sadapan Lakukan anamnesa dan pemeriksan fisik Ceklis fibrinolitik atau kontrainsikasi Pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah Pemeriksaan sinar X (<30 menit setalah pasien sampai IGD). Jangan sampai memperlambat terapi fibrinolisis untuk SKASTEMI.1 6. Tata Laksana Hipotensi/Syok dan Edema Paru Akut Penyakit dasar dapat segera dikenali dengan meneliti keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status hemodinamik. Pertolongan dapat segera diberikan di ruang intensif.1 Harus ada konsep dan petunjuk yang jelas untuk mengatasi hipotensi/syok dalam singkat; tidak lebih dari 30 – 60 menit pertama.1 Triad kardiovaskuler meliputi irama denyut jantung (rate), miokard untuk memompa (pump), dan sistem vaskuler. Ketiga sistem ini diupayakan dapat dinilai sebab semua pasien hipotensi/syok dan edema paru berawal dari gangguan tiga sistem tersebut. Permasalah yang muncul meliputi: masalah irama (rate problem), masalah pompa (pump problem) atau masalah volume (volume problem) ditambah resistensi pembuluh darah (vascular resistance).1 A. Masalah Irama Tentukan apakah frekuensi cepat atau lambat? Bradi-takikardia dapat segera diketahui dengan meraba nadi dan melihat monitor EKG. Sedangkan pompa, volume, dan resistensi sering belum jelas, maka yang pertama diatasi adalah irama bila memang jelas bradi/takikardi. Pasien hipotensi dengan tanda awal hipoperfusi dan bradikardi harus diberi obat untuk meningkatkan irama sebelum memberikan fluid challenge, inotropik, atau vasopresor. Dugaan masalah pompa atau volume diatasi bersama.1 B. Masalah Volume Berikan cairan infus, transfusi darah, atasi penyebab, dan gunakan vasopresor.1 Ada dua macam masalah volume yakni: 1. Hipovolumia absolute Kekurangan volume sikulasi akibat hilangnya cairan tubuh misalnya perdarahan, muntah, diare, poliuri, penguapan berlebihan, atau dehidrasi.1 2. Hipovolumia relatif Volume sirkulasi berkurang relatif, tidak ada kehilangan cairan namun kapasitas vaskular meningkat sehingga terjadi hipovolumia (vasodilatasi atau berpindahnya cairan sirkulasi ke ruang “ketiga”)1 Bila jelas ada kehilangan cairan tubuh maka piliha pertama adalah memenuhi “tanki” vaskuler, bila penuh baru diberikan vasopresor. Obat vasoaktif yang harus selalu tersedia untuk mengatasi vasodilatasi adalah sebagai berikut:1 - Syok sepsis: dopamin, norepinefrin, phenylephrine, dobutamin. Syok spinal: dopamin, phenylephrine, dobutamin. Syok anafilaksis: epinefrin, dopamin, norepinefrin, phenylephrine. Keracuan beta-bloker: epinefrin, atrofin, glukagon, dopamin, isoproterenol. Keracunan alfa-bloker: epinefrin, norepinefrin.1 Masalah volume pada syok sering tersamar. Biasanya terjadi hipovolumia relatif akibat vasodilatasi, begitu pula pada masalah irama dan pompa. Dokter harus waspada pada hipovolumia dengan vasodilatasi. Berikan “fluid challenge” bila curiga ada hipovolumia.1 Secara umum prioritas pertama adalah memberikan cairan penggati, sedangkan vasopresor memainkan peran sekunder namun penting pada kasus vasodilatasi. Jangan memberi vasopresor tanpa mengatasi kekurangan cairan lebih dulu atau diberikan bersamaan. Pembrian vasopresor saja dapat menimbulkan gagal jantung dan menurunnya fungsi hemodinamik khususnya pada kasus iskemia miokard.1 C. Masalah Pompa Bagaimana tekanan darah? Penyebab gagal pompa harus segera dikenali agar upanya pengobatan yang tepat, cepat, dan pada saat yang kritis dapat diberikan.1 Semua pasien syok dapat jatuh ke masalah pompa bila sirkulasi tidak dapat memenuhi kebutuhan O2 gula, dan ATP jaringan. Yang diperlukan pasien gagal pompa adalah1: 1. Pengobatan bersama memperbaiki irama dan volume. 2. Koreksi masalah dasar seperti hipoksia, hipoglikemi, overdosis obat/racun. 3. Memperbaiki kontraksi (dopamine, dobutamin, inotropik dll), vasodilator untuk mengurangi tahanan vaskuler sistemik (afterload). Diuretik dan venodilator untuk mengurangi beban pengisian (preload).1 Pada pasien syok kardiogenik dan edema paru harus dipikirkan kebutuhan tekanan pengisian ventrikel kiri yang menguntungkan. Bila kurang dari 15 mmHg maka hipotensi akan menyerupai masalah volume daripada masalah pompa. Pemberian cairan intravena bertujuan meningkatkan tekanan pengisian 18 mmHg.1 Pada kasus gawat, pemberian saline normal 250-500 cc (diawali 150 cc) dalam waktu singkat dapat dicoba. Bila infus awal memberi dampak perbaikan seperti meningkatnya tekanan darah dan menurunya denyut jantung maka pemberian cairan dapat diulangi lagi.1 6. Pemeriksaan Marker Jantung Nekrosis pada jaringan otot jantung menyebabkan pecahnya sarkolema, jadi hal tersebut menyebabkan makromolekul mengalami kebocoran protein kedalam lapisan intersisium jantung dan memasuki aliran darah.4 Troponin (T) - Sangat spesifik dan lebih sensitif di bandingkan Ck-MB - Meningkat 3-4 jam setelah MI - Mencapai puncak 18-36 jam - Megnalami penurunan secara pelan-pelan 10-14 hari - Bisa menentukan nilai prognosis - Tropin T juga meningkat pada saat, dermatomyositis, renal desease.4 Ck-MB Isoenzyme Meningkat 3-8 jam setelah MI Mencapai puncak setelah 24 jam Kembali normal pada 48-72 jam Positif jika Ck-MB >5% dari total Ck-MB Nilai puncak dapat menentukan diagnosis Positif palsu pada saat olah raga, trauma, kelainan otot, dan PE.4 7. Pemeriksaan Radiology A. EKG (elektrokardiogram) Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang elektroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter atau ahli medis untuk menentukan kondisi jantung dari pasien, yakni untuk mengetahui hal-hal seperti frekuensi (rate) jantung, arrhytmia, infark miokard, pembesaran atrium, hipertrof ventrikular, dll. Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat elektrokardiograf.9 Sistem Konduksi Jantung Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagai pompa system sirkulasi darah. Yang paling berperan adalah bilik (ventrikel), sedangkan serambi (atria) sebenarnya berfungsi sebagai ruang penyimpanan selama bilik memompa. Ventrikel berkontraksi, ventrikel kanan memasok darah ke paru-paru, dan ventrikel kiri mendorong darah ke aorta berulang-ulang melalui sistem sirkulasi, fasa ini disebut systole. Sedangkan fasa pengisian atau istirahat (tidak memompa) setelah ventrikel mengosongkan darah menuju arteri disebut diastole. Kontraksi jantung inilah yang mendasari terjadinya serangkaian peristiwa elektrik dengan koordinasi yang baik. Aktivitas elektrik dalam keadaan normal berawal dari impuls yang dibentuk oleh pacemaker di simpul SinoAtrial (SA) kemudian melewati serabut otot atrial menuju simpul AtrioVentrikular (AV) lalu menuju ke berkas His dan terpisah menjadi dua melewati berkas kiri dan kanan dan berakhir pada serabut Purkinye yang mengaktifkan serabut otot ventrikel.9 Sistem 12 lead (sadapan) EKG Jantung adalah organ tiga dimensi, sudah seharusnya aktivitas elektriknya pun harus dimengerti dalam tiga dimensi pula. Setiap sadapan elektroda memandang jantung dengan sudut tertentu dengan sensitivitas lebih tinggi dari sudut/bagian yang lain. Sadapan atau lebih dikenal dengan lead, adalah cara penempatan pasangan elektroda berkutub positif dan negatif pada tubuh pasien guna membaca sinyal-sinyal elektrik jantung. Semakin banyak sadapan, semakin banyak pula informasi yang dapat diperoleh Pada rekaman EKG modern, terdapat 12 sadapan elektroda yang terbagi menjadi enam buah sadapan pada bidang vertikal serta enam lainnya pada bidang horizontal.9 Bidang Vertikal/Frontal : a. Tiga buah bipolar standard leads atau sadapan Einthoven, yaitu Lead I, II, dan III. Sadapan ini merekam perbedaan potensial dari dua elektroda yang digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi, segitiga Einthoven.9 b. Tiga buah unipolar limb leads atau sadapan Wilson yang sering disebut juga sadapan unipolar ekstrimitas, yaitu Lead aVR, aVL, dan aVF. Sadapan ini merekam besar potensial listrik pada satu ekstrimitas, elektroda eksplorasi diletakkan pada ekstrimitas yang akan diukur. 9 Bidang Horizontal : Enam buah unipolar chest leads atau sering disebut juga sadapan unipolar prekordial, yaitu lead V1, V2, V3, V4, V5, dan V6. Gambar 2.3 Sadapan ekstrimitas dan unipolar prekordial Komponen dan Bentuk Sinyal EKG Menurut Mervin J. Goldman definisi sinyal EKG adalah grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh denyut jantung. Sinyal EKG terdiri atas : 1. Gelombang P, terjadi akibat kontraksi otot atrium, gelombang ini relatif kecil karena otot atrium yang relatif tipis. 2. Gelombang QRS, terjadi akibat kontraksi otot ventrikel yang tebal sehingga gelombang QRS cukup tinggi. Gelombang Q merupakan depleksi pertama kebawah. Selanjutnya depleksi ke atas adalah gelombang R. Depleksi ke bawah setelah gelombang R disebut gelombang S. 3. Gelombang T, terjadi akibat kembalinya otot ventrikel ke keadaan listrik istirahat (repolarisasi). Gambar. Bentuk sinyal yang didapat dari 12 leads (sadapan) EKG normal adalah seperti pada gambar di bawah.9 Unstable Angina/non-ST-elevasi Myocardial Infarction Gambar: EGC abnormal pada unstable angina4 ST-Elevation Myocardial Infarction Gambar: EGC evolution sepanjang ST-elevation MI B. Magnetic resonance imaging (MRI), C. Computed tomography (CT) scan, D. Angiography, E. Intravascular ultrasound (IVUS), F. Angioscopy, G. Optical coherence tomography (OCT), H. Thermography, I. Virtual histology J. Near-infrared (NIR). FIGURE 27A.5. Different diagnostic methods for detection of vulnerable plaques. II.4. Obat-obat Antiangina 1. Nitrat organik Nitrat organik merupakan ester asam nitrit sederhana dengan alkohol dan ester asam nitrat dengan alkohol. Obat-obat ini berbeda dalam derajat penguapan; misalnya, isosorbid dinitrat pada suhu kamar berbentuk padat, nitrogliserin sedikit menguap, sedangkan amil nitrat mudah sekali menguap. Senyawa-senyawa ini menyebabkan penurunan kenutuhan oksigen miokard yang diikuti oleh berkurangnya gejala-gejala. Obat-obat tersebut bermanfaat untuk angina yang stabil atau labil, serta angina pektoris prinzmetal atau varian.10,11 Daftar obat-obat tersebut adalah: 1. Nitrogliserin, sublingual (short-acting) Dosis: 0,15 – 1,2 mg Lama kerja: 10 – 30 menit 2. Nitrogliserin, oral (long-acting) Dosis: 6,5 – 13 mg per 6 – 8 jam Lama kerja: 6 – 8 jam Nitrat, penyekat-β dan penyekat kanal kalsium sama efektifnya dalam menghilangkan gejala ngina. Namun, untuk kesembuhan langsung atas serangan angina akibat stres latihan fisik atau emosi, nitrogliserin sublingual merupakan obat pilihan. 10,11 3. Isosorbid Dinitrat, sublingual (short-acting) Dosis: 2,5 – 5 mg Lama kerja: 10 – 60 menit 4. Isosorbid Dinitrat, oral/sublingual (long-acting) Dosis: 2,5 – 10 mg per 2 jam (sublingual), 10 – 60 mg per 4 – 6 jam (oral) Lama kerja: 1,5 – 2 jam (sublingual), 4 – 6 jam (oral) Isosorbid dinitrat merupakan nitrat aktif peroral. Obat ini tidak mudah dimetabolisme hati atau otot polos dan mempunyai potensi relaksasi otot palos vaskular yang lebih rendah.10,11 2. Penyekat β-adrenergik Obat ini menekan aktivitas jantung dengan menghambat reseptor β1. Obat ini juga mengurangi kerja jantung dengan menurunkan isi sekuncup jantung dan menyebabkan penurunan ringan tekanan darah. Contoh obatnya adalah propanolol.10,11 3. Penyekat Kanal Kalsium Obat ini menghambat masuknya kalsium ke dalam sel-sel otot polos koroner jantung dan anyaman arterial sistemik. Semua obat penyekat kanal kalsium bersifat vasodilator yang menyebabkan penurunan tonus otot polos dan resistensi vaskular.10,11 Contoh obat: 1. Nifedipin Dosis: 30 – 90 mg/d 2. Verapamil Dosis: 180 – 480 mg/d 4. Aspirin Obat ini menghambat sintesis tromboksan A2 dari asam arakidonat dalam trombosit oleh asetilasi ireversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim pokok dalam sintesis prostagladin dan tromboksan A2. Efek inhibisi ini cepat, terjadi dalam sirkulasi portal. Supresi sintetase tromboksan A2 akibat aspirin dan supresi agregasi trombosit yang diakibatkannya berlangsung selama kehidupan trombosit – sekitar 7-10 hari. Aspirin sekarang digunakan untuk pengobatan profilaksis iskemia serebral transien, mengurangi terjadinya infark miokard berulang dan menurunkan mortalitas pada pasien infark postmiokard. Dosis aspirin awal tunggal 200 – 300 mg dan dianjurkan diikuti dosis harian 75 sampai 100 mg. waktu perdarahan diperpanjang, menyebabkan komplikasi yang termasuk peningkatan terjadinya stroke hemoragik dan juga perdarahan gastrointestinal, terutama pada obat dosis tinggi.10,11 III.