27 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Berdasarkan hasil penimbangan BB monyet ekor panjang, penambahan nikotin cair pada kedua kelompok pakan terdapat kecenderungan penurunan BB dibandingkan sebelum diberi nikotin cair. Selanjutnya, data hasil penelitian terhadap rerata BB monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rerata bobot badan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin Perlakuan Kelompok I Kelompok II 0 4,53 ± 0,69a 4,92 ± 0,19a a 1 4,39 ± 0,59 4,70 ± 0,24a Bobot Badan (kg) a 2 4,42 ± 0,58 4,84 ± 0,31a a 5,04 ± 0,45a 3 4,44 ± 0,59 Keterangan : Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin. Peubah Bulan Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang untuk kelompok I (lemak sapi) dan kelompok II (monkey chow) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan ditambah nikotin cair (P>0,05), namun nyata dipengaruhi oleh waktu (bulan) intervensi nikotin cair (P<0,05). Semakin lama waktu penambahan nikotin cair dalam pakan perlakuan, maka semakin meningkat pula efek dari faktor-faktor yang menurunkan asupan energi, asupan makanan, dan pengeluaran energi yang diikuti dengan penurunan BB. Penurunan BB mulai terjadi pada bulan ke-1 setelah intervensi nikotin, namun terjadi peningkatan kembali pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk masingmasing kelompok. Kelompok I mengalami penurunan sebesar 0,11 kg (2,43%) dari 4,53±0,69 kg menjadi 4,42±0,58 kg, sedangkan kelompok II mengalami penurunan sebesar 0,08 kg (1,62%) dari 4,92±0,19 kg menjadi 4,84±0,31 kg. Berdasarkan analisis statistik, rerata BB monyet ekor panjang selama intervensi nikotin mengalami kecenderungan penurunan yang tidak bermakna (P>0,05). 28 Peningkatan rerata BB monyet ekor panjang pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk perlakuan kelompok I diakibatkan oleh konsumsi lemak yang tinggi (20,80%) melebihi batas normal kebutuhan jaringan tubuh (5-9%), sehingga terjadi penimbunan lemak di jaringan adiposa dan intramuskular yang memungkinkan terjadinya peningkatan BB. Kelompok II mengalami peningkatan BB lebih tinggi dibandingkan kelompok I pada bulan ke-2 dan ke-3, hal ini diakibatkan oleh konsumsi dan absorpsi protein yang lebih tinggi (26,82%) dari normal (8%) (Frandson 1993; NRC 2003; Almatsier 2003). Kelebihan protein dapat disimpan dalam bentuk lemak tubuh sebagai cadangan energi. Protein mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon diubah menjadi lemak dan disimpan di tubuh, sehingga memicu terjadinya peningkatan BB bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan waktu yang lama (Frandson 1993; Almatsier 2003; Grisham & Garret 2005). Peningkatan BB dapat pula disebabkan oleh kandungan serat kasar yang relatif rendah (2,12-2,25%), sehingga penyerapan pakan menjadi lebih tinggi dan memicu terjadinya peningkatan BB. Kandungan serat kasar yang ideal untuk monyet ekor panjang berkisar antara 2,50 sampai 8,00% (NRC 2003). Selanjutnya, profil penurunan rerata bobot badan monyet ekor panjang dari setiap kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 4. Bobot badan (kg) 5,2 5 4,8 4,6 4,4 4,2 4 0 1 2 3 Waktu (bulan) Gambar 4 Rerata bobot badan dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦). 29 Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan ditambah nikoin cair (P<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Chatkin dan Chatkin (2007), bahwa pemberian nikotin cair yang memiliki sistem penyampaian pada neurotransmiter di otak hanya menurunkan kebutuhan asupan energi, sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan secara tidak langsung mempengaruhi penurunan BB. Selain itu, penurunan asupan makanan juga diakibatkan oleh meningkatnya efek dari faktorfaktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi. Pengaruh leptin pada penurunan asupan makanan terjadi melalui sinyal dari leptin ke pusat hipotalamus yang mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh, metabolisme glukosa, dan penggunaan energi (Mantzoros 1999; Sugiharto 2007). Selain itu, penurunan rasa lapar dan konsumsi makanan sebagian terjadi melalui inhibisi (penekanan) aktivitas neuropeptida Y sebagai stimulator yang sangat penting dari perilaku konsumsi makanan. Indeks Massa Tubuh Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan bahwa pemberian nikotin berpengaruh pada kedua perlakuan pakan. Data hasil penelitian terhadap rerata IMT monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin dapat disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rerata indeks masa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin Perlakuan Kelompok I Kelompok II 0 23,41±2,23ab 24,71±0,57a ab 1 22,72±1,91 23,60±0,85ab IMT (kg/m2) ab 2 22,87±1,62 24,30±1,02a b 25,06±2,19a 3 21,60±2,05 Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin. Peubah Bulan 30 Berdasarkan hasil analisis ragam, penurunan IMT nyata dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pakan (P<0,05). Nilai IMT pada kelompok I sebelum dilakukan intervensi nikotin adalah sebesar 23,41±2,23 kg/m2 