perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENGARUH

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN
NERACA PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
(PERIODE 2000:I – 2011:II)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
MAS FARYANSYAH
NIM. F0108085
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Orang-orang yang terbaik adalah mereka yang selalu mencoba untuk terus
memperbaiki dirinya.
(Imam Ghozali)
There is no secret to success. It’s the result of preparation, hard work, and learning
from mistakes made along the way.
(Collin Powell)
“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat
suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya
ia dengan kemajuan selangkah pun”
(Bung Karno)
Semangat, Usaha, Berdoa dan Keyakinan yang Kuat akan Menghancurkan Segala
Halangan untuk Meraih Apa yang Kita Impikan.
(Penulis)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, dengan Penuh Perjuangan dan Penuh Rasa Syukur Akhirnya
Karya Kecil Ini Berhasil Penulis Selesaikan
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

Ibuk

Almarhum Bapak di Surga

Kakak - kakakku

Sahabat, teman and for U “My Spirit”

Almamaterku UNS
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikkum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga dengan kemampuan yang ada, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “PENGARUH SELISIH
INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA, DAN NERACA PERDAGANGAN
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH (PERIODE 2000:I – 2011:II)”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan, bimbingan serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak tidak bisa
mewujudkan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Siti Aisyah Tri Rahayu, M.Si, selaku pembimbing yang telah meminjamkan
jurnal dan buku, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan
memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah
SWT membalasnya dan memberikan kemuliaan kepadanya.
2. Dr. Wisnu Untoro, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak
membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.
3. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Ibu Dra.
Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Drs. Hari Murti, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan seluruh bapak/ibu
Dosen Fakultas Ekonomi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima
kasih atas ilmu, pengalaman dan bimbingan dan yang diberikan selama ini.
5. Bapak Djoko Raharto selaku Kepala Bidang Moneter Bank Indonesia
Yogyakarta. Terima kasih telah memberikan akses untuk memperoleh CD
International Financial Statistic IMF.
6. Ibuk yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkanku dengan penuh
perjuangan serta selalu memanjatkan do’anya demi kesuksesan penulis.
7. Mbak Yuli, Mbak Dwi, Mas Chizam, Mas Widji serta ponakanku Della, Amel,
Iil, Aal, dan Uul yang senantiasa selalu mendoakan dan memberi dorongan
kepada penulis.
8. Rekan-rekan seperjuangan di HMJ EP periode 2009, 2010, dan 2011 yang telah
memberikan banyak pengalaman dan kenangan yang tak terlupakan selama
penulis berada di FE UNS.
9. Teman-teman EP angkatan 2008 dan semua sahabat-sahabatku, terima kasih atas
segala bantuan dan dukungannya.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang
perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang membaca
dan terkait dengan skripsi ini.
Surakarta, Agustus 2012
Penulis
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................ ii
Halaman Pengesahan ................................................................................. iii
Motto .......................................................................................................... iv
Halaman Persembahan ............................................................................... v
Kata Pengantar ........................................................................................... vi
Daftar Isi ..................................................................................................... viii
Daftar Tabel ................................................................................................ xi
Daftar Gambar ............................................................................................. xii
Daftar Lampiran ......................................................................................... xiii
Abstrak ........................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai Tukar ............................................................................... 10
1. Pengertian Nilai Tukar (Exchange Rate) ........................... 10
2. Sejarah Sistem Moneter ..................................................... 12
3. Kebijakan dan Sistem Nilai Tukar ..................................... 16
4. Teori Nilai Tukar................................................................ 18
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar ....................... 25
1. Hubungan Inflasi dengan Nilai Tukar ................................ 25
2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar ......... 28
3. Hubungan Neraca Perdagangan dengan Nilai Tukar ......... 30
C. Penelitian Sebelumnya .............................................................. 31
D. Kerangka Pemikiran .................................................................. 36
E. Hipotesis .................................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
commit to user
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 38
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 38
C. Spesifikasi Model Penelitia....................................................... 38
D. Definisi Operasional Variabel .................................................. 39
E. Metode Analisis ........................................................................ 41
1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model.................................. 41
2. Uji Stasioneritas ................................................................ 44
a. Uji Akar-Akar Unit…………....... ............................... 44
b. Uji Derajat Integrasi……………………………… ..... 45
3. Uji Kointegrasi ................................................................... 46
4. Error Correction Model (ECM) ......................................... 47
5. Uji Statistik…………………………………....... ............. 55
a. Uji t…………………………………....... .................... 55
b. Uji F…………………………………… ..................... 57
c. Koefisien Determinasi (R2)……………………....... ... 58
6. Uji Asumsi Klasik…………………………………....... ... 59
a. Uji Multikolinieritas………………………………....... 59
b. Uji Heteroskedastisitas……………………………...... 59
c. Uji Autokorelasi…………………………………....... 60
BAB IVANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data .......................................................................... 62
B. Deskripsi Perkembangan Variabel ............................................ 63
1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .................................... 63
2. Perkembangan Selisih Laju Inflasi .................................... 66
3. Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga ...................... 68
4. Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia ................. 69
C. Hasil dan Analisis Data ............................................................. 71
1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model.................................. 71
2. Uji Stasioneritas ................................................................ 72
3. Uji Kointegrasi ................................................................... 76
4. Error Correction Model (ECM) ......................................... 77
5. Estimasi Error Correction Model (ECM) dengan Weigted
Least Squares (WLS)………………………………….......
78
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Uji Statistik…………………………………....... ............. 80
a. Uji t…………………………………....... .................... 80
b. Uji F…………………………………… ..................... 82
c. Koefisien Determinasi (R2)……………………....... ... 83
7. Uji Asumsi Klasik…………………………………....... ... 83
a. Uji Multikolinieritas………………………………..... 83
b. Uji Heteroskedastisitas…………………………….... . 84
c. Uji Autokorelasi…………………………………....... 85
8. Interpretasi Ekonomi…………………………………....... 86
a. Pengaruh Selisih Laju Inflasi
terhadap Nilai Tukar Rupiah…………....... ................. 86
b. Pengaruh Selisih Tingkat Suku Bunga
terhadap Nilai Tukar Rupiah………………………… 87
c. Pengaruh Neraca Perdagangan Indonesia
terhadap Nilai Tukar Rupiah………………………… 89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 91
B. Saran ........................................................................................ 92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 94
LAMPIRAN ............................................................................................... 97
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil Uji MWD Model Linier .................................................. 71
Tabel 4.2. Hasil Uji MWD Model Log-Linier .......................................... 72
Tabel 4.3. Hasil Uji Akar-Akar Unit pada Ordo 0 .................................... 73
Tabel 4.4. Hasil Uji Derajat Integrasi pada Ordo 1 ................................... 74
Tabel 4.5. Hasil ADF-Test Residual Kointegrasi ..................................... 76
Tabel 4.6. Nilai Koefisien Jangka Panjang Model Nilai Tukar
dengan Error Correction Model (ECM) .................................. 80
Tabel 4.7. Pengaruh Variabel Independen Jangka Pendek terhadap
Variabel dependen .................................................................... 80
Tabel 4.8. Pengaruh Variabel Independen Jangka Panjang terhadap
Variabel dependen .................................................................... 81
Tabel 4.9. Hasil Uji Klein.......................................................................... 84
Tabel 4.10. Hasil Uji White ......................................................................... 85
Tabel 4.11. Hasil Uji Lagrange Multiple Test ............................................ 86
Tabel 4.12. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Analisis Data
Menggunakan Error Correction Model (ECM) ....................... 90
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah/US$ 1998 - 2010.................. 3
Gambar 2.1. Kurva J : Perubahan Neraca Perdagangan Setelah
Depresiasi Kurs ................................................................... 20
Gambar 2.2. Kurva J : Perubahan Neraca Perdagangan Setelah
Apresiasi Kurs ..................................................................... 20
Gambar 2.3. Pergerakan Nilai Tukar Akibat Perubahan
Tingkat Suku Bunga ............................................................ 24
Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi ...................... 27
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................... 37
Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji-t ............................................................... 62
Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji-F .............................................................. 58
Gambar 4.1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar
Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 64
Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Selisih Laju Inflasi
Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 66
Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga
Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 68
Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia
Tahun 2000:Q1-2011:Q2..................................................... 70
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Pola Data Tidak Stasioner
dan Data Stasioner ............................................................... 75
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data Penelitian .................................................................. 97
Lampiran 2.
Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model (MWD Test) ........... 99
Lampiran 3.
Uji Stasioner dan Derajat Integrasi DF-Test (Level) ........ 100
Lampiran 4.
ADF-Test (Level) .............................................................. 101
Lampiran 5.
DF-Test (Ordo 1)............................................................... 102
Lampiran 6.
ADF-Test (Ordo 1) ........................................................... 103
Lampiran 7.
Hasil Estimasi Regresi Kointegrasi .................................. 104
Lampiran 8.
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)................ 105
Lampiran 9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Error Correction Model (ECM) ........................................ 106
Lampiran 10.
Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)
dengan Weigted Least Squares (WLS) .............................. 107
Lampiran 11.
Hasil Uji Multikolinieritas ................................................ 108
Lampiran 12.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji White) Model Error
Correction Model (ECM) dengan Weigted Least
Squares (WLS) .................................................................. 114
Lampiran 13.
Hasil Uji Autokorelasi (LM Test) Model Error Correction
Model (ECM) dengan Weigted Least Squares (WLS) ....... 115
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN NERACA
PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
(PERIODE 2000:I – 2011:II)
MAS FARYANSYAH
NIM. F0108085
Nilai tukar adalah indikator penting dalam suatu perekonomian. Kestabilan
nilai tukar harus selalu dijaga. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mengganggu kegiatan
perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian karena dapat mempengaruhi struktur
biaya, investasi, aliran perdagangan internasional, inflasi dan selanjutnya akan
berpengaruh terhadapat output suatu negara.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi
Indonesia dan Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika
Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah. Alat analisis
yang digunakan yaitu model ekonometrika dengan metode Error Correction Model
(ECM).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka panjang, selisih tingkat
inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah, selisih
tingkat suku bunga dan neraca perdagangan Indonesia berpengaruh negatif signifikan
terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka pendek, hanya variabel selisih
tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar
rupiah.
Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah, Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga, Neraca
Perdagangan, Error Correction Model (ECM).
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
PENGARUH SELISIH INFLASI, SELISIH SUKU BUNGA DAN NERACA
PERDAGANGAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
MAS FARYANSYAH
NIM. F0108085
Nilai tukar merupakan salah satu indikator penting dalam suatu
perekonomian. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mengganggu kegiatan
perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian karena dapat mempengaruhi
struktur biaya, investasi, aliran perdagangan internasional, inflasi dan selanjutnya
akan berpengaruh terhadapat output suatu negara.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi
Indonesia dan Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika
Serikat, dan neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar rupiah. Alat
analisis yang digunakan yaitu model ekonometrika dengan metode Error
Correction Model (ECM).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka panjang, selisih
tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar
rupiah, selisih tingkat suku bunga dan dan neraca perdagangan Indonesia
berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam
jangka pendek, hanya variable selisih tingkat suku bunga yang berpengaruh
signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Kata Kunci: Nilai Tukar Rupiah, Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga, Neraca
Perdagangan, Error Correction Model.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nilai tukar adalah indikator penting dalam suatu perekonomian, oleh
karena itu kestabilan nilai tukar harus selalu dijaga. Nilai tukar yang fluktuatif
dapat mengganggu kegiatan perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian.
Warjiyo (1998) menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar akan sangat
berpengaruh terhadap perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar fleksibel.
Pergerakan
nilai
tukar
dapat
mengubah
harga
relatif,
sehingga
akan
mempengaruhi perkembangan ekspor dan impor. Pergerakan nilai tukar tersebut
selanjutnya akan mempengaruhi permintaan aggregat, laju pertumbuhan ekonomi
dan laju inflasi.
Penelitian tentang dampak pergerakan nilai tukar terhadap variabel makro
ekonomi di beberapa negara telah dilakukan oleh Esquivel dan Larraín (2002),
Engel dan West (2003), Lee dan Boon (2007), Ozturk dan Kalyoncu (2009).
Mereka menemukan bukti empiris bahwa fluktuasi nilai tukar berpengaruh pada
inflasi, suku bunga, aliran perdagangan, penanaman modal asing, penawaran
uang, serta meningkatkan probabilitas terjadinya krisis nilai tukar.
Suatu negara didefinisikan mengalami krisis mata uang apabila nilai
tukarnya mengalami perubahan yang besar dan pada umumnya ditandai dengan
adanya perubahan kebijakan sistim penetapan nilai tukar (Tjahjono,1998). Krisis
nilai tukar menimbulkan implikasi buruk terhadap perekonomian suatu negara
commitdan
to user
seperti yang telah terjadi di Indonesia
beberapa negara Asia lainnya pada
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
tahun 1997. Krisis 1997 dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar berawal
dari krisis mata uang bath Thailand. Berubahnya ekspektasi terhadap mata uang
bath mendorong beberapa mata uang didalam kawasan Asia mengalami
depresiasi. Keadaan tersebut menyebar dengan cepat ke hampir seluruh negara di
kawasan asia tenggara (IMF, Occasional Paper 1999 dalam Subekti, 2010: 6).
Krisis tersebut selanjutnya berdampak menjalar (contagion effect) terhadap
mata uang rupiah. Kondisi tersebut membuat pemerintah Indonesia merubah
sistim nilai tukar dari sistim nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistim
nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) (LTBI 1997/1998:7).
Ritonga (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan meningkatnya permintaan dollar ketika krisis 1998 sehingga nilai
rupiah mengalami depresiasi, yaitu:
1. Kenaikan nilai dollar di beberapa negara menyebabkan para pengusaha
Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar utang luar negerinya
berusaha mendapatkan dollar dalam jumlah yang diperkirakan cukup besar.
2. Para spekulan berusaha mencari keuntungan dengan cara melepas rupiah dan
membeli dollar sehingga menyebabkan nilai rupiah jatuh.
3. Pemegang rupiah berusaha melindungi asset likuidnya dari penurunan nilai
dengan jalan membeli dollar.
Nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh
besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 2001:171).
Perubahan volume permintaan dan penawaran valuta asing akan menyebabkan
nilai tukar mata uang domestik terapresiasi ataupun terdepresiasi. Simorangkir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
(2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran akan valuta asing antara lain adalah pembayaran ekspor-impor, aliran
modal, kegiatan spekulasi, dan intervensi oleh bank sentral.
Gambar 1.1 menunjukkan grafik fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar
US. Nilai tukar rupiah mencapai nilai tertinggi pada bulan Juni 1998, yaitu
sebesar Rp 14.900/USD. Nilai tersebut meningkat drastis dibandingkan pada
bulan yang sama pada tahun 1997 sebelum terjadinya krisis, yaitu sebesar Rp
2.450/USD pada bulan Juni 1997.
Nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi mencapai Rp 12.151/USD
pada bulan November 2008 akibat dampak dari krisis global. Menurunnya
permintaan eksternal akibat perlambatan perekonomian global menyebabkan
cadangan devisa menurun dan mengakibatkan penawaran dolar menurun. Disisi
lain, permintaan dollar AS naik signifikan akibat kenaikan harga komoditi import
seperti harga minyak dunia dan adanya aliran modal keluar (capital outflow) yang
signifikan.
Gambar 1.1
Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah/ USD 1998 - 2010
Sumber: Bank Indonesia, 2012, data diolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Krisis nilai tukar tidak hanya mengakibatkan kenaikan tingkat harga, tetapi
juga mengakibatkan kontraksi perekonomian yang cukup dalam. Melemahnya
nilai tukar mengakibatkan harga barang impor seperti bahan baku, barang modal,
dan barang konsumsi menjadi lebih mahal. Kenaikan harga barang impor
selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga barang-barang di
dalam negeri (Simorangkir, 2004: 3).
Salah satu dampak krisis 1997 adalah naiknya laju inflasi dari 5,37% pada
bulan September 1997 menjadi 75,47% pada bulan yang sama tahun 1998.
Melemahnya nilai tukar menyebabkan kenaikan harga yang tinggi. Indonesia
sangat tergantung pada nilai tukar karena sektor industrinya banyak menggunakan
bahan baku impor. Depresiasi nilai tukar rupiah akan mengakibatkan naiknya
harga impor bahan baku dan modal sehingga menyebabkan naiknya biaya
produksi. Kenaikan biaya produksi tersebut akan menaikkan harga barang dan
selanjutnya akan memicu naiknya laju inflasi. Rahardjo (2009:176) menyatakan
bahwa tingginya laju inflasi suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya
akan menyebabkan harga barang ekspor menjadi lebih mahal dan selanjutnya
akan dapat menurunkan ekspor. Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan
nilai tukar.