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID a. Struktur dari Hormon Tiroid Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Struktur dari hormon ini, T4 dan T3, diperlihatkan dalam Gambar 1. Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4. Metabolisme Iodin Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida atau iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida. Dalam perjalanan 100 tahun, iodin telah larut dari tanah dan terkuras ke dalam lautan, sehingga di daerah pegunungan dan pedalaman pasokan iodin kemungkinan sangat terbatas, sementara unsur ini melimpah di daerah-daerah pantai. Kelenjar tiroid memekatkan dan menjebak iodida dan mensintesa serta menyimpan hormon tiroid dalam tiroglobulin, yang mengkompensasi kelangkaan dari iodin. Anjuran asupan iodin adalah 150 g/hari; jika asupan di bawah 50 g/hari, maka kelenjar ini tidak mampu untuk mempertahankan sekresi hormon yang adekuat, dan akibatnya timbul hipertrofi tiroid (goiter) dan hipotiroidisme. Gambar 1. Struktur kimia tiroksin (T4) dan senyawa-senyawa yang berhubungan. (Murray RK: Harper's Biochemistry, 22nd ed, Appleton & Lange, 1990.) Sumber-sumber dari iodin makanan termasuk garam beriodin, preparat vitamin, obat yang mengandung iodin, dan media kontras beriodin. Iodin, seperti klorida, diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal dan didistribusikan dalam cairan ekstraselular demikian juga dalam sekresi kelenjar liur, lambung dan ASI. Walaupun konsentrasi iodida organik dalam pool cairan ekstraselular bervariasi langsung dengan asupan iodida, I cairan ekstraslular biasanya rendah sekali karena bersihan iodida yang cepat dari cairan ekstraselular melalui ambilan tiroidal dan bersihan ginjal. Konsentrasi I dalam cairan ekstraselular adalah 0,6 g/dL, atau sejumlah 150 µg I dalam pool ekstraselular 25 L. Dalam kelenjar tiroid, terdapat transpor aktif dari I serum melintasi membrana basalis sel tiroid . Tiroid mengambil sekitar 115 µg I per 24 jam; sekitar 75 µg I digunakan untuk sintesis hormon dan disimpan dalam tiroglobulin; sisanya kembali ke dalam pool cairan ekstraselular. Pool tiroid dari iodin organik sangat besar, mencapai rata-rata 8-10 mg; dan merupakan suatu cadangan hormon dan tirosin teriodinisasi yang melindungi organisme terhadap periode kekurangan iodin. Dari pool cadangan ini, sekitar 75 µg iodida hormonal dilepaskan ke dalam sirkulasi setiap harinya. Iodida hormonal ini sebagian besar berikatan dengan protein pengikat-tiroksin serum, membentuk suatu pool sirkulasi dari sekitar 600 µg I hormonal (sebagai T3 dan T4). Dari pool ini, sekitar 75 µg I sebagai T3 dan T4 diambil dan dimetabolisir oleh jaringan. Sekitar 60 µg I dikembalikan ke pool iodida dan sekitar 15 µg I hormonal dikonjugasi dengan gulkoronida atau sulfat dalam hait dan diekskresikan ke dalam feses. Karena sebagian besar dari iodida makanan diekskresikan ke dalam urin, iodide urin 24 jam merupakan indeks yang baik sekali dari asupan melalui makanan. Ambilan iodin radioakif 24 jam (RAIU) oleh kelenjar tiroid berbanding terbalik dengan ukuran dari pool iodida anorganik dan berbanding langsung dengan aktivitas tiroid. b. Sistesis dan Sekresi Hormon Tiroid Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan enam langkah utama: (1) transpor aktif dari I melintasi membrana basalis ke dalam sel tiroid (trapping 4 of iodide); (2) oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin; (3) penggabungan molekul iodotirosin dalam toirglobulin membentuk T3 dan T4; (4) proteolisis dari tiroglobulin, dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin bebas; (5) deiodinasi dari iodotirosin di dalam sel tiroid, dengan konservasi dan penggunaan dari iodida yang dibebaskan, dan (6) di bawah lingkungan tertentu, deiodinisasi-5' dari T4 menjadi T3 intratiroidal. Sintesis hormon tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin, dan suatu enzim esensial, peroksidase tiroid (TPO). 1. Tiroglobulin Tiroglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein besar yang mengandung 5496 asam amino; dengan suatu berat molekul sekitar 660.000 dan koefisien endapan sebesar 19S. Mengandung sekitar 140 residu tirosil dan sekitar 10% karbohidrat dalam bentuk manosa, Nasetilglukosamin, galaktosa, fukosa, asam sialat, dan sulfat kondroitin. Gen tiroglobulin manusia (hTg) terletak pada lengan panjang dari kromosom 8 distal dari onkogen c-myc. TSH merangsang transkripsi dari gen tiroglobulin, dan hipofisektomi atau terapi T3 menurunkan transkripsinya. Gen tiroglobulin mengandung sekitar 8500 nukleotida, yang menyandi monomer pretiroglobulin (pre-Tg). Monomer pretiroglobulin mengandung suatu peptida sinyal 19asamamino, diikuti oleh suatu rantai 2750-asam-amino yang membentuk monomer 5 tiroglobulin. mRNA diterjemahkan dalam retikulum endoplasmik kasar, dan rantai tiroglobulin diglikosilasi selama tranpor ke aparatus Golgi . Dalam aparatus Golgi, dimer tiroglobulin dimasukkan ke dalam vesikel eksositotik yang berfusi dengan membrana basalis dan melepaskan tiroglobulin ke dalam lumen folikular. Di sini, pada batas koloidapikal, tiroglobulin diiodinisasi dan disimpan dalam koloid (2). 