PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan kebutuhan yang sangat vital untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan; b. bahwa untuk menjamin ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, maka pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dengan sistem irigasi yang berkelanjutan wajib dilakukan secara partisipatif melalui kelembagaan irigasi yang tugas, wewenang dan tanggung jawabnya diatur dengan Peraturan Daerah; c. bahwa ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Irigasi Kabupaten Pinrang dianggap perlu dilakukan penyesuaianpenyesuaian sehubungan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang irigasi; d. bahwa berdasarkan petimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b dan c perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang tentang Irigasi. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi,, (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor. 74,Tambahan Lembaran Nomor. 1822); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan 2 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 4493} yang telah ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Cara Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2225); Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pembangunan Partisifatif Kabupaten Pinrang. Dengan Persetujuan Barsama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PINRANG dan BUPATI PINRANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG TENTANG IRIGASI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pinrang. 3 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Bupati adalah Bupati Pinrang. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pinrang. Pemerintah Desa adalah pemerintah wilayah desa. Dinas adalah instansi Pemerintah Kabupaten yang membidangi irigasi. Air adalah semua air yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung didalamnya. Sumber air adalah tempat atau wadah air alam atau air buatan yang terdapat di atas ataupun di bawah permukaan tanah. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manejemen irigasi, kelembagaan pengolalaan irigasi dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan pada waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertaniaan dan keperluan lainnya. Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi. Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder. Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier. Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier kelahan pertaniaan pada saat diperlukan. Drainase adalah bangunan pembuangan/pengaliran air irigasi yang sudah tidak diperlukan pada suatu daerah irigasi tertentu. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan serta bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberiaan, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Jaringan irigsi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan bangunan pelengkapnya. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan yang terdiri dari saluran sekunder dan saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah termasuk bangunan didalamnya. Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai sarana pelayanan air irigasi dalam petak tersiar yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuangan, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya yang dikelola oleh masyarakat dan Pemerintah Desa. Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari saluran irigasi air tanah yang dimulai setelah bangunan pompa sampai lahan yang diairi. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. Masyarakat petani adalah kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang pertanian, baik yang telah bergabung dalam Oganisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air maupun petani lainnya yang belum tergabung dalam Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air. 4 26. Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut P3A adalah lembaga pengelolah irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis. 27. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut GP3A adalah Pekumpulan Petani Pemakai Air pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder atau satu daerah irigasi. 28. Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut IP3A adalah Perkumpulan dari Gabungan Perkumpulan Petani Pemekai Air GP3A. 29. Komisi irigasi adalah Lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pinrang untuk mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan Pengelolaan Irigasi. 30. Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi. 31. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh, memakai dan atau mengusahakan air dari sumber air untuk berbagai keperluan. 32. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air dari sumber air untuk kepentingan pertanian. 33. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan atau mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan usaha dan atau kepentingan sosial; 34. Hak guna pakai dan usaha air untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh, memakai dan mengusahankan air dari sumber air untuk kepentingan pengusahaan pertanian rakyat. 35. Pengembangan jaringan irigasi adalah pembangunan jaringan irigasi baru dan/atau penigkatan jaringan irigasi yang sudah ada. 36. Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi. 37. Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, penyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/banguan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. 38. Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya untuk menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar dapat berfungsi dengan baik. 39. Rehabilitas jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. 