BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut pendapat Dyck dan Neubert (2010:7), Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling human and other organizational resources in order to effectively achieve organizational goals. Manajemen adalah proses perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan pengontrolan manusia dan sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Williams (2011:7) berpendapat, Management is getting work done through others. Manajemen adalah menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain. Manajemen adalah proses pengordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbins dan Coulter, 2007:8). Jadi, manajemen adalah proses perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan pengontrolan manusia dan sumber organisasi lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia menurut Mathis dan Jackson (2006:3) adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk 6 7 memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, nilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan (Dessler, 2006:4). Menurut Snell dan Bohlander (2010:4) manajemen sumber daya manusia adalah proses mengatur keahlian manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistemsistem formal untuk mengatur tenaga kerja guna pencapaian tujuan organisasi perusahaan. 2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Jeff Madura (2007:389) mengklasifikasikan fungsi manajemen sumber daya manusia ke dalam beberapa kelompok, yaitu: 1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai kondisi di masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun rencana strategis untuk jangka panjang. 2) Pengorganisasian, yaitu meliputi mengatur karyawan dan sumber daya lainnya melalui cara yang konsisten dengan tujuan perusahaan. Fungsi ini penting saat terjadi restrukturisasi atas operasinya seperti perubahan jabatan. 3) Kepemimpinan, yaitu proses mempengaruhi kebiasaan orang lain demi mencapai tujuan bersama. Fungsi ini tidak hanya memberi instruksi tetapi 8 juga memotivasi karyawan dengan cara memberikan tanggung jawab yang lebih besar pada karyawan. 4) Pengendalian, yaitu melibatkan pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Fungsi ini untuk mengevaluasi secara kontinu sehingga perusahaan dapat memastikan bahwa telah menempuh langkah yang benar untuk mencapai tujuan. 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis Manajemen sumber daya manusia strategis adalah penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing (Mathis dan Jackson, 2006:67). Menurut Dessler (2004:13), manajemen sumber daya manusia yang strategis adalah hubungan MSDM dengan sasaran dan tujuan strategis untuk meningkatkan prestasi bisnis dan mengembangkan budaya organisasi yang membantu pengembangan inovasi dan fleksibilitas. Singkatnya, manajemen sumber daya manusia strategis adalah penggunaan karyawan untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing dan mengembangkan budaya organisasi yang membantu pengembangan inovasi dan fleksibilitas. 2.2.1 SDM Sebagai Mitra Strategis Aset strategis adalah serangkaian sumber daya dan kapabilitas yang sulit untuk ditukar dan ditiru, langka, tepat, dan istimewa, yang memberikan 9 keunggulan kompetitif pada perusahaan. Aset strategis menjaga perusahaan untuk tetap kompetitif dalam jangka waktu lama, namun secara karakteristik sukar ditiru (Becker, Huselid, dan Ulrich, 2009:2). SDM disebut sebagai mitra strategis karena : 1) Persoalan SDM yang dampaknya terhadap strategi perusahaan sulit untuk ditiru. Para manajer SDM harus memahami strategi perusahaan. Selanjutnya, mereka harus bergerak dari perspektif “bottom-up” ke perspektif “top down”. 2) Sebuah perusahaan yang kehilangan seluruh peralatannya namun tetap menjaga keterampilan dan pengetahuan tenaga kerjanya dapat kembali ke dalam bisnis tersebut dengan relatif cepat. Namun, perusahaan yang kehilangan tenaga kerjanya, tapi masih memiliki peralatan, tidak akan pernah pulih. Terdapat beberapa pandangan atas peran SDM sebagai mitra strategis (Dessler, 2004:13), yaitu : 1) Pertama, SDM sekedar operasional dan bahwa aktivitas SDM tidak strategis sama sekali. Aktivitas SDM hanya menangani sedikit masalah, yaitu memastikan orang digaji dengan tepat waktu, dan mengiklankan lowongan pekerjaan sesuai tenggat waktu surat kabar. 