2. Transpor lodida (The Iodide Trap) I ditranspor melintasi membrana basalis dari sel tiroid oleh suatu proses yang memerlukan energi aktif yang tergantung pada ATPase Na+-K+ . Sistem transpor aktif ini memungkinkan kelenjar tiroid manusia untuk mempertahankan suatu konsentrasi iodida bebas 30-40 kali dibandingkan plasma. Jebakan tiroiodida dirangsang jelas oleh TSH dan oleh antibod I perangsang reseptor TSH (TSH-R ab [stim]) ditemukan pada penyakit Graves. Jebakan ini dapat dijenuhkan dengan sejumlah besar I dan diinhibisi oleh ionion seperti CIO4-, SCN , N03-, dan TcO4-. Beberapa dari ion ini mempunyai manfaat klinik. Kalium perklorat secara klinik telah digunakan dengan 123I untuk memperlihatkan cacat organifikasi dalam kelenjar tiroid; zat ini akan menggeser dan memungkinkan perabasan (discharge) dari I nonorganifikasi dari jebakan iodida . Kalium perklorat dan kalium tiosianat telah digunakan untuk mengobati hipertiroidisme yang diimt bulkan-iodida; keduanya melepaskan I dari jebakan dan mencegah ambilan I lebih lanjut. Natrium pertehnetat Tc 99m, yang mempunyai suatu paruh hidup 6 jam dan suatu emisi 140-keV gamma, digunakan untuk visualisasi cepat dari tiroid untuk melihat ukuran dan fungsi dari nodul. Walaupun I terkonsentrasi pada jaringan kelenjar liur, lambung, dan jaringan payudara, jaringan ini tidak mengorganifikasi atau menyimpan I dan tidak distimulasi oleh TSH. Untuk terjadinya proses ini, struktur dimerik dari tiroglobulin penting. Di dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT dapat mengadakan penggabungan membentuk T4, dan suatu molekul MIT dan DIT dapat mengadakan penggabungan membentuk T3. Obat-obatan tiokarbamid-terutama propiltio-urasil, metimazol, dan karbimazol-merupakan inhibitor poten dari peroksidase tiroidal dan akan menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini secara klinik berguna dalam penatalaksanaan hipertiroidisme. 3. Proteolisis Tiroglobulin & Sekresi Hormon Tiroid Enzim lisosomal disintesis oleh retikulum endoplasmik kasar dan dikemas oleh aparatus Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur ini, dikelilingi oleh membran, mempunyai suatu interior yang bersifat asam dan diisi dengan enzim proteolitik, termasuk protease, endopeptidase, hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim-enzim lain. Pada interaksi sel koloid, koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid oleh suatu proses makropinositosis atau mikropinositosis dan diabsorbsi ke dalam sel tiroid. Kemudian lisosoma berfusi dengan vesikel koloid; dan terjadi hidrolisis dari tiroglobulin, melepaskan T4, T3, DIT, MIT, fragmen peptida, dan asam amino. T3 dan T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi, semenfara DIT dan MIT dideiodinisasi dan I dilestarikan. Tiroglobulin dengan kandungan iodin yang rendah dihidrolisa dengan lebih cepat ketimbang tiroglobulin dengan kandungan iodin yang tinggi, yang kemungkinan bermanfaat dalam daerah geografik di mana asupan iodin natural rendah. Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon tiroid distimulasi oleh TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh analog cAMP (Bu)2cAMP, menunjukkan zat ini dependen-cAMP. Proteolisis tiroglobulin diinhibisi oleh kelebihan iodida dan oleh litium, yang, seperti litium karbonat, digunakan untuk terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin yang tak terhidrolisa juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini meningkat dengan nyata pada situasi tertentu seperti tiroiditis subakut, hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH . Tiroglobulin dapat juga disintesis dan dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu seperti kanker tiroid papilaris atau folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu marker untuk penyakit metastatik. c. Kontrol Fungsi Tiroid Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid (2) deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3 (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya (4) stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH (1,2). Thyrotropin-Releasing Hormone Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan sua tu tripeptida, piroglutamil-histidilprolineamida, disintesis oleh neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler dari hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan kemudian diangkut via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar hipofisis anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH. TRH juga ditemukan pada bagian lain dari hipotalamus, otak, dan medula spinalis, di mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter. Gen untuk preproTRH mengandung suatu unit transkripsi 3.3-kb yang menyandi enam molekul TRH. Gen ini juga menyandi neuropeptida lain yang secara biologik kemungkinan bermakna. Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan dengan reseptor membran spesifik pada tirotrop dan sel pensekresi-prolaktin, merangsang sintesis dan pelepasan TSH maupun prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen meningkatkan reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH. Gambar 3 . Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. TRH dihasilkan di hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan pelepasan TSH. Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama menghambat sekresi TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi menjadi T3 di neural dan hipofisis sebagaimana di jaringan perifer. Respons dari tirotrop hipofisis terhadap TRH adalah bimodal : Pertama, merangsang pelepasan dari hormon yang disimpan; kedua, merangsang aktivitas gen, yang meningkatkan sintesis hormon. TRH berikatan dengan reseptornya pada tirotrop dan mengaktivasi suatu protein G, yang pada gilirannya mengaktivasi fosfolipase c untuk menghidrolisa fosfatidilinositol-4,5-bisfosfat (PIP2) menjadi inositol-1,4,5-trifosfat (IP3). IP3 merangsang pelepasan dari Ca2+ intraselular, yang menyebabkan respons letupan pertama dari pelepasan hormon. Secara serentak, terdapat pembangkitan dari 1,2-diasilgliserol (1,2-DG), yang mengaktivasi protein kinase C, walaupun bertanggung jawab untuk fase kedua dan bertahan dari sekresi hormon. Peningkatan dalam