tradisi sebambangan dalam adat lampung menurut hu.kum islam

advertisement
TRADISI SEBAMBANGAN DALAM ADAT LAMPUNG
MENURUT HU.KUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
DI KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH
KABIJPATEN PRINGSEWU LAMPUNG
Skripsi
Diajnkan Kepada Faknltas Syariah dan Hnknm
Untnk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjaua Syariah (S. Sy)
-----..
Ulll
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oleh:
SUHENDRA
108043100013
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TRADISI SEBAMBANGAN DALAM ADAT LAMPUNG
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
DI KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH
KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh:
SUHENDRA
108043100013
Dibawah Bimbingan
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi
yang
berjudul
TRADISI
SEBAMBANGAN
DALAM
ADAT
LAMPUNG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Di
KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN
PRINGSEWU LAMPUNG telah di ajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Mei 2014. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
pada Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum.
Jakarta 08 Mei 2014
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
___
/
Dt. Phil. JM Muslimin MA
NIP. 196808121999031014
P ANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketu a
: Dr. H. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag
J\!IP. 196511191998031002
Sekretaris
: Fahrni Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si
J\!IP. 197412132003121002
Pembimbing
: Fahrni Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si
J\!IP. 197412132003121002
Penguji I
: Prof. Dr. H. Yunasril Ali, MA
J\!IP. 150223823
Penguji II
: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag
NIP. 19640412 199403 1 004
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Mei 2014
~~¥!hi(
.,•;;
Suhendra
ABSTARK
Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluknya baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah
suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt, sebagai jalan untuk makhluknya untuk
berkembang biak, dan melestarikan hidupnya. Nikah menurut bahasa, al-jam 'u
dan al-dham 'u yang artinya kumpuL Makua nikah (zawaj) bisa diartikan aqdu altazwij yang artinya akad nikah, juga bisa diartikan wath 'u al-zuajah bermakna
menyutubuhi istri. Adapun menurut syarak, nikah adalah akad serah terima antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lain
dan membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang
sejahtera, para ahli fikih berkata, zawaj atau nikah adalah akad yang secara
keseluruhan didalarnnya mengandung kata inkah atau tazwaj.
Sementara itu dalam masyarakat Sinar Waya, terdapat pernikahan dengan
adat Sebambangan, adat sebambangan dilakukan dengan cara membawa lari si
gadis (muli) oleh bujang (meghanai) kerumalmya dengan sembunyi-sembunyi
untuk di bawa ketempat pihak laki-laki. Kemudian setelah pihak laki-laki tersebut
membawa sang gadis kernmahnya, pihak laki-laki harus memberi kabar kerumah
pihak sang gadis dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh adat. Dari
penjelasan tersebut maka ha! yang menjadi problematika adalah ketika sang
bujang membawa lari si gadis ke rumahnya, kemudian dibawa lari oleh sang
bujang ke tempat sanak saudaranya. Dengan adanya hal ini dikhawatirkan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti melakukan perbuatan zina, karene
mereka melakukan pelarian hanya berdua untuk menuju ketempat pihak keluarga
si bujang.
Penelitian ini ialal1 penelitian lapangan yang dilakukan di Sinar Waya,
pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi, kemudian
menganalisis data yang telah ada, adapun alas an penyusun memilih lokasi di
kelural1an Sinar Waya km·ena masyarakat di Sinar Waya tersebut sampai saat ini
masih mempe1iahm1kan budaya khas Lmnpung, untuk menganalisis kasus ym1g
terjadi di Sinar Waya serta menentukan sal1 atau tidaknya perkawinan yang
menggunakan adat Sebambangan, maka peneliti menggunakan pendekatan
normatifterhadap al-Qur'an, Hadis, dan kaidah fiqhiyah.
Berdasarkan hasil analisis hukum Islam terhadap data hasil penelitian,
maka dapat disimpulkan bahwa adat sebambangan, adalah salah satu adat yang
dilakukan sebelum melangsungkan pemikahm1, adat sebambangan, sesuai dengan
ketentuan hukum Islam, karena perkawinan yang melalui adat sebambangan
hukunmya sah menurut hukum Islmn karena sudah memenuhi syarat dan kriteria
perkawinan menurut hukum Islmn, undang-undang, dan Kompilasi Hukum Islmn
yang berlaku di Indonesia dengan kata lain hukum adat sebambangan adalah
boleh (mubah).
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Alhamdulillahirabbil 'alamin,
puji
dan
syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan taufiknya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh stndi di
Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah, Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sa!awat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjunagn kita Nabi
Muhammad SAW yang berhasil menyampai risalahnya kepada umat manusia di
seluruh dunia, pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan kita
yang kita harapkan syafaatnya kelak di akhirat.
Selanjutnya dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun tidak berdiri
sendiri. Dalam arti, penyusunan banyak mendapatkan kontribusi dari pihak-pihak
lain. Untuk itn, penyuun menghatnrkan ribuan terima kasih kepada:
1. Dr. Phil. JM Muslimin, M.A selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. I-I. Muhammmad Taufiki, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pebandingan
dan Mazhab Hukum
3. Fahrni Muhammad Ahmadi, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan
Mazhab dan Hukum, sekaligus sebagai dosen pembimbing dalam
penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan banyak masukan dan
arahan kepada penulis serta ikhlas meluangkan waktunya untnk
membimbing serta memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Syari'ah dan Hukum Universitas Islan1 Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan
studi kepustakaan.
