Merlinda Kemala Dewi _C34062711

advertisement
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Hijau
Kerang hijau merupakan salah satu jenis kerang moluska (binatang lunak)
bercangkang dua (bivalva) dengan insang berlapis-lapis (lamellibranchia),
berkaki kapak (pelecypoda) dan umumnya hidup di laut. Kerang hijau memiliki
warna cangkang bagian luar yang khas mulai dari hijau hingga cokelat.
Cangkang bagian luar terdapat garis-garis lengkung yang bentuknya mengikuti
pinggiran cangkang. Garis-garis lengkung ini disebut garis pertumbuhan atau
garis umur (Asikin 1982). Kerang hijau dewasa memiliki ukuran panjang 4-6 cm
dengan lebar yang biasanya setengah dari ukuran panjangnya.
Sistematika kerang hijau menurut taksonominya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Pratt 1935).
Phylum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda
Sub Kelas
: Lamellibranchia
Ordo
: Anisomyaria
Famili
: Mytilidae
Genus
: Perna
Spesies
: Perna viridis
Perna merupakan salah satu jenis Mytilinae, genus lain adalah Mytilus.
Pada kerang dewasa antara Perna dan Mytilus dapat dibedakan pada bekas otot
penghubung yang meninggalkan pola pada cangkang bagian dalam, selain itu
selalu ada otot adductor anterior pada Mytilus juga pada individu yang masih
muda, sedangkan pada Perna tidak ditemukan adanya otot tersebut (Vakily 1989).
Bentuk kerang hijau dari Perna viridis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerang hijau (Perna virdis)
Sumber : www.indonetwork.co.id
Kerang hijau mempunyai bentuk tubuh agak pipih, cangkangnya padat,
memanjang dan mempunyai umbo (puncak cangkang) yang mengarah pada tepi
ventral. Pada daerah tropis, seperti Indonesia, kerang dapat berkembang biak
dengan baik sepanjang tahun. Sekali perkembangbiak keturunan yang dihasilkan
sebanyak 300.000 individu (Suwigyo et al. 1997). Mekanisme makan kerang
hijau, yaitu dengan cara memompakan air ke dalam tubuhnya dengan gerakan
cilia dan menyaring partikel mikroskopis. Partikel-partikel ini dilewatkan melalui
insang dan akhirnya memasuki perut. Proses ini meyebabkan terkumpulnya
plankton, bakteri, senyawa kimia dan partikel-partikel kecil lainnya di dalam
saluran pencernaan kerang (Broom 1985).
Pertumbuhan kerang hijau membutuhkan suhu berkisar ±30 0C; pH
berkisar 7,6-8,2; salinitas berkisar 29-3‰ dan kedalaman antara 5-5,6 m serta
kecerahan berkisar antara 260-400 cm. Kementerian Negara Lingkungan Hidup
menyebutkan dalam laporan tahunan mengenai kondisi lingkungan
lingkungan perairan untuk
kehidupan yang baik bagi kerang hijau seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan lingkungan kerang hijau
Parameter jenis
DO (mg/l)
pH
Salinitas (‰)
Suhu (0C)
Nitrat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
Nilai
3 - 8
6,5 - 9
26 - 35
15 - 32
2,5 - 3
0,5 - 3
Sumber : Kantor Menteri Negara KLH dan LON LIPI (1984) diacu dalam Porsepwandi (1998).
2.2
Komposisi Kimia Kerang Hijau
Kerang hijau merupakan salah satu hewan laut yang sudah lama dikenal
sebagai sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau. Kerang ini
merupakan hewan moluska yang sudah dikenal masyarakat, disamping kerang
darah dan kerang bulu. Daging kerang hijau sangat lunak dan berair. Daging yang
segar umumnya berwarna putih atau orange mengkilap. Daging kerang hijau juga
mengandung mineral-mineral kalsium, fosfor, besi, iodium, dan tembaga serta
dalam jumlah kecil thiamin, riboflavin, dan niasin (Anonim 2008).
Persentase daging kerang hijau lebih besar dibandingkan dengan
kekerang-kerangan yang lain, seperi kerang darah dan kerang bulu. Kandungan
gizi kerang hijau terdapat dalam daging yang beratnya 30% dari berat
keseluruhan, artinya dalam 10 gram berat keseluruhan kerang hijau terdapat
3 gram daging yang sangat potensial untuk dimanfaatkan (Porsepwandi 1998).