Peningkatan biaya produksi menyebabkan sektor industri mengurangi
kapasitas produksinya. Kondisi tersebut tercermin dari menurunnya volume impor
dari 42,704 Miliar USD pada tahun 1997, menjadi sebesar 30,707 Miliar USD
pada akhir tahun 1998. Penurunan kapasitas produksi mengakibatkan perusahaan
tidak dapat memenuhi kebutuhan barang ekspor yang tercermin pada penurunan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
volume ekspor dari 56,162 Miliar USD tahun 1997, menjadi sebesar 48,354
Miliar USD pada tahun 1998. Penurunan volume ekspor ini disebabkan oleh
kenaikan harga barang-barang ekspor akibat menurunnya kapasitas produksi.
Peningkatan harga komoditas pangan dan minyak dunia menyebabkan
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ketika krisis 2008. Depresiasi nilai
tukar rupiah menyebabkan beban yang ditanggung pemerintah dalam APBN
untuk mensubsidi BBM meningkat. Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut
telah memicu terjadinya cost-push inflation karena berdampak pada kenaikan
biaya produksi dan biaya transportasi sehingga harga jual barang juga ikut naik.
Kenaikan harga barang tersebut selanjutnya memicu kenaikan laju inflasi. Laju
inflasi pada bulan Agustus 2008 mencapai 11,85% dan naik menjadi 12,14% pada
bulan September 2008 (Bank Indonesia, 2008).
Penurunan daya beli masyarakat akibat krisis global di Amerika dan Eropa
mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia juga mengalami penurunan,
sehingga volume permintaan barang produksi Indonesia menurun. Kinerja ekspor
Indonesia tahun 2008/2009 menurun sebesar 19,960 Miliar USD. Dari sisi impor,
volume impor menurun sebesar 27,975 Miliar USD akibat depresiasi rupiah.
Fluktuasi nilai tukar dapat mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh laju
inflasi dan kinerja perdagangan internasional atau ekspor dan impor. Neraca
perdagangan adalah salah satu gambaran dari penawaran dan permintaan terhadap
mata uang asing untuk membiayai ekspor dan impor barang. Kenaikan penawaran
valuta asing terjadi apabila volume ekspor barang meningkat. Jika volume ekspor
lebih besar daripada volume impor, ceteris paribus, maka nilai tukar domestik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
akan terapresiasi. Begitu juga sebaliknya, jika terdapat kenaikan volume impor
melebihi volume ekspor, maka nilai tukar akan terdepresiasi.
Ozturk and Kalyoncu (2009) telah melakukan penelitian pada Polandia,
Korea Selatan, Pakistan, Hunggaria, Turki dan Afrika Selatan. Mereka
menemukan bukti empiris bahwa volatilitas nilai tukar menurunkan eksport riil
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain itu, Esquivel dan
Larrain (2002) juga telah melakukan penelitian tentang dampak volatilitas nilai
tukar US dollar, yen Jepang dan mark Jerman pada negara berkembang. Mereka
menemukan bukti empiris bahwa satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar
negara G-3 akan menurunkan eksport riil negara berkembang sebesar rata-rata dua
persen.
Volume penawaran dan permintaan valuta asing dipengaruhi juga oleh
aliran modal. Aliran modal masuk (capital inflow) dan aliran modal keluar
(capital outflow) sangat dipengaruhi oleh perbedaan suku bunga dalam dan luar
negeri (interest rate differential). Sebagai contoh, jika suku bunga Amerika
Serikat mengalami peningkatan melebihi suku bunga Indonesia, maka imbal hasil
yang ditawarkan Indonesia menjadi kurang kompetitif. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan pelarian modal asing (capital outflow). Apabila kenaikan
permintaan terhadap US dollar akibat capital outflow tidak disertai dengan
penawaran yang memadai, maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi.
Peningkatan suku bunga dalam negeri diperlukan agar dapat menarik
minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena imbal
hasil yang ditawarkan lebih tinggi. Peningkatan aliran modal masuk (capital
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
inflow) akan dapat meningkatkan volume permintaan terhadap mata uang rupiah
dan selanjutnya nilai tukar rupiah akan terapresiasi. Kebijakan menaikkan suku
bunga dapat menjaga kestabilan nilai tukar, namun disisi lain juga dapat
menurunkan investasi akibat biaya kredit yang meningkat dan selanjutnya dapat
mengganggu kinerja sektor riil.
Gali dan Gertler (1998) melakukan studi tentang hubungan pergerakan
nilai tukar dan suku bunga. Mereka menemukan bukti empiris bahwa terdapat
hubungan antara pergerakan nilai tukar dan suku bunga, yaitu satu persen
depresiasi Mark Jerman terhadap US Dollar, membuat Bundesbank meningkatkan
suku bunga sebesar 5 bps. Di lain pihak, Bank of Japan meningkatkan suku bunga
sebesar 6 bps sebagai respon depresiasi yen terhadap US dollar.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa
kestabilan nilai tukar dalam suatu perekonomian sangatlah penting. Oleh sebab
itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel-variabel ekonomi yang menentukan permintaan dan penawaran
valuta asing US dollar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Penelitian ini
mengambil judul Pengaruh Selisih Inflasi, Selisih Suku Bunga dan Neraca
Perdagangan Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Periode 2000:I – 2011:II). Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah; nilai tukar Rp/USD,
inflasi Indonesia, inflasi Amerika Serikat, suku bunga Indonesia, suku bunga
Amerika Serikat dan neraca perdagangan Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat
terhadap nilai tukar rupiah?
2. Bagaimana pengaruh selisih tingkat suku bunga Indonesia dan suku bunga
Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah?
3. Bagaimana pengaruh neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai tukar
rupiah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika
Serikat terhadap nilai tukar rupiah.
2. Untuk menganalisis pengaruh selisih tingkat suku bunga Indonesia dan suku
bunga Amerika Serikat terhadap nilai tukar rupiah.
3. Untuk menganalisis pengaruh neraca perdagangan Indonesia terhadap nilai
tukar rupiah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
informasi kepada pihak pengambil kebijakan sebagai acuan untuk
menentukan kebijakan yang tepat dalam hal kestabilan nilai tukar rupiah,
guna kepentingan bangsa dan negara.
2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk
menerapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama mengikuti
perkuliahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
3. Sebagai bahan masukan dan sarana pembanding bagi penelitian-penelitian
selanjutnya yang sejenis.
4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang telah
ada sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai Tukar
1. Pengertian Nilai Tukar (Exchange Rate)
Nilai tukar adalah jumlah harga satu unit mata uang asing yang di
representasikan dalam mata uang domestik. Sebagai contoh, kurs rupiah
terhadap US Dollar (Rp/US$), yaitu jumlah rupiah yang diperlukan untuk
memperoleh atau membeli satu US$.
Krugman (2009: 316) mendefinisikan nilai tukar (exchange rate) sebagai:
“The price of one currency in terms of another”.
Levi (2001: 170) mendefinisikan nilai tukar mata uang (exchange rate) suatu
negara sebagai:
“Jumlah satuan mata uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan
satu unit mata uang negara lain”.
Simorangkir (2004: 4) mendefinisikan nilai tukar mata uang atau kurs sebagai:
“Harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat
juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing”.
Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar
nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata
uang dua negara. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi
commit to user
dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri dibanding dengan harga-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
harga di luar negeri. Nilai tukar riil tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sederhana sebagai berikut (Simorangkir, 2004: 5):
Q = S P/P*
di mana Q adalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat
harga di dalam negeri dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.
Beberapa istilah yang sering digunakan berkaitan dengan kurs valuta
asing adalah sebagai berikut:
a. Kurs beli, yaitu menunjukkan harga beli valuta asing pada saat bank/money
changer membeli valas (valuta asing) atau pada saat seseorang menukarkan
valas dengan rupiah.
b. Kurs jual, yaitu menunjukkan harga jual valuta asing pada saat bank/money
changer menjual valas atau pada saat seseorang menukarkan rupiah dengan
valas.
c. Kurs tengah, yaitu merupakan kurs antara kurs jual dan kurs beli (hasil bagi
dua dari penjumlahan kurs beli dan kurs jual).
Peningkatan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing
disebut dengan apresiasi/ revaluasi, sedangkan turunnya nilai tukar mata uang
domestik terhadap mata uang asing disebut depresiasi/ devaluasi. Sebagai
contoh, jika semula kurs US$1=Rp8.500 kemudian menjadi US$1=Rp9.000,
kondisi tersebut berarti rupiah mengalami depresiasi terhadap US dollar,
sedangkan
US
dollar
mengalami
apresiasi
terhadap
rupiah.
Istilah
apresiasi/depresiasi nilai tukar umumnya digunakan negara dengan sistim nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
tukar mengambang, sedangkan istilah revaluasi atau devaluasi umumnya
digunakan untuk negara dengan sistem nilai tukar tetap.
Revaluasi atau devaluasi merupakan kebijakan pemerintah yang
diumumkan kepada publik untuk menaikkan atau menurunkan nilai tukar
terhadap mata uang asing. Kebijakan revaluasi atau devaluasi biasanya
dilakukan dalam rangka mempertahankan kinerja perdagangan luar negeri suatu
negara (Rahardjo, 2009:110). Devaluasi biasanya dilakukan untuk mendorong
peningkatan daya saing dan kinerja ekspor. Penurunan nilai tukar menyebabkan
harga barang ekspor relatif lebih murah di luar negeri, sehingga akan
meningkatkan permintaan barang ekspor. Peningkatan volume permintaan
barang ekspor dapat meningkatkan volume ekspor suatu negara dengan asumsi
negara lain tidak melakukan tindakan devaluasi terhadap mata uangnya dan
eksportir dapat memenuhi permintaan ekspornya.
2. Sejarah Sistem Moneter Internasional
Sejarah sistem moneter internasional dikelompokkan dalam empat
periode (Simorangkir, 2004: 8), yaitu:
a. Periode Standar Emas (Gold Standart): 1880-1914
Pada sistem ini, nilai tukar uang domestik terhadap emas ditetapkan
berdasarkan harga resmi yang tetap. Terdapat dua karakteristik utama standar
emas yang ditetapkan oleh negara-negara yang menggunakannya, yaitu: 1)
perorangan dapat dengan bebas mengimpor dan mengekspor emas dan 2)
persediaan jumlah uang beredar dijamin dengan persediaan emas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Jumlah uang beredar yang harus dijamin oleh cadangan emas dalam
sistem ini, mendorong terjadinya stabilitas nilai tukar dan harga. Keberhasilan
standar
emas
disebabkan
oleh
ketenangan
zaman
sebelum
perang,
perekonomian benar-benar tenang dan jauh dari pergolakan seperti perang
dunia, depresi besar tahun 1930-an, dan gejolak harga minyak OPEC tahun
1973-1974 (Lindert, 1993:422). Kelemahan sistem ini adalah ketika jumlah
cadangan emas tidak mencukupi atau terlalu besar. Jumlah cadangan emas
yang terlalu sedikit dapat mendorong terjadinya deflasi dan melemahnya
kegiatan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, jumlah cadangan emas yang
terlalu besar dibandingkan uang beredar, mendorong terjadinya inflasi.
Periode ini berakhir pada perang dunia pertama. Perang telah merusak
arus perdagangan dan mobilitas emas antar negara sehingga standar ini tidak
dapat dipertahankan. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
perang, negara-negara yang terlibat didalamnya mencetak uang lebih banyak
sehingga tidak sepenuhnya lagi dapat dijamin dengan cadangan emas nasional.
b. Periode Perang Dunia Pertama (PD I) dan Kedua (PD II)
Pada periode perang ini, sistem nilai tukar yang digunakan banyak
mengalami peralihan akibat dari instabilitas keamanan yang berimbas pada
instabilitas ekonomi. Pada periode PD I hingga tahun 1925, banyak negara
menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sementara itu, dari tahun
1925 hingga tahun1931, banyak negara menggunakan sistem nilai tukar tetap
dengan mengaitkan cadangan emas dan valuta asing yang dimiliki atau sering
disebut gold exchange standart. Pada masa Great Depression banyak negara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
beralih menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas atau mengambang
terkendali.
c. Sistem Bretton Woods
Pada bulan Juli 1944 di Bretton Woods, New Hamshire, Amerika
Serikat, telah diselenggarakan konferensi yang diikuti 44 negara untuk
membahas tentang suatu tatanan moneter internasional yang baru. Hasilnya
adalah suatu keputusan penting yang berupa penerapan sistem nilai tukar tetap
yang secara resmi diikuti oleh 32 negara, serta pendirian dua lembaga
keuangan internasional, yaitu International Monetary Fund (IMF) dan
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau sekarang
dikenal dengan World Bank. IMF didirikan dengan tujuan untuk mendorong
kerja sama moneter antar negara, sistem nilai tukar yang lebih baik, dan untuk
memberikan bantuan keuangan jangka pendek apabila ada negara yang
mengalami kesulitan neraca pembayaran. Sedangkan bank dunia didirikan
dengan maksud untuk membiayai rekonstruksi dan pembangunan jangka
panjang.
Negara yang menjadi acuan atau jangkar penentuan nilai tukar dalam
sistem ini adalah Amerika Serikat, karena menjadi satu-satunya negara yang
mengaitkan mata uangnya secara tetap dengan emas. Pada saat itu US$35
ditetapkan nilainya sama dengan satu ounce emas.
d. Pasca Sistem Bretton Woods
Sistem Bretton Woods berakhir pada tahun 1960-1970-an dimana
Amerika Serikat pada waktu itu mengalami defisit pembayaran yang besar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
sehingga harus mendevaluasi mata uangnya dari US$35 per ounce emas
menjadi US$38 per ounce emas, dan pada akhirnya melepaskan keterkaitan
mata uang US$ dengan emas. Hal tersebut membuat kepercayaan negaranegara lain menurun dan menendorong negara-negara lain untuk melepaskan
keterkaitan mata uangnya dengan US$.
Peurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Bretton Woods pada
awal tahun 1970-an membuat negara-negara anggota IMF dibebaskan untuk
mengembangkan sistem nilai tukar mata uangnya pada tahun 1973. Banyak
negara menggunakan sistem nilai tukar yang berbeda-beda.
Beberapa negara Eropa mendirikan mekanisme nilai tukar European
Monetary System (EMS) pada tahun 1979 untuk menciptakan mekanisme nilai
tukar yang stabil diantara anggota EMS. Setelah itu, sistem ini tergantikan oleh
terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa (European Monetary Union/EMU)
pada tanggal 1 Januari 1999. Dengan terbentuknya EMU, sebelas negara Eropa
menetapkan nilai tukar Euro sebagai mata uang bersama dan berlaku secara
penuh pada Januari 2002. Bank Sentral Eropa (ECB) juga dibentuk dan
bertugas untuk mempertahankan nilai tukar Euro. Diluar Eropa dan Amerika
Serikat, banyak negara-negara di Amerika Latin dan Asia mengalami krisis
nilai tukar pada tahun 1997/1998, oleh sebab itu banyak negara melepaskan
nilai tukarnya kepada mekanisme pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
3. Kebijakan dan Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar diklarifikasikan dalam tiga kelompok (Simorangkir, 2004: 15),
yaitu:
a. Sistem nilai tukar tetap murni (Absolutely fixed exchange rate regime)
Pada sistem nilai tukar tetap, kurs mata uang ditetapkan secara tetap
pada nilai tertentu dengan mata uang asing tertentu. Misalnya, rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat (US$) ditetapkan sebesar Rp 8.500 per US$. Menurut
Rahardjo (2009), Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu adanya kepastian nilai
tukar bagi pasar.
Banyak negara meninggalkan sistem ini setelah era Bretton Woods,
tetapi masih ada sebagian kecil negara yang menggunakan sistem nilai tukar
tetap ini. Ada dua penyebab utama suatu negara meninggalkan sistem nilai
tukar tetap. Pertama, dapat mengganggu neraca perdagangan jika penetapan
nilai tukar mata uang domestik lebih mahal dibandingkan dengan nilai
sebenarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan harga barang ekspor suatu negara
lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya saing yang pada akhirnya
akan menurunkan volume ekspor. Di sisi impor, penetapan nilai tukar yang
terlalu tinggi (over-valued) akan menyebabkan harga barang impor menjadi
lebih murah dan selanjutnya meningkatkan volume impor. Kondisi
menurunnya volume ekspor dan meningkatnya volume impor akan
memperburuk neraca perdagangan suatu negara. Kedua,cadangan devisa yang
tidak mencukupi untuk mempertahankan nilai tukar karena harus melakukan
intervensi ke pasar valas. Negara yang masih menerapkan sistem ini akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
menggunakan sistem devisa terkontrol agar ruang gerak pelaku pasar untuk
menyerang nilai tukar dapat dibatasi.
b. Sistem nilai tukar mengambang murni (Pure floating exchange rate
regime)
Dalam sistem nilai tukar mengambang penuh, mekanisme penetapan
nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh
mekanisme pasar. Nilai mata uang dapat berubah setiap saat tergantung
penawaran dan permintaannya relatif terhadap mata uang asing di pasar. Dalam
sistem nilai tukar mengambang murni, bank sentral tidak menargetkan besaran
nilai tukar dan tidak juga melakukan intervensi langsung di pasar valas. Sistem
ini sangat rentan oleh serangan para spekulan.
