Pembelajaran Geometri pada Siswa Tunanetra di SLB

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pendidikan bagi siswa luar biasa atau siswa berkebutuhan
khusus nampaknya perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan pasal 31
UUD 45 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran” serta melihat kenyataan sulitnya siswa berkebutuhan khusus
untuk langsung memasuki sekolah biasa begitu saja, maka didirikan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Siswa tunanetra atau tunarungu yang belum menerima
pendidikan khusus akan merasa kesulitan jika tiba-tiba memasuki Sekolah
Dasar (SD) biasa yang tidak memberikan pelajaran menulis Braille atau
menggunakan bahasa isyarat. Sekolah biasa di Indonesia masih
diprogramkan untuk siswa normal saja. Berdasarkan alasan tersebut,
sekolah khusus memang perlu bagi siswa berkebutuhan khusus, sesuai
dengan jenis ketunaan yang dideritanya.
Siswa berkebutuhan khusus (student with special needs) adalah
siswa yang mengalami cacat secara jasmani atau cacat rohaninya.
Berdasarkan pengertian tersebut, siswa yang dikategorikan mengalami
cacat secara jasmani meliputi, siswa tunanetra karena kecacatan pada mata
atau syaraf penglihatan, siswa tunarungu karena kerusakan pada telinga
bagian dalam dan sebagainya. Siswa yang mengalami cacat secara
rohaninya seperti, siswa tunagrahita karena berkelainan mental sub normal
(terbelakang mental). Siswa penyandang cacat jelas bervariasi jika dilihat
dari macam atau jenis dan tingkat kecacatannya, baik fisik maupun psikis.
Masing-masing siswa juga mempunyai masalah yang berbeda-beda satu
sama lain karena kecacatan dan tingkat keparahannya yang berlainan.
Siswa yang mempunyai gangguan perkembangan tersebut, memerlukan
suatu metode pembelajaran yang sifatnya khusus. Suatu pola gerak yang
bervariasi, diyakini dapat meningkatkan potensi siswa dengan kebutuhan
khusus dalam kegiatan pembelajaran (berkaitan dengan pembentukan fisik,
emosi, sosialisasi, dan daya nalar). (Delphie, 2006)
Mata merupakan salah satu indera yang terpenting dalam
kehidupan kita sebagai manusia. Tidak berfungsinya mata secara optimal
dapat menghambat pola interaksi sosial maupun aktivitas sehari-hari
karena sebagian besar kegiatan manusia sangat bergantung pada indera
1
2
penglihatan. Sebagai contoh mengenal warna, memperhatikan raut wajah
guru atau teman, membaca atau menulis dan kegiatan lain yang
menggunakan indera penglihatan. Betapa sulitnya orang yang mengalami
kelainan pada indera penglihatannya, terlebih jika kelainan tidak dapat
dibantu dengan alat-alat semacam kacamata.
Terdapat pendapat para ahli yang mengatakan bahwa sebagian
besar (70 – 80%) informasi atau pengalaman yang kita peroleh adalah
melalui mata. Ini memperkuat kenyataan bahwa hilangnya fungsi
penglihatan mengakibatkan keterbatasan tunanetra dalam memperoleh
informasi, pengalaman dan pengembangan konsep-konsep. Latihan
kemampuan sensoris yang meliputi: pendengaran, perabaan, penciuman
dan pengecapan sesungguhnya dimaksudkan untuk mengurangi
keterbatasan atau kekurangan-kekurangan tersebut. Kenyataan bahwa
tunanetra akan mengandalkan sepenuhnya dari indera-indera yang masih
dimiliki dalam berbagai aktivitas kehidupan mendorong perlunya program
latihan kemampuan penginderaan bagi mereka. Di lain pihak, hilangnya
fungsi penglihatan tidak secara otomatis menyebabkan meningkatnya
indera-indera lain yang masih ada. Perlu adanya suatu program yang
sistematis dan kontinu untuk tujuan itu. (Frieda, 1998)
Pelayanan pendidikan yang diberikan untuk siswa yang memiliki
kelainan pada indera penglihatan pun lebih khusus dan bervariasi, tidak
hanya materinya tetapi juga metode, alat, evaluasi serta strategi
pengajarannya juga harus disesuaikan dengan variasi masing-masing siswa.