5. Para dosen Fakultas Syaria'ah dan Hukum, para Guru. Asatidz yang telah
mendidik penulis baik secara langsung atau tidak, telah membantu
pemahaman penulis dalam menyelesaikan sekripsi ini.
6. H. Azhar Dalom selaku kepala adat Pekon Sinar Waya kecamatan
Adiluwih kabupaten
Pringsewu
yang
telah
mengizinkan penulis
melakukan penelitian dan memberi kemudahan bagi penulis untuk
mendapatkan informasi mengenai data dalam penulisan skripsi ini.
7. Kepada orang tua penulis, ayahanda H. Azhar Dalom dan ibunda Hj. Siti
Azna yang telah melahirkan dan membesarkan ananda. Tiada kata yang
dapat ku ucapkan selain ucapan terima kasih yang tak terbatas untuk
semua pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Karena ku yakin kasih sayang,
cinta suci, dan pengorbanan kalian takkan tertandingi adanya, oleh karena
itu aku akan selalu berusaha membuat kalian tersenyum bangga. Ucapan
ribuan terima kasih atas do'a-nya tak henti-hentinya penulis lantunkan di
setiap do' a.
8. Kakak-kakak ku tercinta Hendra Hastuti, Muhammad Herliyan, Maria
Novita, dan Reni Anggraini yang selalu memberikan dukungan dan
motivasinya, serta semua keluarga besarku, terima kasih atas do'a-nya.
9. Asep Muhdiar, sujatmiko, Anam, Humaidi, Jainuri, Fatul, Sapta, Rngki,
Abdurralunan (BL), Ade Septiawan, Hanafi yang selalu membuat penulis
menjadi tennotivasi dan tak mau kalah dengan mimpi-mimpi indabnya
yang setinggi langit. Semoga Allah SWT mengizinkan semua mimpimimpi kita menjadi nyata sahabat.
10. My best Friends, Asma Hadi, Riadi, Hasan Aziz, Fauzan, dan Humaidah
yang selalu ada disaat penulis membutuhkan bantuannya serta selalu
memberikan masnkan kepada penulis dalam membuat skripsi ini.
11. Semua teman-teman Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan 2008
atas kebersamaan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan karya
ilmiah ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan
karunia-nya. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat
dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama, serta bemilai ibadah
di hadapan Allah SWT. Amin.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
DAFTARISI
ABSTRAK ........................................................................................................ .
KATA PENGANTAR.......................................................................................
n
DAFTARISI .....................................................................................................
v
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................
1
B. Batasan dan Rumusan masalah ............................................
4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...........................
5
D. Review Studi Terdahulu.......................................................
5
E. Metode Penelitian.................................................................
8
F. Sistematika Penulisan... ........ .... ... .. ....... .. ....... .. ........ ... ....... ... 13
BAB II
KAJIAN TEORI PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN
HUKUM ISLAM, KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN
HUKUM POSITIF
A. Pernikahan Dal am Islam ............ .. ... ... .. .. .. .. .. .. ... ... .. ... .. ... ... ... 15
B. Perkawinan Menurut KHI .................................................... 20
C. Perkawinan Dalam UUNomor 1Tahun1974 ..................... 21
D. Tindak Pidana Penculikan Dan Modusnya .......................... 27
BAB III
TATACARA MEMINANG PERNIKAHAN MENURUT
ADAT LAMPUNG
A. Perkawinan Dalam Adat Lampung ...................................... 30
B. Pengertian dan Tata cara Adat Sebambangan ...................... 34
BAB IV
ANALISIS TENTANG ADAT SEBAMBANGAN
A. Pengertian dan hal-hal yang diatur dalam Sebambangan .. .. 51
B. Adat Sebambangan dalam Pandangan Hukum Islam ......... 54
C. Adat Sebambangan dalam pandangan Hukum Positif
(UU No. 01Tahun1974 dan KUHP Pasal 328). ................. 61
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan .... ... ..... ... ............ .. .. ... .. .. ... .. ... ... ... ... .. ... .... .. ........ 63
B. Saran-Saran.......................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 66
LAMP IRAN
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah SWT yang umum
berlaku pada semua mahluk baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Allah SWT tidak menjadikan manusia itu seperti mahluk lainnya,
hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina
secara anarki, dan tidak ada suatu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan
dan kemuliaan manusia, Allah SWT menciptakan hukum sesuai dengan
martabatnya, sehingga hubungan laki-laki dan perempuan diatur secara
terhormat dan saling merestui, dengan tata cara pernikahan. Perkawinan
merupakan suatu cara yang ditetapkan oleh Allah SWT sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak, dan menjaga kelestarian hidupnya,
setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif
dalam mewujudkan tujuan perkawinan 1•
Islam telah menetapkan tata cara dan aturan pernikahan beserta halhal yang terkaitan didalamnya, bukan hanya itu agama Islam juga telah
meletakkan dasar-dasar pergaulan hidup dan hubungan suatu keluarga yang
terbentuk akibat dari pernikahan itu sendiri. Perkawinan akan terbentuk akibat
dari pernikahan itu sendiri. Perkawinan akan semakin penting eksistensinya,
ketika dilihat dari aspek hukum, termasuk di dalarnnya adalah hukum Islam,
perkawinan dipandang sebagai perbuatan (peristiwa) hukum (rechts feit) yaitu:
2
"Perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat hukum",
karena hukum mempunyai kekuatan yang mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum itu terikat oleh kekuatan hukum. Oleh karena itu
hendaknya sebagai umat Islam dan warga negara Indonesia mentaati hukum
Islam dan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. 2
Dengan demikian, perkawinan dapat dikatakan sebagai perbuatan
hukum yang mengikat antara seorang pria dan wanita (suami dan istri) yang
mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT. Islam menjelaskan aturan
perkawinan, namun aturan perkawinan yang berlaku di masyarakat tidak lepas
dari pengarnh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada, dan
yang paling dominan adalah dipengaruhi oleh adat istiadat dan budaya di
mana masyarakat tersebut berdomisili.