Banyak negara di dunia menggunakan sistem ini karena: pertama,
sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasi kebijakan ekonomi
makronya dari dampak kebijakan dari luar sehingga mempunyai kebebasan
untuk mengeluarkan kebijakan yang independen. Kedua, sistem ini tidak
memerlukan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk
intervensi di pasar valas guna mempertahankan nilai tukar.
Kelemahan sistem ini adalah nilai tukar sangat mudah berfluktuasi
karena tergantung pada permintaan dan penawarannya di pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
c. Sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan (Fixed But Adjustable
Rate/FBAR)
Sistem ini merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dengan sistem
nilai tukar mengambang. Dalam sistem nilai tukar FBAR, besarnya nilai tukar
ditetapkan oleh pembuat kebijakan dan dipertahankan melalui intervensi
langsung di pasar valas. Sistem ini mempunyai ciri adanya komitmen dari bank
sentral/pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar dalam besaran tertentu.
Nilai tukar dapat berubah namun penyesuaiannya jarang dilakukan untuk
menjaga kredibilitas. Perubahan nilai tukar mencerminkan persepsi resmi dari
pemerintah mengenai perubahan fundamental ekonomi yang memerlukan
penyesuaian nilai tukar atau terdapatnya tekanan pasar yang kuat yang
mempengaruhi cadangan devisa sehingga memaksa perlu penyesuaian nilai
tukar.
4. Teori Nilai Tukar
a. Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas
Pendekatan ini mengkaji bahwa besar kecilnya kurs tergantung pada
besar kecilnya transaksi perdagangan barang dan jasa yang dilakukan oleh
suatu negara dengan negara mitra dagangnya (Yuliadi, 2008: 61).
Dalam pendekatan ini, jika nilai impor suatu negara lebih besar
daripada nilai ekspornya, ceteris paribus, berarti negara tersebut mengalami
defisit neraca perdagangan, sehingga nilai tukar mata uangnya mengalami
depresiasi terhadap mata uang mitra dagangnya. Begitu juga sebaliknya, jika
nilai ekspor suatu negara lebih besar daripada nilai impornya, ceteris paribus,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
berarti negara tersebut mengalami surplus neraca perdagangan, sehingga nilai
tukar mata uangnya mengalami apresiasi terhadap mata uang mitra dagangnya.
Dalam sistim nilai tukar fleksibel, depresiasi atau apresiasi nilai tukar
akan mendorong perubahan arus perdagangan internasional atau ekspor dan
impor dari satu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan
kurs di mana nilai ekspor sama dengan nilai impor. Proses penyesuaian dalam
mencapai keseimbangan kurs tersebut ditentukan oleh sejauh mana elastisitas
impor dan ekspor barang dan jasa terhadap perubahan nilai tukar. Kondisi ini
disebut Marshall-Lerner condition, yaitu kondisi yang menyatakan bahwa
depresiasi akan mengakibatkan surplus transaksi berjalan jika jumlah elastisitas
ekspor dan impor lebih dari satu, dengan asumsi selama terjadi perubahan kurs,
tingkat pendapatan bersih tetap konstan (Krugman, 1994: 224).
Namun, banyak pandangan yang meragukan terpenuhinya kondisi
Marshall-Lerner dalam jangka pendek. Levi (2001: 145) menyatakan bahwa
dalam jangka pendek permintaan barang tidak elastis karena masyarakat
memerlukan waktu untuk menyesuaikan preferensi mereka terhadap barang
substitusi yang dihasilkan di dalam negeri. Setelah konsumen telah beralih ke
barang substitusi impor yang dihasilkan di dalam negeri, maka permintaan
impor dapat diturunkan. Peningkatan volume ekspor juga akan terjadi setelah
konsumen asing bersedia beralih ke produk yang dihasilkan oleh negara kita
dan produsen memiliki kemampuan untuk memproduksi lebih banyak barang
untuk diekspor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Oleh karena itu, depresiasi akan memperburuk neraca perdagangan
dalam jangka pendek dan akan membaik dalam jangka panjang setelah terjadi
kenaikan elastisitas antara barang ekspor dan impor. Begitu juga sebaliknya,
apresiasi akan memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka pendek dan
selanjutnya akan memperburuk neraca perdagangan dalam jangka panjang.
Kondisi tersebut digambarkan dalam gambar (2.1) kurva J (J-Curve).
Perubahan Neraca perdagangan
+
0
Waktu
Gambar 2.1. Kurva J: Perubahan neraca perdagangan setelah depresiasi kurs
Sumber: Levi (2001: 146)
Perubahan Neraca perdagangan
+
0
Waktu
Gambar 2.2. Kurva J: Perubahan neraca perdagangan setelah apresiasi kurs
Sumber: Levi (2001: 146) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
b. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)
Teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity) merumuskan bahwa
kurs antara kedua mata uang adalah rasio tingkat harga umum dari dua negara
yang bersangkutan. Mark (2000:81) menyatakan bahwa:
“International macroeconomists view Casselian PPP as a theory of the
long-run determination of the exchange rate in which the PPP (P-P* )
is a long-run attractor for the nominal exchange rate”.
Mark (2000) menyarankan untuk menggunakan CPI (Consumer Price Indexs)
dalam teori ini karena PPP mengarah pada nilai internal dari mata uang terkait
dan variasi nilai dapat diukur hanya dengan indeks umum.
Terdapat dua bentuk persamaan dalam teori paritas daya beli, yaitu
(Yuliadi, 2008: 64):
1) Paritas Daya Beli Absolut
Teori ini menyatakan bahwa keseimbangan kurs merupakan
perbandingan harga absolute dalam negeri dan luar negeri. Bentuk
persamaannya adalah:
……………………(2.1)
dimana Rab adalah kurs mata uang negara a terhadap mata uang negara b, dan
P adalah tingkat harga di negara a dan negara b.
Teori ini mengasumsikan bahwa tidak terdapat pajak, biaya transport
atau hambatan lainnya dalam perdagangan internasional, serta semua jenis
komoditas dapat diperdagangkan secara bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
2) Paritas Daya Beli Relatif
Paritas daya beli relatif dipandang lebih realistis dan potensial untuk
menjelaskan proses terjadinya kurs. Teori ini menyatakan bahwa fluktuasi
kurs valas merupakan prosentase perubahan tingkat harga di kedua negara
dalam periode yang sama. Bentuk persamaannya adalah:
……(2.2)
dimana R adalah kurs, P adalah tingkat harga, 1 adalah periode 1, dan 0
adalah periode dasar.
Misalkan tingkat harga umum di negara B tidak mengalami perubahan
dari periode dasar ke periode 1 (Pb1/Pb0 = 1), sementara pada periode yang
sama, tingkat harga di negara A mengalami kenaikan sebesar 70%, maka
menurut teori PPP relatif, kurs mata uang negara A terhadap mata uang
negara B naik sebesar 70% atau mata uang negara A terhadap mata uang
negara B mengalami depresiasi sebesar 70%.
Untuk mengetahui hubungan tingkat harga dengan nilai tukar dapat
dilihat melalui persamaan di bawah ini (Wibowo dan Amir, 2005):
PInd = PUSA x Rp/US$ .............................................. (2.3)
Jika diketahui bahwa;
PPP = PInd / PUSA atau PPP = CPIInd / CPIUSA ......... (2.4)
Maka persamaan (2.3) dapat ditulis menjadi:
Rp/US$ = b (CPIInd / CPIUSA) .................................. (2.5)
commitmenjadi:
to user
jika ditulis dalam bentuk logaritma
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Log Rp/US$ = (Log CPIInd – Log CPIUSA) .............. (2.6)
atau
Log Rp/US$ = (INFInd – INFUSA) ............................. (2.7)
Model diatas merupakan penurunan dari model paritas daya beli
relatif. Apabila laju inflasi Indonesia lebih tinggi dari Amerika Serikat dan
nilai tukarnya tidak berubah. Keadaan itu menyebabkan harga ekspor barang
Indonesia menjadi relatif lebih mahal. Peningkatan harga akan menurunkan
volume ekspor Indonesia dan meningkatkan volume impor. Kondisi itu
berdampak pada nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi.
c. Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity)
Kondisi paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest parity)
menegaskan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar untuk dua
negara dalam keadaan keseimbangan. Krugman (2009: 336) menyatakan
bahwa,
“The foreign exchange market is in equilibrium when deposits of all
currencies offer the same expected rate of return”.
Miskhin (2008: 218) menyatakan bahwa teori uncovered interest parity
mengasumsikan bahwa dalam perekonomian terbuka dimana modal dapat
mengalir dengan sempurna, masyarakat luar negeri dapat membeli asset
domestik, dan sebaliknya masyarakat domestik dapat membeli asset luar
negeri. Hipotesisnya bahwa investor akan membuat keputusan investasinya
dari perbandingan rate of return to assets, berdasarkan ekspektasi tingkat
perubahan nilai tukar. Jadi, rate of return to assets harus disamakan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
semua negara, atau semua investasi akan mengalir ke negara dengan expected
return yang lebih tinggi (Illes, 2009). Persamaan UIRP dapat ditulis:
i$ = iRp –
……………(2.8)
Persamaan (2.8) menyatakan bahwa suku bunga domestik sama dengan suku
bunga luar negeri dikurangi ekspektasi apresiasi nilai mata uang domestik dan
mengasumsikan E [et+1] = et+1, maka dapat ditulis kembali:
iRp = i$ +
atau sama dengan et
= iRp – i$
Teori ini disebut “uncovered” karena investor tidak terlindungi resiko
terkait dengan ketidakpastian nilai tukar dimasa yang akan datang et+1
(Dornbusch, 1998: 400)
Gambar (2.3) menunjukkan pergerakan nilai tukar ketika terjadi
perubahan tingkat suku bunga.
Kurs, ERp/$
Simpanan Rp
E1Rp/US
$
E2RP/US
1
’
1
’
2
’
$
Simpanan $
R1IND R2IND
Suku bunga/ Imbalan (dalam rupiah)
Gambar 2.3. Pergerakan nilai tukar akibat perubahan tingkat suku bunga
Sumber: Krugman dan Obstfeld (1994: 71)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Gambar diatas menunjukkan kondisi dimana terjadi kenaikan tingkat
suku bunga. Sumbu tingkat suku bunga rupiah terlihat bergeser ke kanan ketika
terjadi peningkatan dari R1IND ke R2IND. Kurs semula, yaitu E1RP/US$, perkiraan
simpanan rupiah lebih tinggi daripada simpanan dollar yang jumlahnya sama
dengan jarak antara titik 1 dengan titik 1’. Peningkatan tingkat suku bunga
tersebut menyebabkan rupiah mengalami apresiasi ke titik E2RP/US$.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
1. Hubungan Inflasi dengan Nilai Tukar
Boediono (1994: 161) menyatakan bahwa inflasi sebagai kecenderungan
dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan
tersebut mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Kenaikan harga-harga musiman, seperti menjelang hari raya, atau yang terjadi
sekali saja dan tidak berdampak terhadap kenaikan sebagian besar harga barangbarang lain juga tidak disebut inflasi. Inflasi di suatu negara dapat menurunkan
daya beli masyarakat dan meningkatkan biaya produksi perusahaan.
Ada beberapa kategori inflasi sebagaimana dikemukakan oleh Nopirin
(2000:27), yaitu :
a. Inflasi berdasarkan laju inflasi
1) Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan
adanya laju inflasi yang sangat rendah yaitu kurang dari 10% per tahun dan
kenaikan harga berjalan sangat lamban dengan persentase kenaikan yang
kecil dalam jangka waktu relative lama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
2) Inflasi Menengah (galloping inflation), yaitu ditandai dengan adanya laju
inflasi yang cukup tinggi yaitu diatas 10% sampai dengan 20% per tahun
dan kenaikan harga berlangsung cepat dalam waktu relative singkat.
3) Inflasi tinggi (hyper inflation), yaitu ditandai dengan adanya kenaikan harga
secara umum sampai lima atau enam kali lipat dari semula atau diatas 40%.
Masyarakat tidak lagi mempunyai keinginan untuk menyimpan uang. Nilai
uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang.
b. Inflasi berdasarkan faktor penyebabnya
1) Demand pull inflation, adalah inflasi yang terjadi karena bermula dari
adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi
telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati
keadaan kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir penuh, kenaikan
permintaan total disamping menaikan harga tetapi juga menaikan hasil
produksi (output). Namun apabila keadaan kesempatan kerja penuh (full
employment) telah tercapai, maka kenaikan permintaan total hanya akan
menaikan harga saja. Kondisi ini kemudian disebut inflasi murni.
2) Cost-push inflation, adalah inflasi yang ditandai dengan turunya produksi.
Keadaan ini timbul karena penurunan dalam penawaran total (aggregate
supply) sebagai akibat kenaikan harga biaya produksi. Kenaikan biaya
produksi pada gilirannya akan menaikan harga dan turunnya produksi.
Laju pertumbuhan inflasi dapat dihitung dari perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK). IHK banyak digunakan untuk menghitung angka inflasi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
temasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Besarnya inflasi pada bulan tertentu dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
INFt 
IHKt  IHKt 1
x100% ………………(2.9)
IHKt 1
dimana:
INFt
= Inflasi pada periode t dalam persen
IHKt = Indeks harga konsumen pada periode t
IHKt -1 = Indeks harga konsumen pada periode sebelumnya
Hubungan nilai tukar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan The Law of
One Price atau hukum satu harga dan Purchasing Power Parity atau paritas
daya beli, seperti dalam persamaan (2.3). Dengan mengacu konsep PPP di atas
dapat dijelaskan hubungan antara nilai tukar dan inflasi pada suatu negara
(Gambar 2.4). Harga barang-barang impor dipengaruhi oleh harga di luar negeri
dan nilai tukar. Apabila harga di luar negeri meningkat, maka harga barang di
dalam negeri yang berasal dari impor juga meningkat. Dalam kaitannya dengan
nilai tukar, apabila terjadi penurunan nilai tukar lokal terhadap mata uang asing
atau depresiasi maka harga barang-barang yang diimpor juga meningkat.
Domestic
demand
Total
demand
Tidak
Langsung
Domestic
Inflationary
pressure
Net external
demand
Nilai
Tukar
Langsung
Inflation
Import
price
Gambar 2.4. Mekanisme
Transmisi
commit
to user Nilai Tukar ke Inflasi
Sumber : Simorangkir dan Suseno, 2004: 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Kenaikan harga barang impor relatif terhadap barang di dalam negeri
akibat depresiasi kurs mengakibatkan masyarakat cenderung untuk membeli
lebih banyak barang dalam negeri. Kenaikan permintaan tersebut mendorong
kenaikan harga-harga barang di dalam negeri. Transmisi tidak langsung terjadi
melalui permintaan luar negeri atau ekspor berawal dari perubahan harga barang
impor dan ekspor.
Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan
harga barang ekspor lebih murah. Kenaikan harga barang impor ini dapat
menurunkan volume impor, sedangkan penurunan harga barang ekspor dapat
meningkatkan volume ekspor. Kedua faktor ini secara simultan akan
meningkatkan permintaan eksternal bersih yang selanjutnya akan meningkatkan
permintaan agregat dan pada akhirnya meningkatkan laju inflasi.
2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar
Suku bunga adalah imbal hasil yang diterima hingga jatuh tempo (yield
to maturity) (Miskhin, 2008: 89), atau dapat juga dikatakan sebagai harga yang
harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara 1 rupiah sekarang dengan 1
rupiah nanti (misal 1 tahun lagi ) dimana dengan jangka waktu tersebut bisa
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan resiko seperti keterlambatan
membayar kembali atau tidak membayar sama sekali, Inflasi yang dapat
menyebabkan penurunan nilai mata uang, serta adanya biaya transaksi.
Hubungan tingkat suku bunga dengan nilai tukar dapat dijelaskan
berdasarkan teori paritas suku bunga yang mengasumsikan bahwa dalam
perekonomian terbuka dimana modal dapat mengalir dengan sempurna,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
masyarakat luar negeri dapat membeli aset keuangan domestik , dan sebaliknya
masyarakat domestik dapat membeli aset keuangan asing.
Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah
investasi di suatu negara. Perubahan itu berasal dari investor domestik maupun
investor asing, khususnya pada jenis investasi pada aset keuangan dan portofolio
yang umumnya berjangka pendek. Dalam sistim nilai tukar mengambang dengan
sistem devisa bebas, perbedaan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi aliran
modal (capital flow) dari luar negeri, dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai
tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing. Misalkan, tingkat
suku bunga dalam negeri (IND) meningkat, sementara tingkat suku bunga luar
negeri (USA) tetap konstan, maka para investor akan melihat adanya tambahan
alasan untuk membeli aset keuangan domestik karena menawarkan imbal hasil
yang lebih tinggi. Kondisi ini, menyebabkan permintaan mata uang rupiah
meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar
US.
