Difusi Inovasi

advertisement
DIFUSI-INOVASI
Presented by:
DESY ALFIANA (3208015)
A. Pengertian
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi di
komunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu
terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai
suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru.
Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan
sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
sistem sosial.
Proses difusi adalah memperhatikan terhadap dimensi umum
bagaimana
kecepatan
inovasi-bagaimana
proses
difusi
tersebut
berasimilasi-dalam sebuah pasar. Lebih tepatnya, proses difusi adalah
proses dimana penerimaan sebuah inovasi (produk baru, pelayanan baru,
pendapat baru, kegiatan baru) yang cepat oleh komunikasi (media massa,
salesperson, percakapan informal) terhadap masyarakat sebuah sistem
sosial (target pasar) selama satu periode tertentu. Definisi ini termasuk
empat elemen inti proses difusi :
1. Inovasi
2. Saluran komunikasi
3. Sistem sosial
4. Waktu
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau
obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau
satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan
inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk
tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu
hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi
dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Pendefinisian mengenai arti sebuah “inovasi produk” atau sebuah
produk baru bukan merupakan tugas yang mudah. Bermacam-macam
pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan sebuah produk baru
dapat diklasifikasikan sebagai definisi yang berorientasi terhadap
perusahaan, berorientasi terhadap produk, berorientasi terhadap pasar, dan
berorientasi terhadap konsumen.
Pendekatan yang berorientasi terhadap perusahaan membicarakan tentang
corak baru sebuah produk dari prospektif produksi perusahaan atau
pemasaran produk; hal tersebut jika itu “baru” bagi perusahaan, maka
perusahaan mempertimbangkan hal tersebut. Meskipun definisi ini ditolak
atau tidak, produk merupakan hal yang benar-benar baru bagi pasar
(contohnya, bagi pesaing-pesaing dan konsumen).
Ini berbeda dengan pendekatan yeng berorientasi terhadap produk yang
fokus terhadap keistimewaan yang melekat dalam produk itu sendiri dan
pengaruh keistimewaan itu seperti sesuatu yang dimiliki konsumen yaitu
corak produk yang melekat pada diri konsumen. Tiga tipe inovasi produk:
1. Berkesinambungan,
2. Berkesinambungan secara dinamis, dan
3. Tidak berkelanjutan
Pendekatan yang berorientasi terhadap pasar menentukan syarat-syarat
corak baru suatu produk dimana konsumen terbuka pada seberapa banyak
produk baru tersebut. Terdapat dua definisi yang berorientasi terhadap
pasar berdasarkan inovasi produk telah digunakan secara luas dalam
pembelajaran konsumen:
1. Sebuah produk dianggap baru jika tidak dibeli oleh lebih dari
presentase kecil (tetap) secara relatif dari jumlah pasar potensial.
2. Produk dianggap baru jika tersedia di pasar selama periode jangka
waktu pendek secara relatif.
Pendekatan-pendekatan tersebut telah digunakan oleh peneliti konsumen
dalam penelitian mereka untuk mempelajari difusi-inovasi. Tetapi
beberapa peneliti berpendapat bahwa pendekatan
terhadap
konsumen
merupakan
cara
yang
yang berorientasi
paling
tepat
untuk
mendefinisikan inovasi. Berdasarkan konteks ini sebuah produk baru
adalah beberapa produk yang seorang konsumen potensial tentukan bahwa
produk itu produk baru. Dalam kata lain, corak baru merupakan persepsi
konsumen terhadap produk baru tersebut, daripada keistimewaan fisik atau
pasar nyata. Meskipun pendekatan yang berorientasi terhadap konsumen
telah didukung oleh beberapa praktisi periklanan dan ahli strategi
pemasaran, hal itu menerima sedikit perhatian yang sistematis dari peneliti
konsumen.
B. Unsur-Unsur Difusi Inovasi
1. Inovasi
Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi
meliputi: 1) keunggulan relatif (relative advantage),
2) kompatibilitas (compatibility),
3) kerumitan (complexity),
4) kemampuan diuji cobakan (trialability) dan
5) kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi
dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini
dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social,
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut
dapat diadopsi.
Kompatibilitas
adalah
derajat
dimana
inovasi
tersebut
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa
lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi
atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah
sebagaimana
halnya
dengan
inovasi yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai
suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi
tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami
dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi
dapat diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu
inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di
uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat
diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu
inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang
melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang
atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif;
kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka
semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan
berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman
bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat
dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi
yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian,
esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang
individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau
beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses
komunikasi ini, meliputi: 1) inovasi itu sendiri; 2) seorang individu
atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau
pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3) orang lain atau unit
adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi; dan 4) saluran komunikasi yang
menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide
baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai
pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut
(innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki
pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter)
melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu: 1) saluran media massa (mass media channel); dan
2) saluran antarpribadi (interpersonal channel). Media massa dapat
berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media
massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat
dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya
pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
3. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam
suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling
berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah
bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial
dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub
sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini
dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan
agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
4. Waktu
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi.
Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal: 1) proses
keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima
informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi; 2)
keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe
adopter (adopter awal atau akhir); dan 3) rata-rata adopsi dalam suatu
sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem
mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.
C. Proses Adopsi
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa tujuan utama proses
difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, seperti
terlihat dalam model proses keputusan inovasi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut. Berikut ini adalah
penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi.
1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika
masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai
sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan
orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga
mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi
dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak
akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang
dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat
mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan
melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi
yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh
masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan
bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi
dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum
seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut
biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu
melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya,
maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu,
dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam
mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat
perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status
sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh
nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah
inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia
anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan
yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil
tingkat adopsinya.
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi
sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan
sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi
oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses
penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan
sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok
yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui
kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui
saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi
inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
a. Kategori pengadopsi
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5
kategori pengguna inovasi :
1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk
mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat
dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih
dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak
geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki
gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau
relasi.
2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok
inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak
opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi
tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan
dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka
yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah
inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hatihati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan
bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini
menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau
menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak
digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai
fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang
telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil
keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi
mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka
untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan
adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.
Sekalinya
sekelompok
laggard
mengadopsi
inovasi
baru,
kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan
menganggap mereka ketinggalan zaman.
b. Lima tahap proses adopsi
1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki
informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai
inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran
komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak ,
maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat
pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan
yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal.
Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai
cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat
keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak
sebuah
inovasi.
Namun
bukan
berarti
setelah
melakukan
pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat
perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil
mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang
kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah
inovasi
tersebut
diadopsi
ataupun
tidak,
seseorang
akan
mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak
menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan
yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Apa yang dilakukan konsumen setelah menerima pengaruh adalah bagaimana
mereka sampai pada keputusan membeli atau menolak produk. Pemasar sangat
tertarik untuk mengetahui dan memahami proses pengambilan keputusan
konsumen dalam konteks pemilihan alternatif-alternatif konsumsi untuk
memenuhi kebutuhannya. Pemasar dianggap berhasil kalau pengaruh-pengaruh
yang diberikannya menghasilkan pembelian dan atau dikonsumsi oleh konsumen.
A. Konsep Keputusan
Keputusan didefinisikan sebagai suatu pemilihan tindakan dari dua atau lebih
pilihan alternatif. Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli
dan tidak membeli, dan kemudian dia memilih membeli, maka dia ada dalam
posisi membuat suatu keputusan. Bila ditinjau dari alternatif yang harus dicari,
sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan
pemecahan masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhanyang dirasakan dan
keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau
jasa yang sesuai. Pemecahan masalah ini menurut beberapa penulis memiliki
tiga tingkatan.
1. Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin
Keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk
mencari informasi dan menentukan alternatif. Kebiasaan berjalan secara
otomatis. Perilaku seseorang merupakan respons terhadap rutinitas ini,
karena berulang-ulang dilakukan, terjadi begitu saja, bahkan seringkali
tanpa disadari.
2. Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas)
Karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah dikuasai.
Keputusan untuk memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana.
Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri khas pemecahan masalah ini
menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya informasi.
3. Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati-hati
dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang intensif).
Dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relatif lengkap
untuk membentuk kriteria evaluasi, karena belum mempunyai kriteria yang
baku. Proses pemecahan masalah menjadi lebih rumit dan panjang, dan
biasanya mengikuti proses tradisional, mulai dari sadar akan kebutuhan,
motivasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
itu,
mencari
informasi,
mengembangkan alternatif, memilih satu dari alternatif-alternatif tersebut,
dan memutuskan untuk membeli. Gambar berikut ini menguraikan tipe atau
tingkatan pemecahan masalah yang dilakukan oleh konsumen.
Perilaku sebagai
respons rutin
Pemecahan
masalah terbatas
Pemecahan
masalah yang
intensif
Produk yang murah
Produk yang lebih mahal
Pembelian yang sering
Pembelian yang jarang
Keterlibatan rendah
Keterlibatan tinggi
Kelas produk dan merek
yang kurang terkenal
Kelas produk dan
merek yang terkenal
Pembelian dengan
pertimbangan dan
pencarian yang kurang
matang
Pembelian dengan
pertimbangan dan
pencarian intensif
Gambar 19.1 Tingkat-tingkat Pemecahan Masalah Konsumen
B. Analisis Pengambilan Keputusan Konsumen
Ada empat sudut pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan
konsumen.
1. Sudut pandang ekonomis
Pandangan ini melihat konsumen sebagai orang yang membuat keputusan
secara rasional. Ini berarti bahwa konsumen harus mengetahui semua
alternatif produk yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari
setiap alternatif yang ditentukan, dilihat dari kegunaan dan kerugiannya
serta harus dapat mengidentifikasi satu alternatif yang terbaik. Menurut
para ahli ilmu sosial, model economic man ini tidak realistis. Alasan yang
mereka kemukakan adalah:
a. Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, kebiasaan dan gerak.
b. Manusia dibatasi oleh nilai-nilai dan tujuan.
c. Manusia dibatasi oleh pengetahuan yang mereka miliki.
2. Sudut pandang pasif
Pandangan ini mengatakan bahwa konsumen pada dasarnya pasrah kepada
kepentingannya sendiri dan menerima secara pasif usaha-usaha promosi
dari para pemasar. Kenyataannya, bentuk-bentuk promosi yang dilakukan
pemasar juga mengenai sasaran. Konsumen dianggap sebagai pembeli yang
impulsif dan irasional.
3. Sudut pandang kognitif
Sudut pandang ini menganggap konsumen sebagai cognitive man atau
sebagai problem solver. Menurut pandangan ini, konsumen merupakan
pengolah informasi yang senantiasa mencari dan mengevaluasi informasi
tentang produk dan gerai.
4. Sudut pandang emosional
Pandangan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga
konsumen membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti
bahwa seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apa pun yang
terjadi.
C. Model Sederhana Pembuatan Keputusan
Gambar berikut adalah model yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk
(2000), yang menggambarkan pengambilan keputusan konsumen.