Sebagai mana yang te1iera dalam Al-Qur'an (QS. Al-Hujuratl/49: 13),
manusia diciptakan Allah sang Maha Pencipta secara berpasang-pasangan
juga tidak sama, baik dalam iman, warna kulit dan yang lebih kongkrit lagi
mengenai suku dan bangsa. Indah sekali gambaran kejadian hamba disebut
manusia. Berawal dari Adam kemudian diciptakan pasangannya yaitu hawa,
berlanjut dengan adanya keturunan, dan semua itu bertujuan hanya untuk
bertaqwa kepada Allah SWT.
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah
mawadah warahmah, sedangkan pembentukan keluarga yang sakinah
mawadah wa rahmah haruslah berdasarkan dengan Al-Qur'an dan Al-Sunnah.
')
-- .
3
Akan tetapi sifat manusia selalu diliputi dengan emosi karna hal-hal yang tidak
berkenaan dihatinya sehingga ia berbuat nekad dalam menentukan sikap
pribadinya. Seperti ha! yang terjadi pada perkawinan lari yang banyak terjadi
akibat suatu dorongan yang biasanya bersumber pada keluarga itu sebdiri. Pada
umumnya yang dimaksud dengan perkawin lari adalah bentuk perkawinan
yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua, tetapi berdasarkan, kemauan
sepihak atau kemauan kedua belah pihak yang bersangkutan. 3
Meskipun demikian kawin lari dalam pernikahan adat Lampung
kadangkala dij adikan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan
pernikahan dalam adat sebagian masyarakat Lampung yang dikenal dengan
istilah sebambangan.
Berdasarkan dari realitas yang ada, bahwa adat sebambangan adalah
sebuah sistem perkawinan yang ada dalam masyarakat Lampung, bagi yang
beragama Islam tentu saja ingin mengetahui bagaimana kepastian hukum Islam
terhadap beberapa perkawinan adat masyarakat yang berkembang pada saat ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul: "Tradisi Sebambangan Dalam Adat
Lampung Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Kelurahan Sinar
Waya Kecamatan Adiluwih KaJmpaten Pringsewu Lampung". Dalam
skripsi ini membahas bagaimana praktek dan tata cara pelaksanaan adat
sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu Lampung. Serta bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum
4
positifterhadap adat sebambangan yang terjadi di Desa Sinar waya Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
B. Batasan Dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasanbatasan dari masalah penelitian yang akan di teliti, batasan masalah ini berguna
untuk identifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup
penelitian. 4 Pembatasan ini sengaja dilakukan untuk menghindari perluasan
pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan di
teliti.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan di kaji dalam skripsi
1m
sebagai
berikut:
1. Bagaimana
praktek
dan
tat a
cara
pelaksanaan
adat sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Lampung?
2. Bagaimana Pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai
adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Lampung?
5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
I. Tujuan penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Untuk
mendeskripsikan
praktek
dan
tata
earn
pelaksanaan
adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Lampung.
·b. Untuk menjelaskan Pandangan hukum Islam dan hukum positif
mengenai adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penyusunan skripsi ini adalah:
a. Sebagai bahan kajian dan penelitian lebih lanjut dalam rangka
memperkaya hasanah ilmu pengetahuan hukum Islam dan hukum
posisf.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat
Lampung pada khususnya dan masyarakat muslim umumnya.
c. sebagai bahan aplikasi khususnya para akademisi yang mempunyai
ketertarikan dalam bidang studi hukum perkawinan.
D. Review Studi Terdahulu
Hukum adat merupakan aturan kebiasaan manus1a dalam hidup
bermasyarakat. Sejak manusia di turunkan di muka bumi, maka yang
6
Adapun
proses
perkawinan
yang
di
laksanakan
dalam
adat sebambangan merupakan salah satu cara yang di
perkawinan
laksanakan di
Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
Tata cara adat sebambangan dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang
berlaku di daerah tersebut. Dari hasil penelusuran terhadap literatur yang ada,
yang membahas tentang perkawinan adat, baik secara umum maupun secara
khusus yang penulis ketahui adalah:
Skripsi Novendri Eka Saputra, Mahasisiwa di Fakultas Syari'ah dan
Hukum pada Tahun 2009 yang berjudul "Sebambangan Dalam Pernikahan
Adat Lampung Timur Ditinjau Dari Hukum Islam". Skripsi ini hanya
membahas gambaran umum tentang sebambangan ditinjau dari hukum Islam.