Namun, Lindert (1993: 373) mengemukakan bahwa kenaikan tingkat
suku bunga suatu negara harus dilihat penyebabnya. Jika kenaikan suku bunga
mencerminkan kebijakan uang ketat dari pemerintah, maka hal tersebut dapat
meningkatkan nilai tukar mata uangnya di pasar valuta asing. Namun, jika
kenaikan suku bunga karena tingginya tingkat harga atau pemerintah akan
melakukan defisit anggaran yang lebih besar, maka ada keraguan untuk
penguatan nilai tukar di masa depan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
3. Hubungan Neraca Perdagangan dengan Nilai Tukar
Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran yang
menggambarkan total transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam
satu periode tertentu. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang
melebihi impornya, yang berarti terjadi surplus neraca perdagangan. Sebaliknya
apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya, yang berarti defisit
dalam neraca perdagangan.
Simorangkir
(2004:
31)
menyatakan
bahwa
hubungan
neraca
perdagangan dengan nilai tukar didasarkan pada konsep paritas daya beli
(purchasing power parity), yaitu harga barang-barang ekspor dan impor suatu
negara dipengaruhi nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing.
Bila mata uang suatu negara mengalami depresiasi, ekspornya bagi pihak
luarnegeri menjadi makin murah, sedangkan impor bagi penduduk negara itu
menjadi makin mahal. Apresiasi menimbulkan dampak yang sebaliknya, harga
produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor
bagi penduduk domestik menjadi lebih murah (Krugman, 1994: 44).
Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan nilai tukar dapat
memperbaiki neraca perdagangan dengan peningkatan volume ekspor karena
terjadi penurunan harga barang ekspor di luar negeri. Sedangkan di sisi impor,
penurunan nilai tukar menyebabkan penurunan volume impor akibat kenaikan
harga barang impor di dalam negeri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
C. Penelitian Sebelumnya
Kardoyo dan Kuncoro (2002), menganalisis kurs valas dengan pendekatan
box-jenkins menggunakan model ARIMA. Hasil analisis regresi model kurs valas
dengan pendekatan box-jenkins dalam analisis nilai tukar Rp/US$ selama periode
1983.2-2000.3 memperoleh kesimpulan antara lain: pertama, model kurs valas
Frenkel-Bilson yang melibatkan variabel fundamental ekonomi jumlah uang
beredar,
tingkat
pendapatan
nasional,
dan
tingkat
suku
bunga,
serta
signifikansinya dalam menjelaskan fluktuasi nilai tukar Rp/US$, menghasilkan
temuan bahwa teori paritas suku bunga (interest rate parity) berlaku dalam
mempengaruhi fluktuasi kurs Rp/US$. Kedua, model yang melibatkan variabel
jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional, dan tingkat inflasi, serta
signifikansinya dalam menjelaskan fenomena kurs Rp/US$ memberikan hasil
bahwa model tersebut layak diterapkan untuk menganalisis kurs Rp/US$. variabel
tingkat inflasi Indonesia terhadap Amerika Serikat signifikan dalam menjelaskan
fenomena fluktuasi kurs Rp/US$, menghasilkan temuan bahwa teori paritas daya
beli (purchasing power parity) juga berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi kurs
Rp/US$.
Esquivel dan Larraín (2002), melakukan penelitian dengan judul “The
Impact of G-3 Exchange Rate Volatility on Developing Countries”, yang meneliti
tentang dampak volatilitas nilai tukar US dollar, yen Jepang, dan mark Jerman
pada negara berkembang. Terdapat 28 negara berkembang, termasuk Indonesia
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa, satu persen kenaikan volatilitas nilai tukar negara G-3 akan menurunkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
eksport riil negara berkembang sebesar rata-rata dua persen. Volatilitas nilai tukar
G-3 juga mempunyai efek negative pada FDI dan meningkatkan probabilitas
terjadinya krisis nilai tukar pada negara berkembang.
Atmadja (2002), menganalisis pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar
amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di
Indonesia dengan menggunakan model regresi OLS. Periode data yang digunakan
dalam penelitian ini mulai dari bulan Agustus 1997 hingga bulan Desember 2001
dengan variabel-variabel antara lain selisih inflasi antara Indonesia dan Amerika
Serikat, selisih suku bunga riil antara Indonesia dan Amerika Serikat, selisih
perubahan JUB antara Indonesia dan Amerika Serikat, selisih perubahan GDP riil
antara Indonesia dan Amerika Serikat, serta surplus atau defisit BOP Indonesia.
Hasilnya adalah, hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap pergerakan nilai tukar, sedangkan variabel-variabel lainnya
tidak. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ini adalah kecuali jumlah uang
beredar, sebagian besar pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat ditentukan oleh faktor-faktor lain, baik faktor ekonomi maupun non
ekonomi.
Wibowo dan Amir (2005), menganalisis tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah dengan metode residual. Periode data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan mulai dari bulan Januari 2000
sampai dengan bulan Juni 2005 dengan variabel-variabel antara lain kurs, WPI
(Wholesale Price Index) Indonesia dan USA, jumlah uang beredar, PDB riil,
tingkat suku bunga dan neraca perdagangan. Hasil dari penelitian ini adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap US$ adalah
selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan
Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar
rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya. Sedangkan selisih jumlah uang
beredar Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai tukar rupiah.
Lee
and
Boon
(2007),
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Macroeconomic factors of exchange rate volatility: Evidence from four
neighbouring ASEAN Economies”, studi ini meneliti hubungan antara variabel
makroekonomi dengan volatilitas nilai tukar dalam jangka pendek maupun jangka
panjang dengan menggunakan metode GARCH. Negara yang dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand, dengan
variabel dependen yang digunakan antara lain penawaran uang (M2), pendapatan
nasional, tingkat suku bunga, indeks inflasi, rasio nominal ekspor terhadap
nominal impor, dan composite indeks. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh variabel makroekonomi terhadap volatilitas nilai tukar dalam
jangka
panjang
pada
semua
perekonomian
kecuali
Thailand.
Itu
mengimplikasikan bahwa volatilitas nilai tukar dan variabel makroekonomi
bergerak bersama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang untuk Malaysia,
Indonesia dan Singapura. Dalam jangka pendek, variabel makroekonomi
kelihatannya
mempengaruhi
volatilitas
pada
setiap
negara.
Hal
itu
mengimplikasikan bahwa seluruh variabel yang mempengaruhi volatilitas nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
tukar hanya dipengaruhi dari pasar modal. karenanya, pasar modal nampaknya
bermain mempengaruhi volatilitas nilai tukar dalam semua gejolak perekonomian.
Yuliadi (2007), menganalisis nilai tukar rupiah dan implikasinya pada
perekonomian Indonesia dengan pendekatan ECM. Variabel yang digunakan
antara lain kurs Rp/US$, rasio tingkat bunga simpanan domestik terhadap tingkat
bunga internasional, BOP, aliran modal, CPI, dan jumlah uang beredar (M1) serta
memasukkan variabel dummy krisis. Periode data yang digunakan mulai dari
triwulan I tahun 1990 sampai dengan triwulan II tahun 2004. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa rasio tingkat bunga simpanan domestik terhadap tingkat
bunga internasional tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar
Rp/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Aliran modal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$ dalam jangka pendek. Neraca
pembayaran (BOP) berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Indeks harga konsumen (CPI) tidak berpengaruh secara signifikan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Jumlah uang beredar (M1) dalam jangka
pendek berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$,
sedangkan dalam analisis jangka panjang tidak berpengaruh secara signifikan.
Dalam jangka panjang, keadaan krisis ekonomi berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap nilai tukar Rp/US$.
Triyono (2008), menganalisis perubahan kurs rupiah terhadap dollar
amerika dengan pendekatan ECM. Analisis ini menggunakan variabel nilai tukar
Rp/US$, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai impor.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa berdasarkan hasil estimasi ECM dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
analisis jangka panjang variabel inflasi, SBI, dan impor berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kurs Rp/US$, sedangkan variabel JUB mempunyai pengaruh
negatife terhadap kurs Rp/US$.
Ozturk dan Kalyoncu (2009),
melakukan penelitian dengan judul
“Exchange Rate Volatility and Trade: An Empirical Investigation from Crosscountry Comparison” , yang meneliti dampak volatilitas nilai tukar terhadap aliran
perdagangan dari enam negara pada periode 1980-2005. Dampak dari volatilitas
nilai tukar diuji menggunakan Engle-Granger residual-based cointegrating
technique. Hasil utama menunjukkan bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar riil,
mengindikasikan ketidakpastian nilai tukar, menemukan dampak negatif
signifikan pada perdagangan Korea Selatan, Pakistan, Polandia dan Afrika Selatan
dan dampak positif pada Turki dan Hunggaria dalam jangka panjang. Pergerakan
penyimpangan standart dari pertumbuhan nilai tukar riil digunakan untuk
mengukur volatilitas nilai tukar. Cointegration and error correction models
berturut-turut digunakan untuk memperoleh estimasi hubungan kointegrasi dan
pergerakan jangka pendek. Ditemukan bahwa volatilitas nilai tukar menurunkan
eksport riil untuk Polandia, Pakistan, Korea Selatan, dan Afrika Selatan dan
meningkatkan eksport riil untuk Hunggaria dan Turki. Mereka juga menemukan
bahwa volatilitas nilai tukar tidak hanya berlaku pada eksport riil jangka panjang
tetapi juga berlaku dalam jangka pendek untuk semua negara kecuali Korea
Selatan dan Turki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
D. Kerangka Pemikiran
Kestabilan
nilai
tukar
harus
selalu
dipertahankan
dalam
suatu
perekonomian. Pergerakan nilai tukar akan berpengaruh terhadap berbagai
variabel makro ekonomi dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
menjaga kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini, yaitu kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa (disebut dengan inflasi) dan kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain (disebut dengan nilai tukar atau kurs rupiah).
Berbagai penelitian yang dilakukan di dalam maupun luar negeri tentang
fluktuasi nilai tukar, menjelaskan bahwa terdapat banyak variabel-variabel
ekonomi makro yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, diantaranya tingkat
harga atau laju inflasi, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Perubahan
tingkat harga atau inflasi akan mempengaruhi penawaran dan permintaan mata
uang asing melalui jalur perdagangan internasional atau ekspor dan impor.
Selanjutnya perubahan tingkat suku bunga dalam negeri atau luar negeri akan
mempengaruhi nilai tukar melalui jalur aliran modal (capital flow). Menurut teori
uncovered interest rate parity, modal akan mengalir ke negara dengan tingkat
imbalan atau suku bunga yang lebih tinggi, ceteris paribus. Surplus atau defisit
neraca perdagangan juga merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan nilai
tukar karena merupakan gambaran dari jumlah transaksi ekspor dan impor suatu
negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Penelitian ini membatasi variabel-variabel yang akan diteliti dengan
berdasarkan teori paritas daya beli, teori paritas suku bunga, serta pendekatan
perdagangan. Nilai tukar rupiah terhadap US dollar menjadi variabel dependen,
dimana variabel-variabel independen yang digunakan untuk menjelaskan variabel
dependennya, yaitu: 1) Selisih laju inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika
Serikat, 2) Selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan tingkat suku bunga
Amerika Serikat, 3) Neraca perdagangan Indonesia.
Selisih laju inflasi Indonesia
dengan USA
Selisih tingkat suku bunga
Indonesia dengan USA
Nilai Tukar Rp/$
Neraca perdagangan
Indonesia
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian
E. Hipotesis
Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diduga selisih tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
tukar Rp/US$.
2. Diduga selisih tingkat suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap
nilai tukar Rp/US$.
3. Diduga variabel neraca perdagangan berpengaruh negatif signifikan terhadap
nilai tukar Rp/US$.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif, yaitu
penelitian yang mengukur suatu variabel, sehingga lebih mudah dipahami secara
statistik. Penelitian ini akan mengukur pengaruh selisih laju inflasi Indonesia dan
Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat, dan
neraca perdagangan Indonesia terhadap kurs Rp/US$. Peneliti akan menggunakan
data runtun waktu (time series) triwulanan mulai dari triwulan I tahun 2000
sampai dengan triwulan II tahun 2011, sehingga akan diperoleh 46 data time
series.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
pihak kedua atau hasil dari pengumpulan oleh suatu instansi dalam bentuk
publikasi. Sumber data diperoleh dari CD-room International Financial Statistic
(IFS) versi 1.1, International Monetary Fund (IMF) 2011.
C. Spesifikasi Model Penelitian
KURS = β0 + β 1 S_INFt + β 2 S_IRt + β 3 TBt + et
Dimana:
KURS
= Nilai tukar Rp/US$ (Rupiah)
S_INF
= Selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat
(%)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
S_IR
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga
Amerika Serikat (%)
TB
= Neraca perdagangan Indonesia (Juta US$)
β0
= Intersep
β1, β2, β3
= Koefisien regresi
et
= Variabel gangguan
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) macam
variabel, yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, selisih laju inflasi Indonesia
dan laju inflasi Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat
suku bunga Amerika Serikat, serta
neraca perdagangan Indonesia. Variabel-
variabel tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Nilai tukar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai tukar nominal yang merupakan nilai tengah
kurs dalam satuan rupiah per dollar AS (Rp/US$).
2. Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, antara lain:
a. Selisih Laju Inflasi
Dalam penelitian ini, data laju inflasi diambil dari prosentase perubahan
indek harga konsumen (consumer price indexs) di Indonesia dan Amerika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Serikat yang dinyatakan dalam persen (%). Variabel selisih laju inflasi didapat
dari laju inflasi Indonesia dikurangi dengan laju inflasi Amerika Serikat.
b. Selisih Tingkat Suku Bunga
Data tingkat suku bunga dalam penelitian ini menggunakan data tingkat
suku bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral (central bank policy
rate). Di Indonesia Suku bunga SBI merupakan suku bunga acuan atau suku
bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu salah satu
instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan
moneter melalui mekanisme operasi pasar terbuka untuk mempengaruhi dan
mengendalikan
likuiditas
perekonomian
dalam
rangka
tercapainya
keseimbangan intern dan ekstern. Tingkat suku bunga SBI merupakan tingkat
bunga diskonto yang diberikan kepada lembaga keuangan atau masyarakat atas
penerbitan Sertifikat Bank Indonesia yang dihitung dalam persen. Sedangkan
untuk tingkat suku bunga Amerika Serikat, menggunakan suku bunga diskonto
bank sentral Amerika Serikat (federal fund rate), yaitu suku bunga acuan yang
ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat yang dinyatakan dalam persen
(%). Variabel selisih tingkat suku bunga didapat dari tingkat suku bunga
Indonesia dikurangi dengan tingkat suku bunga Amerika Serikat.
c. Neraca Perdagangan Indonesia
Neraca perdagangan adalah bagian dari neraca pembayaran yang
menggambarkan total transaksi ekspor dan impor barang suatu negara dalam
satu periode tertentu. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang
melebihi impornya, yang berarti terjadi surplus neraca perdagangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Sebaliknya apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya, yang
berarti defisit dalam neraca perdagangan. Data neraca pergangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah surplus atau defisit neraca
perdagangan Indonesia yang dinyatakan dalam satuan miliar dollar US (miliar
US$).
E. Metode Analisis
1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model
Dalam penelitian empiris, sebaiknya model yang akan digunakan diuji
terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear atau log-linear.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan bentuk fungsi
model empirik antara lain metode transformasi Box-Cox, metode yang
dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson atau lebih dikenal dengan
MWD test, metode Bara dan McAleer atau dikenal dengan B-M test dan metode
yang dikembangkan Zarembka (Rahayu, 2007: 80). Penelitian ini akan
menggunakan metode yang dikembangkan oleh MacKinnon, White, dan
Davidson (MWD test) untuk memilih bentuk fungsi model empirik.