Komposisi kimia kerang hijau dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia kerang hijau dalam 100 gram bahan
Komponen
Abu (%)
Air (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Jumlah
1,3-2,0
78
0,4 - 2,4
7,1 - 16,7
2,3 - 4,9
133
170
Sumber : Dore (1991).
2.3
Mineral dan Fungsinya
Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang
sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein
dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berbagai unsur
anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua
mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial.
Mineral esensial adalah mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis
makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsurunsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral
makro dan mineral mikro.
Mineral makro diperlukan untuk membentuk
komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral yang diperlukan
dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi
sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang peranannya dalam tubuh
makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil.
Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang
bersangkutan, disamping mengakibatkan keracunan, mineral juga dapat
menyebabkan penyakit defisiensi.
2.3.1
Mineral makro
Menurut Spears (1999) mineral makro merupakan mineral yang
diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar meliputi kalsium, fosfor,
kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium. Beberapa unsur mineral makro yang
dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut:
a)
Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh,
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan
gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit.
Peranan kalsium di dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi
sel, seperti untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan
menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon
dan faktor pertumbuhan, selain itu juga fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan
dan perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat
organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak
larut, contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat.
Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi
kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat
menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran cerna sehingga
mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya.
Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress seharihari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dinamakan
juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin
D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Konsumsi kalsium
hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan
batu ginjal dan juga konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2001). Angka
kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium
Usia
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-9 tahun)
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
200-400
500-600
1000
800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
b)
Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah
kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh
terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit
di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan
dan kekakuan pada tulang (Almatsier 2001).
Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium.
Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot
dan di dalam cairan ekstraseluler. Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu
pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai
bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor yang utama adalah makanan yang
kaya akan protein. Bahan makanan yang dapat dijadikan sumber fosfor, yaitu
daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan fosfor juga menyebabkan kerusakan
tulang, gejalanya adalah rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang
(Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor bagi orang
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor
Usia
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-9 tahun)
Laki-laki dan wanita (10-18 tahun)
Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
100-225
400
1000
800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).
c)
Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium
ada di dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau
NaCl. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat langsung
diserap usus. Saluran pencernaan yang banyak berperan dalam mengadsorpsi
natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur tekanan
osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel.
Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar
dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar
sel dan kalium di dalam sel. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa
yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg. Daya absorpsi natrium
oleh tubuh sebesar 95% bagi orang dewasa. Kebutuhan akan natrium didasarkan
pada pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain
(Almatsier 2001).
d)
Kalium
Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam
alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam
pengobatan. Kalium memiliki nomor atom 19 dengan berat atom 39,102 dan berat
jenis 0,87. Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan
intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996).
Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan
klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa.
Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian
terikat dengan protein. Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap
tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil.
Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan
makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan minimum akan
kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier2001).
e)
Magnesium
Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis
sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan
lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran
magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang
kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong
penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah.
Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam
email gigi. Magnesium terutama diabsorpsi di dalam usus halus, kemungkinan
dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif.
Pada konsumsi
magnesium yang tinggi hanya sebanyak 30% magnesium diabsorpsi, sedangkan
pada konsumsi rendah sebanyak 60%. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D
tidak berpengaruh
(Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk
magnesium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium
Usia
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-9 tahun)
Laki-laki dan wanita (18-19 tahun)
Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
25-55
60-120
170-270
270-300
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
Menurut Schlingmann et al. (2004) beberapa penyakit yang berhubungan
dengan kekurangan magnesium dapat ditemukan pada tubuh manusia. Radioterapi
seperti kemoterapi yang merupakan penanganan khusus untuk kanker dengan
menggunakan Cis-platium, telah diobervasi pada pasien hipomagnesaemia. Efek
samping kemoterapi tersebut yaitu dapat menurunkan penggunaan supplemen
magnesium. Stabilitas DNA bergantung pada konsentrasi magnesium. Secara
klinis dan biologis konsekuensi tidak normalnya konsentrasi magnesium di dalam
tubuh berpengaruh pada pembelahan DNA, akibatnya dapat menimbulkan
penyakit dan kanker.