Firdaus Adat Sebambangan Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus
Di Kelurahan Kata Baru Kecamatan Banding Agung Kabupaten Oku Sumatra
Selatan) Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa perkawinan adat sebambangan
merupakan perbuatan melakukan pelanggaran hukum adat yang berlaku di
daerah setempat, dan adat sebambangan dilakukan apabila ada suatu problem
dalam hubungan antara pemuda dilakukan apabila ada suatu problem <lalam
lmbungan antara pemuda dan pemudi, salah satu faktornya adalah pihak
perempuan sudah hamil terlebih dahulu, kemudian untuk menghindari
persyaratan adat.
No
I
Nama
Judul Skripsi
Pembahasan
Novendri
Sebambangan
Eka Saputra
Pernikahan Adat Lampung membahas
Dalam Skripsi
Timur Ditinjau Dari Hukum
um um
1111
hanya
gambaran
tentang
7
ditinjau
sebambangan
Islam
dari hukum Islam.
Fi rd a us
Ada/ Sebambangan Ditinjau Dal am
skripsi
m1
Dari Hukum Islam (Stu di disimpulkan
bahwa
Kasus Di Kelurahan Kata perkawinan
ad at
Baru Kecamatan Banding sebambangan
Agung
Kabupaten
Sumatra Se/a/an)
Oku merupakan
perbuatan
melakukan pelanggaran
hukum adat yang berlaku
di daerah setempat, dan
2
adat
sebambangan
dilakukan
apabila
suatu
problem
ada
dalam
hubungan antara pemuda
dan pemudi, salah satu
faktornya adalah pihak
perempuan sudah hamil
terlebih
kemudian
dahulu,
untuk
menghindari persyaratan
ad at
Dalam buku Hilman Hadi Kusuma yang berjudul Pengantar I/mu
Hukum Ada! Indonesia dijelaskan bahwa perkawinan adat sebambangan
8
menggunakan tengepik yang seharusnya dalam prosesi adat sebambangan
tersebut harus menggunakan tengepik, karena tengepik merupakan salah satu
syarat dalam pelaksanaan perkawinan sebambangan di Kelurahan Sinar Waya
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung5 .
Kesimpulan dari telaah pustaka tersebut adalah, adat sebambangan
yang terjadi di masyarakat Sinarwaya sangat berbeda dengan literatur yang
sudah ada, karena wilayah penelitian yang berbeda dan adatnya tentu berbeda
pula, kemudian inti dari skripsi yang ada di atas tidak menggunakan tatanan
upacara adat secara resmi dalam melaksanakan adat sebambangan maupun
kawin lari, berbeda pada adat sebambangan yang berlangsung di dalam
masyarakat Sinar Waya, sebambangan yang terjadi di masyarakat Sinar Waya,
menggunakan syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
sebambangan seperti adanya penggunaan tata cara adat, salah satunya
menggunakan penyerahan badik yang dililit kain putih, tengepik dan tokoh
adat atau penyimbang yang berperan aktif dalam pelaksanaan adat
sebambangan. Hal yang paling membedakan antara skripsi di atas, dengan
skripsi yang dibahas pada analisis hukum Islam terhadap perwalian dan
walimah dalam adat sebambangan.
E. Metode Penelitian
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dengan maksud untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai
9
serentetan peristiwa dan dalam rangka pemecahan suatu permasalahan.
Penelitian merupakan suatu proses dari kegiatan mengumpulkan, mengolah,
menyajikan dan menganalisis suatu masalah peristiwa, Untuk memperoleh
kajian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penelitian berarti
pencarian teori, pengujian teori, atau pemecahan masalah. Artinya bahwa
masalah itu telah ada dan telah diketahui bahwa pemecahan masalah tersebut
sangat diperlukan. Masalah itu bakanlah suatu yang biasa dalam arti bahwa
pemecahannya bias didapakan langsung. 6
Sedangkan menurut Rianto Adi, metode penelitian merupakan ilmu
mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam suatu proses penelitian,
yakni ilmu yang membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan,
dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Pengetahuan diartikan sebagai
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggnaan panca indra.
Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan
prasangka sebagai akibat ketidak pastian. 7 Adapun H. Adari Nawawi
berpendapat bahwa cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah adalah
melalui metode penelitian (penyelidikan). Cara tersebut memungkinkan
ditemukannya kebenaran yang obyektif karena dibentengi dengan fakta-fakta
sebagai bukti tentang adanya sesuatu dan mengapa adanya demikian atau
sebab adanya demikian. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bal1wa ilmu yang memperbincangkan tengtang metode-metode ilmiah dalam
6
Consuelo G. Sevilla dan kawan-kawan, pnerjemah Alimuddin Tuwu. Pengantar Metode
Penelitian. (Universitas Indonesia Jakarta, 1993). h. 2.
10
menggali kebenaran pengetahuan disebut metode penelitin atau metodelogi
research.