Untuk dapat menerangkan uji MWD, maka langkah pertama adalah
membuat dua model regresi dengan asumsi:
Model regresi 1: ECM Linear Berganda
DKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DTBt + β 4 BS_INFt-1
+ β 5 BS_IRt-1 + β 6 BTBt-1 +β7ECT1...........................................(3.1)
Keterangan:
DKURS
= KURS
t – KURS
(t-1)
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
DS_INFt
= S_INFt – S_INF(t-1)
DS_IRt
= S_IRt – S_IR(t-1)
DTBt
= TBt – TB(t-1)
ECT1
= (S_INF(t-1) + S_IR(t-1) + TB(t-1) – KURS(t-1))
Model regresi 2: ECM Log-Linear
DLKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DLTBt + β 4
BS_INFt-1 + β 5 BS_IRt-1 + β 6 BLTBt-1 +β7ECT2........................(3.2)
Keterangan:
DLKURS
= LKURSt – LKURS(t-1)
DS_INFt
= S_INFt – S_INF(t-1)
DS_IRt
= S_IRt – S_IR(t-1)
DLTBt
= LTBt – LTB(t-1)
ECT2
= (S_INF(t-1) + S_IR(t-1) + LTB(t-1) – LKURS(t-1))
Dimana:
LKURSt
= Nilai tukar rupiah terhadap US$
LKURS(t-1)
= Nilai tukar rupiah terhadap US$ periode
sebelumnya
S_INFt
= Selisih tingkat inflasi Indonesia dan Amerika
Serikat (%)
S_INF(t-1)
= Selisih tingkat inflasi Indonesia dan Amerika
Serikat periode sebelumnya(%)
S_IRt
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika
Serikat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
S_IR(t-1)
= Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika
Serikat periode sebelumnya
LTBt
= Neraca perdagangan Indonesia (juta US $)
LTB(t-1)
= Neraca perdagangan Indonesia periode sebelumnya
(juta US$)
ECT2
= Error Correction Term
β0
= Intersep
β1 – β7
= Koefisien regresi
Dari persamaan (3.1) dan (3.2) di atas, selanjutnya akan diterapkan MWD
test. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.1) kemudian kita dapatkan nilai
fitted dari KURS dan kita namai dengan KURSF.
b. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.2) kemudian kita dapatkan nilai
fitted dari LKURS dan kita namai dengan LKURSF.
c. Mencari nilai Z1 dengan cara mengurangkan nilai log dari KURSF dengan
LKURSF.
d. Mencari nilai Z2 dengan cara mengurangkan nilai antilog dari LKURSF
dengan KURSF.
e. Melakukan regresi dengan persamaan (3.1) dengan menambahkan variabel
Z1 sebagai variabel penjelas.
DKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DTBt + β 4 BS_INFt-1 + β 5
BS_IRt-1 + β 6 BTBt-1 +β7ECT1+ Z1...................(3.3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho (model linier), bila
Z1 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho.
f. Melakukan regresi dengan persamaan (3.2) dengan menambahkan variabel
Z2 sebagai variabel penjelas.
DLKURS = β0 + β 1 DS_INFt + β 2 DS_IRt + β 3 DLTBt + β 4 BS_INFt-1
+ β 5 BS_IRt-1 + β 6 BLTBt-1 +β7ECT2 + Z2...............(3.4)
Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak Ha (model log- linier),
bila Z2 tidak signifikan, maka tidak menolak Ha.
2. Uji Stationeritas
a. Uji Akar-Akar Unit
Uji ini dimasuksudkan untuk mengamati stationer tidaknya suatu
variabel. Keadaan stasioner adalah keadaan dimana karakteristik proses
stokastik atau random tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Hal ini
diperlukan untuk membentuk persamaan yang mampu menggambarkan
keadaan variabel di masa lalu dan di masa yang akan datang. Pengujian akarakar unit dilakukan dengan menggunakan Dickey-Fuller (DF) dan Augmented
Dickey-Fuller (ADF) Test. Model otoregresif dengan ordinary least square
(OLS) adalah (Insukindro, 2000):
DXt = ao + a1 BXt +
Bi DX t.................................(3.5)
DXt = co + c1 T +c2 BX t +
Bi DX t.....................(3.6)
Dimana:
DXt
= Xt – X t-1
BXt
= X t-1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
T
= trend waktu
Xt
= variabel yang diamati
B
= kelambanan (backward lag operator)
Nilai DF dan ADF untuk uji hipotesis bahwa a1 = 0 dan c2 = 0. Nilai
tersebut ditunjukkan oleh nisbah t pada koefisien regresi BXt pada persamaan
(3.5) dan (3.6), selanjutnya nisbah t dibandingkan dengan nilai kritis DF (ADF)
untuk mengetahui ada atau tidaknya akar-akar unit.
b. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi dimasudkan untuk mengetahui pada derajat atau
order ke berapa data yang diamati akan stasioner (Insukindro, 2000). Pengujian
ini dilakukan apabila uji akar-akar unit mengemukakan fakta bahwa data yang
diamati tidak stasioner.
Model otoregresif dengan OLS untuk melakukan uji derajat integrasi
adalah (Insukindro, 2000):
D2Xt = eo + e1 BDXt +
Bi D2X t.............................(3.6)
D2Xt = go + g1 T +g2 BDX t +
Bi D2X t.................(3.7)
Dimana:
D2Xt
= DXt – DX t-1
BDXt
= DX t-1
Jika e1 dan g2 sama dengan satu, maka variabel Xt dikatakan stasioner
pada diferensi pertama, atau berintegrasi pada derajat satu atau I (1).
Sebaliknya, jika e1 dan g2 tidak berbeda dengan nol, maka variabel X belum
stasioner pada diferensi pertama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
3. Uji Kointegrasi
Pengujian ini merupakan kelanjutan dari akar-akar unit dan uji derajat
integrasi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini dahulu bahwa
variabel-variabel ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak. Hipotesis
nol dalam uji ini adalah tidak adanya kointegrasi.
Insukindro (2000) menyatakan bahwa suatu himpunan variabel runtut
waktu X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, b atau ditulis CI (d,b) bila
setiap elemen X berintegrasi pada derajat d atau I(d) dan terdapat satu vektor k
yang tidak sama dengan nol, sehingga W = k’X~I (d,b), d > 0, dan k merupakan
vektor kointegrasi.
Terdapat tiga pendekatan yang umumnya digunakan dalam uji ini, yaitu
uji CRDW (Cointegration Regresion Durbin Watson), DF (Dickey-Fuller), dan
ADF (Augmented Dickey-Fuller). Untuk menghitungnya, maka digunakan
penaksir regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil (OLS) sebagai
berikut:
Yt = mo + m1X1t + m2X2t + Et.............................(3.8)
Dimana:
Yt
= Variabel tak bebas (dependent variable)
X1 dan X2
= Variabel bebas (independeni variables)
E
= Variabel gangguan (residual)
Kemudian menaksir regresi berikut dengan OLS:
DEt
= p1 BEt.................................................(3.9)
DEt
= p1BEt + q1BE’DEt..............................(3.10)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Nilai statistik CRDW ditunjukkan oleh nilai statistik Durbin-Watson
pada persamaan (3.8), dan statistik DF dan ADF ditunjukkan oleh nisbah t pada
kefisien BEt pada persamaan (3.9) dan (3.10).
4. Error Correction Model ( ECM )
Pemilihan terhadap Error Correction Model (ECM) didasarkan pada
pertimbangan bahwa data yang dianalisis adalah deret waktu (time series). Alat
analisis ini menjadi lebih relevan jika variabel (data) yang digunakan sebagai
penentu variabel dependen kebanyakan bersifat tidak stasioner. Jika analisis
regresi terhadap data deret waktu yang tidak stasioner dipaksakan, maka akibat
yang timbul antara lain akan diperoleh koefisien regresi penaksir yang tidak
efisien dan peramalan berdasarkan persamaan regresi menjadi tidak valid lagi.
Lebih lanjut disebutkan pula bahwa penyimpangan terhadap stasioner
mengakibatkan prosedur pengujian hipotesis yang didasarkan pada uji t, uji F,
uji chi square serta berbagai bentuk uji lain tidak valid atau mendapat hasil yang
menyesatkan (Gujarati, 2004: 107).
Dengan berbagai kelemahan yang terdapat pada variabel ekonomi deret
waktu yang kebanyakan mempunyai sifat yang tidak stasioner, maka dalam
penelitian ini digunakan pendekatan koreksi kesalahan (ECM). Sebelum
melakukan estimasi dengan menggunakan ECM, maka dilakukan uji akar-akar
unit dan uji derajat integrasi untuk mengetahui apakah data yang digunakan
stasioner atau tidak. Kemudian setelah data yang diamati memiliki derajat
integrasi yang sama, maka dilakukan estimasi regresi kointegrasi untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dalam model dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
melihat hasil uji akar-akar unit pada residual regresi kointegrasi. Jika hasil uji
tersebut memberikan hasil yang stasioner, maka model dinamis yang valid
adalah ECM (Insukindro, 2000).
a. Keunggulan Pendekatan ECM
Secara umum dapat dikatakan bahwa ECM sering dipandang sebagai
salah satu model dinamik yang sangat populer dan banyak digunakan dalam
studi empiris, terutama sejak kegagalan model persamaan parsial (PAM) pada
tahun 1970-an dalam menjelaskan perilaku dinamik permintaan uang serta
munculnya pendekatan kointegrasi dalam analisis deret waktu.
Insukindro (1999) menyatakan bahwa ECM relatif lebih unggul jika
dibandingkan dengan PAM, karena kemampuan yang dimiliki ECM dalam
mencakup lebih banyak variabel untuk menganalisis fenomena jangka pendek
dan jangka panjang. ECM juga dapat mengkaji konsisten tidaknya model
empiris dengan teori ekonometrika, serta dalam upaya mencari pemecahan
masalah variabel deret waktu yang tidak stasioner, regresi lancung atau
korelasi lancung pada analisis ekonometrika. Dalam análisis ekonomi, ECM
dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa pelaku ekonomi menghadapi
adanya ketidakseimbangan dalam konteks bahwa fenomena yang diinginkan
oleh pelaku ekonomi belum tentu sama dengan kondisi aktualnya sehingga
penting untuk melakukan penyesuaian sebagai akibat adanya perbedaan
fenomena aktual yang dihadapi antar waktu. Dengan menggunakan ECM dapat
dianalisis secara teoritis dan empiris model yang dihasilkan konsisten dengan
teori atau tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
b. Penurunan ECM
Penurunan model dinamik dapat dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu yang pertama menggunakan pendekatan autoregressive distributed lag
(ADL) dan yang kedua menggunakan fungsi biaya kuadratik (quadratic cost
function) atau sering disebut dengan pendekatan teori ekonomi terhadap model
dinamik. Pendekatan ADL dilakukan dengan cara memasukkan variabel
kelambanan dalam model, sedangkan pada pendekatan fungsi biaya kuadrat
menganggap bahwa dalam model terjadi ketidakseimbangan dan biaya
penyesuaian. Fungsi biaya kuadrat itu sendiri terdiri atas fungsi biaya kuadrat
tunggal dan biaya kuadrat majemuk.
Dalam kaitanya dengan fungsi biaya kuadrat, fungsi biaya kuadrat
tunggal merupakan fungsi biaya yang paling sesuai dibandingkan dengan
fungsi biaya kuadrat majemuk untuk menggambarkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan unsur kelembagaan dan struktur ekonomi yang masih bersifat
khusus seperti pasar uang yang belum maju, informasi yang langka, jangka
waktu perencanaan yang pendek dan masih banyaknya aktiva keuangan yang
tidak
mudah
untuk
saling
menggantikan,
akibatnya
terjadi
biaya
ketidakseimbangan dan biaya penyesuaian (Insukindro, 1999).
Model ECM untuk penelitian ini mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Domowitz-Elbadawi (1987) yang diturunkan dari fungsi
biaya kuadrat tunggal (single period quadratic cost function). Adapun tahapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
penurunan persamaan Error Correction Model dapat diuraikan sebagai berikut
(Insukindro, 1999):
1. Membuat hubungan persamaan dasar untuk menggambarkan hubungan
antara kurs sebagai variabel dependen dan selisih inflasi, selisih suku
bunga serta neraca perdagangan sebagai variabel independen. Maka
hubungan variabel tersebut akan dirumuskan sebagai berikut:
KURS*t = α0 + α1 INFt + α 2IRt + α 3 TBt...........................(3.11)
Dimana:
KURS*t
= Nilai tukar Rp/US$ yang diharapkan pada tahun t
INFt
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun t
IRt
= Selisih suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun t
TBt
= Neraca perdagangan Indonesia pada tahun t
2. Membentuk fungsi biaya dalam formulasi ECM. Fungsi biaya tersebut
mengacu pada fungsi biaya kuadrat tunggal Domowitz-Elbadawi yang
dirumuskan sebagai berikut:
Ct = e1 (Xt – Xt*)2 + e2 [(1 – B) Xt – ft (1 – B) Zt ]2........(3.12)
Dimana :
Ct
= Biaya kuadrat periode tunggal
e1 (Xt – X*t)2
= Biaya ketidakseimbangan
e2 [(1- B) Xt – ft (1 – B) Zt ]2 = Biaya penyesuaian
B
= Backward-lag operator (t–1)
Zt
= Vektor variabel yang menentukan kurs, dimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Zt
= f (INFt, IRt, TBt)
ft
= Vektor deret memberi bobot pada Zt
3. Meminimasi fungsi biaya kuadrat tunggal persamaan (3.12) terhadap
variabel KURSt sehingga didapatkan:
Minimum C t 
=0…...........................................(3.13)
2e1 (KURSt –KURS*t) + 2e2 [(1 – B) KURSt - ft (1 – B) Zt ] = 0
e1 (KURSt - KURS*t) + e2 [(1 – B)KURSt – ft (1 – B) Zt ] = 0
e1 KURSt – e1 KURS*t + e2 KURSt – e2 BKURSt - e2 ft (1- B) Zt = 0
e1 KURSt + e2 KURSt = e1 KURS*t + e2 BKURSt + e2 ft (1 – B) Zt
(e1+ e2) KURSt = e1KURS*t + e2BKURSt + e2 ft (1- B) Zt
KURSt = (
e1
e
e
)KURSt* + ( 2 )BKURSt + ( 2 ) ft (1 – B) Zt...(3.14)
e1  e2
e1  e2
e1  e2
Persamaan (3.14) di atas identik dengan:
KURSt = eKURS*t+ (1- e) BKURSt + (1 - e ) ft (1- B) Zt....(3.15)
Dimana:
E
= e1 / (e1 + e2 )
(1-e)
= e2 / (e1 + e2 )
KURSt
= KURS aktual pada tahun t
KURS*t
= KURS yang diharapkan pada tahun t
BKURSt
= KURSt – KURSt-1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
4. Melakukan substitusi persamaan (3.11) serta fungsi Zt = f (INFt, IRt TBt)
ke dalam persamaan (3.15) sehingga akan didapatkan persamaan:
KURSt = e (α0 + α1 INFt + α2 IRt + α3 TBt) + (1- e) BKURSt + (1 - e)ft (1B) (INFt, IRt, TBt)
KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e) KURSt-1 + (1 - e)ft
[(INFt - INFt-1) + (IRt - IRt-1) + (TBt - TBt-1)]
KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e)KURSt-1 + (1-e)f1
(INFt - INFt-1) + (1 - e)f2 (IRt - IRt-1) + (1 - e)f3 (TBt - TBt-1)
KURSt = α0e + α1e INFt + α2e IRt + α3e TBt + (1- e) KURSt-1 + (1 - e)f1
INFt - (1 - e)f1 INFt-1 + (1 - e)f2 IRt - (1 - e)f2 IRt-1 + (1 - e)f3 TBt (1 - e)f3 TBt-1
KURSt = α0e + [α1e +(1- e)f1 ] INFt + [α2e +(1- e)f2 ] IRt + [α3e +(1- e)f3 ]
TBt - (1 - e)f1 INFt-1 - (1 - e)f2 IRt-1 - (1 - e)f3 TBt-1
Persamaan tersebut dapat diringkas menjadi:
KURSt = c0 + c1 INFt + c2 IRt + c3 TBt + c4 INFt-1 + c5 IRt-1 + c6 TBt-1 +
c7 KURSt-1 …...........................................(3.16)
Dimana:
c0 = α 0e
c4 = - (1 – e )f4
c1= α 1 e + (1 – e)f1
c5 = - (1 – e )f5
c2 = α 2 e + (1 – e)f2
c6 = - (1 – e )f7
c3 = α 3 e + (1 – e)f3
c7 = (1 – e )
5. Persamaan (3.16) di atas disebut sebagai Model Linear Dinamis (MLD),
yang meliputi variabel independen
commit tosebagai
user fungsi dari variabel dependen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
pada periode tersebut, masa lalu, dan masa depan. Persamaan tersebut
kemudian dikurangi dengan:
KURSt = c1 INFt-1 + c2 IRt-1 + c3 TBt-1 – c1 INFt-1 – c2 IRt-1 – c3 TBt-1 + INFt1
+ IRt-1 + TBt-1 – INFt-1 – IRt-1 – TBt-1 + c7 INFt-1 + c7 IRt-1 + c7
TBt-1 – c7 INFt-1 – c7 IRt-1 – c7 TBt-1 ...................................... (3.17)
Hasil dari pengurangan persamaan (3.16) dengan (3.17) yaitu:
KURSt - KURSt-1 = c0 + c1 INFt - c1 INFt-1+ c2 IRt - c2 IRt-1 + c3 TBt - c3 TBt1
+ c4 INFt-1 + c1 INFt-1 + c7 INFt-1 - INFt-1+ c5 IRt-1 +
c2 IRt-1 + c7 IRt-1 -IRt-1 + c6 TBt-1 + c3 TBt-1 + c7 TBt-1 TBt-1 + INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 – c7 KURSt-1 – c7 INFt-1 +
c7 IRt-1 + c7 TBt-1.............................................(3.18)
Persamaan di atas dapat disederhanakan sebagai berikut:
KURSt – KURSt-1 = c0 + c1 (INFt – INFt-1)+ c2 (IRt – IRt-1) + c3 (TBt – TBt1)
+ (c4 + c1 + c7 – 1) INFt-1 + (c5 + c2 + c7 – 1) IRt-1 +
(c6 + c3 + c7 – 1) TBt-1 + (c7 + c4 + c7 – 1) + (1- c7)
(INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 + KURSt-1).....................(3.19)
Bentuk akhir dari persamaan ECM adalah:
DKURSt = c0 + c1 DINFt + c2 DIRt + c3 DTBt + c4 INFt-1 + c5 IRt-1 + c6 TBt-1
+ c7 ECT1.................................................................(3.20)
Keterangan:
KURS
= Nilai tukar rupiah per dollar US (Rp)
INF
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat (%)
IR
= Selisih sukucommit
bunga to
Indonesia
user dan Amerika Serikat (%)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
TB
= Neraca perdagangan Indonesia (Juta US $)
Dimana:
DKURSt
= KURS t – KURS t-1
DINFt
= INFt – INFt-1
DIRt
= IRt – IRt-1
DTBt
= TBt – TBt-1
ECT1
= INFt-1 + IRt-1 + TBt-1 - KURS t-1
c0
= Intersep
c1, c2, c3
= Koefisien asli regresi ECM dalam jangka pendek
c4, c5, c6,
= Koefisien regresi ECM dalam jangka panjang
c7
= Koefisien regresi error correcton term (ECT)
Bentuk persamaan model koreksi kesalahan (ECM) di atas dikenal
sebagai ECM yang baku (standard error correction model). Model koreksi
kesalahan (ECM) digunakan untuk menguji spesifikasi model, kesesuaian
antara teori dengan kenyataan dan menguji apakah pengumpulan data yang
dilakukan sudah sesuai. Apabila nilai ECT (error correction term) signifikan
secara statistik dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, maka spesifikasi model
dalam penelitian ini telah sesuai dengan teori. Hal itu menunjukkan bahwa
model ECM dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengestimasi
hubungan jangka panjang kurs Rp/US$ selama periode penelitian, hasil
tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi ketidakseimbangan perubahan pada
kurs Rp/US$ dalam satu periode telah dikoreksi pada periode berikutnya oleh
equilibrium term, sehingga arah pengaruh dari variabel independen dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
jangka pendek diharapkan konsisten dengan arah pengaruh variabel
independen dalam jangka panjang (Aisjah dan Setyawan, 2005).
5. Uji Statistik
a. Uji-t
Merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu,
dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independen sementara
variabel yang lain konstan (Gujarati, 2004: 129).
Langkah pengujian :
1) Uji-t untuk pengaruh variabel selisih inflasi dan pengaruh variabel neraca
perdagangan dalam jangka pendek.
Hipotesis : Ho : β1 = 0
Ha : β1 > 0
t tabel = t  / 2 : n-k
Kriteria pengujian :
Ho diterima
Ho ditolak
t/2:n-k
Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji t
Sumber: Statistik Induktif, 1998.
Keterangan:
Ho diterima, Ha ditolak jika t hitung < + t  / 2 : n-k
Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung > + t  / 2 : n-k
2) Uji-t untuk pengaruh variabel selisih tingkat suku bunga dan pengaruh
variabel neraca perdagangan dalam jangka panjang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Hipotesis : Ho : β1 = 0
Ha : β1 < 0
t tabel = -t  / 2 : n-k
Kriteria pengujian :
Ho ditolak
Ho diterima
-t/2:nGambark3.1. Daerah Kritis Uji t
Sumber: Statistik Induktif, 1998.
Keterangan:
Ho diterima, Ha ditolak jika t hitung > - t  / 2 : n-k
Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung < - t  / 2 : n-k
3) Nilai t hitung diperoleh dengan rumus:
T hitung =
b1
se(b1 )
Dimana :
b1
= koefisien regresi
se(b1) = standar error koefisien regresi
Bila t hitung > t  / 2 : n-k pada confidence interval tertentu, Ho ditolak.
Penolakan terhadap Ho ini berarti bahwa variabel independen tertentu yang
diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
b. Uji F
Merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang
dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen (Gujarati, 2004: 140).
Langkah pengujian :
1) Menentukan Hipotesis
a) H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = 0
Berarti semua variabel independen secara individu tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
b) Ha : 1  2  3  4  0
Berarti semua variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:
a) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K. ...............................................(3.21)
Keterangan:
N
= jumlah sampel/data
K
= banyaknya parameter
b) Nilai F hitung =
R 2 K  1
....................................(3.22)
1  R 2 .N  K 


Keterangan:
R2
= koefisien determinan
N
= jumlah observasi atau sampel
K
= banyaknya variabel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
3) Kriteria pengujian
Ho diterima
Ho ditolak
F (; K-1; N-K)
Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji f
Sumber: Statistik Induktif, 1998.
4) Kesimpulan
a) Apabila nilai F
hitung
<F
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
c. Koefisien Determinasi (R2 )
Untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisa
regresi dimana hal ini ditujukan oleh besarnya koefisien determinasi antara nol
dan satu. R2 merupakan koefisien determinasi yang digunakan untuk
mengetahui seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variasi perubahan variabel independen (Gujarati, 2004: 84).
Sedangkan R merupakan koefisien korelasi ( R =
R 2 ) yang digunakan untuk
mengetahui kuat/ lemahnya hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
6. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih
dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel
independen dari model regresi (Gujarati, 2004: 341), disamping itu masalah ini
juga timbul jika antara variabel independen berkorelasi dengan variabel
pengganggu.
Uji
Klein
dilakukan
untuk
menguji
ada
tidaknya
multikolinearitas. Metode yang digunakan yaitu membandingkan nilai (r2)
dengan nilai R2. apabila nilai
R2 > (r2), berarti tidak terjadi gejala
multikolinearitas. Sedangkan apabila nilai R2 < (r2) berarti terjadi gejala
multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi
yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien,
baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tetapi masih tetap tidak bias
dan konsisten) (Gujarati, 2004: 387).
Salah satu cara untuk mendeteksi kasus heteroskedastisitas adalah
dengan menggunakan uji White, yaitu (Widarjono, 2005: 161):
1) Melakukan regresi atas model yang digunakan dengan OLS dan dapatkan
nilai residualnya (ei).
2) Melakukan regresi auxiliary:
ei2 = 0 + 1Xi + 2X2i + νi
Dari persamaan di atas, kita mendapatkan nilai koefisien determinasi (R2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Uji ini didasarkan pada jumlah sample (n) dikalikan dengan R2,
kemudian membandingkannya dengan nilai χ2 kritis. Jika nilai χ2 hitung lebih
kecil dari nilai χ2 kritis, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas, dan
sebaliknya jika nilai χ2 hitung lebih besar dari nilai χ2 kritis, maka terdapat
masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian obeservasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Gujarati,
2004: 442). Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat
autokorelasi diantara rangkaian variabel yang diperoleh. Pengujian terhadap
gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik DurbinWatson, yaitu dengan membandingkan angka Durbin-Watson yang diperoleh
dari perhitungan analisa regresi dengan angka Durbin-Watson dalam tabel
dengan derajat kebebasan (N-k) dan tingkat signifikan tertentu. Angka DurbinWatson dalam tabel menunjukkan nilai distribusi antar batas bawah (dL) dan
batas atas (dU).
Tetapi untuk model dinamis, seperti ECM, uji Durbin-Watson tidak
bisa digunakan untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi, karena DW
statistic secara asimtotik akan bias mendekati nilai 2. Oleh karena alasan
tersebut, maka digunakan Langrange Multiplier Test, yakni berupa regresi atas
semua variabel lag t dari nilai residual regresi ECM.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Dari model akan didapat nilai R 2 , kemudian nilai ini dimasukkan
dalam rumus sebagai berikut : (n-1) R 2 , dimana n adalah jumlah observasi,
kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho: ρ = 0 berarti tidak ada masalah autokorelasi
Ha: ρ ≠ 0 berarti ada masalah autokorelasi
Selanjutnya nilai (n-1) R 2 dibandingkan dengan χ 2 . Dimana χ 2 adalah
nilai kritis Chi Square yang ada dalam tabel statistik Chi Square. Jika (n-1) R 2
lebih besar dari χ 2 , maka terdapat autokorelasi, dan jika sebaliknya maka tidak
terjadi autokorelasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series)
triwulanan mulai dari triwulan I tahun 2000 sampai dengan triwulan II tahun
2011, sehingga diperoleh 46 data time series. Data tersebut diperoleh dari
International Financial Statistic (IFS) CD-room versi 1.1, International Monetary
Fund (IMF) 2011. Seluruh data dalam penelitian ini diolah menggunakan
software E-Views versi 6.1.
Variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kurs Rupiah/US Dollar yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga
dalam rupiah yang harus dibayarkan untuk membeli satu dollar AS. Data
yang digunakan adalah nilai tukar nominal yang merupakan nilai tengah kurs
dalam satuan rupiah per dollar AS (Rp/US$).
2. Selisih laju inflasi Indonesi dan laju inflasi Amerika Serikat yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan selisih prosentase perubahan indek harga
konsumen (consumer price indexs) Indonesia dan Amerika Serikat yang
dinyatakan dalam persen (%).
3. Selisih tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan selisih dari tingkat suku
bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral (central bank policy
rate) antara Indonesia dan Amerika Serikat yang dihitung dalam persen (%).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
4. Neraca perdagangan Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bagian dari neraca pembayaran yang menggambarkan total transaksi ekspor
dan impor barang suatu negara dalam satu periode tertentu. Apabila nilai
neraca itu positif berarti ekspor barang melebihi impornya, yang berarti
terjadi surplus neraca perdagangan, sebaliknya apabila negatif maka impor
barang melebihi ekspornya, yang berarti defisit dalam neraca perdagangan.
Data neraca pergangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
surplus atau defisit neraca perdagangan yang dinyatakan dalam satuan miliar
dollar US (miliar US$).
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs
Rp/USD. Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah selisih laju
inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika Serikat, selisih tingkat suku bunga
Indonesia dengan tingkat suku bunga Amerika Serikat, dan neraca perdagangan
Indonesia.
B. Deskripsi Perkembangan Variabel
1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Perkembangan nilai tukar selama periode penelitian ditunjukkan oleh
gambar 4.1 dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Gambar 4.1. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Tahun 2000:Q1-2011:Q2
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1, (Lampiran 1 hal: 97)
Sepanjang tahun 2000 hingga triwulan 1 tahun 2001, rupiah mengalami
depresiasi, dari rata-rata Rp 8.438 per dollar pada tahun 2000 menjadi Rp 10.255
per dollar pada tahun 2001. Kondisi tersebut diakibatkan masih kecilnya
kepercayaan publik akibat menigkatnya ketidakpastian kondisi sosial politik,
resiko ekonomi dan belum kuatnya kondisi fundamental perekonomian
Indonesia pasca krisis. Nilai tukar rupiah sempat terapresiasi pada pertengahan
tahun 2001 karena terpilihnya presiden baru sehingga meningkatkan sentimen
positif dari pasar dan dukungan dari dalam negeri maupun dunia internasional
terhadap presiden terpilih.
Sepanjang tahun 2002 hingga akhir tahun 2003, pergerakan nilai tukar
rupiah relatif stabil pada level Rp 8.000-Rp 9.000 per dollar. Kondisi tersebut
karena membaiknya kondisi perekonomian dan menurunnya faktor resiko serta
adanya sentiment positif dari pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Rupiah kembali mengalami tekanan depresiasi pada awal tahun 2004
akibat capital outflow jangka pendek. Keluarnya modal asing mengakibatkan
peningkatan permintaan valuta asing. Kondisi perekonomian internasional juga
ikut mempengaruhi depresiasi nilai tukar rupiah pada saat itu. Depresiasi masih
berlanjut pada tahun 2005 akibat masih tingginya permintaan valuta asing,
melemahnya neraca pembayaran, serta adanya kenaikan harga minyak dunia.
Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meredam depresiasi
nilai tukar. Kebijakan yang dikeluarkan tersebut antara lain: paket kebijakan
stabilisasi nilai tukar, paket kebijakan bersama Bank Indonesia dan pemerintah,
serta paket kebijakan lanjutan. Terbukti setelah dikeluarkannya kebijakan
tersebut, rupiah mengalami apresiasi dan bergerak stabil sampai dengan
pertengahan tahun 2008.
Pada pertengahan tahun 2008, dampak krisis keuangan global
mengakibatkan menurunnya kinerja ekspor, sehingga pasokan valuta asing
berkurang. Di sisi lain, permintaan valuta asing terus meningkat akibat
meningkatnya permintaan impor di dalam negeri sehingga nilai tukar mengalami
depresiasi.
Kondisi
perekonomian
global
yang
tidak
menentu
juga
mengakibatkan terjadinya capital outflow sehingga tekanan terhadap nilai tukar
rupiah semakin besar. Pada awal tahun 2009, nilai tukar rupiah mencapai level
diatas Rp 11.000 per dollar. Bank Indonesia dan pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan, antara lain: penerbitan tiga PERPPU tentang FPJP (fasilitas
pendanaan jangka pendek), LPS (lembaga penjamin simpanan), JPSK (jaring
pengaman sistem keuangan), serta membentuk KSSK (komite stabilitas sistem
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
keuangan)
guna
meredam
dampak
krisis
keuangan
global
terhadap
perekonomian serta menjaga kepercayaan para pelaku pasar dan investor
terhadap Indonesia. Terlihat dalam gambar 4.1. nilai tukar rupiah terus
mengalami apresiasi hingga periode akhir pengamatan.
2. Perkembangan Selisih Laju Inflasi
Perkembangan selisih laju inflasi Indonesia dengan laju inflasi Amerika
serikat selama periode penelitian ditunjukkan oleh gambar 4.2. dibawah ini:
Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Selisih Laju Inflasi tahun 2000:Q1-2011:Q2
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Pada awal tahun 2000, selisih laju inflasi berada di bawah nol atau
negatif dikarenakan laju inflasi Indonesia lebih kecil dari laju inflasi Amerika
Serikat, yaitu -0,51% pada triwulan I dan 1,1% pada triwulan II, sedangkan ratarata laju inflasi Amerika Serikat sebesar 3% pada triwulan yang sama.
Pada triwulan III hingga akhir tahun 2001, selisih laju inflasi mengalami
peningkatan akibat naiknya laju inflasi di dalam negeri sedangkan laju inflasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
Amerika Serikat bergerak stabil. Laju inflasi Indonesia mencapai dua digit
sepanjang tahun 2001/2002. Kondisi tersebut dikarenakan naiknya permintaan
agregat di dalam negeri akibat kebijakan pemerintah di bidang harga dan
pendapatan seperti kenaikan harga BBM subsidi, tarif dasar listrik, dan kenaikan
UMR serta gaji PNS, TNI dan Polri.
Pada awal tahun 2003 hingga tahun 2005, inflasi kedua negara bergerak
stabil, sehingga selisih laju inflasi antar kedua negara relatif stabil di kisaran 6
hingga 7%.
Kenaikan harga BBM bersubsidi sebanyak dua kali mengakibatkan
naiknya harga barang dan jasa pada pertengahan tahun 2005. Kenaikan harga
tersebut terutama terjadi pada sektor transportasi sehingga laju inflasi mencapai
17,11%. Disisi lain, laju inflasi Amerika Serikat yang bergerak stabil di kisaran
3% mengakibatkan selisih laju inflasi antar kedua negara meningkat. Awal tahun
2006 hingga awal 2008, pergerakan selisih laju inflasi antar kedua negara
menunjukkan tren yang menurun dan relatif stabil sebelum akhirnya meningkat
kembali pada awal tahun 2008 akibat dampak dari krisis keuangan global.
Awal tahun 2009, selisih laju inflasi mengalami penurunan karena
menurunnya laju inflasi Amerika Serikat akibat krisis keuangan yang yang
berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat di Amerika Serikat. Selama
triwulan IV tahun 2008 hingga triwulan III tahun 2009, Amerika Serikat
mengalami deflasi rata-rata 1%, sedangkan laju inflasi di dalam negeri juga
mengalami penurunan dalam waktu yang sama, yaitu dari 11,49% pada triwulan
III tahun 2008 menjadi 2,7% pada triwulan III tahun 2009.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
3. Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga
Perkembangan selisih tingkat suku bunga Indonesia dengan tingkat suku
bunga Amerika serikat selama periode penelitian cenderung berfluktuatif yang
dintujukkan oleh gambar 4.3. dibawah ini.