Program yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan khusus
dari siswa berkebutuhan khusus diperlukan materi-materi, teknik-teknik
pengajaran, peralatan/media, dan fasilitas khusus. Model pembelajaran
terhadap siswa berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh guru di
sekolah, ditujukan agar siswa mampu berinteraksi terhadap lingkungan
sosial. Untuk siswa yang mengalami ganguan penglihatan akan
memerlukan bahan bacaan dalam bentuk huruf cetak besar atau Braille.
Geometri merupakan salah satu bidang pelajaran matematika yang
termasuk dalam kategori ilmu terapan yang berguna hampir pada seluruh
segi kehidupan. Geometri dianggap penting karena disamping geometri
menonjol pada struktur yang berpola deduktif, geometri juga menonjol
pada teknik-teknik geometris yang efektif dalam membantu penyelesaian
masalah dari banyak cabang matematika serta menunjang pembelajaran
mata pelajaran lain.
3
Siswa tunanetra perlu menyelidiki, mengekplorasi, membandingkan
benda-benda geometri menggunakan indera raba dengan jari-jarinya.
Siswa tunanetra mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran
matematika terlebih dalam materi geometri dikarenakan butuh
pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang dipandang
terlalu abstrak dengan keterbatasan penglihatan yang mereka miliki. Selain
itu, geometri meliputi kemampuan keruangan yang mencakup orientasi
ruang, dan visualisasi ruang. Berdasarkan kondisi yang ada pada diri siswa
tunanetra maka kurang dapat menyerap informasi dari indera visual, wajar
bahwa prestasi belajar matematika pada siswa tunanetra menjadi rendah
jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.
Untuk menunjang keberhasilan pendidikan siswa berkebutuhan
khusus tunanetra, perlu adanya sarana dan prasarana baik pokok maupun
penunjang. Hal ini dikarenakan harus mempertimbangkan kondisi yang ada
pada siswa tunanetra, yaitu baik kondisi fisik, mental, emosi maupun
sosialnya. Siswa tunanetra lebih membutuhkan pendidikan dan pelayanan
yang khusus. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun strategi, metode atau
pendekatan serta jenis pendidikan yang dapat memberikan pelayanan
pendidikan untuk semua masalah yang berbeda-beda. Demikian juga tidak
mengherankan jika para guru yang kreatif memiliki berbagai strategi,
metode dalam upaya memberi setiap siswa pendidikan umum yang layak.
Lingkungan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus lebih bervariasi
jika dibandingkan dengan pendidikan pada siswa normal, maka pemilihan
strategi, metode pendekatan dalam pengajaran harus mempertimbangkan
kondisi siswa. Lantas bagaimana program khusus yang diberikan untuk
siswa tunanetra dalam belajar matematika materi geometri?. Terlebih
dalam pembelajaran matematika materi geometri banyak melibatkan
indera penglihatan untuk mengamati objek yang sedang dipelajari.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis hendak
melakukan penelitian yang berjudul “PEMBELAJARAN GEOMETRI PADA
SISWA TUNANETRA DI SLB-A DRIA ADI SEMARANG”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pembelajaran geometri pada siswa tunanetra di
SLB-A Dria Adi Semarang?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran
geometri pada siswa tunanetra di SLB-A Dria Adi Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan secara khusus
untuk pembelajaran matematika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar
matematika dan meningkatkan motivasi siswa dalam
mempelajari matematika.
b. Bagi guru, memberikan gambaran tentang pembelajaran
matematika bidang geometri serta memberikan masukan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran matematika berupa
strategi, metode, pendekatan, media pembelajaran yang tepat
dalam proses belajar.
c. Bagi penulis, melatih kemampuan serta menambah pengalaman
sebagai bekal dalam melaksanakan tugas mendidik.
Download