Ilmu tersebut mencari cara-cara untuk mengungkapkan dan
menerangkan gejala-gejala alam baik yang nampak atau dapat disentuh
dengan panca indera maupun yang tidak. 8
Maka metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
I. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara terjun langsung ke daerah objek penelitian, untuk mengetahui
hubungan adat sebambangan
di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung, Januari sampai dengan Maret
2014.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah perspektif analitik yaitu penelitian yang
bersifat dan bertujuan untuk memaparkan fenomena adat sebambangan
yang terjadi pada masyarakat di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan
Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2014 dan kemudian
dianalisis menurut hukum Islam.
3. Pengumpulan data
a. Observasi
Sebagai metode ilmiah observasi yaitu pengamatan dan
pencatatan dengan sistematis atas praktek yang diteliti. Penulis
menggunakan observasi langsung ke subjek penelitian. Di sini
11
penyusun mengamati fakta yang ada di lapangan, khususnya yang
berhubungan dengan perkawinan adat sebambangan di Keluraban
Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Pringsewu Lampung tahun 2014.
b. Interview
Interview adalah metode pengumpulan data atau infonnasi
dengan cara tanya jawab sepihak, dike1jakan secara sistemik dan
berdasarkan pada tujuan penyelidikan. Dalam interview ini, penulis
mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan melalui interview guide (pedoman wawancara). Untuk
mendapatkan data penyusun melakukan wawancara, Wawancara atau
interview,
yaitu cara memperoleh data tentang adat sebambangan
dengan wawancara bebas, dan terdapat informan yang penulis
wawancarai diantaranya adalah para pelaku adat sebambangan
tersebut dan ketua adat, tokoh masyarakat. Hal ini digunakan untuk
mendapatkan bukti yang kuat sebagai pendukung argumentasi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalab pengumpulan data-data dan bahan-bahan
berupa dokumen. Data-data tersebut dapat berupa letak geografis,
kondisi masyarakat adat di Sinar waya maupun kondisi adat
budayanya Serta hal-hal lain yang berhubungan dengan objek
penelitian.
12
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif, yaitu pendekatan masalah dengan menilai realita yang terjadi
dalam masyarakat. Apakah ketentnan tersebut sesuai atau tidak dengan
hukum Islam ( 'urf). Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap adat
sebambangan tersebut jika memperhatikan nash yang ada. Serta melihat
dan meneliti apakah sesuatu itu sesuai atau tidak dengan syari 'at Islam.
Dalam hal ini apakah adat sebambangan mendatangkan banyak implikasi
positif atau implikasi negatif dalam hal pelaksanaanya, sehingga sangat
ditaati dalam adat masyarakat di Kelurahan Sinar Waya
Kecmnatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
5. Teknik Analisis Data
Untuk
memperoleh
data-data
yang
dibutuhkan
penulis
menggunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis yaitu
metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala
suatu masyarakat tertentu.Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa
data-data yang diperoleh dan faktor-faktor yang mernpakan pendnkung
dan relevm1 terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan
dm·i hal yang dijadikan objek penelitian.
Data yang
diklarifikasikm1 maupun
yang
dianalisa
untuk
mempermudah dan menghadapkan pada pemecahan masalah yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tehnik analisis secm·a
kualitatif.
analisis
kualitatif
1rn
digunakan
untuk
menemukan,
13
mengidentifikasi, dan menganalisa secara signifikan dan relevansi antara
teks atau dokumen dengan data yang di peroleh.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulism1 penelitian ini, sama halnya dengan sistematika
penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata
pengantar, daftar isi, dan dibagi menjadi 5 bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB!
Mernpakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan mnum tentang, khitbahdan atau tata cara pernikahan
dalam Islam, yaitu menurut pandangan empat mazhab fiqh,
Mazhab Syafi'i, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki dan Mazhab
Hambali, perkawinan menurnt Kompilasi Hukum Islam (KHI),
serta perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974. Bab kedua
ini merupakan uraian awal yang bertujum1 untuk menunjukkan
ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat khususnya
dalam hal perkawinan menurut hukum Islam secara ideal.
BAB III
Menjelaskan tentang keadaan monografi, geografi dan keadaan
masyarakat yang ada di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan
Adiluwih
Kabupaten
Pringsewu
Lmnpung,
kemudian
memaparkan pengertian adat sebambangan, serta faktor-faktor
14
sebambangan. ha! ini dijelaskan untuk mengetahui dengan jelas
bagaimana lokasi penelitian, dan menjelaskan bagaimana adat
sebambangan menurut masyarakat setempat.
BAB IV
Bab
1m
membahas
sebambangan tentang
dan
mendeskripsikan
analisis
adat
faktor-faktor terjadinya dalam adat
sebambangan, serta analisis hukum Islam. Dimana analisa
pertama meliputi perizinan yang diberikan oleh orang tua atau
wali dari pihak perempuan dalam kaitannya dengan pelaksanaan
perkawinan, dan analisis terhadap biaya walimah yang terlampau
besar dalam pelaksanaan walimah yang memberatkan dalam
perkawinan, kemudian analisis yang kedua meliputi Analisis
Pada Pelaksanaan Adat Sebambangan.