2) Kedua, peran SDM mencocokkan atau beradaptasi dengan strategi perusahaan. Peran strategis SDM di sini untuk mengadaptasi praktik SDM individual (perekrutan, pemberian penghargaan, dan seterusnya) menyesuaikan dengan strategi khusus perusahaan dan keunggulan kompetitif. 3) Ketiga, manajemen SDM sebagai rekan setara dalam proses perencanaan strategis. Di sini, peran SDM bukan hanya untuk mengadaptasi aktivitasnya 10 dengan strategi bisnis perusahaan dan menjalankan tugas operasional seharihari seperti membayar karyawan. Misalnya, SDM berpartisipasi dan memengaruhi keputusan. Menurut Becker, Huselid, dan Ulrich (2009:4), evolusi sumber daya manusia sebagai mitra strategis terbagi menjadi : 1) Perspektif personel : Perusahaan merekrut dan menggaji orang tetapi tidak berfokus untuk mengambil yang terbaik atau mengembangkan karyawan yang luar biasa. 2) Perspektif kompensasi : Perusahaan menggunakan bonus, insentif gaji, dan pembedaan gaji guna menghargai karyawan yang berkinerja tinggi. 3) Perspektif keselarasan : Para manajer senior memandang karyawan sebagai aset strategis, namun tidak berupaya untuk memeriksa dengan saksama kapabilitas-kapabilitas SDM. 4) Perspektif kinerja-tinggi : Para eksekutif SDM dan yang lain memandang SDM sebagai sistem yang melekat di dalam sistem yang lebih besar, yakni implementasi strategi perusahaan. 2.2.2 Arsitektur SDM sebagai Aset Strategis Arsitektur Strategis SDM menurut Becker, Huselid, dan Ulrich (2009:13) : FUNGSI SDM SISTEM SDM Profesional SDM dengan kompetensi strategis Kinerja tinggi, kebijakan dan praktik yang selaras secara strategis 1. Fungsi SDM Gambar 2.1 Arsitektur Strategis SDM PERILAKU KARYAWAN Kompetensi, motivasi, dan perilaku yang terfokus secara strategis 11 1) Fungsi SDM Terdapat dua dimensi esensial dalam efektivitas manajemen sumber daya manusia. Pertama, manajemen SDM teknis, yang mencakup penyampaian dasar-dasar SDM seperti perekrutan, kompensasi, dan tunjangan. Kedua, manajemen SDM strategis melibatkan penyampaian jasa-jasa tersebut dengan cara yang secara langsung mendukung implementasi strategi perusahaan. 2) Sistem SDM Sistem sumberdaya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam sumberdaya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High Performance Work System (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital pada organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut : (1) Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi dengan model-model kompetensi yang tervalidasi (2) Mengembangkan strategi yang memberikan dukungan tepat waktu dan efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi (3) Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan berkinerja tinggi 12 Hal di atas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar sumberdaya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara menekankan,mendukung dan memperkuat tenaga kerja berkinerja tinggi. HPWS secara langsung menciptakan customer value atau nilai lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini proses kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik HPSW tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktik sumberdaya manusia yang tepat, tetapi juga cara praktik-praktik dijalankan. 3) Perilaku Karyawan Peran sumberdaya manusia yang strategis akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti : (1) Perilaku inti adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi. 13 (2) Perilaku dalam situasi tertentu (situation-specific behaviors) yang esensial pada titik-titik kunci dalam rantai nilai perusahaan. Misalnya berupa keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk memengaruhi dan mengukur kontribusi sumberdaya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Karena, pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan untuk implementasi strategi organisasi, dan cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak memengaruhi perilaku strategis secara langsung. Perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur sumberdaya manusia secara luas. 2.3 Human Resource Scorecard Menurut Dessler (2005:16), HR Scorecard adalah pengukuran efektivitas dan efisiensi fungsi HR dalam menghasilkan perilaku karyawan yang diperlukan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan. Becker, Huselid & Ulrich (2009:xii) berpendapat bahwa HR Scorecard merupakan “alat