Ca2+ intraselular dan kinase protein C dapat melibatkan suatu peningkatan transkripsi. TRH juga merangsang glikosilasi TSH, yang diperlukan untuk aktivitas biologik penuh dari hormon ini. Dengan demikian pasien dengan tumor hipotalamus dan hipotiroidisme kemungkinan mempunyai TSH yang terukur, yang tidak aktif secara biologik. Penelitian in vitro dan in vivo memperlihatkan bahwa T3 secara langsung menginhibisi transkripsi dari gen preproTRH dan dengan demikian pula sintesis TRH dalam hipotalamus. Karena T4 diubah menjadi T3 di dalam neuron peptidergik, maka hal ini juga merupakan inhibitor yang efektif dari sintesis dan sekresi TRH . TRH dimetabolisir dengan cepat, dengan suatu waktu paruh hormon yang diberikan secara intravena sekitar 5 menit. Kadar TRH plasma pada orang normal sangat rendah, berentang dari 25 hingga 100 Pg/mL. Sekresi TSH yang dirangsang-TRH terjadi dalam suatu cara pulsasi sepanjang 24 jam . Subjek normal mempunyai suatu amplitudo pulsa TSH ratarata sekitar 0,6 µU/mL dan suatu frekuensi rerata satu pulsa setiap 1,8 jam. Di samping itu, orang normal memperlihatkan irama sirkadian, dengan suatu TSH serum puncak pada malam hari, biasanya antara tengah malam dan jam 4 pagi. Puncak ini tidak berhubungan dengan tidur, makan, atau sekresi hormon hipofisis lain. Irama ini kemungkinan dikontrol oleh suatu "generator pulsa" neuronal. Hipotalamik yang mendorong sintesis TRH dalam nuklei supraoptik dan supraventrikular. Pada pasien hipotiroid, amplitudo dari pulsa dan peningkatan nokturnal lebih besar dibandingkan normal, dan pada pasien dengan hipertiroidisme kedua pulsa dan peningkatan nokturnal mengalami supresi yang nyata. Pada hewan eksperimental dan pada neonatus, paparan dengan dingin meningkatkan sekresi TRH dan TSH, tetapi hal ini tidak dijumpai pada manusia dewasa. d. Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid 1. HIPOTALAMUS (Sintesis dan pelepasan TRH) Perangsangan : - Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal Neurogenik : - Sekresi bergelombang dan irama sirkadian - Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir) - Katekolamin adrenergik-alfa - Vasopresin arginin Penghambatan: - Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal - Penghambat adrenergik alfa - Tumor hipotalamus 2. HIPOFISIS ANTERIOR (Sintesis dan pelepasan TSH) Perangsangan : - TRH - Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop - Estrogen : Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2 - Meningkatkan tempat pengikatan TRH Penghambatan: - Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop - Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2 - Somatostatin - Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin - Glukokortikoid - Penyakit-penyakit kronis - Tumor hipofisis 3. TIROID (Sintesis dan pelepasan hormon tiroid) Perangsangan : - TSH - Antibodi perangsangan TSH-R Penghambatan : - Antibodi penghambat TSH-R - Kelebihan iodida - Terapi litium Hormon dan obat-obatan tertentu dapat mengubah sintesis dan pelepasan TRH. Sekresi TRH distimulasi oleh penurunan T4 atau T3 serum (dengan penurunan T3 intraneuronal), oleh agonis adrenergik-alfa, dan oleh arginin vasopresin. Sebaliknya, sekresi TRH diinhibisi oleh peningkatan T4 dan T3 serum (dengan T3 intraneuronal yang meningkat) dan blokade alfaadrenergik . TRH yang diberikan secara intravena pada manusia dengan dosis bolus 200-500 µg menimbulkan suatu peningkatan yang cepat dari TSH serum, mencapai puncak pada sekitar 30 menit dan bertahan selama 2-3 jam. Respons yang khas terhadap TRH dalam berbagai keadaan klinik diberikan dalam Gambar 4-24 dan 4-25. Perhatikan respons yang diperbesar dari TSH hipofisis menjadi TRH pada pasien dengan hipotiroidisme primer dan respons yang tersupresi pada pasien dengan hipertiroidisme, goiter noduler dengan nodul yang berfungsi secara otonom, TRH dan metabolit dipeptida siklo (His Pro) juga ditemukan dalam sel pulau Langerhans pankreas, tetapi fungsinya di sini belum diketahui. Tirotropin Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH), merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri dari dua subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk dua glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormon plasenta hCG; subunit beta berbeda untuk setiap hormon glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai o ligosakarida. Glikosilasi terjadi dalam retikulum endoplasma kasar dan Golgi dari tirotrop, di mana residu glukosa, manosa, dan fukosa dan sulfat terminal atau residu asam sialik dihubungkan dengan inti apoprotein. Fungsi dari residu karbohidrat ini tidak seluruhnya jelas, tetapi ada kemungkinan bahwa mereka meningkatkan aktivitas biolgik TSH dan memodifikasi kecepatan bersihan metaboliknya. Contohnya, TSH deglikosilasi akan berikatan dengan reseptornya, tetapi aktivitas biologiknya menurun secara nyata dan kecepaatn bersihan metaboliknya meningkat dengan nyata. e. Efek dari TSH terhadap Sel Tiroid TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya diperantarai melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari sistem fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium intraselular dapat juga terlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini : 1. Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkanpseudopod pada batas sel-koloid, mempercepat resorpsi tiroglobulin.Kandungan koloid berkurang. Tetesan koloid intraselular dibentuk danpembentukan lisosom dirangsang, meningkatkan hidrolisis tiroglobulin . 2. Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya;vaskularisasi meningkat; dan setelah beberapa waktu, timbul pembesarantiroid, atau goiter. 3. Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolismeiodida, dari peningkatan ambilan dan transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan peningkatan sekresi hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantarai peningkatan transpor iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida adalah bifasik : Pada awalnya terdepresi (effluks iodida); dan kemudian, setelah suatu kelambatan beberapa jam, ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida dapat disebabkan oleh peningkatan yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan hormon dan keluarnya iodida dari kelenjar. 4. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal, dengan suatu peningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4. 5. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari kelenjar. Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin intratiroid. 6. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi dari ambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari oksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA. TSH Serum Secara normal, hanya subunit α dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari subunit α adalah sekitar 0,5-2,0 µg/L; terjadi peningkatan pada wanita pascamenopause dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitari tumor . Kadar serum dari TSH adalah sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon tiroid per oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit, dan kecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari. Kontrol Sekresi TSH Hipofisis Dua faktor utama yang mengendalikan sintesis dan pelepasan TSH adalah kadar T3 intratirotrop, yang mengontrol mRNA untuk sintesis dan pelepasan TS, dan TRH, yang mengendalikan glikosilasi, aktivasi, dan pelepasan TSH . Sintesis dan pelepasan dihambat oleh kadar serum T4 dan T3 yang tinggi (hipertiroidisme) dan dirangsang oleh kadar hormon tiroid rendah (hipotiroidisme). Di samping itu, hormon-hormon dan obat-obatan tertentu menghambat sekresi TSH. Dalam hal ini termasuk somatostatin, dopamin, agonis dopamin seperti bromokriptin, dan glukokortikoid. Penyakit akut dan kronik dapat menyebabkan penghambatan dari sekresi TSH selama penyakit aktif, dan kemungkinan terdapat peningkatan balik dari TSH pada saat pasien pulih. Besarnya efek ini bervariasi; dengan demikian, obatobatan yang disebutkan di atas mensupresi TSH serum, tetapi biasanya akan dapat dideteksi. Sebaliknya, hipertiroidisme akan menghentikan sekresi TSH sama sekali. Pengamatan ini secara klinik penting dalam menginterpretasi kadar TSH serum pada pasien yang mendapatkan terapi ini. Lesi atau tumor destruktif dari hipotalamus atau hipofisis anterior dapat mengganggu sekresi TRH dan TSH dengan destruksi dari sel-sel sekretori. Hal ini akan menimbulkan "hipotiroidisme sekunder" akibat destruksi tirotrop hipofisis atau "hipotiroidisme tersier" akibat destruksi dari TRH-secreting neuron. Diagnosis banding dari lesi ini dibahas di bawah . f. Kerja Hormon Tiroid 1. Reseptor Hormon Tiroid Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein tetapi dalam keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut melalui difusi pasif ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma sel, untuk berikatan dengan suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T4 diubah menjadi T3 melalui deiodinase-5', menunjukkan bahwa T4 merupakan suatu prohormon dan T3 adalah bentuk hormon aktif. Reseptor inti untuk T3 telah dimurnikan. Merupakan salah satu dari "keluarga" reseptor, kesemuanya sama dengan reseptor untuk retrovirus yang menyebabkan eritroblastosis pada anak ayam, v-erb A, dan terhadap reseptor inti untuk glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen, progestin, vitamin D3, dan asam retinoat. Reseptor hormon tiroid manusia (hTR) terdapat dalam paling tidak tiga bentuk : hTR-α 1 dan 2 dan hTR-β1. hTR-α mengandung 410 asam amino, mempunyai berat molekul sekitar 47.000, dan gennya terletak pada kromosom 17. hTR-β mengandung 456 asam amino, dengan berat molekul sekitar 52.000, dan gennya terdapat pada kromosom 3. Setiap reseptor mengandung tiga daerah spesifik: suatu daerah amino terminal yang meningkatkan aktivitas reseptor; suatu daerah pengikat-DNA sentral dengan dua "jari-jari" sistein-seng; dan suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil. Ada kemungkinan bahwa hTR-βl dan hTR-α1 merupakan bentuk reseptor yang aktif secara biologik; hTR-α2 tidak mempunyai kemampuan mengikat hormon, tetapi berikatan dengan unsur respons hormon tiroid (TRE) pada DNA dan dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk menghambat aktivitas dari T3 . Afinitas pengikatan dari analog T3 terhadap reseptor T3 berbanding langsung dengan aktivitas biologik dari analog. Mutasi titik pada gen hTR-β, yang menimbulkan reseptor T3 abnormal, merupakan penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid. Reseptor hormon tiroid berikatan dengan tempat TRE spesifik pada DNA tanpa adanya T3 tidak seperti kasus dengan reseptor hormon steroid. TRE terletak dekat, dengan promotor di mana transkripsi dari gen hormon tiroid spesifik yang responsif diawali. T3 yang berikatan dengan reseptor menimbulkan stimulasi, atau pada beberapa kasus inhibisi, dari transkripsi gen-gen ini dengan akibat timbulnya perubahan dari tingkat transkripsi mRNA dari mereka. Perubahan dalam tingkatan mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Proetin ini kemudian memperantarai respons hormon tiroid. Reseptor ini sering berfungsi sebagai heterodimer dengan faktor transkripsi lain seperti reseptor retinoat X dan reseptor asam retinoat. 2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjamjam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini. 3. Efek pada Perkembangan Janin Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol). 4. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik. 5. Efek Kardiovaskular T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme. 6. Efek Simpatik Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia. 7. Efek Pulmonar Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan. 8. Efek Hematopoetik Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme. 9. Efek Gastrointestinal Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme. 10. Efek Skeletal Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium. 11. Efek Neuromuskular Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok. 12. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor lowdensity lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme. 13. Efek Endokrin Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4. III.5 KONSEP PENYAKIT 1. DEFINISI Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang berlebihan. (Sylvia A. Price, 2006). Hipertiroid dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang menempati urutan kedua setelah Diabetes Mellitus, yang merupakan kesatuan penyakit dengan batasan yang jelas, dan penyakit Graves menjadi penyebab utamanya. (Brunner dan Suddarth, 2002). 2. ETIOLOGI 1. Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid. Pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-panjang (LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum dengan konsentrasi yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin 2. 3. 4. 5. 6. 7. berhubungan dengan defek pada sistem kekebalan tubuh. Herediter Stress atau infeksi Tiroiditis Syok emosional Asupan tiroid yang belebihan Dari penyakit lain yang bukan hipertiroid, misalnya adenokarsinoma hipofisis 3. FAKTOR RESIKO Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan memuncak dalam decade usia ketiga serta keempat.(Schimke, 1992). 4. KLASIFIKASI a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease) Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri. b. Nodular Thyroid Disease Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia. c. Subacute Thyroiditis Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang. d. Postpartum Thyroiditis Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahanlahan. 5. MANIFESTASI KLINIS Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak dapat duduk diam Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan meningkat. Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena peningkatan metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinngi dari dalam tubuh sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas. Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah. Adanya Tremor Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut. Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang progresif dan mudah lelah. Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK T4 Serum Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T 4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4 T3 Serum T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L) Tes T3 Ambilan Resin Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormone tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini, menghasilkan indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan hormone tiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-radioiodium, yang ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah 25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah, seperti pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari 35% Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone) Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml. Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid). Tes Thyrotropin Releasing Hormone Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil. Tiroglobulin Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan. Ambilan Iodium Radioaktif Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas (scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid. Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodiumradioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien). Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid digunakan alat detector skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu rangkaian jalur parallel dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada saat yang bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya. Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun I 131 merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa isotop iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalium serta americum) digunakan di beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah. Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan fungsi anatomic kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal atau berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area) atau penurunan fungsi (cold area) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainan malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatknya kemungkinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdapat satu daerah yang tidak berfungsi. Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang diperlukan untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari metastasis malignitas pada kelenjar tiroid yang masih berfungsi. ▪ Bentuk cold area Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan. - Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya. Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk kelainan metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar. - Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan keganasan. Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area : - Kista. - Hematom. - Struma adenomatosa. - Perdarahan. - Radang. - Keganasan. - Defek kongenital. Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area : - Struma adenomatosa. - Adenoma toksik. - Radang. - Keganasan. Ultrasonografi Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil. Pemeriksaan radiologik di daerah leher Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang boleh dipegang. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan karsinoma medulle. 2. Biopsi jarum halus 3. Pemeriksaan sidik tiroid. Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut kurang dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat. Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma tiroid termasuk nodul dingin 4. Radiologis untuk mencari metastasis 5. Histopatologi. Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable, jaringan diambil dengan biopsi insisi. 7. KOMPLIKASI Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebakan: 1. Ulkus Kornea Ulkus kornea terjadi oleh karena pembengkakan kelenjar retroorbita dan perubahan degenaratif otot occuler menyebabkan mata sulit di tutup sehingga terjadi iritasi mata, lalu infeksi yang menyebabkan ulkus kornea. 2. Gagal Jantung Gagal jantung bisa terjadi karena disritmia yang disebabkan hipertiroid. 3. Krisis Tiroid 4. Osteoporosis premature pada wanita 5. Demam 6. Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa 7. Kegelisahan 8. Perubahan suasana hati 9. Kebingungan 10. Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma) 11. Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan. Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok. Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh: infeksi trauma pembedahan diabetes yang kurang terkendali ketakutan kehamilan atau persalinan tidak melanjutkan pengobatan tiroid stres lainnya. Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak. 8. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine binding globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid. A. Obat-obatan anti tiroid (OAT) Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada semua pasien dengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi secara perlahanlahan. Indikasi pemberian OAT adalah : Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif. Sebagai persiapan untuk tiroidektomi Untuk pengobatan pada pasien hamil Pasien dengan krisis tiroid Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan proses berpasangan iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral dalam 3-4 dosis terbagi. Efek samping pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai suatu reaksi idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi. Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat diramalkan dengan lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat reversibel bila obat dihentikan. Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol. a. Propiltiourasil (PTU) Nama generik : Propiltiourasil Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik) Indikasi : hipertiroidisme Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui. Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006) Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis. Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006) Resiko khusus : . Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee, 2006). b. Methimazole Nama generik : methimazole Nama dagang : Tapazole Indikasi : agent antitiroid Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil. Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2 mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari. Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari. Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema. Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan myelosupression, kehamilan (Lacy, et al, 2006) c. Karbimazole Nama generik : Karbimazole Nama dagang di Indonesia : Neo mecarzole (nicholas). Indikasi : hipertiroidisme Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui. Bentuk sediaan : tablet 5 mg Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18 bulan. Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg. Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon. Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia. Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui (Lacy, et al, 2006). d. Tiamazole Nama generik : Tiamazole Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck). Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi. Kontraindikasi : hipersensitivitas Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari. Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah. Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis. B. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi : Pasien umur 35 tahun atau lebih Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid Adenoma toksik, goiter multinodular toksik Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu pemancar-beta yang terperangkap oleh sel folikular tiroid dan berada dalam tirosin beryodium dan tironin. Pemancar-beta ini memancarkan radiasi local dan melakukan ablassi jaringan tirois. Dosis yang diberikan bervariasi dari 40 sampai 200 mikroCi/g dari berat tiroid yang diperkirakan. Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya hipotiroidisme yang bergantung pada dosis. Biasanya 30 % pasien menjadi hipotiroid dalam tahun pertama setelah terapi dan sebagian kecil mengalami hipotiroid dalam tahun berikutnya. C. Pembedahan Tiroidektomi Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme. Iodium biasanya diberikan sebelum operasi untuk mengendalikan tirotoksikosis dan untuk mengurangi vaskularitas kelenjar itu. Pengangkatan sekitar 5/6 jaringan tiroid praktis menjamin kesembuhan dalam waktu lama bagi sebagian besar penderita penyakit goiter eksoftalmik. Sebelum pembedahan, preparat propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda hipertiroidisme menghilang. Indikasi : Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif Adenoma toksik atau struma multinodular toksik Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul D. Obat-obatan lain Antagonis adrenergik-beta Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi. Kalium Iodida (SSKI:1 tetes = 50 mg iodida anorganik) 3 tetes secara oral 3 kali sehari, sering digunakan sebagai pengganti tionamid (PTU dan metimazol) setelah terapi radioiodin. Nonfarmakologi Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per hari seperti susu dan telur Olahraga secara teratur Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan metabolisme