40. Asset irigasi adalah segala bentuk bangunan irigasi dan yang mendukung Pengelolaannya. 41. Pengelolaan Asset Irigasi adalah kegiatan yang ter-struktur, untuk pemeliharaan dan pendanaan sisten irigasi guna mencapai tingkat pelayanan yang ditetapkan dan keberlanjutan bagi pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi. (1) (2) (3) BAB II FUNGSI DAN TUJUAN IRIGASI Pasal 2 Irigasi berfungsi untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Irigasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), meliputi usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian. Sistem irigasi sebagaimana dimaksud Ayat (1) meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manejemen irigasi, kelembagaan pengolalaan irigasi dan sumber daya manusia. 5 Pasal 3 Keberlanjutan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi secara partisifatif melalui kelembagaan irigasi. BAB III KELEMBAGAAN IRIGASI Bagain Kesatu Lembaga Pengelola Irigasi Pasal 4 Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi. Maka di Daerah dibentuk Lembagaan Pengelola Irigasi yang meliputi Instansi Pemerintah Daerah yang membidangi irigasi, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan Komisi Irigasi. (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Pasal 5 Petani pemakai air wajib membentuk P3A pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa. P3A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder atau satu daerah irigasi. Gabungan perkumpulan petani pemakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) pada daerah layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi. Untuk mewujudkan keterpaduan pengelolaan sistem irigasi di Daerah dibentuk Komisi Irigasi. Dalam sistem irigasi yang multiguna dan multi fungsi, dapat diselenggarakan Forum Daerah Irigasi. Pasal 6 Komisi irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (4) dibentuk oleh Bupati dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pengurus komisi irigasi terdiri atas: a. ketua; b. ketua harian; c. sekretaris; d. ketua bidang bila dianggap perlu; dan e. anggota. Ketua sebagaimana pada ayat (2) huruf a, dijabat oleh kepala badan perencanaan pembangunan daerah. Ketua harian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b, dijabat oleh kepala dinas yang membidangi irigasi. Sekretaris sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri dari: a. sekretaris I yang dijabat oleh kepala sub dinas yang membidangi pengembangan dan pengelolaan irigasi; dan b. sekretaris II yang dijabat oleh kepala sub dinas atau kepala seksi yang membidangi pemanfaatan air pada dinas pertanian. Ketua bidang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf e, diketuai oleh wakil/unsur non pemerintah dari wakil/unsur P3A atau pengguna jaringan irigasi lainnya. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dapat dikelompokkan sesuai dengan kelompok bidang yang diperlukan dan disepakati. Apabila diperlukan, komisi irigasi dapat dibantu oleh tenaga ahli yang sudah berpengalaman dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi. tenaga ahli sebagaimana yang dimaksud pada ayat (8) diusulkan oleh ketua komisi irigasi dan ditetapkan oleh Bupati. 6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pasal 7 Keanggotaan komisi irigasi terdiri dari a. Wakil dari Pemerintah Daerah; b. Wakil dari perkumpulan petani pemakai air; c. Wakil dari kelompok pengguna jaringan irigasi Keanggotaan Komisi Irigasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dan c diplih secara proporsional dengan prinsip keterwakilan dari daerah irigasi hulu, tengah, hilir, luas daerah irigasi dan tingkatan jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Wakil pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari: a. wakil sekretariat daerah; b. wakil dinas teknis yang membidangi irigasi; c. wakil dinas teknis yang membidangi pertanian; d. wakil lembaga/badan yang membidangi perencanaan dan pembangunan daerah; dan e. wakil dinas teknis lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan irigasi. Wakil P3A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipilh oleh anggota secara demokrasi untuk diusulkan dan ditetapkan oleh Bupati. Untuk pemerataan peningkatan keikutsertaan anggota dari P3A sebagaimana dimasud pada ayat (4) dilakukan pada wakil P3A selambat-lambatnya setiap 3 (tiga) tahun melalui pemilihan secara demokratis. Wakil kelompok pengguna jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas anggota kelompok bersangkutan yang dipilh oleh anggota kelompoknya secara demokratis untuk diusulkan dan ditetapkan oleh Bupati. Susunan organisasi, tata kerja dan keanggotaan komisi irigasi diatur dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8 Komisi Irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 5, mempunyai tugas membantu Bupati dalam hal: a. perumusan kebijakan Daerah untuk mempertahankan, meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b. perumusan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi; c. perumusan rencana tahunan penyediaan air irigasi; d. perumusan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya di luar pertanian; e. merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi; dan f. memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan beririgasi baik beririgasi teknis maupun non teknis. Bagian Kedua Wewenang, Tanggung Jawab dan Partisipasi Pemerintah dan Masyarakat Paragraf Kesatu Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Pasal 9 Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi meliputi : a. Menetapkan kebijakan Daerah dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi Nasional dan 7 b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Propinsi Sulawesi Selatan dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; Melaksanakan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang utuh dalam Daerah; Melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang utuh dalam Daerah yang luasnya kurang dari 1.000 ha; Memberi izin penggunaan dan pengusahaan air tanah untuk kepentingaan irigasi; Menjaga efektifitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang utuh dalam daerah; Menjaga efektifitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang utuh dalam daerah yang luasnya kurang dari 1.000 ha; Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar daerah irigasi yang berada dalam Daerah yang berkaitan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi; Memberikan bantuan kepada masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawab masyarakat petani atas permintaannya berdasarkan prinsip kemandiriaan; Membentuk komisi irigasi; Melaksanakan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air; dan memberikan izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam Daerah. Pasal 10 Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Desa meliputi : a. Melaksanakan peningkatan dan pengelolaan sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah desa; b. menjaga efektifitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan peningkatan sistem irigasi pada daerah irigasi yang dibangun oleh pemerintah desa; dan c. menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi yang dibangun oleh pemerintah desa. Pasal 11 Pemerintah Daerah dapat menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain, Pemerintah Propinsi, atau Pemerintah Pusat dalam hal pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan atau jaringan sekunder atas dasar kesepakatan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan. Paragraf Kedua Wewenang dan Tanggung Jawab Masyarakat Pasal 12 Wewenang dan tanggung jawab masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi meliputi : a. Pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier; b. menjaga efektifitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier; dan c. memberikan persetujuan pembangunan, pemanfaatan, perubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi tersier berdasarkan pendekatan partisifatif. 8 Bagian Ketiga Partisipasi (1) (2) Pasal 13 Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari awal pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partisipasi masyarakat petani dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran, waktu, tenaga, material ataupun dana berdasarkan kemauan dan kemampuan yang dilakukan secara perorangan ataupun disalurkan melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di wilayah kerjanya masing-masing. Pasal 14 Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi. Bagian Keempat Pemberdayaan Lembaga Irigasi (1) (2) Pasal 15 Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pembinaan dan pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air. Dalam hal pembinaan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah dapat memberi bantuan kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai strategi dan program pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diatur dengan Keputusan Bupati. Pasal 17 Dalam rangka Pengembangan Teknologi di bidang Irigasi, Pemerintah Daerah berwewenang untuk : a. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi, hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat petani; b. Mendorong masyarakat petani untuk menerapkan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan, dan sumber daya lokal; c. Memfasilitasi dan meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang irigasi; dan d. Memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi dalam bidang irigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB IV PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI Pasal 18 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi dilaksanakan untuk menjamin keberlangsungan fungsi Irigasi dan pemenuhan kebutuhan air untuk kepentingan Pertanian, keperluan usaha dan kepentingan sosial . 9 Pasal 19 Pengembangan dan pengelolaan sisitem irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 18, dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi dan satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan. Pasal 20 Dalam hal pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, harus melibatkan semua pihak yang terkait dan mengutamakan kepentingan masyarakat petani. Pasal 21 Pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi yang dilaksanakan oleh Perseorangan atau badan usaha badan social, pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Pasal 22 Pemerintah Daerah dapat menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain, Pemerintah Propinsi, atau Pemerintah Pusat dalam hal pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan atau jaringan sekunder atas dasar kesepakatan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan. BAB V PENGEMBANGAN IRIGASI Bagian Kesatu Pembangunan Jaringan Irigasi Pasal 23 (1) (2) (3) (4) (5) Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pembangunan jaringan irigasi primer dan sekunder. Pembanguan jaringan irigasi primer dan sekunder dapat dilaksanakan oleh perkumpulan petani pemakai air sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya berdasarkan izin dari Bupati. Pembangunan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak mampu melaksanakan pembangunan jaringan irigasi tersier yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, Pemerintah Daerah dapat membantu pembangunan jaringan irigasi tersier berdasarkan permintaan dari perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. Badan usaha, badan sosial, atau perorangan yang memanfaatkan air dari sumber air melalui jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dapat membangun jaringannya sendiri setelah memperoleh izin dan persetujuan dari Bupati. Bagian Kedua Peningkatan Jaringan Irigasi Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam peningkatan jaringan irigasi primer dan sekunder. (2) Peningkatan jaringan irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya berdasarkan izin dari Bupati. (3) Peningkatan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. 