pengungkit” yang penting, yang dapat digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif. Masruroh (2008) mengemukakan bahwa HR Scorecard adalah suatu sistem pengukuran kinerja sumber daya manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. HR Scorecard merupakan Balance Scorecard dengan 14 pendekatan Human Resources Department di mana sistem pengukuran kinerja terintegrasi menggambarkan sistem sumber daya manusia dan key performance indicators yang dihasilkan berdasarkan pada manajemen sumber daya manusia. Puspita (2008) mengemukakan bahwa salah satu pendekatan pengukuran kinerja adalah Human Resource Scorecard yang merupakan sebuah pendekatan yang menggabungkan antara faktor-faktor-faktor sukses kritis (critical success factor) dengan strategi dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Kesimpulannya, HR Scorecard adalah pengukuran fungsi HR yang dapat digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. 15 2.3.1 Model Tujuh-Langkah untuk Penerapan Peran Strategis SDM Definisikan strategi bisnis secara jelas Bangun argumen bisnis untuk SDM sebagai aset strategis Ciptakan peta strategi Bandingkan ukuran dengan peta strategi secara reguler - Leading dan lagging indicator - Tangible dan intangible Identifikasi HR Deliverable dalam peta strategi Selaraskan arsitektur SDM dengan HR Deliverable Fungsi SDM Sistem SDM Perilaku strategis karyawan Rancang sistem pengukuran strategis - Kembangkan HR Scorecard (leading, lagging, pengendalian biaya, dan ukuran penciptaan nilai) - Mengukur SDM perusahaan Intangible Jalinan kinerja Implementasikan manajemen berdasarkan pengukuran Sumber : Becker, Huselid &Ulrich (2009) Gambar 2.2 Mentransformasikan Arsitektur SDM ke dalam Aset Strategis 16 Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2009:38) perlu diilustrasikan bagaimana sumber daya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsi-fungsi yang dilaksanakannya kedalam proses implementasi strategis organisasi perusahaan. 1) Definisikan strategi bisnis secara jelas Memfokuskan pada implementasi strategi daripada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri sehingga pemimpin senior sumberdaya manusia dapat memfasilitasi pembahasan mengenai bagaimana mengomunikasikan sasaran perusahaan kepada keseluruhan organisasi. 2) Bangun argumen bisnis untuk SDM sebagai aset strategis Di dalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut : hasil penelitian menunjukkan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari stratregi itu sendiri. 3) Ciptakan peta strategi Kejelasan strategi organisasi menetapkan langkah-langkah untuk pelaksanaan strategi. Di kebanyakan organisasi, nilai pelanggan (customer value) tercakup di dalam produk dan jasa yang dihasilkan organisasi sebagai suatu hasil yang kompleks dan proses kumulatif yang disebut sebagai “Value Chain”. Semua organisasi memiliki value chain walaupun itu belum diartikulasikan,dan sistem pengukuran kinerja organisasi harus memerhatikan setiap hubungan di dalam rantai itu. 4) Identifikasi HR Deliverable dalam peta strategi Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila manajer sumberdaya manusia tidak memahami 17 aspek bisnis, maka para manajer tidak akan menghargai bagian sumberdaya manusia tersebut. Dalam hal ini menetapkan apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta strategi dan berusaha fokus pada tingkah laku strategis yang memperluas fungsi kompetensi, reward, dan tugas organisasi. Misalnya: perusahaan memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R &D (high performance driver). 5) Selaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverable Adanya ketidaksejajaran antara sistem sumberdaya manusia dengan implementasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan. 6) Rancang sistem pengukuran strategis Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja sumberdaya manusia, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh profesional sumberdaya manusia. 7) Implementasikan manajemen berdasarkan pengukuran Bila HR scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka profesional sumberdaya manusia akan menemukan apa yang harus benar-benar dilakukan untuk mengelola sumberdaya manusia sebagai aset strategis. 