BABY
Bab ini memuat tentang penutup, kesimpulan, dan saran dari
keseluruhan skripsi beserta berbagai lampiran-lampiran.
BAB II
KAJIAN TEORI PERNIKAHAN
DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM,
KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN HUKUM POSITIF
A. Pernikahan Dalam Islam
Penikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada
semua makhluknya baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.
Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan untuk
makhluknya agar berkembang biak dan melestarikal1
hidupnya. Nikah
menurut bahasa al jam 'u dan al-dham 'u yang artinya kumpul. Malena nikah
(zawaj) bisa diartikan aqdu a/-tazwij yang artinya akad nikah, juga bisa
diartikan wath 'u al-zuajah bermakna menyutubuhi istri. 1
Menurut syar'i, nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lain dan
rnembentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang
sejahtera. Para ahli fikih berkata, zawaj atau nikah adalah akad yang secara
keseluruhan didalamnya mengandung kata inkah atau tazwaj. 2
Menurut Wahbah al-Zuhaili adalah akad yang telah ditetapkan oleh
syar'i
agar
seorang
laki-laki
dapat
rnengambil
manfaat
untuk
melakukan istimta' dengan seorang wanita atau sebaliknya. Menurut mazhab
1
2
Syakh Hasan Ayyub, Fikih Ke/uarga, Pustaka Al-kausar, Jakarta, 2006. h. 3.
TllilK
A
"T'!L-~-!
-"---
'°"'-'-- •
r.
1
•
,...,.,,,
,,
16
Hanafiah, nikah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut'ah yang
secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki untuk beristimta' dengan
seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya pemikahan
tersebut secara syar'i.
3
Menurut mazhab Hanabilah nikah adalah akad yang menggunakan
lafaz inkah yang bermakna tazwij dengan maksud mengambil manfaat untuk
bersenang-senang. 4 Al-Malibar mendefinisikan perkawinan sebagai akad yang
mengandung kebolehan ibahat melakukan persetubuhan yang menggunakan
kata nikah atau tazwij5. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya alahwal al-syakhsiyyah, mendefinisikan nikah sebagai akad yang menimbulkan
akibat hukum berupa halalnya melakukan pesetubuhan antara laki-laki dan
perempuan, dan saling tolong menolong
serta menimbulkan hak dan
kewajiban diantara keduanya. 6
Hukum pemikahan dalam Islam terkadang bisa meJ\iadi sunah atau
makruh, terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa menjadi
sekedar mubah saj a, bahkan dalam kondisi te1ientu yang hukmnnya bisa
menjadi makruh dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan.
Semua akan
3
sangat tergantung dari permasalahan kondisi
dan situasi
Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu, juz VII. Damsyiq Dar al-Fikr, 1989.
h.29.
4
Abdurahman al-Jaziri. Kitab 'Ala madzhib al-arba'ah. Juz IV. Dar Ihya al-Turas alArabi, 1989. h.3.
5
Muhammad Syata' al-Dimyati, !'anal al-Tha/ibin, juz III. Dar lhya al-Kutub alArabiyah. h. 256.
17
seseorang. Dibawah
terdapat 5 hukum nikah yang dapat berubah-ubah
m1
yaitu: 7
1. Pemikahan yang hukumnya Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang
melakukan pemikahan tersebut telah berkeinginan untuk menikah, telah
mampu dalam ha! kesiapanjasmani, rohani, mental, maupun meteri, dan ia
khawatir akan berbuat zina jika ia tidak segera menikah. Maka wajib
baginya untuk segera menikah.
2. Pernikahan yang hukumnya Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang
ingin melakukan pemikahan tersebut mampu menikah dalam ha! kesiapan
jasmani, rohani, mental maupun meteril dan mampu menahan perbuatan
zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah
SAW:
...
i:_;.
J
J
,,
,...
/
,...
/
,.,
'~11'.''1'
;;:.__T'-',
J-
t; :if' .0!1 J~~ Ju :Ju ;~ J.1
,
,.. 0
/.
'
y(':.11 ~
0
"'
/
,., ,,,
"' ,..
o....
"'
,.. ,.,
0
J
,.,
'-'ll'··1~t.;,''j'l•:;~ci1'(''.,'~1
~ J ~ ~
,
· I'"""''"';:"
CJ ...
........ ,...
~
,.. ,...
~LJ..I .~b,. J ~ ~~ i~~ ~:1:;
/
/
t
,..
(_b:' . :! tJ;;
/
Artinya: Dari Ibnu Mas 'ud, ia berkata : Rasulul/ah SAW bersabda, "Hai
para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah,
maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan
pandangandan lebih dapat menjaga kemaluan.Danbarangsiapa yang belu
m mampu, maka hendaklah ia berpuasa,karena berpuasa itu baginya (men
jadi) pengekang syahwat". (Muttafaqun Alaih). 8
7
Asrorun ni'am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Graha
Paramuda, Jakarta, Juli 2008. h. 6.
18
Dalam hadist lain Nabi SAW bersabda:
\j
o;
0
,,,
"'
/
o"'
~
01:
o .. ~J
0
\-:~~
o_ \
o•
.:j
0
~J
• Y.Jj'J t.?
~,.. U"""' r v·~ ~
....