10 (4) Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak mampu melaksanakan peningkatan jaringan irigasi tersier yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, Pemerintah Daerah dapat membantu peningkatan jaringan irigasi berdasarkan permintaan perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. (5) Peningkatan jaringan irigasi oleh Badan usaha, badan sosial, atau perorangan yang memanfaatkan air dari sumber air melalui jaringan irigasi yang dibangunnya, dapat dilakukan setelah memperoleh izin dan persetujuan desain dari Bupati. Pasal 25 (1) Perubahan dan/atau Pembongkaran jaringan irigasi primer dan sekunder yang mengakibatkan perubahan bentuk dan fungsi jaringan primer dan sekunder dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati. (2) Pengubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi tersier harus mendapat persetujuan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. Bagian Ketiga Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pasal 26 (1) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi weweng dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. (2) Pekumpulan Petani Pemakai Air dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (3) Pekumpulan Petani Pemakai Air dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder. (4) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder dilaksanakan atas Rencana Tahunan Operasi dan Pemeliharaan yang disepakati bersama secara tertulis antara Pemerintah Daerah, Pekumpulan Petani Pemakai Air, dan pengguna jaringan irigasi di setiap daerah irigasi. (5) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab Pekumpulan Petani Pemakai Air. (6) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi milik badan usaha, badan sosial, atau perseorangan menjadi tanggung jawab pihak yang bersangkutan. (7) Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya jaringan irigasi dan prasarananya, dan/atau menyebabkan pencemaran air irigasi. Pasal 27 Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak manpu melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, pemerintah daerah memberikan bantuan dan/atau dukungan fasilitas berdasarkan permintaan dari perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. Pasal 28 Pemerintah Daerah menetapkan waktu pengeringan dan bagian jaringan irigasi yang akan dikeringkan untuk keperluan pemeriksaan atau pemeliharaan jaringan irigasi setelah berkonsultasi dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air. Pasal 29 Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan pengamanan jaringan irigasi yang bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan irigasi yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah Daerah, Perkumpulan Petani Pemakai Air, dan pihak lain sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. 11 Pasal 30 (1) Dalam rangka pengamanan jaringan irigasi, Pemerintah Daerah menetapkan garis sempadan pada jaringan irigasi. (2) Untuk mencegah hilangnya air irigasi dan rusaknya jaringan irigasi, Pemerintah daerah menetapkan larangan membuat/melakukan galian pada jarak tertentu di luar garis sempadan. (3) Untuk keperluan pengamanan jaringan irigasi, setiap orang atau badan usaha dilarang : a. mengubah dan/atau membongkar bangunan pelengkapnya, kecuali atas Persetujuan Bupati ; irigasi serta bangunan b. membuang sampah, benda cair atau benda lainnya yang mengakibatkan terhambatnya aliran air dan pencemaran air irigasi, dan c. menggembalakan atau menambatkan hewan ternak dan menanam tanaman pada jaringan irigasi; d. Menyadap irigasi diluar bangunan sadap yang telah ditetapkan; (4) Untuk keperluan keberlanjutan fungsi jaringan irigasi, dilarang mendirikan bangunan parmanen atau semi parmenen di dalam garis sempadan jaringan irigasi, atau yang melintasi saluran irigasi, kecuali atas izin dan persetujuan desain dari Bupati. (5) Izin dan persetujuan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dalam bentuk Keputusan Bupati. Pasal 31 Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, penetapan garis sempadan jaringan irigasi, dan pengamanan jaringan irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Rehabilitasi Jaringan Irigasi Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan bertanggung jawab dalam rehabilitasi jaringan irigasi primer dan sekunder. (2) Perkumpulan Petani Pemakai Air dapat berperan serta dalam rehabilitasi jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (3) Rehabilitasi jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab Perkumpulan Petani Pemakai Air. (4) Dalam hal perkumpulan Petani Pemakai Air tidak mampu melaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi tersier yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, Pemerintah Daerah dapat membantu rehabitasi jaringan irigasi tersier berdasarkan permintaan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. (5) Badan Usaha, Lembaga Sosial, Perseorangan, atau Perkumpulan Petani Pemakai Air bertanggung jawab untuk rehabilitasi jaringan irigasi yang dibangunnya. Pasal 33 (1) Rehabilitasi atau pembongkaran jaringan irigasi yang mengakibatkan perubahan fungsi jaringan irigasi primer dan sekunder harus dengan Persetujuan Bupati. (2) Pengubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi tersier harus mendapat persetujuan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air. (3) Waktu pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi harus dijadwalkan dalam Rencana Tata Tanam. (4) Waktu pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasi yang direncanakan atau peningkatan jaringan irigasi dapat dilakukan paling lama 4 (empat) bulan. 12 (5) Waktu pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasi akibat keadaan darurat dapat dilakukan paling lama 6 ( enam) bulan. Bagian Kelima Pembiayaan Pengembangan Jaringan irigasi Pasal 34 (1) (2) (3) (4) Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi terseir menjadi tanggung jawab Perkumpulan Petani Pemakai Air. Pembiayaan pengembagan bangunan-sadap, saluran sepanjang 50 meter dari bangunan-sadap, boks tersier, dan bangunan pelengkap tersier lainnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi yang diselenggarakan oleh badan usaha, badan social, atau perseorangan ditanggung oleh yang bersangkutan Pasal 35 Mekanisme pembiayaan pengembangan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 34 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENGELOLAAN IRIGASI Bagian Pertama Pengelolaan Air Irigasi (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4) Pasal 36 Pemberian Hak Pengelolaan Air Irigasi diberikan dalam bentuk : a. Hak Guna Pakai Air Irigasi; b. Hak Guna Usaha Air Irigasi; dan c. Hak guna Usaha dan Pakai Air Irigasi Hak guna pakai air irigasi Sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, diberikan Kepada masyarakat petani untuk memperoleh, memakai dan atau mengusahakan air dari sumber air untuk keperluan pertanian. Hak guna usaha air irigasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, diberikan kepada perorangan atau Badan Usaha atau Lembaga Sosial untuk memperoleh dan atau memakai dan atau mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan usaha dan atau kepentingan sosial. Hak guna usaha dan pakai air irigasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, diberikan kepada Perorangan atau Badan Usaha untuk memperoleh, memakai atau mengusahankan air dari sumber air untuk kepentingan usaha pertanian rakyat. Pasal 37 Pengelolaan Hak Guna Pakai Air Irigasi sebagai mana dimaksud Pasal 36 ayat (2), diberikan kepada masyarakat petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air dan atau pertanian yang berada didalam sistem irigasi yang sudah ada. Hak Guna Pakai Air Irigasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada setiap daerah irigasi di pintu pengambilan pada bangunan utama. Hak Guna Pakai Air Irigasi yang ditingkatkan diberikan kepada masyarakat petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air berdasarkan permohonan izin Peningkatan Pemakaian Air untuk Irigasi. Hak Guna Pakai Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan atas izin Bupati dalam bentuk Keputusan Bupati yang dilengkapi dengan rincian daftar petak primer, petak sekunder, dan petak tersier yang mendapatkan air. 13 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) Pasal 38 Pengelolaan Hak Guna Usaha Air Irigasi untuk keperluan usaha dan kepentingan sosial sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) diberikan berdasarkan persetujuan Bupati. Persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang tentang Irigasi dan diberikan dalam bentuk Keputusan Bupati kepada perorangan atau Badan Usaha atau Lembaga Sosial berdasarkan permohonan yang bersangkutan. Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan secara selektif dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan penggunaan air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian. Pemberian Izin Hak Guna Usaha Air irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk daerah layanan tertentu paling lama 5 (Lima) tahun dan dapat diperpanjang atas permintaan yang bersangkutan setelah dilakukan evaluasi dan pengkajian ulang terhadap kesesuaian Hak Guna Usaha Air Irigasi dengan penggunaan air dan ketersediaan air pada sumbernya. Hasil evaluasi dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan Bupati sebagai dasar untuk melanjutkan atau menyesuaikan atau mencabut Hak Guna Usaha Air Irigasi. Hak Guna Usaha Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat disewa belikan dan atau dipindah tangankan, baik sebahagian maupun seluruhnya. Pasal 39 Pengelolaan Hak Guna Usaha Air Irigasi yang diperuntukkan untuk Pengembangan (perluasan lahan) yang akan melaksanakan pembangunan sistem irigasi baru, atau peningkatan sistem irigasi yang sudah ada, harus dengan persetujuan Bupati dalam bentuk Keputusan Bupati berdasarkan permohonan izin prinsip alokasi air dari Pengembang. Bupati dapat menyetujui atau menolak permohonan izin prinsip alokasi air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengembang berdasarkan hasil pengkajian/penelitian dengan memperhatikan ketersediaan air, kebutuhan air irigasi, aspek lingkungan, dan kepentingan lainnya. Pasal 40 (1) (2) (3) (4) Pengelolaan Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 36 Ayat (4), yang diperuntukkan untuk usaha pertanian rakyat diberikan berdasarkan izin Bupati dalam bentuk keputusan Bupati berdasarkan permohonan izin Hak Guna Usaha Air Untuk Irigasi dari yang bersangkutan; Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Bukti Identitas Diri dan atau Badan Usaha pemohon; b. Rincian letak, luas dan batas-batas daerah yang akan di layanani; c. Bukti persetujuan dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang wilayah kerjanya meliputi daerah layanan yang dimohon; dan d. Surat pernyataan bahwa pengusahaan air irigasi yang dimohon untuk keperluan Pertanian; : e. Surata Pernyataan tidak akan mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan terhadap keberlanjutan fungsi jaringan irigasi; dan f. Suarat Pernyataan Sanggup membiayai pemeliharaan jaringan irigasi sampai radius 50 (lima puluh) meter dari titik pengambilan atau bangunan utama; Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk daerah layanan tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang. Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), akan dilakukan evaluasi dan penggkajian setiap 5 (lima) Tahun oleh Bupati terhadap 14 (5) (1) (2) kesesuaian antara Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi dimaksud dengan penggunaan air dan ketersediaan air pada sumbernya. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan Bupati sebagai dasar untuk melanjutkan atau menyesuaikan, atau mencabut Izin Hak Guna Usaha dan Pakai Air dimaksud. Pasal 41 Pembebanan biaya atas jasa layanan, dibenbakan kepada petani pengguna jasa berdasarkan tarif yang telah ditetapkan oleh pemegang Izin Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi. Penentuan dan perubahan tarif jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemegang izin Hak Guna Usaha dan Pakai Air Irigasi setelah mendapat persetujuan Perkumpulan Petani Pemakai Air. Pasal 42 Bupati sesuai dengan kewenangannya : (1) Menerima, melayani dan atau melakukan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat dan atau dugaan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (2). (2) Memberikan teguran, peringatan, atau mencabut izin Hak guna Usaha dan Pakai Air Irigasi dimaksud, apabila ditemukan bukti yang cukup atas pengaduan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1). Bagian Kedua Penyediaan Air Irigasi (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 43 Penyediaan air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan yang direncanakan berdasarkan pada prakiraan ketersediaan air pada sumbernya dan digunakan sebagai dasar penyusunan rencana tata tanam; Penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dalam rencana tahunan penyediaan air irigasi pada setiap daerah irigasi. Rancangan rencana tahunan penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud ayat (2) disusun oleh Dinas berdasarkan usulan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang dibahas dan disepakati oleh Komisi Irigasi dan ditetapkan denga Keputusan Bupati. Penyusunan rencana tata tanam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas berdasarkan usulan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang dibahas dan disepakati oleh Komisi Irigasi dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Dalam hal ketersediaan air dari sumber air tidak mencukupi, sehingga menyebabkan rencana penyediaan air yang mengakibatkan perubahan alokasi air untuk irigasi, perkumpulan petani pemakai air menyesuaikan kembali rancangan rencana tata tanam di daerah irigasi yang bersangkutan. Bagian Ketiga Pengaturan Air Irigasi (1) (2) (3) Pasal 44 Pelaksanaan pengaturan air irigasi dilaksanakan berdasarkan atas rencana tahunan pembagaian dan pemberian air irigasi. Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi disusun oleh Dinas berdasarkan usulan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang dibahas dan disepakati oleh Komisi Irigasi dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pelaksanaan pembagian dan pemberian air irigasi sebagaimana dimaksud ayat (2) , yang dimulai dari petak primer, sekunder sampai dengan tersier dilakukan oleh pelaksana pengelolaan irigasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 15 (1) (2) Pasal 45 Pembagian air irigasi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder dilakukan melalui bangunan bagi atau bangunan bagi-sadap yang telah ditentukan. Pembagian air irigasi ke petak tersier dilakukan melalui bangunan sadap atau bangunan bagi-sadap yang telah ditentukan. Bagian Keempat Koordinasi Pengelolaan Sisten Irigasi (1) (2) (3) Pasal 46 Koordinasi pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi dilakukan melalui Komisi Irigasi atau forum koordinasi daerah irigasi. Dalam melaksanakan koordinasi pengelolaan sistem irigasi, Komisi Irigasi dapat mengundang pihak lain yang berkepentingan guna menghadiri sidang-sidang komisi untuk memperoleh informasi yang diperlukan; Koordinasi pengelolaan sistem irigasi yang jaringannya berfungsi multiguna pada satu daerah irigasi dapat dilaksanakan melalui forum koordinasi daerah irigasi. Bagian Kelima Penggunaan Air Irigasi (1) (2) (1) (2) Pasal 47 Penggunaan air irigasi pada tingkat tersier menjadi hak dan tanggung jawab Perkumpulan Petani Pemakai Air. Penggunaan air irigasi dilakukan dari saluran tersier atau saluran kuarter pada tempat pengambilan yang telah ditetapkan oleh P3A. Pasal 48 Dalam hal penggunaan air irigasi tidak mencukupi, maka pengaturan air irigasi dilakukan secara bergilir. Pengaturan air Irigasi secara bergilir sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 49 Segala bentuk Penggunaan air yang bersumber dari air permukaan, cekungan air dan atau air bawah tanah harus mendapat persetujuan Bupati. Bagian Keenam Asset Irigasi (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 50 Asset Irigasi merupakan bangunanan jaringan irigasi yang dilengkapi dengan bangunan jaringan drainase dan merupakan satu kesatuan bangunan jaringan irigasi. Aset irigasi terdiri dari bangunan jaringan irigasi dan bangunan pendukung pengelolaan irigasi. Bangunan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud ayat (1), berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air agar tidak mengganggu produktivitas lahan. Kelebihan air yang dialirkan sebagaimana dimaksud ayat (2), harus memenuhi pensyaratan mutu sesuai Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah Daerah, Perkumpulan Petani Pemakai Air, dan masyarakat berkewajiban menjaga keberlangsungan fungsi drainase. 16 Bagian Ketujuh Pengelolaan Aset Irigasi (1) (2) (3) Pasal 51 Pengelolaan asset irigasi mencakup inventarisasi, perencanaan pengelolaan, pelaksanaan pengelolaan, dan evaluasi pengelolaan aset irigasi, serta pemutahiran hasil inventarisasi aset irigasi. Aset irigasi terdiri dari jaringan irigasi dan pendukung pengelolaan jaringan irigasi. Pengelolaan asset irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi Pasal 52 (1) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. (2) Pembiayaan pengelolahan jaringan irigasi primer dan sekunder didasarkan atas angka kebutuhan nyata pengelolaan irigasi pada setiap daerah irigasi. (3) Perhitungan angka kebutuhan nyata pengelolaan irigasi pada setiap daerah irigasi dilakukan Pemerintah Daerah bersama dengan perkumpulan petani pemakai air berdasarkan penelusuran jaringan dengan memperhatikan kontribusi perkumpulan petani pemakai air. (4) Prioritas penggunaan biaya pengelolaan jaringan irigasi pada setiap daerah irigsi disepakati Pemerintah Daerah bersama dengan P3A. Pasal 53 (1) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi terseir menjadi tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya. (2) Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak mampu membiayai pengelolaan jaringan irigasi terseir yang menjadi tanggung jawabnya, Pemerintah Daerah dapat membantu pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi tersebut, berdasarkan permintaan dari perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. (3) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun oleh badan usaha, badan social, atau perseorangan ditanggung oleh masing-masing. (4) Pengguna jaringan irigasi wajib ikut serta dalam pembiayaan pengololaan jaringan irigasi yang dibangun oleh pemerintah. Pasal 54 Pembiayaan operasional Komisi Irigasi dan forum koordinasi daerah irigasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Pasal 55 Mekanisme pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 51, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENGAWASAN (1) (2) Pasal 56 Dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada setiap daerah irigasi dilaksanakan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi : 17 a. pemantauan dan evaluasi terhadap kesesuai norma, standar, pedoman, dan manual, pengembangan dan pengelolaan system irigasi; b. pelaporan; c. pemberian rekomendasi;dan d. penertiban; Pasal 57 Peranan masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 Ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan laporan atau pengaduan terhadap dugaan kesalahan pengembangan dan pengelolaan irigasi kepada pihak yang berwenang. Pasal 58 Perkumpulan petani pemakai air, badan usaha, badan social, dan perseorangan menyampaikan laporan kepada Pemerintah terhadap pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawabnya kepada Pemerintah Daerah. Pasal 59 Dalam upaya melaksanakan pengamanan pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi di Daerah dapat dibentuk Kepolisian khusus pengamanan jaringan irigasi. Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Bupati. (1) (2) (3) BAB VIII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 61 Dalam hal terjadi sengketa dalam sistem irigasi, maka lembaga irigasi dimana terjadi sengketa mengupayakan penyelesaian atau perdamaiannya melalaui musyawarah bersama. Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana yang dimaksud Ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, maka kedua belah pihak dapat menempuh jalur hukum. Apabila upaya penyelesaian atau perdamaian sebagaimana dimaksud Ayat (1) dan upaya Pengadilan tidak dilakukan maka kedua belah pihak dapat menempuh cara arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan . BAB VIII GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI Pasal 62 Setiap orang atau Badan ataupun Lembaga yang merasa dirugikan akibat kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. (1) (2) Pasal 63 Kerusakan jaringan irigasi dan atau prasarananya, yang mengakibatkan berubahnya fungsi atapun kepentingan keberlanjutran fungsi jaringan irigasi yang disebabkan oleh tindakan Orang perorang atau Badan Usaha atau lembaga lain, maka Lembaga irigasi dapat mengajukan gugatan terhadap yang bersangkutan. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk melakukan tindakan perbaikan untuk mengembalikan fungsi dan keberlanjutan irigasi dan atau gugatan membayar ganti rugi atas pengeluaran nyata perbaikan irigasi . 18 (1) (2) (1) (2) BAB IX PENYIDIKAN Pasal 64 Wewenang untuk melakukan penyidikan, selain oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga dapat dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang irigasi dan diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) berwewenang untuk : a. melakukan pemeriksaan atas laporan atau keterangan tentang adanya tindak pidana irigasi; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana irigasi; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sabagai saksi atau tersangka dalam perkara tidak pidana irigasi; d. melakukan pemeriksaan prasarana irigasi dan menghentikan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; e. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan untuk melakukan tidak pidana sebagai alat bukti; f. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan dan mengirimkannya kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau; g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti permulaan yang cukup atau peristiwa tersebut bukan tindak pidana; Pasal 65 Pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada memberitahukan dan melaporkan waktu bdimulainya penyidikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesi. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia. ayat (2) penyidik ayat (2) penyidik BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 66 (1). Setiap orang atau badan atau Lembaga dilarang untuk : a. Melakukan pembangunan sistim irigasi baru, atau peningkatan sistim irigasi yang sudah ada tanpa memperoleh izin prinsip dari Bupati; b. Memanfaatkan air dari sumber air melalui jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dengan membangun jaringan sendiri tanpa memperoleh izin dan persetujuan desain dari Bupat; c. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya jaringan irigasi dan atau prasarananya, dan atau mengakibatkan pencemaran air irigasi; (2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1), diancam pidana kurungang penjara paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ). Pasal 67 (1). Setiap Orang atau Badan Atau Lembaga dilarang untuk : a. Melakukan penggunaan air irigasi yang diambil dari sumber air permukaan dan/atau dari cekungan air tanah tanpa memperoleh izin dari Bupati; b. Melakukan pemanfaatan air dari sumber air melalui jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dengan meningkatkan jaringannya sendiri tanpa memperoleh izin Bupati; atau 19 c. Melakukan pengubahan dan/atau pembongkaran bangunan irigasi serta bangunan lain yang ada atau mendirikan bangunan lain di dalamnya, di atas, atau yang melintasi saluran irigasi tanpa izin Bupati; (2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1), diancam pidana dengan kurungan penjara paling lama 5 (lima) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- ( tigapuluh juta rupiah ). Pasal 68 (1). Setiap Orang atau Badan atau Lembaga tidak diperkenangkan untuk : a. Menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruhnya Hak Guna Air Irigasi atau Melakukan penggunaan air irigasi dari saluran tersier atau saluran kuarter di luar tempat yang telah ditetapkan oleh perkumpulan petani pemakai air tanpa izin Bupati; atau b. Melakukan pengunaan air irigasi dari saluran tersier atau saluran kuarter di luar tempat yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air tampa persetujuan Perkumplan Pemakai Air dan mendapat izin Bupati; (2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1), diancam pidana dengan kurungan penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ). Pasal 69 (1). Setiap Orang atau Badan Atau Lembaga dilarang untuk : a. Melakukan pembangunan sistem irigasi baru, atau meningkatkan sistem irigasi yang sudah ada tanpa memperoleh izin prinsip alokasi air dari Bupati; atau b. Melakukan pemanfaatan air dari sumber air melalui jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dengan membangun jaringan sendiri tanpa memperoleh izin dan persetujuan desain dari Bupati; atau c. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya jaringan irigasi dan prasarananya, dan/atau mengakibatkan pencemaran air irigasi; 2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1), diancam pidana dengan kurungan penjara paling lama 3 (tigat) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- ( lima belas juta rupiah ). Pasal 70 (1). Setiap Orang, Badan atau Lembaga dilarang melakukan : a. Penggunaan air irigasi yang diambil dari sumber air permukaan dan/atau dari cekungan, air tanah tanpa memperoleh izin Bupati b. Pemanfaatan air melalui jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dengan meningkatkan jaringannya sendiri tanpa memperoleh izin dan persetujuan desain dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5); atau c. Mengubah dan atau membongkar bangunan irigasi serta bangunan pendukung lainnya yang ada, mendirikan bangunan lain di dalam, di atas, atau yang melintasi saluran irigasi tanpa izin dari Bupati. 2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1), dapat diancam dengan kurungan pidana penjara paling lama 2 (dua) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ). Pasal 71 (1). Setiap Orang atau Badan atau Lembaga dilarang untuk : a. Menyewakan atau memindah tangankan sebagian atau seluruhnya Hak Guna Air dan Pakai Air untuk irigasi ; b. Melakukan pengunaan air irigasi dari saluran tersier atau saluran kuarter di luar tempat yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air tanpa persetujuan Perkumpulan Pemakai Air dan mendapat izin Bupati; (2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Ayat (1). diancam pidana dengan kurungan penjara paling lama 2 (dua) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ). 20 BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 72 Setiap kegiatan usaha yang tidak memiliki izin pengusahaan air irigasi atau izin pengusahaan air irigasi untuk keperluan pertanian rakyat, pada saat Peraturan daerah ini ditetapkan, wajib menyesuaikan menurut ketentuan berdasarkan Peraturan Daerah ini Selambat-lambatnya1 (satu) Tahun sejak di udangkannya Peraturan Daerah ini. Pasal 73 Dengan diundangkannya Peraturan Daerah ini, maka setiap kegiatan yang berkaintan dengan pengembangan dan pengelolaan irigasi, wajib menyesuaikan menurut ketentuan berdasarkan Peraturan Daerah ini selambat-lambatnya 1 Tahun setelah Peraturan Daerah ini diundangkan . BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 74 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Irigasi Kabupaten Pintang (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 3) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 75 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pinrang . Ditetapkan di Pinrang Pada tanggal 7 April 2008 BUPATI PINRANG, ttd H. A. NAWIR Diundangkan di Pinrang Pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PINRANG, ttd Drs. H.M. ALI USMAN, M.Si Pangkat : Pembina Utama Madya NIP : 010 092 424 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PINRANG TAHUN : 2008 NOMOR 18