18 2.3.2 Membuat HR Scorecard Sebagaimana dalam banyak unit bisnis, R&D memiliki sasaran profitabilitas yang akan memengaruhi pertumbuhan pendapatan dan peningkatan produktivitas, yang merupakan pendorong kinerja yang penting. Berikut merupakan uraian dari dua dimensi tersebut (Rivai, 2010:662) : 1) Pertumbuhan pendapatan (revenue growth) Didapatkan dari kepuasan pelanggan, yang berasal dari : (1) Inovasi produk sangat bergantung pada kehadiran staf berbakat serta pengalaman organisasi. (2) Jadwal pengiriman yang andal merupakan bagian dari pengoptimalan staf pada manufaktur. 2) Peningkatan produktivitas Berkaitan dengan pemeliharaan jadwal produksi yang optimal, yang bergantung pada pemeliharaan staf-staf yang sesuai. 2.3.2.1 Mengembangkan Sistem Pengukuran SDM Langkah-langkah pendekatan HR Scorecard untuk mengembangkan sistem pengukuran sumber daya manusia (Rivai, 2010:662) 1) Mengidentifikasi HR Deliverable Terdapat dua HR Deliverable. Pertama, staffing yang bertalenta dalam unit R&D. Kedua, pengoptimalan staf dalam unit manufaktur. Kedua deliverable ini berdampak pada kinerja keseluruhan perusahaan. Salah 19 satunya berkontribusi pada pertumbuhan pendapatan, sementara yang lain berpengaruh pada peningkatan produktivitas. 2) High-Performance Work System Dengan merancang dan menerapkan kompetensi yang terkait dengan semua elemen pada sistem SDM, dan melakukan penilaian kinerja karyawan. 3) Identifikasi Penempatan Sistem SDM Dengan adanya staf yang bertalenta tinggi pada unit R&D, perusahaan juga harus melakukan kebijakan-kebijakan retensi, yang mana kebijakan retensi merupakan leading indicator yang penting. Kebijakan retensi adalah kebijakan yang ditetapkan perusahaan untuk mempertahankan karyawan yang bertalenta dan berkinerja baik. 4) Identifikasi Pengukuran Efisiensi SDM Perusahaan mampu mengidentifikasi biaya perekrutan (cost per hire) sebagai ukuran pengukuran yang efisien. Biaya perekrutan mungkin akan lebih tinggi daripada rata-rata. Namun, manfaat proses tersebut juga akan berada di atas rata-rata. HR Scorecard yang dikembangkan perusahaan harus melihat hubungan antara biaya dan manfaat penting ini. 2.3.2.2 Mengonstruksi HR Scorecard Penggunaan empat dimensi untuk mengonstruksi Scorecard menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2009:67). 20 1) High-Performance Work System Terdapat ukuran-ukuran agar dimensi kinerja aktivitas SDM tetap memperoleh perhatian utama mereka. Tabel 2.1 Ukuran-ukuran High-Performance Work System Rata-rata peningkatan Persentase penghargaan yang diberikan bayarannya karyawan yang bergantung pada berdasarkan klasifikasi pekerjaan kinerja dan kinerja karyawan Rasio antara karyawan berbakat Persentase karyawan dengan dan penggantinya (backup talent neraca pengembangan ratio) Belanja pengembangan Persentase gaji total berisiko kompetensi per karyawan Rasio gaji perusahaan/gaji Kualitas perusahaan pesaing umpan-balik karyawan Perbedaan kompensasi insentif Rentang (kinerja rendah vs tinggi) sistem (distribusi) peringkat penilaian kinerja Jumlah dan kualitas tim-tim lintas Rentang peningkatan penghargaan fungsi berdasarkan klasifikasi Jumlah dan tipe “proyek khusus” Jumlah usulan yang dihasilkan untuk mengembangkan karyawan dan/atau diimplementasikan berpotensi tinggi 21 2) Penyelarasan sistem SDM Untuk memilih ukuran penyelarasan yang tepat, fokuslah pada unsurunsur sistem SDM yang menciptakan kontribusi pada HR Deliverable. 3) Efisiensi SDM : Metrik Inti vs Metrik Strategis Dilakukan pembagian efisiensi kunci ke dalam dua kategori, yaitu inti dan strategis. Efisiensi inti mengukur pengeluaran SDM yang tidak memiliki kontribusi langsung pada pengimplementasian strategi perusahaan. Efisiensi strategis mengukur efisiensi kegiatan dan proses SDM untuk menghasilkan HR Deliverable. 4) HR Deliverables Ukuran-ukuran HR Deliverable membantu dalam mengidentifikasi hubungan sebab-akibat, yang mana sistem SDM menghasilkan nilai dalam perusahaan. Pemilihan ukuran-ukuran HR Deliverable yang tepat bergantung kepada peran yang akan dimainkan oleh SDM dalam implementasi strategi. Dalam pembuatan bagian tersebut, harus lebih fokus pada HR Performance Driver dan HR Enabler daripada kapabilitas potensial organisasi. 2.3.3 Perspektif HR Scorecard Dengan menggunakan HR Scorecard terdapat empat perspektif yang dapat kita lihat (Masruroh:2008). 22 1) Perspektif Keuangan Tolok ukur keuangan untuk memberi ringkasan dari konsekuensi ekonomis dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil. 2) Perspektif Pelanggan Tolok ukur karyawan sebagai aset, sebagai pengguna dari implementasi strategi sumber daya manusia. 