Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Jurnal penelitian dengan judul “Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza” dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf
pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Penelitian ini mencoba
untuk melihat pembentukan Disonansi Kognitif konsumen pada saat mereka
memutuskan untuk membeli mobil Toyota Avanza. Disonansi kognitif memiliki tiga
demensi yaitu, emotional, wisdom of purchase, concern over the deal. Emotional
ditinjau dari putus asa, menyesal, kecewa dengan diri anda sendiri, takut, hampa, marah
dengan diri sendiri, muak dan mendapat masalah. Wisdom of purchase ditinjau dari
sangat membutuhkan mobil merek Toyota Avanza, perlu membeli mobil merek Toyota
Avanza, telah membuat pilihan yang tepat, telah melakukan hal yang tepat untuk
membeli mobil merek Toyota Avanza, sedangkan concern over the deal ditinjau dari
tidak merasa telah melakukan suatu ketololan, Tenaga Penjual tidak membuat mereka
bingung, merasa nyaman dengan persetujuan yang telah dibuat. Menggunakan Analisis
faktor hasil penelitian memunculkan 3 faktor utama pembentuk disonansi yaitu: pilihan
tepat, keputusan tepat, persetujuan tepat.
Universitas Sumatera Utara
B. Definisi Produk
Penawaran produk adalah jantung dari program pemasaran suatu organisasi dan
biasanya merupakan langkah awal dalam membentuk bauran pemasaran. Sebuah produk
didefinisikan sebagai segala sesuatu, baik menguntungkan maupun tidak, yang
diperoleh seseorang melalui pertukaran (Lamb, 2001: 414).
Kebanyakan orang menganggap bahwa produk adalah barang yang dikenal
sehari-hari. Barang memang produk, akan tetapi produk lebih luas maknanya.
Simamora
(2001: 3) menyebutkan, produk
adalah
segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke dalam pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Senada dengan
itu Kotler dan Armstrong (2001: 346) menyebutkan, produk sebagai segala sesuatu yang
dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Profesor Theodore Levitt dari
Harvard berpendapat: Sebuah produk bukanlah sebuah produk jika tidak dapat dijual.
Atau sebenarnya barang itu hanyalah sebuah benda museum”(Kotler, 2003: 159).
Definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat
memenuhi kebutuhan konsumen didalam pemasaran. Kepuasan konsumen tidak hanya
mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket kepuasan yang didapat dari
pembelian produk kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis,
simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen.
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi sebagai pemenuhan
kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk dibeli konsumen karena
dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan atau memberi manfaat tertentu. Karakteristik
Universitas Sumatera Utara
produk tidak hanya meliputi aspek fisik produk (tangible features), tetapi juga aspek
non fisik (intangible features) seperti citra dan jasa yang tidak dapat dilihat.
C.
Atribut Produk
Mowen dan Michael (2002: 312) menyebutkan , atribut adalah karakteristik atau
fitur yang mungkin dimiliki oleh objek. Atribut intrinsik adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan sifat actual produk, sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala
sesuatu yang diperoleh dari aspek eksternal produk, seperti nama merek, kemasan dan
label.
Perusahaan harus menyadari bahwa kepercayaan terhadap obyek, atribut, dan
manfaat menunjukan persepsi konsumen, dan karena itu, umumnya kepercayaan
seseorang konsumen berbeda dengan konsumen lainnya. Mereka juga harus mengingat
bahwa kepercayaan mereka sendiri terhadap sebuah merek tertentu sangat berbeda dari
pasar target. Kepercayaan yang kita katakan mewakili assosiasi yang konsumen bentuk
diantara objek, atribut, dan manfaat, didasarkan atas proses pembelajaran kognitif.
Seseorang membentuk tiga jenis kepercayaan :
1. Kepercayaan atribut-objek (Object - attribute believe)
Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut
kepercayaan atribut-objek. Kepercayaan atribut-objek menghubungkan sebuah
atribut dengan objek, seperti seseorang, barang, atau jasa. Jadi, kepercayaan bahwa
sebuah kendaraan roda empat dikendarai pada jalan pedesaan merupakan
kepercayaan
atribut-objek.