Gambar 4.3. Grafik Perkembangan Selisih Tingkat Suku Bunga Tahun 2000:Q1-2011:Q2
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Selama tahun 2000 hingga tahun 2001, spread suku bunga antara kedua
negara bergerak naik. Kenaikan tersebut bersumber dari naiknya suku bunga SBI
karena meningkatnya laju inflasi dan melemahnya nilai tukar, serta adanya
kenaikan suku bunga di luar negeri. Peningkatan suku bunga juga terjadi pada
suku bunga Amerika Serikat yaitu dari 5,6% pada triwulan I tahun 2000 menjadi
6,4% pada triwulan IV tahun 2000. Namun memasuki awal tahun 2001, suku
bunga Amerika Serikat cenderung mengalami penurunan, dan suku bunga SBI
masing mengalami kenaikan hingga akhir tahun 2001, sehingga selisih tingkat
suku bunga antar kedua negara semakin besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Pada
awal
tahun
2002,
seiring
dengan
membaiknya
kondisi
makroekonomi Indonesia, maka suku bunga SBI juga mengalami penurunan
sehingga menurunkan spread antar kedua negara. Kondisi tersebut berlangsung
hingga awal tahun 2005.
Meningkatnya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, serta naiknya
harga minyak dunia pada tahun 2005 membuat Bank Indonesia menaikkan suku
bunga guna menjaga stabilitas moneter di dalam negeri. Disisi lain, terdapat
kebijakan uang ketat pada perekonomian global yang salah satunya tercermin
dari suku bunga Amerika Serikat yang juga mengalami peningkatan.
Kecenderungan meningkatnya suku bunga Amerika Serikat dan penurunan suku
bunga SBI menyebabkan spread suku bunga antar kedua negara semakin kecil
hingga pertengahan tahun 2007.
Selisih suku bunga kembali meningkat akibat penurunan suku bunga
Amerika Serikat guna mendorong kegiatan perekonomiannya pasca terjadinya
krisis finansial, sementara di Indonesia tingkat suku bunga bergerak
stabil.Selisih tingkat suku bunga menunjukkan grafik yang stabil sepanjang
tahun 2009 hingga akhir tahun 2010 dengan suku bunga Amerika Serikat
bertahan pada tingkat suku bunga 0,13% dan Indonesia bertahan pada tingkat
suku bunga 6,5%.
4. Perkembangan Neraca perdagangan Indonesia
Perkembangan neraca perdagangan Indonesia selama periode penelitian
dintujukkan oleh gambar 4.4. dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2000:Q1-2011:Q2
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 1 hal: 97)
Neraca perdagangan menggambarkan kinerja perdagangan internasional
yaitu total ekspor dan impor barang suatu negara. Gambar 4.4. menunjukkan
bahwa antara tahun 2000 hingga pertengahan tahun 2003 cenderung stabil dan
surplus sebesar 5 hingga 6 miliar US Dollar meskipun pada akhir tahun 2003
mengalami penurunan. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan nilai impor,
terutama akibat naiknya harga minyak dunia sehingga menurunkan surplus
neraca perdagangan. Hal tersebut berlangsung hingga pertengahan tahun 2005.
Pada awal tahun 2006, kinerja neraca perdagangan membaik karena
meningkatnya permintaan ekspor, harga komoditas di pasar dan juga kestabilan
nilai tukar rupiah yang terjaga. Menurunnya permintaan domestik terhadap
barang-barang impor juga menyebabkan surplus neraca perdagangan semakin
besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Terjadinya krisis keuangan global pada akhir tahun 2007 hingga tahun
2008 berdampak pada kinerja neraca perdagangan. Surplus neraca perdagangan
mengalami penurunan karena turunnya permintaan akan barang ekspor akibat
perlambatan perekonomian global. Memasuki tahun 2009, kinerja neraca
perdagangan menunjukkan perbaikan dengan meningkatnya permintaan ekspor
barang pertambangan serta manufaktur seiring pemulihan kondisi perekonomian
global.
C. Hasil dan Analisis Data
1. Uji Pemilihan Bentuk Fungsi Model
Dalam penelitian empiris, sebaiknya model yang akan digunakan diuji
terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk linear atau log-linear.
Uji pemilihan bentuk fungsi model dalam penelitian ini menggunakan MWD test
yang dikembangkan oleh MacKinnon, White, dan Davidson. Hipotesis dari uji
ini adalah bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho (model
linier), bila Z1 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho. Begitu juga dengan
model log-lonier, bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak Ho
(model log-linier), bila Z2 tidak signifikan, maka tidak menolak Ho. Hasil dari
uji MWD adalah:
a. Model Linier
Tabel 4.1. Hasil Uji MWD Model Linier
Variabel Koefisien t-Stat
Prob.
Z1
10140,16 0,913583 0,3670
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 2 hal: 99)
Hasil uji MWD untuk model linier menunjukkan bahwa Z1 tidak
user
signifikan secara statistik pada commit
tingkat to
signifikansi
5% (Prob Z1 = 0,3670). Hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
tersebut berarti Ho diterima atau model linier dapat digunakan dalam penelitian
ini.
b. Model Log-Linier
Tabel 4.2. Hasil Uji MWD Model Log-Linier
variabel
Z2
Koefisien
t-Stat
Prob.
-0,000183 -1,637029 0,1103
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 2 hal: 99)
Hasil uji MWD untuk model log-linier menunjukkan bahwa Z2 tidak
signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5% (Prob Z1 = 0,1103). Hal
tersebut berarti Ho diterima atau model log-linier dapat digunakan dalam
penelitian ini.
Berdasarkan hasil kedua uji MWD atas model linier dan model log-linier
diketahui bahwa kedua model dapat digunakan dalam penelitian ini.
2. Uji Stationeritas
Uji stasioneritas diperlukan dalam analisis data time series menggunakan
metode OLS (Ordinary Least Square) agar tidak terjadi regresi lancung. Sebagai
prasyarat untuk melakukan estimasi model dinamis ECM (error correction
model) maka dilakukan uji stasioneritas menggunakan uji akar-akar unit (unit
root test), uji derajat integrasi (integration test), dan uji kointegrasi
(cointegration test)
a. Uji Akar-Akar Unit (unit root test)
Uji ini dimasuksudkan untuk mengamati stationer tidaknya suatu
variabel. Keadaan stasioner adalah keadaan dimana karakteristik proses
stokastik atau random tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
diperlukan untuk membentuk persamaan yang mampu menggambarkan
keadaan variabel di masa lalu dan di masa yang akan datang.
Pengujian akar-akar unit dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
Dickey-Fuller (DF) Test dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Untuk uji
akar-akar unit ini, apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih kecil dari nilai
kritis mutlak maka variabel tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung
mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis mutlak maka variabel tersebut
stasioner.
Tabel 4.3. Hasil Uji Akar-Akar Unit pada Ordo 0
Variabel
Nilai Hitung Mutlak
Nilai Kritis Mutlak
DF
ADF
DF
ADF
LKURS
-3.530618
-3.376852
-2.928142
-3.513075
S_INF
-3.074467
-3.168593
-2.928142
-3.513075
S_IR
-2.562770
-3.404367
-2.929734
-3.515523
LTB
-3.282038 -3.915626
-2.928142
-3.513075
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 3&4, hal: 100-101)
Berdasarkan Tabel di atas, dengan tingkat signifikansi 5% dengan nilai
kritis DF mutlak sebesar -2,928142, hanya variabel S_IR yang tidak stasioner.
Sedangkan dengan pendekatan ADF pada tingkat signifikansi 5% dengan nilai
kritis mutlaknya sebesar -3,513075, hanya variabel LTB yang stasioner.
Berdasarkan pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang diamati
belum semuanya stasioner, sehingga diperlukan uji derajat integrasi yaitu uji
pada derajat yang lebih tinggi pada ordo 1.
b. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui pada derajat berapa
data yang diamati stasioner. Apabila data belum stasioner pada derajat satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
maka pengujian harus dilanjutkan pada derajat berikutnya sampai data yang
diamati stasioner.
Untuk uji derajat integrasi apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF
lebih kecil dari nilai kritis mutlak, maka variabel tersebut tidak stasioner.
Sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis
mutlak, maka variabel tersebut stasioner.
Tabel 4.4. Hasil Uji Derajat Integrasi pada Ordo 1
Variabel
Nilai Hitung Mutlak
Nilai Kritis Mutlak
DF
ADF
DF
ADF
LKURS
-6.913723
-6.881759
-2.929734
-3.515523
S_INF
-5.385324
-5.474560
-2.929734
-3.515523
S_IR
-3.403989
-3.389010
-2.929734
-3.515523
LTB
-9.114881 -9.047582
-2.929734
-3.515523
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 5&6, hal: 102-103)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai hitung mutlak baik DF
maupun ADF semua variabel lebih besar dari nilai kritis mutlaknya (DF = 2.929734; ADF = -3.515523), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
variabel stasioner pada ordo satu.
Pada umumnya data deret waktu relatif tidak stationer pada tingkat
level. Sebelum dilakukan uji formal untuk melihat stasioneritas data, uji
informal dapat dilakukan untuk melihat stasioneritas data penelitian,
perbandingan pola data yang tidak stasioner dan yang stasioner ditunjukkan
dalam gambar 4.5. di bawah ini. Dapat dilihat bahwa data yang yang
digunakan dalam penelitian ini tidak stasioner pada tingkat level dan relatif
stasioner pada tingkat first difference (ordo 1).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
commit to user
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Pola Data Tidak Stasioner dengan Pola Data Stasioner
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
3. Uji Kointegrasi
Setelah yakin bahwa variable-variabel yang digunakan dalam model
mempunyai derajat integrasi yang sama, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan uji kointegrasi untuk mengetahui parameter jangka panjang.
Penelitian ini menggunakan metode Engel-Granger untuk menguji kointegrasi
variabel-variabel dalam model dengan menggunakan uji statistik DF dan ADF
untuk melihat apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Untuk
menghitung nilai DF dan ADF terlebih dahulu adalah membentuk persamaan
regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) sebagai berikut:
LKURSt = c0 + c1S_INFt + c2S_IRt + c3LTBt + et ...................................... (4.1)
Dari hasil regresi kointegrasi diatas dapat diperoleh nilai residual regresi
kointegrasi, kemudian nilai residual tersebut diuji dengan menggunakan uji
Augmented Dickey Fuller (ADF) untuk melihat apakah nilai residual tersebut
stasioner atau tidak.
Tabel 4.5. Hasil ADF-Test Residual Regresi Kointegrasi
ADF-Hitung
Nilai Kritis
5%
-3.6484
-1.9483
Prob. 0.0005
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 7, hal: 104)
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai ADF hitung untuk residual
persamaan kointegrasi lebih besar dari nilai kritis ADF, yaitu -3,648438 > 1,948313, sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien nilai hitung mutlak ADF
pada residual regresi berkointegrasi stasioner pada ordo 0 (pada  = 5%). Hasil
tersebut juga berarti variabel-variabel dalam model berkointegrasi dalam jangka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
panjang. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa tanda pada koefisien regresi
kointegrasi adalah sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini.
4. Estimasi Error Correction Model (ECM)
Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (ECM) akan menjelaskan
parameter jangka pendek maupun jangka panjang atas variabel-variabel yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hasil pengolahan yang telah dilakukan dengan
menggunakan software E-Views 6.1. adalah sebagai berikut:
D(LKURS) = 4.4767511 - 0.004885 D(S_INF) + 0.028476 D(S_IR)
ρ=(0,0001)
(0,2527)
(0,0026)
- 0.042750 D(LTB) - 0.497021 S_INF(-1) - 0.502691 S_IR(-1)
(0,2166)
(0,0001)
(0,0001)
- 0.603819 LTB(-1) + 0.499752 ECT
(0,0000)
(0,0001)
R2 = 0,4989
F = 5,2643 (0,0003)
Hasil estimasi dengan menggunakan ECM di atas belum memenuhi
asumsi regresi OLS, sehingga estimator yang dihasilkan dari model ECM diatas
tidak mempunyai sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dalam model
ECM di atas masih terdapat masalah heteroskedastisitas, yang diketahui dari
hasil uji asumsi klasik dengan menggunakan uji-white (lihat lampiran 8&9,
hal:105-106), diketahui bahwa probabilitas chi-squares hitungnya lebih kecil
dari α=5%, yaitu sebesar 0,0481.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
5. Estimasi Error Correction Model (ECM) dengan Weighted Least Squares
(WLS)
Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (ECM) dengan Weighted Least
Squares
(WLS)
diharapkan
akan
mampu
mengeliminasi
masalah
heteroskedastisitas dalam model ECM agar menghasilkan estimator yang Best
Linier Unbiased Estimator (BLUE) dalam menjelaskan parameter jangka
pendek maupun jangka panjang atas variabel-variabel yang mempengaruhi nilai
tukar rupiah. Hasil pengolahan yang telah dilakukan dengan menggunakan
software E-Views 6.1. adalah sebagai berikut:
D(LKURS) = 4.470950 - 0.002501 D(S_INF) + 0.017548 D(S_IR)
ρ=(0,00)
(0,44)
(0,03)
- 0.018014 D(LTB) - 0.469208 S_INF(-1) - 0.473387 S_IR(-1)
(0,45)
(0,00)
(0,00)
- 0.554613 LTB(-1) + 0.470400 ECT
(0,00)
(0,00)
R2 = 0,5484
F = 6,4203 (0,000)
Keterangan
LKURS
= Nilai tukar rupiah per dollar US (Rp)
S_INF
= Selisih inflasi Indonesia dan Amerika Serikat (%)
S_IR
= Selisih suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat
(%)
LTB
= Neraca perdagangan Indonesia (Miliar US $)
Dimana:
DKURSt
= KURS t – KURS t-1
DS_INFt
= INFt – INFt-1
commit
to user
= IRt – IR
t-1
DS_IRt
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
DTBt
= TBt – TBt-1
ECT1
= S_INFt-1 + S_IRt-1 + LTBt-1 - LKURS t-1
c0
= Intersep
c1, c2, c3
= Koefisien asli regresi ECM dalam jangka pendek
c4, c5, c6,
= Koefisien regresi ECM dalam jangka panjang
c7
= Koefisien regresi error correcton term (ECT)
Persamaan di atas menunjukkan besarnya nilai variabel ECT (Error
Correction Term) signifikan pada derajat keyakinan 5% dan menunjukkan tanda
positif. ECT tersebut merupakan indikator apakah spesifikasi model dianggap
baik atau tidak dalam mengestimasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Koefisien ECT menunjukkan angka 0.470400 berarti bahwa proporsi
ketidakseimbangan perubahan nilai tukar pada satu periode yang telah
disesuaikan pada periode berikutnya adalah sekitar 0.470400%, sedangkan
tingkat signifikansi ECT menunjukkan angka 0,00 berarti signifikan pada tingkat
signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa spesifikasi model yang dipakai adalah
tepat dan mampu menjelaskan variasi dinamis.
Maka dapat disimpulkan
spesifikasi model tersebut sudah valid.
Koefisien regresi jangka pendek dari regresi ECM ditunjukkan oleh
besarnya koefisien pada variable DS_INF, DS_IR, DTB di atas, sedangkan
koefisien regresi jangka panjang dengan simulasi dari regresi ECM nilai tukar
diperoleh dari:
Konstanta : c0 /c7
= 4,470950/ 0,470400
= 9,504571
S_INF : (c4 + c7)/c7 = (-0,469208 + 0,470400)/ 0,470400
= 0,002534
S_IR : (c5 + c7)/c7 = (-0,473387 + 0,470400)/ 0,470400
= -0,006350
: (c6 + c7)/c7 = (-0,554613
0,470400
commit +
to0,470400)/
user
= -0,179024
LTB
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Tabel 4.6. Nilai Koefisien Jangka Panjang Model Nilai Tukar dengan Error
Correction Model (ECM)
Koefisien Regresi
Koefisien Regresi
Variabel
Kointegrasi
ECM
Konstanta
9.198509
9,504571
S_INF
0.008937
0,002534
S_IR
-0.0000013
-0,006350
LTB
-0.059978
-0,179024
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1
Tabel 4.6 menunjukkan hasil simulasi koefisien jangka panjang
menggunakan ECM. Dapat kita lihat bahwa hasil estimasi ECM konsisten
dengan hasil yang diperoleh dari regresi kointegrasi.
6. Uji Statistik
a. Uji t
Uji t merupakan pengujian secara individual terhadap setiap koefisien
regresi semua variabel independen untuk melihat signifikansi dari variabel
independen.
1) Pengaruh Variabel Independen dalam Jangka Pendek
Pengujian secara individual terhadap setiap koefisien regresi ECM
dalam jangka pendek memperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.7. Pengaruh Variabel Independen Jangka Pendek Terhadap
Variabel Dependent
Variabel
t-statistik
prob.
Kesimpulan
DS_INF
-0.766236 0.4484 Tidak Signifikan pada a = 5%
DS_IR
2.246113 0.0308 Signifikan pada a = 5%
DLTB
-0.755277 0.4549 Tidak Signifikan pada a = 5%
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 10, hal: 107)
 Koefisien dari variabel DS_INF sebesar -0.002501 dengan probabilitas
0,4484 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
DS_INF secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
DLKURS pada tingkat signifikansi 5%.