3) Perspektif Proses Bisnis Internal Fokus pada proses internal yang memberikan dampak kepuasan pelanggan dan mencapai tujuan finansial perusahaan. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Fokus pada sistem dan strategi untuk pengembangan sumber daya manusia. Tabel 2.3 Perspektif HR Scorecard Perspektif Perspektif Perspektif Perspektif Pembelajaran dan Proses Bisnis Pelanggan Keuangan Pertumbuhan Internal - Kemampuan - Inovasi - Market Share - Cost Karyawan - Proses - Customer - Kemampuan Sistem Informasi - Motivasi - Pemberdayaan - Kesesuaian dengan standar - Pelayanan (Masruroh, 2008) Effectiveness Acquisition - Customer Retention - Customer Satisfaction - Customer Profitability kinerja Sumber : Puspita, 2008 23 2.3.4 Key Performance Indicator Iveta (2012), menyatakan bahwa key performance indicator merupakan cerminan dari kinerja organisasi. Manajemen di sektor entrepreneurial harus memiliki KPI yang berhubungan dengan visi dan misi perusahaan. Menurut Huselid, Becker, dan Beatty dalam Iveta (2012), elemen pada HR Scorecard adalah key leading indicator untuk kesuksesan tenaga kerja. Key performance indicator bertugas untuk tiap perspektif pada peta strategi dan akhirakhir ini menjadi benchmark pada HR level di sektor entrepreneurial. Menurut Kaplan dan Norton (2007), KPI terbagi menjadi lagging indicator dan leading indicator. Hursman (2010) membagi lima kriteria untuk KPI yang efektif : 1) Specific (spesifik) 2) Measurable (dapat diukur) 3) Attainable (dapat dicapai) 4) Relevant (relevan) 5) Time bound (ada jangka waktu) Peta strategi merupakan bagian penting pada HR Scorecard dan merupakan dasar untuk mengatur KPI yang tepat. 2.3.5 Keuntungan HR Scorecard Keuntungan dari HR Scorecard (Rivai, 2010:674) : 1) Memperkuat perbedaan antara HR doable dan HR Deliverable 24 HR Doable fokus pada hitungan efisiensi dan aktivitas SDM. Sedangkan HR Deliverable merupakan hasil arsitektur SDM yang bertindak untuk mengeksekusi strategi perusahaan. HR Deliverable ini terdiri dari dua kategori : performance driver (kapabilitas atau aset inti dari manusia, seperti produktivitas dan kepuasan karyawan), dan enablers (memperkuat performance driver, seperti struktur reward). (Becker, Huselid dan Ulrich (2009:32). 2) Memungkinkan pengendalian biaya dan penciptaan nilai HR Scorecard membantu manajer SDM untuk menyeimbangkan kedua tujuan tersebut. 3) Mengukur leading indicator Leading indicator merupakan indikator yang menilai status faktor keberhasilan kunci yang mendorong implementasi strategi perusahaan dan lebih menekankan pada masa depan. Di mana berbanding terbalik dengan lagging indicator yang mencerminkan apa yang terjadi di masa lalu. 4) Menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi 5) Manajer SDM harus memiliki strategi yang jelas untuk pengukuran HR Deliverable. 7) Memungkinkan profesional SDM mengatur tanggung jawab mereka secara efektif HR Scorecard mendorong manajer SDM untuk fokus pada keputusan yang memengaruhi keberhasilan implementasi strategi perusahaan. 25 8) Mendorong fleksibilitas dan perubahan HR Scorecard mendorong fleksibilitas dan perubahan, karena scorecard fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang membutuhkan perubahan secara konstan. 2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1 Definisi Kinerja Kinerja menurut Robbins dan Coulter (2005:226) adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kreitner dan Kinicki (2008:36) berpendapat bahwa kinerja adalah nilai dari sekelompok perilaku karyawan yang berkontribusi, baik positif atau negatif, terhadap pencapaian tujuan organisasi. Singkatnya, kinerja adalah hasil atas apa yg dikerjakan atau tidak dikerjakan yang dapat berkontribusi positif atau negatif bagi pencapaian tujuan organisasi. 2.4.2 Definisi Manajemen Kinerja Menurut Wibowo dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Kinerja” (2007:7) manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. 