Input
Komponen input merupakan pengaruh-pengaruh eksternal sebagai
sumber informasi tentang produk tertentu dan mempengaruhi nilai yang
berhubungan dengan produk, sikap dan perilaku konsumen. Input yang
utama adalah kegiatan-kegiatan bauran pemasaran dan pengaruhpengaruh sosial-budaya.
Pengaruh eksternal
Usaha-usaha pemasaran
perusahaan
4P
Lingkungan sosial
budaya: keluarga,
sumber informal,
sumber non komersial,
kelas sosial, budaya dan
sub budaya
Input
Pengambilan keputusan konsumen
Sadar akan
kebutuhan
Proses
Mencari
sebelum
membeli
Mengevaluasi
alternatif
Area psikologis
1.
2.
3.
4.
5.
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Kepribadian
Sikap
Pengalaman
Perilaku pasca keputusan
Output
Pembelian
1. Percobaan
2. Pembelian
ulang
Evaluasi pasca beli
o Input pemasaran
Gambar 19.2 Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Aktivitas-aktivitas pemasaran merupakan usaha-usaha langsung untuk
menjangkau, menginformasikan dan membujuk konsumen agar membeli dan
menggunakan produk tertentu. Usaha-usaha tersebut meliputi empat “P” atau
bauran pemasaran, yaitu Product, Price, Place, Promotion.
o Pengaruh Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya yang dimaksud antara lain: keluarga, sumber
informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya, dan subbudaya.
 Proses
Komponen
proses
memperhatikan
bagaimana
konsumen
membuat
keputusan-keputusan. Untuk dapat mengerti proses, harus dipahami beberapa
konsep psikologi terkait. Area psikologis adalah pengaruh-pengaruh internal
yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Proses
pengambilan keputusan oleh seorang konsumen terdiri dari tiga tahapan yaitu
pengenalan kebutuhan, pencarian pra beli, serta evaluasi terhadap alternatif.
o Sadar akan kebutuhan: konsumen menyadari akan adanya kebutuhannya
ketika menghadapi suatu masalah.
o Pencarian pra beli: pencarian pra beli dimulai ketika konsumen
mempersepsi suatu kebutuhan yang mungkin bisa terpuaskan dengan
membeli dan mengkonsumsi suatu produk.
o Evaluasi terhadap alternatif: ketika mengevaluasi alternatif-alternatif yang
potensial, konsumen cenderung mempergunakan dua tipe informasi, yaitu:
 Senarai merek yang mereka rencanakan untuk digunakan dalam
memilih (evoked set).
 Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi tiap-tiap merek.
 Output
Komponen output menunjuk kepada dua macam kegiatan pasca keputusan
yang saling berhubungan erat, yaitu:
o Perilaku beli: konsumen membuat dua tipe pembelian yaitu pembelian
coba dan pembelian ulang.
o Evaluasi pasca beli: komponen terpenting dari evaluasi pasca beli adalah
pengurangan ketidakpastian atau keragu-ragu yang dirasakan oleh
konsumen terhadap seleksi yang dilakukannya.
D. Situasi sebagai Peubah dalam Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Jenis-jenis situasi