 Koefisien dari variabel DS_IR sebesar 0.017548 dengan probabilitas
0,0308 signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel DS_IR
secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen DLKURS pada
tingkat signifikansi 5%.
 Koefisien dari variabel DLTB sebesar -0.018014 dengan probabilitas
0,4549 tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel
DLTB secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
DLKURS pada tingkat signifikansi 5%.
2) Pengaruh Variabel Independen dalam Jangka Panjang
Pengujian secara individual terhadap setiap koefisien regresi ECM
dalam jangka panjang memperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.8. Pengaruh Variabel Independen Jangka Panjang Terhadap
Variabel Dependent
Variabel
t-statistik
prob.
Kesimpulan
S_INF(-1)
-4.738974 0.0000 Signifikan pada a = 5%
S_IR(-1)
-4.704012 0.0000 Signifikan pada a = 5%
LTB(-1)
-5.246456 0.0000 Signifikan pada a = 5%
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 10, hal: 107)
 Koefisien dari variabel S_INF(-1) sebesar 0.002534 dengan probabilitas
0,0000 signifikan dan positif pada tingkat signifikansi 5%, artinya variabel
S_INF(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen
DLKURS pada tingkat signifikansi 5%.
 Koefisien dari variabel S_IR(-1) sebesar -0.006350 dengan probabilitas
0,0000 signifikan dan negatif pada tingkat signifikansi 5%, artinya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
variabel S_IR(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen
DLKURS pada tingkat signifikansi 5%.
 Koefisien dari variabel LTB(-1) sebesar -0.179024 dengan probabilitas
0,0000 signifikan dan negatif pada tingkat signifikansi 5%, artinya
variabel LTB(-1) secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen
DLKURS pada tingkat signifikansi 5%.
b. Uji F (Uji Secara Bersama-sama)
Uji F merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang
dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen. Hipotesanya adalah:
 Apabila nilai F
hitung
<F
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
 Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan.
Hasil pengolahan dari estimasi model ECM memperoleh nilai F
hitung adalah sebesar 6.420321 dengan probabilitas signifikansinya sebesar
0,000056 yang berarti signifikan pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti
bahwa secara bersama-sama dalam jangka pendek dan jangka panjang
variabel selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, dan neraca
perdagangan Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan/nyata terhadap
nilai tukar rupiah pada derajat signifikansi 5%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) menjelaskan seberapa besar variasi
perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel
independen. Uji ini dapat dilihat dari koefisien determinasi R2. Besarnya R2
menunjukkan pengaruh yang dijelaskan oleh variabel dependen. Berdasarkan
hasil pengolahan data diperoleh nilai R2 sebesar 0.548462, yang berarti
bahwa 54,84 persen dari variasi variabel perubahan nilai tukar dapat
dijelaskan oleh variasi variabel perubahan selisih laju inflasi, perubahan
selisih tingkat suku bunga, dan perubahan neraca perdagangan Indonesia,
sedangkan sisanya 45,16 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar
model.
7. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih
dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel
independen dari model regresi (Gujarati, 2004: 341), disamping itu masalah ini
juga timbul jika antara variabel independen berkorelasi dengan variabel
pengganggu. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas, dilakukan
pengujian dengan metode Klein, yaitu membandingkan nilai (r2) dengan nilai
R2. apabila nilai
R2 > (r2), berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas.
Sedangkan apabila nilai R2 < (r2) berarti terjadi gejala multikolinearitas.
Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas
mempunyai nilai r2 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai R2. Hasil
commit to user
tersebut berarti tidak terjadi multikolinieritas dalam model penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Tabel 4.9. Hasil Uji Klein
Variabel
DS_INF-DS_IR
DS_INF-DLTB
DS_INF-S_INF(-1)
DS_INF-S_IR(-1)
DS_INF-LTB(-1)
DS_IR-DLTB
DS_IR-S_INF(-1)
DS_IR-S_IR(-1)
DS_IR-LTB(-1)
DLTB-S_INF(-1)
DLTB-S_IR(-1)
DLTB-LTB(-1)
S_INF(-1)-S_IR(-1)
S_INF(-1)-LTB(-1)
S_IR(-1)-LTB(-1)
r2
0.375779
0.012980
0.180208
0.004219
0.126289
0.002808
0.159605
0.042169
0.004004
0.018749
0.001029
0.200324
0.381336
0.003366
0.041927
R2
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
0.548462
Kesimpulan
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 (Lampiran 11, hal: 108-113)
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi
yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien,
baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Beberapa metode untuk
mendeteksi heteroskedastisitas yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji
Breusch-Pagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini
akan menggunakan uji White.
Dalam uji white ditawarkan dua jenis pengujian, yaitu: White
Heteroscedasticity (no cross term) dan White Heteroscedasticity (cross term).
Untuk penelitian ini digunakan pengujian White Heteroscedasticity (no cross
term) disebabkan banyak menggunakan variabel bebas. Jika nilai χ2 hitung
(nilai Obs*R-squared) lebih kecil dari χ2 tabel dan nilai probabilitas dari semua
commit to user
variabel lebih besar nilai taraf signifikansi
5%, maka pada model tersebut tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, Jika nilai χ2 hitung (nilai
Obs*R-squared) lebih besar dari χ2 tabel dan nilai probabilitas dari semua
variabel kurang atau lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5%, maka pada
model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas. Hasil pengujian
heteroskedastisitas dengan uji White Heteroscedasticity (no cross term)
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10. Hasil Uji White
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.879144
7.354606
7.434391
Prob. F(8,36)
Prob. Chi-Square(8)
Prob. Chi-Square(8)
0.5431
0.4989
0.4906
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 Lampiran 12, hal:114)
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared
sebesar 0,4989 lebih dari tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat disimpulkan
pada model penelitian tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autikorelasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat
autokorelasi diantara rangkaian variabel yang diperoleh. Dalam penelitian ini
untuk mendetetksi ada tidaknya masalh autokorelasi akan digunakan Lagrange
Multiplier Test, yaitu berupa regresi atas semua variabel lag t dari nilai residual
regresi ECM.
Kriteria pengujiannya adalah nilai (n-1) R 2 dibandingkan dengan χ 2 .
Dimana χ 2 adalah nilai kritis Chi Square yang ada dalam tabel statistik Chi
Square. Jika (n-1) R 2 lebih besar dari χ 2 , maka terdapat autokorelasi, dan jika
sebaliknya maka tidak terjadi autokorelasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
Tabel 4.11. Hasil Uji Lagrange Multiplier Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.390781
0.982917
Prob. F(2,35)
Prob. Chi-Square(2)
0.6794
0.6117
Sumber: Hasil olahan E-Views 6.1 Lampiran 13, hal: 115)
Dari tabel di atas didapat nilai (n-1) R 2 adalah sebesar 0,982917
sedangkan nilai χ 2 (α = 0,05 ; df = 2) dalam tabel statistik Chi Square sebesar
10,5966. Dengan demikian dapat dilihat bahwa nilai (n-1) R 2 lebih kecil dari
χ 2 , maka pada model penelitian ini tidak terjadi masalah autokorelasi.
8. Interpretasi Ekonomi
a. Pengaruh Selisih Laju Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah
Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM
degan WLS untuk variabel selisih laju inflasi yaitu sebesar -0,002501 dengan
probabilitas sebesar 0,4484, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel selisih
laju inflasi antara Indonesia dan Amerika Serikat tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
Akan tetapi, dalam jangka panjang, variabel selisih laju inflasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Koefisien variabel selisih laju inflasi dalam jangka panjang sebesar 0,002534
dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan
probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini menunjukkan bahwa elastisitas perubahan
selisih laju inflasi Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi
perubahan depresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,002534%,
ceteris paribus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan hipotesis awal dari
penelitian ini yang menyatakan bahwa selisih laju inflasi berpengaruh terhadap
perubahan nilai tukar dalam jangka panjang. Hal itu menunjukkan bahwa teori
Purchasing Power Parity (PPP) berlaku dalam jangka panjang, sesuai dengan
Mark (2000) yang menyatakan bahwa PPP sebagai teori pengaruh nilai tukar
nominal dalam jangka panjang. Teori PPP menyatakan bahwa nilai tukar
domestik dipengaruhi oleh inflasi domestik maupun inflasi luar negeri.
Hasil penelitian ini juga memperkuat temuan empiris dari penelitian
Wibowo dan Amir (2005) yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Nilai Tukar Rupiah”, dan penelitian Lee dan Boon (2007) yang berjudul
“Macroeconomic factors of exchange rate volatility: Evidence from four
neighbouring ASEAN Economies”. Mereka menemukan bahwa selisih laju
inflasi berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar.
b. Pengaruh Selisih Tingkat Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar Rupiah
Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM
degan WLS untuk variabel selisih tingkat suku bunga yaitu sebesar 0,017548
dengan probabilitas sebesar 0,0308, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel
selisih tingkat suku bunga antara Indonesia dan Amerika Serikat berpengaruh
secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
Hasil tersebut
berarti elastisitas perubahan selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi perubahan depresiasi
nilai tukar dalam jangka pendek sebesar 0,017548%. Hasil ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal penelitian dikarenakan dalam jangka pendek kenaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
tingkat suku bunga lebih ditekankan untuk mengendalikan laju inflasi,
sehingga para pelaku pasar melihat bahwa kenaikan suku bunga dalam jangka
pendek adalah fenomena kenaikan sementara untuk meredam laju inflasi yang
terjadi.
Dalam jangka panjang variabel selisih tingkat suku bunga mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Koefisien
variabel selisih tingkat suku bunga dalam jangka panjang sebesar -0,006350
dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan
probabilitas sebesar 0,0000, hasil ini berarti elastisitas perubahan selisih tingkat
suku bunga Indonesia dan Amerika Serikat mempengaruhi variasi perubahan
apresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,006350%.
Hasil ini sesuai dengan teori uncovered interest rate parity yang
menyatakan bahwa modal akan mengalir pada negara yang menawarkan
tingkat imbalan yang lebih tinggi atau menawarkan tingkat suku bunga yang
lebih tinggi dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau konstan.
Hasil ini juga memperkuat temuan empiris dari penelitian Kardoyo dan
Kuncoro (2002) yang berjudul “Analisis Kurs Valas dengan Pendekatan BoxJenkins”, dan penelitian Lee dan Boon (2007) yang berjudul “Macroeconomic
factors of exchange rate volatility: Evidence from four neighbouring ASEAN
Economies”. Mereka menemukan bahwa teori paritas suku bunga (interest rate
parity) berlaku dalam mempengaruhi fluktuasi nilai tukar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
c. Pengaruh Neraca Perdagangan Indonesia Terhadap Nilai Tukar
Rupiah
Nilai koefisien regresi dalam jangka pendek dari hasil estimasi ECM
degan WLS untuk variabel neraca perdagangan Indonesia yaitu sebesar 0,018014 dengan probabilitas sebesar 0,4549, hal tersebut menunjukkan bahwa
variabel neraca perdagangan Indonesia tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.
Dalam jangka panjang variabel neraca perdagangan Indonesia
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Koefisien variabel neraca perdagangan Indonesia dalam jangka panjang
sebesar -0.179024 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang
ditunjukkan dengan probabilitas sebesar 0,0000, hasil ini berarti elastisitas
perubahan neraca perdagangan Indonesia mempengaruhi variasi perubahan
apresiasi nilai tukar dalam jangka panjang sebesar 0,179024%.
Kenaikan dalam neraca perdagangan Indonesia berarti nilai ekspor lebih
besar daripada nilai import dalam suatu periode. Kenaikan nilai ekspor tersebut
berarti ada kenaikan dalam penawaran valuta asing, sehingga kenaikan tersebut
menyebabkan terapresiasinya nilai tukar rupiah, ceteris paribus.
Perbandingan antara hasil analisis data menggunakan Error Correction
Model, dengan hipotesis penulis dapat diamati dalam Tabel 4.11 sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Tabel 4.12. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Analisis Data
Menggunakan Error Correction Model (ECM)
Pengaruh Variabel Independen terhadap Nilai Tukar Rp/$
Variabel Jangka Pendek
Variabel Jangka Panjang
DS_INF
DS_IR
DLTB
S_INF
S_IR
LTB
_
_
Hipotesis
_
_
+
+
Hasil Analisis
0
Data
Sumber: Data diolah
+
0
+
_
_
Keterangan:
+
= mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap nilai tukar.
–
= mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap nilai tukar.
0
= tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar.
Hasil perbandingan hipotesis penelitian dengan hasil analisis data
menyatakan bahwa hasil analisis data sejalan dengan hipotesis penelitian. Dalam
jangka panjang, koefisien hasil analisis dari variabel S_INF, S_IR dan LTB
sejalan dengan hipotesis penelitian. Akan tetapi, koefisien hasil analisis dalam
jangka pendek tidak sejalan dengan hipotesis awal. Kondisi tersebut disebabkan
oleh teori ekonomi pada umumnya muncul untuk menganalisis pengaruh jangka
panjang dari suatu fenomena atau perilaku vaiabel ekonomi. Pengaruh jangka
panjang adalah perubahan perilaku suatu variabel dalam jangka waktu lebih dari
satu periode atau lebih dari satu tahun. Sedangkan pengaruh jangka pendek adalah
perubahan perilaku suatu variabel dalam jangka waktu satu periode, seperti
perubahan varibel Xt-1 ke Xt atau Xt ke Xt+1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
BAB V
PENUTUP
Bab ini akan menyajikan beberapa kesimpulan berdasarkan hasil pengujian
secara empiris pada penelitian ini. Dari kesimpulan yang ada, penulis berusaha
memberikan saran sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan,
sehingga hal ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan model dinamis
Error Correction Model (ECM), dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Selisih laju inflasi Indonesia dan laju inflasi Amerika Serikat tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah dalam
jangka pendek. Dalam jangka panjang, selisih laju inflasi Indonesia dan laju
inflasi Amerika Serikat mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Ini berarti kenaikan selisih laju inflasi
dalam jangka panjang menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi.
2. Selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika
Serikat berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah
dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, selisih tingkat suku bunga
Indonesia dan tingkat suku bunga Amerika Serikat mempunyai pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Ini berarti
kenaikan selisih tingkat suku bunga dalam jangka panjang menyebabkan nilai
tukar rupiah mengalami apresiasi.
tersebut sesuai dengan teori paritas
commitHal
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
suku bunga yang menyatakan bahwa modal akan mengalir pada negara yang
menawarkan tingkat imbalan yang lebih tinggi atau menawarkan tingkat suku
bunga yang lebih tinggi, ceteris paribus.
3. Neraca perdagangan Indonesia dalam jangka pendek tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka
panjang, kenaikan neraca perdagangan Indonesia berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap perubahan nilai tukar. Hal itu berarti, kenaikan neraca
perdagangan Indonesia, ceteris paribus, akan menyebabkan nilai tukar rupiah
mengalami apresiasi.
B. Saran
1. Sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa selisih
tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai tukar, maka
diharapkan pemerintah dan lembaga terkait mengupayakan kerjasama yang
baik dalam menjaga kestabilan harga-harga di dalam negeri karena kestabilan
harga atau tingkat inflasi berkaitan erat dengan kestabilan nilai tukar rupiah.
2. Merujuk pada kesimpulan kedua bahwa selisih tingkat suku bunga
mempunyai berpengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah dalam
jangka pendek maupun jangka panjang, maka diharapkan Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter di Indonesia perlu berhati-hati dalam menentukan
tingkat suku bunga dikarenakan perubahan dalam tingkat suku bunga dalam
negeri akan mempengaruhi capital flow yang selanjutnya akan berdampak
pada nilai tukar rupiah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
3. Pengaruh negatif neraca perdagangan terhadap nilai tukar dalam jangka
panjang, menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan neraca perdagangan
maka akan menyebabkan penguatan nilai tukar. Hal ini dapat terjadi apabila
peningkatan volume ekspor meningkat melebihi peningkatan volume import.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diharapkan pemerintah dan
stakeholder dapat bekerjasama dalam usaha untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas barang yang komoditi ekspor agar dapat bersaing di pasar
internasional. Selain itu pemerintah dan stakeholder termasuk masyarakat
Indonesia pada umumnya diharapkan dapat lebih mengutakan penggunaan
barang-barang produksi dalam negeri untuk keperluan bahan baku maupun
untuk konsumsi pribadi.
4. Perubahan atau fluktuasi nilai tukar tidak hanya dipengaruhi oleh variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini, namun dipengaruhi juga oleh
kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam negeri serta rumor atau berita dan
spekulasi yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Oleh karena itu, pemerintah
diharapkan mampu menciptakan kestabilan kondisi sosial, politik dan
keamanan dalam negeri agar dapat menjadi daya tarik investor dalam
menanamkan modalnya di Indonesia.
commit to user
Download