- ,,
- J
,.. ,,
,,
......
,,
,..
,,,
....
L ..'..W ~ '.I '.,, '.._(''.'!; J' \_ b 015' '.,, , ''j\
r if J c:~ r
if J
.... "'
"
,.,
,,,
. ,..rL:a.J
. . ,.
\j
~--::,..
\o J
/
0
.
r
(~ ~\ 7Gf ;j :.;_ t.: J~ ~:?=-1) ,_b,.-? ~ r~I
/
~
/
Artinya.· Dari Aisyah berkata bahwa Rasulul/ah Shallallaahu 'Alaihi Wa
Sal/ama Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak
mengamalkan sunnah-Ku berarti bukan dari go/ongan-Ku. Hendaklah ka/ian
menikah sungguh dengan }um/ah kalian aku berbanyak-banyakan wnat. Siapa
memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak
memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan perisai. (HR. Jbnu
Majah). 9
Sedangkan yang tidak·sampai diwajibkan untuk menikah adalab
mereka yang sudab mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada
zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun
lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya kondisi
seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai
wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa
jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT. Bila ia menikab, tentu
ia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam
tidak menikahi wanita. Paling tidak, ia telah melaksanakan anjuran
Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
3. Pemikahan yang hukumnya Haram
Secara normal, ada dua ha! utanm yang membuat seseorang
menjadi haram untuk menikah. Pertama tidak man1pu memberi nafkab dan
19
yang kedua tidak mampu melakukan hubungan seksual, kecuali apabila
dia telah berterus terang sebelumnya, dan calon istrinya itu mengetabui
dan menerima keadaannya. Selain dua ha! di atas, masih ada lagi sebabsebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah.
Di sisi lain ada pula pernikaban yang haram hukumnya, seperti
pernikahan yang tidak memenuhi rukun dan syarat, yaitu menikah tanpa
wali
atau
tan pa
saksi dan menikah
dengan
niat
untuk
mentalak, serta menikah dengan niat untuk menyakiti sang istri. Sehingga
nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan istilah kawin
kontrak/nikab siri.
4. Pernikahan yang hukumnya Makruh
Hukum menikab akan berubah menjadi makruh apabila orang
yang ingin melakukan pernikaban tersebut belum mampu dalam salah satu
ha! jasmani, rohani, mental maupun materil dalam menafkahi keluarganya
kelak.
5. Pernikahan yang hukumnya Mubah
Hukum ini berlaku untuk orang yang berada pada posisi tengahtengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah
dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah. Maka hukum menikah
baginya
itu
menjadi
mubab.
Diperbolehkan
menikab
dan
juga
diperbolehkan tidak untuk menikah.
B. Perkawinan Menurut KHI
Istilab perkawinan sebagai istilah Indonesia untuk pernikahan melalui
20
Mengenai pengertian perkawinan yang dalam hal ini digunakan dalam konteks
dasar-dasar perkawinan, dirumuskan sedikit berbeda dengan apa yang
disepakati dalam undang-undang No. 1 Tahun I 974. Dalam pasal 2 kompilasi
disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitsakon ghalidhan mentaati perintah Allah SWT
dan melaksakannya merupakan ibadah. Kemudian pasal 3 menyebutkan
perkawinan
bertujuan
untuk
mewujudkan
kehidupan
rumah
tangga
yang sakinah, mawaddah, warahmah. 10
Dalam
Kompilasi
Hukum
Islam
Pasal
2 menyatakan bahwa
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqan gha/idhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan disebut juga "nikah" yaitu
melaksanakan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang
laki-laki dan seorang wanita, untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
kedua belah pihak, dengan sadar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak,
serta
untuk
mewujudkan
suatu
kebahagiaan
hidup
berkeluarga
yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentranmn dengan cara-cara yang
diri dhai All ah S WT. 11
C. Perkawinan Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974
Menurut KUH Perdata, pekawinan ialah persetujuan seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang secara hukum untuk hidup bersama dalam
10
1992. h.67.
Abdurrahman, Kompi/asi Hukum Islam Di Indonesia. Akademika Pressindo. Jakarta,
21
jangka waktu yang cukup lama. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1
disebutkan bahwa: "Perkawinan adalah ikatan labir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa". Dengan demikian, pemikahan ad al ah suatu akad yang secara
keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau lanvij dan merupakan
seremonial yang sakral. 12
Sedangkan pada pasal l UU No. 1 1974, merumuskan perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rnmab tangga) yang babagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maba Esa. Menyebut perkawinan sebagai akad
tanpa
menjelaskan
maknanya,
apalagi
dalam
arii aqad
yang
kuat
atau mitsaqan ghalidhan sebenarnya memerlukan penjelasan, apakah sama,
lebih luas, atau lebih sempit dari ikatan lahir batin. penyebutan antara seorang
pria dan seorang wanita, pada masa kini mengandung makna yang cukup
penting, sehubungan dengan banyaknya orang yang melakukan operasi ganti
kelamin, sehingga mereka melangsungkan perkawinan dengan setatus yang
baru, begitu juga penyebutan sebagai suami dan istri. 13
Berdasar·kan data Kemenkes Chili, dari total 17 juta penduduk Chili,
jumlab warga transgender mencapai 4.000 orang. Dari data sebelumnya
didapatkan satu dalam 30.000 pria dan satu dalarn 100 wanita. Dalam pasal 1
12
])
Ibid. h.55.