26 Simanjuntak (2005:1) berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Manajemen dan Evaluasi Kinerja” bahwa manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Menurut Berger (2007:111), sistem manajemen kinerja memiliki dua bagian utama yaitu penilaian kinerja (proses mengukur kinerja) dan evaluasi kinerja/performance review (proses mengkomunikasikan hasil penilaian karya kepada orang yang kinerjanya diukur). Jadi, manajemen kinerja adalah proses manajemen yang mengatur tujuan individu dan tujuan organisasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi melalui penilaian kinerja dan evaluasi kinerja. 2.4.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Kinerja Menurut Gibson (2006:434) ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1) Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, penggajian), dan demografis (umur, asal usul, jenis kelamin) 2) Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, dan struktur desain pekerjaan 3) Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi 27 Sementara Robert L. Mathis dan John J. Jackson (2006:114) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu: 1) Usaha yang dicurahkan, terdiri dari: motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas 2) Kemampuan individual, terdiri dari: bakat, minat, dan faktor kepribadian. 3) Dukungan organisasional, terdiri dari: pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja 2.4.4 Jenis Informasi Kinerja Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:379) berpendapat bahwa manajer menerima tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka, di antaranya adalah: a. Informasi berdasar sifat Informasi berdasar sifat mengidentifikasikan sifat karakter subjektif dari karyawan (seperti sikap, inisiatif, kreativitas) dan mungkin hanya mempunyai sedikit kaitan dengan pekerjaan tertentu. b. Informasi berdasar perilaku Informasi berdasar perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku “persuasi verbal” dapat diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan manajemen. Masalah 28 potensial timbul jika lebih dari satu perilaku dapat membawa keberhasilan kinerja dalam situasi tertentu. c. Informasi berdasar hasil Informasi berdasar hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan berdasarkan hasil dapat diterapkan. Bagaimanapun, bahwa hal apa yang diukur, cenderung untuk ditekankan. Tetapi penekanan ini mungkin menghilangkan bagian dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi tidak terukur. 2.5 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti / Tahun Judul Hasil Penelitian Widya Ayu Puspita / Human Resource Scorecard 2008 dalam Pendidikan kinerja SDM, yang salah satunya Nonformal dan Informal menggunakan pendekatan HRSC. Perlu dilakukan pengukuran terhadap Dengan menggunakan pendekatan ini, organisasi pendidikan nonformal dan informal dapat merancang strategi untuk kinerja yang unggul yang umumnya menuntut investasi yang signifikan pada orang, sistem dan 29 proses yang mampu membangun kemampuan organisasi untuk terus bertumbuh dan berkembang. Selain itu, HR Scorecard juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai apakah strategi yang dilakukan sudah tepat, dan juga untuk mengawasi apakah strategi organisasi telah dijalankan. Nisa Masruroh / 2008 Pengukuran Kinerja Menggunakan Human Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa skor pengukuran kinerja Resources Scorecard dalam sumber daya manusia di PT Rajawali rangka Meningkatkan Tanjungsari pada tahun 2005 adalah Kinerja di PT Rajawali 2,506 yang digolongkan kinerja Tanjung Sari sumber daya manusia kurang dan tahun 2006 adalah 3,139 yang digolongkan kinerja sumber daya manusia sedang Gabcanova Iveta / Human Resources Key Key performance indicators (KPI) 2012 Performance Indicators mencerminkan kinerja organisasi. Peta strategi yang mana merupakan bagian penting dalam HR Scorecard dan menjadi dasar dalam 30 menspesifikasikan KPI. Tujuan utama organisasi harus memiliki HR Scorecard yang manageable dan berkelanjutan dengan KPI yang nyata dan dapat diukur 31 2.6 Kerangka Pemikiran PT Trimitra Sarana Mandiri Visi dan Misi Tujuan : Fungsi SDM, Sistem SDM, Perilaku Karyawan HR Scorecard Perspektif Perspektif Perspektif Proses Perspektif Pembelajaran Keuangan Pelanggan Bisnis Internal dan Pertumbuhan - Cost Effectiveness - Market Share - Inovasi - Kemampuan - Customer - Proses Karyawan Acquisition - Pelayanan - Customer - Kemampuan Sistem Informasi Retention - Motivasi - Customer - Pemberdayaan Satisfaction - Kesesuaian dengan - Customer standar kinerja Profitability Kinerja Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran