2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Hijau Kerang hijau merupakan salah satu jenis kerang moluska (binatang lunak) bercangkang dua (bivalva) dengan insang berlapis-lapis (lamellibranchia), berkaki kapak (pelecypoda) dan umumnya hidup di laut. Kerang hijau memiliki warna cangkang bagian luar yang khas mulai dari hijau hingga cokelat. Cangkang bagian luar terdapat garis-garis lengkung yang bentuknya mengikuti pinggiran cangkang. Garis-garis lengkung ini disebut garis pertumbuhan atau garis umur (Asikin 1982). Kerang hijau dewasa memiliki ukuran panjang 4-6 cm dengan lebar yang biasanya setengah dari ukuran panjangnya. Sistematika kerang hijau menurut taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pratt 1935). Phylum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Sub Kelas : Lamellibranchia Ordo : Anisomyaria Famili : Mytilidae Genus : Perna Spesies : Perna viridis Perna merupakan salah satu jenis Mytilinae, genus lain adalah Mytilus. Pada kerang dewasa antara Perna dan Mytilus dapat dibedakan pada bekas otot penghubung yang meninggalkan pola pada cangkang bagian dalam, selain itu selalu ada otot adductor anterior pada Mytilus juga pada individu yang masih muda, sedangkan pada Perna tidak ditemukan adanya otot tersebut (Vakily 1989). Bentuk kerang hijau dari Perna viridis dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kerang hijau (Perna virdis) Sumber : www.indonetwork.co.id Kerang hijau mempunyai bentuk tubuh agak pipih, cangkangnya padat, memanjang dan mempunyai umbo (puncak cangkang) yang mengarah pada tepi ventral. Pada daerah tropis, seperti Indonesia, kerang dapat berkembang biak dengan baik sepanjang tahun. Sekali perkembangbiak keturunan yang dihasilkan sebanyak 300.000 individu (Suwigyo et al. 1997). Mekanisme makan kerang hijau, yaitu dengan cara memompakan air ke dalam tubuhnya dengan gerakan cilia dan menyaring partikel mikroskopis. Partikel-partikel ini dilewatkan melalui insang dan akhirnya memasuki perut. Proses ini meyebabkan terkumpulnya plankton, bakteri, senyawa kimia dan partikel-partikel kecil lainnya di dalam saluran pencernaan kerang (Broom 1985). Pertumbuhan kerang hijau membutuhkan suhu berkisar ±30 0C; pH berkisar 7,6-8,2; salinitas berkisar 29-3‰ dan kedalaman antara 5-5,6 m serta kecerahan berkisar antara 260-400 cm. Kementerian Negara Lingkungan Hidup menyebutkan dalam laporan tahunan mengenai kondisi lingkungan lingkungan perairan untuk kehidupan yang baik bagi kerang hijau seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan lingkungan kerang hijau Parameter jenis DO (mg/l) pH Salinitas (‰) Suhu (0C) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l) Nilai 3 - 8 6,5 - 9 26 - 35 15 - 32 2,5 - 3 0,5 - 3 Sumber : Kantor Menteri Negara KLH dan LON LIPI (1984) diacu dalam Porsepwandi (1998). 2.2 Komposisi Kimia Kerang Hijau Kerang hijau merupakan salah satu hewan laut yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau. Kerang ini merupakan hewan moluska yang sudah dikenal masyarakat, disamping kerang darah dan kerang bulu. Daging kerang hijau sangat lunak dan berair. Daging yang segar umumnya berwarna putih atau orange mengkilap. Daging kerang hijau juga mengandung mineral-mineral kalsium, fosfor, besi, iodium, dan tembaga serta dalam jumlah kecil thiamin, riboflavin, dan niasin (Anonim 2008). Persentase daging kerang hijau lebih besar dibandingkan dengan kekerang-kerangan yang lain, seperi kerang darah dan kerang bulu. Kandungan gizi kerang hijau terdapat dalam daging yang beratnya 30% dari berat keseluruhan, artinya dalam 10 gram berat keseluruhan kerang hijau terdapat 3 gram daging yang sangat potensial untuk dimanfaatkan (Porsepwandi 1998). Komposisi kimia kerang hijau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia kerang hijau dalam 100 gram bahan Komponen Abu (%) Air (%) Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Jumlah 1,3-2,0 78 0,4 - 2,4 7,1 - 16,7 2,3 - 4,9 133 170 Sumber : Dore (1991). 2.3 Mineral dan Fungsinya Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial adalah mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsurunsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan, disamping mengakibatkan keracunan, mineral juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi. 2.3.1 Mineral makro Menurut Spears (1999) mineral makro merupakan mineral yang diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar meliputi kalsium, fosfor, kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium. Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut: a) Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Peranan kalsium di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan, selain itu juga fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut, contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat. Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran cerna sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress seharihari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dinamakan juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan juga konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 200-400 500-600 1000 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang (Almatsier 2001). Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor yang utama adalah makanan yang kaya akan protein. Bahan makanan yang dapat dijadikan sumber fosfor, yaitu daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan fosfor juga menyebabkan kerusakan tulang, gejalanya adalah rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 100-225 400 1000 800 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). c) Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat langsung diserap usus. Saluran pencernaan yang banyak berperan dalam mengadsorpsi natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg. Daya absorpsi natrium oleh tubuh sebesar 95% bagi orang dewasa. Kebutuhan akan natrium didasarkan pada pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain (Almatsier 2001). d) Kalium Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Kalium memiliki nomor atom 19 dengan berat atom 39,102 dan berat jenis 0,87. Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996). Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian terikat dengan protein. Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil. Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan minimum akan kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier2001). e) Magnesium Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi. Magnesium terutama diabsorpsi di dalam usus halus, kemungkinan dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif. Pada konsumsi magnesium yang tinggi hanya sebanyak 30% magnesium diabsorpsi, sedangkan pada konsumsi rendah sebanyak 60%. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 25-55 60-120 170-270 270-300 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Menurut Schlingmann et al. (2004) beberapa penyakit yang berhubungan dengan kekurangan magnesium dapat ditemukan pada tubuh manusia. Radioterapi seperti kemoterapi yang merupakan penanganan khusus untuk kanker dengan menggunakan Cis-platium, telah diobervasi pada pasien hipomagnesaemia. Efek samping kemoterapi tersebut yaitu dapat menurunkan penggunaan supplemen magnesium. Stabilitas DNA bergantung pada konsentrasi magnesium. Secara klinis dan biologis konsekuensi tidak normalnya konsentrasi magnesium di dalam tubuh berpengaruh pada pembelahan DNA, akibatnya dapat menimbulkan penyakit dan kanker. 2.3.2 Mineral mikro Menurut Inoue et al. (2002) mineral mikro merupakan mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro terdiri dari besi, tembaga, iodium, mangan, seng, kobalt, fluor dan selenium. Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut: a) Besi (Fe) Menurut King (2006) zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Menurut Arifin (2008) besi di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan. Sumber besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Kandungan besi dari komoditas perairan sangat bervariasi. Udang dan ikan memiliki kandungan besi yang cenderung dibawah 1 mg/100 g. Kadar besi yang tinggi dari hasil perairan terdapat pada kerang-kerangan dan jenis rumput laut, yaitu lebih dari 10 mg/100 g (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut Beard et al. (1996) kandungan besi dalam tubuh hewan tergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies. Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia, sebagian anemia gizi ini adalah anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung besi, disamping itu pada wanita karena kehilangan darah saat haid maupun persalinan (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) Usia 19-65 tahun Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 0,5 -7 8 - 10 13 - 19 13 - 26 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Tembaga (Cu) Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Kekurangan tembaga jarang terjadi, oleh karena itu AKG untuk tembaga di Indonesia belum ditentukan. Amerika serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk dikonsumsi adalah sebanyak 1,5-3,0 mg sehari untuk dewasa. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare (Almatsier 2001). c) Seng (Zn) Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Kekurangan seng pertama kali dilaporkan pada tahun 1960-an yaitu pada anak dan remaja laki-laki di Mesir, Iran, dan Turki dengan karakteristik tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 1,3- 7,5 8,2-11,2 12,6-17,4 9,3-13,4 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein hewani, hal tersebut disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam mineral (Winarno 2008). Sumber makanan penghasil seng yang baik adalah dari hasil perikanan. Kerang-kerangan memiliki kandungan seng lebih tinggi dari pada udang dan ikan (Okuzumi dan Fijii 2000). d) Selenium (Se) Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium sehari untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki dewasa dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). 2.4 Kelarutan Mineral Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Watzke 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat dengan mineral (Almatsier 2001). Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi (Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan pada media garam, sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami perebusan dengan media garam. Santoso et al. (2006) menyatakan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Lebih lanjut lagi Santoso (2003) dan Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut. Demikian juga menurut Yosie et al. 1997 kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH. 2.5 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002). Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut (Gaman dan Sherrington 1992). Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pemasakan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Soeparno 1994). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0 C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Pemanggangan merupakan proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga produknya dapat lebih diterima oleh konsumen (Muchtadi 2008). Menurut Latunda-Dada dan Neale (1986), kerusakan zat gizi dalam pemanggangan berkaitan dengan suhu dan lama pemanggangan serta pH. Kadar keseluruhan zat gizi tidak diharapkan berubah hanya karena proses pemanggangan, tetapi ketersediaan zat gizi mineral tertentu memang dapat berubah. Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersil, yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying (Muchtadi 2008).