dan kelompok II sebesar 24,71±0,57 kg/m2. Berdasarkan klasifikasi IMT untuk orang Asia menurut WHO, kelompok I dan kelompok II tergolong ke dalam kriteria pre obes (23,0024,90 kg/m2). Selama 3 bulan intervensi nikotin, IMT untuk masing-masing kelompok monyet mengalami penurunan, namun pada bulan ke-3 terjadi peningkatan IMT untuk kelompok II. Penurunan rerata IMT untuk kelompok I adalah sebesar 1,02 kg/m2 (4,35%) dari 23,41±2,23 kg/m2 menjadi 21,60±2,05 kg/m2, sehingga terjadi penurunan kriteria dari pre obes menjadi normal (18,50-22,99 kg/m2), sedangkan penurunan rerata IMT untuk kelompok II terjadi pada bulan ke-2 sebesar 0,41 kg/m2 (1,70%) dari 24,71±0,57 kg/m2 menjadi 24,30±1,02 kg/m2, kelompok ini masih tetap dalam kriteria pre obes. Secara keseluruhan, nilai rerata IMT pada monyet ekor panjang mengalami penurunan selama pemberian nikotin cair untuk kedua kelompok perlakuan. Selanjutnya, profil penurunan rerata IMT monyet ekor panjang dari setiap Indeks massa tubuh (kg/m2) kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 5. 26 25 24 23 22 21 20 19 0 1 2 3 Waktu (bulan) Gambar 5 Rerata indeks massa tubuh dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦). 31 Berdasarkan Gambar 5, penambahan nikotin cair pada kelompok I memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap penurunan IMT dan terus menurun dari bulan ke-1, ke-2, dan ke-3. Sedangkan penambahan nikotin cair pada kelompok II hanya mampu menurunkan IMT pada bulan ke-1 dan meningkat kembali pada bulan ke-2 dan ke-3. Penurunan IMT monyet ekor panjang kemungkinan besar dipengaruhi oleh hormon leptin dan neuropeptida Y yang terlibat dalam konsumsi nikotin, karena efek dari pemberian nikotin cair adalah meningkatkan aktivitas leptin yang berperan dalam mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh dan penggunaan energi (Filozof et al. 2004; Sugiharto 2007). Selain itu, nikotin juga menghambat aktivitas neuropeptida Y yang merupakan stimulator penting dari perilaku konsumsi makanan sehingga terjadi penurunan rasa lapar dan konsumsi pakan. Peningkatan IMT pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk kelompok II kemungkinan diakibatkan oleh konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan kelompok I, yaitu sebesar 70,83% berdasarkan penelitian sebelumnya dengan hewan yang sama (Zakariah 2010), sehingga kelebihan protein tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak yang mengakibatkan terjadinya peningkatan IMT (Guyton 1996). Berdasarkan Almatsier (2003), konsumsi makanan yang mengandung tinggi protein dalam jangka waktu lama akan disimpan di jaringan adiposa. Peningkatan dan penurunan IMT untuk kedua kelompok perlakuan dapat pula disebabkan oleh respon yang berbeda-beda dari masing-masing individu terhadap masing-masing pakan yang diberikan. Faktor yang mengakibatkan terjadinya variasi respon ini adalah gen, seperti yang dikemukakan oleh Yang et al. (2007) bahwa genetik memberikan pengaruh yang besar terhadap IMT dan BB (6 - 80%). 32 Glukosa Darah Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin, kedua kelompok perlakuan memberikan gambaran glukosa darah yang berbeda. Data hasil penelitian terhadap rerata kadar glukosa darah sebelum dan selama intervensi nikotin disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin Perlakuan Kelompok I Kelompok II 71,20±28,80a 0 57,20±20,49ab b 1 44,80±9,52 51,60±11,00ab Glukosa Darah (mg/dl) ab 2 48,60±8,85 51,60±11,81ab b 3 33,60±17,56 51,00±11,81ab Keterangan : Hurup superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin. Peubah Bulan Berdasarkan hasil analisis ragam, bahwa kadar glukosa darah nyata dipengaruhi oleh waktu (bulan) intervensi nikotin (P<0,05). Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin pada kelompok I mengalami penurunan sebesar 23,60 mg/dl (41,30%) dari 57,20±20,49 mg/dl menjadi 33,60±17,56 mg/dl. Glukosa darah pada kelompok II sebelum intervensi nikotin berada di atas normal, namun setelah intervensi nikotin mengalami penurunan sebesar 20,20 mg/dl (28,40%) dari 71,20±28,80 mg/dl menjadi 51,00±11,81 mg/dl. Glukosa darah normal monyet ekor panjang yaitu 48 mg/dl sampai 69 mg/dl (Fortman et al. 2002). Berdasarkan Tabel 9 di atas, penurunan glukosa darah pada bulan ke-3 terjadi karena adanya pengurangan aktivitas tubuh dan konsumsi pakan. Pengurangan jumlah konsumsi pakan diakibatkan oleh meningkatnya efek dari faktor-faktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi (Filozof et al. 2004). Penurunan kadar glukosa darah pada bulan ke-1, ke-2, dan ke-3 terjadi karena pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi metabolisme jaringan adiposa untuk menghasilkan hormon seperti leptin. Leptin 33 adalah hormon protein yang diproduksi dari lemak di jaringan adiposa yang memiliki pengaruh penting dalam mengendalikan asupan makanan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak, dan pengeluaran energi. Leptin mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan, peningkatan pengeluran energi, metabolisme glukosa, dan lemak (Mantzoros 1999; Richards et al. 2000; Sugiharto 2007). Menurut Chen et al. (2002), leptin menyediakan informasi ke pusat saraf dalam mengatur tingkah laku makan, nafsu makan, dan pengeluaran energi. Selain itu, nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitter di otak yang berfungsi menurunkan kebutuhan akan asupan energi sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan menekan aktivitas neuropeptida Y yang berperan dalam perilaku konsumsi pakan (Chatkin & Chatkin 2007). Kelompok I pada bulan ke-2 menunjukkan adanya sedikit peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan pada bulan ke-1. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas tubuh, seperti merawat diri, menggaruk-garuk badan, tangan dan kaki pada penelitian sebelumnya dengan hewan coba yang sama (Zakariah et al. 2010) sehingga diperlukan energi yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan aktivitas tersebut. Peningkatan aktivitas tubuh mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah yang langsung dialirkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan glukosa sebagai sumber energi. Selain dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi, glukosa darah juga dihasilkan dari glikogen di dalam hati (Almatsier 2003). Peningkatan glukosa darah pada bulan ke-2 tidak berlangsung lama dan menurun kembali pada bulan berikutnya. Hal ini terjadi karena peningkatan glukosa darah setelah konsumsi pakan akan merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikkan kadar glukosa darah yang lebih lanjut (Hembing 2008). Selain itu, penurunan glukosa darah juga disebabkan oleh pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi metabolisme jaringan adiposa untuk menghasilkan hormon leptin yang berfungsi menurunkan asupan makanan, meningkatkan metabolisme glukosa, lemak, dan pengeluaran energi. 34 Peningkatan pengeluaran energi mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme glukosa yang berperan sebagai sumber energi. Glukosa yang telah diserap oleh usus halus akan terdistribusi ke dalam sel tubuh yang memerlukan glukosa sebagai energi melalui aliran darah sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah dan menurun kembali secara cepat (Irawan 2007). Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui dua mekanisme utama, yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik. Proses metabolisme secara anaerobik akan berlangsung di dalam sitoplasma, sedangkan proses metabolisme aerobik akan berjalan dengan menggunakan enzim sebagai katalisator di dalam mitokondria dengan kehadiran oksigen (Irawan 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas leptin akan meningkatkan penggunaan energi diikuti dengan peningkatan metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi kemudian dialirkan oleh darah ke seluruh tubuh untuk menghasilkan energi. Selanjutnya, profil penurunan rerata kadar glukosa darah dari setiap kelompok perlakuan dapat disajikan pada Gambar 6. Glukosa darah (mg/dl) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 Waktu (bulan) Gambar 6 Rerata glukosa darah dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦). Gambar 6 diatas memperlihatkan adanya penurunan dan peningkatan rerata glukosa darah, namun secara umum masih berada dalam kisaran normal (Fortman et al. 2002). Kelompok I yang mendapatkan pakan tinggi lemak memiliki rerata kadar glukosa darah lebih rendah dibandingkan dengan kelompok II yang mendapatkan pakan monkey chow. Hal ini disebabkan oleh jumlah protein pada kelompok II lebih banyak dibandingkan kelompok I, sehingga jumlah lemak 35 yang dikonsumsi juga lebih banyak yang mengakibatkan meningkatnya cadangan energi yang disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak. Makanan yang tinggi protein biasanya memiliki kadar lemak yang tinggi, seperti telur, susu, dan daging (Almatsier 2003). Menurut Almatsier (2003), ketika protein dalam keadaan berlebihan di dalam tubuh, protein akan diubah menjadi lemak dan disimpan di tubuh sebagai cadangan energi. Menurut Guyton (1996), seseorang akan langsung menggunakan protein sebagai energi dan disimpan dalam bentuk lemak apabila jumlah protein dalam makanannya lebih banyak daripada yang ada dalam jaringan. Perubahan protein menjadi lemak dibutuhkan hormon insulin yang akan mengambil glukosa dari protein dan mengubahnya menjadi glikogen dan lemak, kemudian disimpan di otot, hati dan jaringan adiposa untuk digunakan sebagai cadangan energi (Hembing 2008). Ketika pengeluaran energi meningkat, maka lemak yang tersimpan di dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Akibatnya, lemak yang tersimpan di dalam tubuh digunakan sebagai energi dan glukosa yang dihasilkan dari hati maupun lemak tidak mengalami penurunan karena terdapat cadangan lemak dalam jumlah besar yang digunakan sebagai energi. Secara keseluruhan, pemberian nikotin mampu menurunkan rerata kadar glukosa darah. Masing-masing kelompok perlakuan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai rerata (58,50 mg/dl), namun masih berada pada kisaran normal (Fortman et al. 2002).