2.3.2
Mineral mikro
Menurut Inoue et al. (2002) mineral mikro merupakan mineral yang
diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro terdiri dari besi, tembaga, iodium,
mangan, seng, kobalt, fluor dan selenium. Beberapa unsur mineral mikro yang
dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut:
a)
Besi (Fe)
Menurut King (2006) zat besi dalam tubuh berperan penting dalam
berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini
sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Menurut
Arifin (2008) besi di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan
sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil
penyerapan pada saluran pencernaan.
Sumber besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan.
Kandungan besi dari komoditas perairan sangat bervariasi. Udang dan ikan
memiliki kandungan besi yang cenderung dibawah 1 mg/100 g. Kadar besi yang
tinggi dari hasil perairan terdapat pada kerang-kerangan dan jenis rumput laut,
yaitu lebih dari 10 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut
Beard et al. (1996) kandungan besi dalam tubuh hewan tergantung pada status
kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies.
Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi.
Anemia gizi
merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, sebagian anemia gizi ini adalah
anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang
dimakan kurang mengandung besi, disamping itu pada wanita karena kehilangan
darah saat haid maupun persalinan (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata
sehari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi
Usia
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-9 tahun)
Laki-laki dan wanita (10-18 tahun)
Usia 19-65 tahun
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
0,5 -7
8 - 10
13 - 19
13 - 26
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
b)
Tembaga (Cu)
Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika
ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya
ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam
mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang
sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi
utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim
mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan
reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Kekurangan tembaga
jarang terjadi, oleh karena itu AKG untuk tembaga di Indonesia belum ditentukan.
Amerika serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah
sebanyak 1,5-3,0 mg sehari untuk dewasa. Kekurangan tembaga pernah dilihat
pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada
anak-anak yang mengalami diare. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan
penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau
serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan
muntah-muntah dan diare (Almatsier 2001).
c)
Seng (Zn)
Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan
pembentukan sperma.
Kekurangan seng pertama kali dilaporkan pada
tahun 1960-an yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran, dan Turki
dengan karakteristik tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual
(Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng
Usia
Bayi (0-12 bulan)
Anak-anak (1-9 tahun)
Laki-laki dan wanita (10-18 tahun)
Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)
1,3- 7,5
8,2-11,2
12,6-17,4
9,3-13,4
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging,
hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit
digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein
hewani, hal tersebut disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat
ion-ion logam mineral (Winarno 2008). Sumber makanan penghasil seng yang
baik adalah dari hasil perikanan. Kerang-kerangan memiliki kandungan seng
lebih tinggi dari pada udang dan ikan (Okuzumi dan Fijii 2000).
d)
Selenium (Se)
Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada
kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama
dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan
serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan
menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi
bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah
cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium
sehari untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki
dewasa dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi 2004).
2.4
Kelarutan Mineral
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut
(solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan
hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan
tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas
adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan
dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable
apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua
mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan
untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh
(Watzke 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut
antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral
dan interaksi serat dengan mineral (Almatsier 2001).
Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena
zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar
proses pengolahan disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi
(Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada
kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa
kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan pada media garam,
sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami
perebusan dengan media garam. Santoso et al. (2006) menyatakan bahwa mineral
pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan
atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau
menurun tergantung pada prosesnya.
Lebih lanjut lagi Santoso (2003) dan Santoso et al. (2006) melaporkan
bahwa pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat dapat
meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut.
Demikian juga menurut Yosie et al. 1997 kelarutan mineral Fe pada ikan cod,
remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH.
2.5
Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral
Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar
bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori
(penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002).
Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari
proses pengolahannya.
Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi
keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan
besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut (Gaman dan
Sherrington 1992). Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan
pada pemasakan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan
(Soeparno 1994).
Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang
mendidih (100
0
C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan
meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul
dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan
yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu
(Winarno 2008).
Pemanggangan merupakan proses pemanasan kering terhadap bahan
pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga
produknya dapat lebih diterima oleh konsumen (Muchtadi 2008). Menurut
Latunda-Dada dan Neale (1986), kerusakan zat gizi dalam pemanggangan
berkaitan dengan suhu dan lama pemanggangan serta pH. Kadar keseluruhan zat
gizi tidak diharapkan berubah hanya karena proses pemanggangan, tetapi
ketersediaan zat gizi mineral tertentu memang dapat berubah.
Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Berdasarkan
metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode
penggorengan yang telah ditetapkan secara komersil, yaitu shallow/pan frying
atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying (Muchtadi 2008).
Download