Melalui
kepercayaan
atribut
objek,
konsumen
menyatakan apa yang mereka ketahui tentang sesuatu dalam hal variasi atributnya.
2. Kepercayaan manfaat-atribut (attribute- benefit believe)
Universitas Sumatera Utara
Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah-masalah
mereka dan memenuhi kebutuhan mereka dengan kata lain, memiliki atribut yang
akan memberikan manfaat yang dapat dikenal. Hubungan atribut dengan manfaat ini
menggambarkan jenis kepercayaan kedua, yang disebut kepercayaan atributmanfaat. Kepercayaan atribut-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang
seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan, manfaat
tertentu. Persepsi bahwa sebuah kendaraan yang dikendarai di tanah lapang
memberikan pandangan yang lebih baik tentang jalan merupakan kepercayaan
atribut-manfaat.
3. Kepercayaan manfaat-objek (object benefit believe)
Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya.
Kepercayaan objek-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh
produk, orang, atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat akan timbul karena
dengan membeli sebuah Ford Explorer atau Jeep Cherokee, saya akan memiliki
pandangan yang sangat baik tentang jalanan.
D.
Pengembangan Produk.
Penciptaan bauran pemasaran (marketing mix) meliputi inisiatip dan koordinasi
dari kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan produk, promosinya, penetapan
harganya, dan distribusinya. Senada dengan itu Mowen dan Michael (2002: 58)
menyebutkan istilah produk cukup luas, yaitu terdiri dari objek fisik, jasa, tempat, dan
organisasi. Prinsip-prinsip perilaku konsmen dapat diaplikasikan pada empat bidang
dari proses pengembangan produk baru: pembangkitan ide (idea generation), pengujian
Universitas Sumatera Utara
konsep (concept testing), pengembangan produk (product development), dan pengujian
pasar (market testing).
Pembangkitan ide (idea generation) dari pengembangan produk baru meliputi
lima bidang utama dari analisis perilaku konsumen yang berguna bagi para manajer
ketika mereka sedang menghimpun ide-ide untuk produk baru adalah: sikap konsumen,
perubahan gaya hidup, faktor-faktor situasional, budaya lainnya, dan sub budaya.
Pengujian konsep (concept testing) meliputi pengujian awal tentang ide produk.
Konsep produk adalah keinginan konsumen dimana perusahaan mencoba untuk
membentuknya menjadi sebuah ide produk. Misalkan konsep produk untuk komputer
pribadi yang baru adalah membuat komputer yang diinginkan konsumen sebagai prodk
yang mudah digunakan, mudah dibawa, IBM compatible, kuat dan murah harganya.
Perusahaan akan menentukan apakah ada pasar untuk konsep produk seperti itu, dengan
demikian perusahaan harus melakukan analisis pemosisian-produk serta survey untuk
mengidentifikasi setiap konsumen terhadap konsep seperti ini.
Perusahaan akan mengetahui apa yang dirasakan konsumen terhadap konsep
produk tersebut, apabila sesuai dengan maksud manajemen, maka dimulailah proses
pengembangan produk (product development) yang terdiri dari pengembngan,
pengujian, pemberian nama, dan pembuatan prototype kemasan. Berbagai konsep
perilaku konsumen sangat penting pada fase ini, sebagai contoh, para peneliti harus
berusaha mencari tahu bagaimana para konsumen memproses informasi tentang produk.
Apakah produk ini mudah dipergunakan (misalnya, tidak terlalu kompleks bagi rata-rata
konsumen pada umumnya), apakah kemasan menarik perhatian, dan dapatkah
konsumen mengingat nama produk.
Universitas Sumatera Utara
Fase pengembangan produk telah disimpulkan memuaskan, maka produk dapat
diuji untuk dipasarkan. Pengujian pasar (maketing testing) meliputi kegiatan
penempatan produk melalui distribusi terbatas pada konsumen keseluruhan bauran
pemasaran (Mowen dan Michael, 2002: 58).
Kotler dan Armstrong (2001: 399) menyebutkan, perusahaan dapat memperoleh
produk baru dalam dua cara. Pertama adalah melalui akusisi dengan membeli seluruh
perusahaan, sebuah paten, atau sebuah lisensi untuk menghasilkan prodk orang lain.
Kedua adalah melalui pengembangan produk baru dalam departemen penelitian dan
pengembangan milik perusahaan. Produk baru yang dimaksud adalah produk original,
perbaikan produk, modifikasi produk, dan merek baru yang dikembangkan perusahaan
melalui berbagai upaya penelitian dan pengembangannya sendiri. Produk baru penting
untuk mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan dan keuntungan perusahaan serta
untuk menggantikan produk-produk yang sudah kuno.
Senada dengan itu Lamb (2001: 446) menyebutkan, Konsultan manajemendan
teknologi booz, Allen dan Halminton telah mempelajari proses pengembangan produk
baru lebih dari tiga puluh tahun. Menganalisa lima penelitian besar selama periode
tersebut, berkesimpulan bahwa perusahaan yang sukses dalam mengembangkan dan
memperkenalkan produk baru umumnya melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.
Membuat komitmen jangka panjang yang diperlukan untuk mendukung inovasi dan
pengembangan produk baru.
b.
Menggunakan pendekatan khusus perusahaan, digerakan oleh tujuan korporasi dan
strategi-strategi yang telah ditegaskan sebagai strategi utama mereka.
c.
Menjadikan pengalaman sebagai modal untuk mencapai dan mempertahankan
keunggulan bersaing (Competitive advantage).
Universitas Sumatera Utara
d.
Membangun suatu lingkaran gaya manajemen, struktur organisasi dan dukungan
manajemen puncak yang kondusif guna mencapai tujuan spesifik produk baru serta
tujuan korporasi.
Kebanyakan perusahaan mengikuti proses pengembangan produk baru yang
dilakukan secara formal, biasanya dengan menjalankan strategi produk baru.
E.
Differensiasi Produk.
Diferensiasi adalah aktivitas untuk mendesain produk agar memiliki ciri khas
yang membedakannya dengan produk pesaing. Differensiasi ini memerlukan penelitian
penelitian pasar yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan
pengetahuan tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah
sedikit karakter produk, antara lain kemasan dan tema promosi tanpa mengubah
spesifikasi produk, meskipun itu diperbolehkan (Http:kopisusu.wordpress.com).
Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang tepat
sesuai keinginan konsumen potensial yang ingin dituju. Pasar akan melihat perbedaan
produk anda dan akan dibanding dengan produk pesaing, sehingga akan lebih mudah
mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut.
Kotler (2003:6) menyebutkan cara melakukan diferensiasi adalah sebagai
berikut:
a. Produk (fitur, performa, kesesuaian, daya tahan, kehandalan, kemampuan untuk
diperbaiki, gaya, desain).
b. Jasa (pengiriman, pemasangan, pelatihan bagi pelanggan, konsultasi dan perbaikan).
c. Tenaga kerja (kompentensi, keramahan, kredibilitas, keandalan, kecepatan,
kemampuan dalam memberikan respon, dan skill dalam berkomunikasi).
Universitas Sumatera Utara
d. Citra (simbol, media tertulis dan audio/video, suasana, dan peristiwa).
Mowen dan Michael (2002: 55) menyebutkan, differensiasi produk (product
differentiation) adalah proses memanipulasi bauran pemasaran untuk menempatkan
sebuah merek, sehingga para para konsumen dapat merasakan perbedaan yang berarti
antara merek tersebut dengan pesaingnya.
F.
Macam-macam Differensiasi Produk.
Menurut Kotler (2000: 329), diferensiasi produk dapat dibedakan menjadi:
a. Bentuk
b. Keistimewaan (Feature)
c. Mutu Kinerja
d. Mutu Kesesuaian
e. Daya Tahan (Durability)
f. Keandalan (Reability)
g. Mudah Diperbaiki
h. Gaya (Style)
i. Rancangan (Design)
G.
Perilaku Pembelian
Menurut Kotler (2003: 221) definisi dari perilaku pembelian adalah perilaku
pembelian berbeda diantara pasta gigi, raket tenis, kamera yang mahal dan mobil baru.
Keputusan yang lebih rumit biasanya melibatkan lebih banyak pelaku dan lebih banyak
kesadaran pembeli.
Universitas Sumatera Utara
Kotler membagi perilaku pembelian kedalam empat tipe perilaku pembelian
berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian dan tingkat perbedaan diantara merek.
1. Perilaku Pembelian Kompleks.
Konsumen berada dalam perilaku pembelian yang kompleks ketika mereka sangat
terlibat dalam pembelian dan mempunyai persepsi yang signifikan mengenai
perbedaan diantara merek. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang
kategori produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya, sehingga pemasar harus
menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut
produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya.
2
Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi
Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen mempunyai
keterlibatan yang tinggi dengan pembelian yang mahal, tidak sering atau beresiko,
namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Pembeli biasanya mempunyai respon
terhadap harga atau memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan
informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
3. Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam kondisi dimana konsumen mempunyai
keterlibatan rendah dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar merek
Konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan
kesetiaan terhadap merek. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara produk dan
konsumennya, misalnya dengan menciptakan produk yang melibatkan situasi atau
emosi personal melalui iklan.
4. Perilaku Pembelian Pencarian Variasi.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku ini terjadi dalam kondisi dimana konsumen mempunyai tingkat keterlibatan
yang rendah tetapi mempersepsikan adanya perbedaan merek yang signifikan.
Dalam kasus ini konsumen sering kali beralih merek. Perilaku demikian biasanya
terjadi pada produk–produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering
mencoba merek–merek baru.
H.
Cognitive Dissonance
Ketika orang menghadapi ketidak-konsistenan atau keraguan antara nilai atau
opini konsumen dan perilaku konsumen, konsumen cenderung merasa adanya
ketegangan didalam dirinya yang disebut ketidaksesuaian kognitif (cognitive
dissonance) (Lamb, 2001: 195).
Cognitive
Dissonance
dideskripsikan
sebagai
suatu
kondisi
yang
membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan
bersama. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan, dan tindakan
mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang
berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten
dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya.
Menurut Festinger, cognitive dissonance theory dibentuk dalam tiga konsep
yaitu:
a. Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka
menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap.
b. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuian psycological, lebih dari ketidaksesuaian
logical, dimana dengan meningkatkan ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi
yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
c. Disonansi
adalah konsep Psychological yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.
d. Disonansi adalah konsep psychological yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.
I.
Dimensi Cognitive Dissonance
Penelitian 22 item yang didesain oleh Sweeney, Hausknecht dan Soutar (200:
369) menyatakan bahwa cognitive Dissonance dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu:
Emotional, Wisdhom of Purchase, dan Concern Over the deal. Emotional adalah
ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang terhadap keputusan pembelian.
Wisdhom of Purchase adalah ketidaknyamanan yang dialami seseorang setelah
transaksi
pembelian,
dimana
mereka
bertanya-tanya
apakah
mereka
sangat
membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah memilih produk yang sesuai.
Concern Over the Deal adalah ketidaknyaman yang dialami seseorang setelah transaksi
pembelian dimana mereka bertanya-tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga
penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayan mereka. Dimensi ini
menghasilkan 22 item yang dapat digunakan untuk mengukur cognitive dissonance.
Tiga dimensi dari 22 item tersebut bukan hal yang baru untuk mengukur cognitive
dissonance karena sudah digunakan Sautar dan Sweeney (2003: 227) untuk cognitive
dissonance pada penelitian sebelumnya.
J.
Postpurchase Dissonance
Berdasarkan teori Dissonance Cognitive, ketidaksenangan atau ketidaksesuaian
muncul ketika seseorang konsumen memegang pemikiran yang bertentangan mengenai
suatu kepercayaan atau suatu sikap. Contohnya: ketika konsumen telah membuat suatu
Universitas Sumatera Utara
komitmen memberi uang muka atau memesan sebuah produk, terutama sekali untuk
produk yang mahal seperti kendaraan bermotor atau komputer, mereka sering mulai
merasa disonansi kognitif ketika mereka berpikir tentang keunikannya dan kualiatas
positif dari merek yang tidak dipilih.
Dissonansi cognitive yang timbul setelah terjadinya pembelian disebut
postpurchase Dissonance. Dimana pada purchase dissonance, konsumen memiliki
perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung
untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku
mereka (http:puslit.petra.ac.id).
Universitas Sumatera Utara
Download