1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan,
pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan cara yang baik
dan bijak agar pelaksanaannya lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Fungsi perbendaharaan daerah tidak bisa dipisahkan dari pengelolaan
keuangan daerah dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah.
Fungsi utama perbendaharaan meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan
terjadinya kebocoran/penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling
murah, dan menghindari adanya dana yang menganggur. Tuntutan pengelolaan
perbendaharaan secara cepat, tepat, terencana, komprehensif, dan terintegrasi
merupakan fungsi dan peran perbendaharaan yang dilaksanakan oleh bendahara.
Bendahara terdiri dari bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.
Bendahara penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang
1
2
pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Bendahara
pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Jo Permendagri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
mengamanatkan agar pemerintah daerah berkewajiban untuk menyusun dan
menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
LKPD
merupakan wujud pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang
dikelola melalui mekanisme APBD dan wujud akuntabilitas dan transparansi
fiskal. LKPD terdiri dari: neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan, serta penyajiannya harus sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). LKPD merupakan salah satu ukuran kinerja
Pemerintah Daerah yang disusun oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
berdasarkan laporan Keuangan SKPD dan laporan pertanggungjawaban
pengelolaan perbendaharaan daerah. LKPD selanjutnya dilakukan pemeriksaan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan atas LKPD oleh BPK
untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan daerah
telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Hasil akhir dari
3
proses audit BPK adalah memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi
keuangan LKPD.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI
Perwakilan Bali Nomor:
08.A/LHP/XIX.DPS/05/2013 Tanggal 30 Mei 2013 memberikan opini tidak
memberikan pendapat atau disclaimer untuk LKPD Kabupaten Tabanan Tahun
2012, opini BPK ini meningkat menjadi WDP berdasarkan LHP BPK RI
Perwakilan Bali Nomor: 08.C/LHP/XIX.DPS/05/2014 Tanggal 28 Mei 2014.
Meskipun sudah memperoleh opini yang lebih baik, namun belum berarti bahwa
kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Tabanan telah baik. Masih
banyak rekomendasi dari BPK yang harus segera dilaksanakan untuk pembenahan
pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menunjukkan adanya penatausahaan piutang,
pengelolaan aset dan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan dalam pengelolaan keuangan daerah terlihat dari rekomendasi yang
diberikan kepada bendahara SKPD supaya lebih cermat dalam melaksanakan
tugasnya dalam hal ini berkaitan dengan penghitungan pajak.
Rekomendasi untuk bendahara SKPD juga terlihat dari:
1) LHP Inspektorat Provinsi Bali (ITPROV) No. 700.04/06/ITPROV pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Tabanan terhadap bendahara pengeluaran dan
penerimaan SKPD untuk melakukan pemeriksaan dan penutupan kas umum
minimal 3 (tiga) bulan sekali.
2) LHP ITPROV No. 700.04/08/ITPROV terhadap bendahara pengeluaran pada
Kesatuan Polisi Pamong Praja untuk menaati peraturan perundang-undangan
4
yang berlaku dan menarik pajak penghasilan (PPh) pasal 21 sebesar 15% atas
honorarium panitia sebesar Rp.54.500,00 (lima puluh empat ribu lima ratus
rupiah), lanjut menyetorkan ke kas negara.
3) LHP ITPROV No. 700.04/10/ITPROV terhadap bendahara pengeluaran
Badan Penanaman Modal dan Perijinan Daerah (BPMPD) untuk menaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menarik pemotongan PPh
pasal 21 Rp.5.247.000,00 (Lima juta dua ratus empat puluh tujuh ribu rupiah)
dan lanjut menyetorkan ke kas negara.
Berkaitan dengan rekomendasi dari ITPROV dan opini BPK RI atas LKPD
Pemerintah Kabupaten Tabanan tersebut kinerja bendahara SKPD menjadi
fenomena menarik untuk diteliti.
Pendidikan merupakan faktor yang mencerminkan kemampuan seseorang
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan menempuh tingkat
pendidikan tertentu menyebabkan seorang pegawai memiliki pengetahuan tertentu
sehingga mampu serta cakap untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Latar
belakang pendidikan menjadi faktor penunjang dalam pencapaian kinerja
bendahara karena pendidikan yang rendah menyebabkan bendahara sulit untuk
menyerap
informasi
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan
keuangan.
Kesesuaian latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh bendahara akan dapat
meningkatkan kinerja individu, dan dapat berdampak pada peningkatan kinerja
organisasi.