Situasi Komunikasi: situasi pada waktu konsumen menerima informasi,
mempengaruhi perilaku konsumen. Bila konsumen sedang membutuhkan
produk, maka dia akan berada dalam situasi yang kondusif untuk
menerima informasi itu dan membentuk persepsi yang penting tentang
produk.

Situasi pembelian: situasi dapat pula mempengaruhi situasi pembelian.
Bila seseorang berbelanja sendiri, dia tidak akan melakukan banyak
pencarian informasi, seperti apabila dia pergi dengan teman-temannya.

Situasi penggunaan: pada waktu orang ingin menjamu tamu yang penting
bagi dia, dia tidak akan memakai alat-alat makan yang biasa dia pakai,
tetapi akan membutuhkan peralatan makan yang lebig bagus.

Situasi penyingkiran produk: keputusan untuk membuang bungkus produk
sebelum dan sesudah konsumsi, dan keputusan untuk menyingkirkan
produk yang sudah tidak dipakai lagi, di satu pihak merupakan masalah
sosial, di lain pihak juga merupakan peluang bagi pemasar.
E. Sifat-sifat Pengaruh Situasional
Maksud dari pengaruh situasional adalah faktor-faktor yang penting dalam
waktu dan di tempat pengamatan yang tidak ada hubungannya dengan atribut
pribadi ataupun stimulus, mempunyai efek yang sistematis dan bisa dilihat,
terhadap perilaku seseorang. Jadi, situasi merupakan faktor-faktor di luar dan
dipisahkan dari produk dan atau iklan tentang produk yang mempengaruhi
konsumen. Konsumen tidak merespons stimulus pemasaran itu saja, tetapi
bersama-sama dengan situasi.
F. Klasifikasi Situasional

Lingkungan fisik: termasuk dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, cuaca
dan susunan barang dagangan (produk) dan benda-benda lain yang
mengelilingi obyek stimulus.

Lingkungan sosial: adalah individu-individu yang juga hadir atau berada di
tempat yang sama pada waktu pembelian atau konsumsi. Walaupun
tampaknya orang membeli dan berbelanja dengan maksud mendapatkan
produk tertentu, mereka juga merasa lebih nyaman apabila di gerai yang
dikunjunginya bertemu dengan teman dari kelas sosial dan status yang
sama.

Lingkungan waktu: waktu yang tersedia untuk berbelanja, sangat
mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan pilihannya.

Tujuan pembelian dan konsumsi: pemasar membagi tujuan itu menjadi
pembelian untuk digunakan atau dikonsumsi sendiri dan pembelian untuk
digunakan sendiri, konsumen lebih yakin tentang apa yang sudah
diputuskannya.

Mood (suasana hati) dan kondisi sementara saat pembelian: mood yang
positif mendorong pembelian impulsif. Dalam industri jasa, mood positif
secara sengaja ditimbulkan dengan penerima tamu yang tersenyum manis
dan ramah, dengan udara yang sejuk, dengan lampu yang tidak begitu
terang, dan lain-lain.

Situasi ritual: adalah seperangkat perilaku yang saling berhubungan yang
dilakukan dalam format yang terstruktur, mempunyai arti simbolik dan
dilakukan untuk merespons peristiwa-peristiwa sosial.
Download