Penelitian terdahulu membuktikan adanya hubungan antara pendidikan
dan kinerja pegawai. Diantaranya adalah penelitian Sudantra (2006), Nuhaa
5
(2008), Pelitawati (2012), Ningrum dkk. (2013), Irdianto (2014) dan Pakpahan
(2014) yang menyatakan pendidikan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
sedangkan penelitian Wirama (2010), Widodo (2013), Gohari, et al (2013), Eriva
dkk. (2013) dan Muttaqin dkk. (2014) dalam penelitiannya menyatakan
pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Adanya
perbedaan hasil penelitian sebelumnya terhadap variabel pendidikan menimbulkan
dugaan ada variabel lain yang memengaruhi hubungan variabel pendidikan
terhadap kinerja pegawai. Faktor lain yang diduga memengaruhi hubungan
tersebut adalah variabel pelatihan dan motivasi (Mahmudi, 2007).
Faktor lain yang memengaruhi kinerja bendahara adalah pelatihan tentang
pengelolaan keuangan. Pelatihan merupakan proses belajar mengajar dengan
menggunakan teknik dan metode tertentu. Secara konsepsional pelatihan
dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan kerja bendahara.
Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh suatu organisasi untuk
mempermudah pembelajaran para pegawai tentang kompetensi-kompetensi yang
dibutuhkan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Penelitian Lubis (2008), Farooq
dan Aslam (2011), Ernawati (2012), Pelitawati (2012), Suryantari (2012), Agusta
(2013) dan Suharnomo (2013) menemukan bahwa pelatihan memengaruhi kinerja
pegawai. Sultana, et al (2012) menyatakan bahwa pelatihan merupakan elemen
kunci untuk meningkatkan kinerja pegawai, Hameed dan Waheed (2011)
menyatakan bahwa pengembangan pegawai dilakukan dengan pelatihan dan
peningkatan keterampilan untuk meningkatkan kinerja pegawai, sedangkan
penelitian Rahmawati (2010), Wulanda (2013), Silvia (2013) dan Pakpahan
6
(2014) menyatakan pelatihan tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Perbedaan hasil penelitian sebelumnya terhadap variabel pelatihan diduga
pelatihan merupakan variabel moderasi.
Variabel lain yang memengaruhi kinerja pegawai adalah motivasi yakni
suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual
dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan (Robbins dan Judge, 2008). Motivasi
yang ada dalam diri pegawai ikut menentukan hasil kerja pegawai tersebut. Oleh
karena itu, perusahaan harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan
bahkan meningkatkan motivasi yang ada dalam diri pegawainya (Soeharto, 2005).
Penelitian Lubis (2008), Choong, et al (2011) Purwono (2011), Pelitawati (2012),
Abbas (2012), Oksuzoglu (2013) dan Yamsul, et al (2013) menyatakan bahwa
motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Suryantari (2012) menyatakan
bahwa motivasi merupakan variabel yang paling dominan dalam memengaruhi
kinerja pegawai. Jankingthong
dan Rurkhum (2012) menyatakan motivasi
memiliki efek langsung pada tugas dan kinerja pegawai. Penelitian yang
dilakukan Trisnaningsih (2004), Warsono dan Sarwono (2009), Pamutri (2010)
dan Suantara (2014) menemukan bahwa motivasi merupakan variabel moderasi.
Motivasi penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pendidikan pada
kinerja bendahara SKPD dan untuk mengetahui kemampuan pelatihan dan
motivasi dalam memoderasi pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara SKPD.
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja bendahara SKPD yang diharapkan dapat menjadi second opinion bagi
upaya pembenahan pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan pemikiran di atas
7
maka penting untuk diteliti pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara SKPD
Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan pelatihan dan motivasi sebagai variabel
moderasi.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1)
Apakah pendidikan berpengaruh pada kinerja bendahara SKPD Kabupaten
Tabanan?
2)
Apakah pelatihan memoderasi pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara
SKPD Kabupaten Tabanan?
3)
Apakah motivasi memoderasi pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara
SKPD Kabupaten Tabanan?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1)
Untuk mengetahui pengaruh pendidikan pada kinerja bendahara SKPD
Kabupaten Tabanan.
2)
Untuk mengetahui kemampuan pelatihan memoderasi pengaruh pendidikan
pada kinerja bendahara SKPD Kabupaten Tabanan.
3)
Untuk mengetahui kemampuan motivasi memoderasi pengaruh pendidikan
pada kinerja bendahara SKPD Kabupaten Tabanan.
8
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dan
memberikan kontribusi pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Tabanan
dalam penunjukan pegawai yang bertugas sebagai bendahara SKPD perlu
memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi kinerjanya antara lain:
pendidikan, pelatihan dan motivasi.
2) Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan konseptual pada
pengembangan akuntansi sektor publik
dan bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya khususnya kemampuan teori pembelajaran dalam peningkatan
kinerja pegawai dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh
pendidikan pada kinerja bendahara SKPD dengan pelatihan dan motivasi
sebagai variabel moderasi.
Download