..
-•
22
Undang-Undang No.
1 Tahun 1974, mempunyai arti tersendiri bila
dihadapkan dengan perkawinan untuk sementara waktu (nikah mut'ah) Nikah
Mut'ah ialah perkawin anantara seorang laki-laki dengan perempuan, dengan
maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya
masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan
tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara
keduanya.
Maka dapat menimbulkan pertanyaan,
apakah dengan
tidak
dicantumkannya kata tersebut Kompilasi Hukum Islam dapat menerima
adanya nikah mut'ah. 14
Pada era globalisasi ini, banyak orang berpendapat bahwa kebahagiaan
suatu perkawinan terletak pada hubungan biologis antara pria dan wanita yang
didasari degan faktor cinta, tanpa ikatan perkawinan. Kenyataan yang telah
dipraktekkan masyarakat barat itu telah melanda masyarakat dunia, termasuk
di Indonesia yang mencoba gaya hidup baru (new life style) untuk mencari
kebahagiaan yang sesuai dengan modernisasi. Mereka tidak menginginkan
perkawinan yang terikat dengan tradisi dan agama, tetapi kebebasan dengan
klaim sebagai hak-hak individu. Maka mereka menempuh sex bebas
Akibatnya norma-norma agama dan kesusilaan tidak lagi diperdulikan, maka
perselingkuhan meningkat dan angka perceraian semakin tinggi. Bermunculan
perilaku-perilaku negatif yang merusak generasi bangsa di kalangan remaja
saat ini yaitu maraknya VCD porno yang dijual bebas dipasaran. Mahasiswa
pornografi antara 22,22% dari 94 siswa menyatakan promiskuitas sebagai
pengalaman, dan 22,22% mengatakan pergaulan bebas sebagai tuntutan
23
kemajuan zaman, hal ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang
menyebabkan siswa untuk bergaul bebas sebagai pengalaman dan kemajuan
tuntutan usia. Sementara itu, alasan mereka menonton VCD porno adalah 25%
dari 48 siswa merasa penasaran, 16,67% menganggap VCD porno sebagai
pengalaman, 12,50% karena ajakan teman. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
terbesar yang menyebabkan remaja suka menonton VCD porno keluar dari
kondisi curiosity Social yang meningkatkan kemungkinan seorang remaja
bebas untuk menonton VCD porno.
Sementara VCD porno dapat
menyebabkan kecanduan remaja (ingin menonton lagi) dan kecenderungan
untuk memperaktikkan apa yang dilihat. akibat seringnya menonton vcd porno
maka sex bebas marak dilakukan para remaja dan akibatnya, berdasarkan hasil
survey Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
mengungkapkan
bahwa 62,7 % remaja SMP/SMA mengaku sudah tidak
perawan atau pernah melakukan hubungan seks pranikah. Yang lebih
mencengangkan lagi adalah bahwa 21,2 % dari siswl-siswi tersebut mengaku
pernah melakukan aborsi secara ilegal. Ketua Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) menyatakan di Indonesia diperkirakan terdapat
2,5 juta kasus aborsi setiap tahu1111ya. Itu artinya diperkirakan ada 6.944 s/d
7.000 wanita melakukan praktik aborsi dalam setiap harinya. Selain iitu
dampak yang terjadi pada perilaku sek bebas yaitu PMS (penyakit menular
seksual) yang banyak terjadi di Indonesia seperti HIV dan AIDS (Acquired
lmmuno Deficiency syndrome) pada bulan oktober sampai dengan Desember
2013 jumlah infeksi HIV barn yang dilaporkan sebanyak 8.624 kasus
Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun
24
tahun (5,3%). Dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2013 jumlah
AIDS yang dilaporkan baru sebanyak 2.845 orang. Persentase kumulatif kasus
AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (34,2%), kemudian diikuti
kelompok umur 30-39 tahun (29%), 40-49 tahun (10,8%), 15-19 (3,3%), dan
50-59 tahun (3,3%). 15
Demikian akibat dari bebasnya hubungan pria dan wanita tanpa ikatan
perkawinan
yang
dunia. Perkawinan
sah
yang
mengandung
tengah
aspek
melanda
akibat
bangsa-bangsa
hukum
di
melangsungkan
perkawinan ialah salaing mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan
mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan
termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan
atau maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.
16
Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam, yang perlu
diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia
melaksanakan tugasnya mengabdi pada Tuhan. Adapun prinsip-prinsip
perkawinan dalam Islam yaitu:
1. Memenuhi dan melaksakan perintah agama. Melaksanakan perkawinan itu
pada hakekatnya merupakan pelaksanaan dari ajaran agama, agama
mengatur perkawinan itu, memberi batasan rukun dan syarat-syarat yang
perlu dipenuhi, apabila rukun dan syarat-syarat tidak dipenuhi, maka batal
atau fasid perkawinannya, demikian pula agama memberi ketentuan lain di
15
www.transjender.kemenkeschili.com di unggah 26, mei, 2012.
25
samping rukun dan syarat, seperti harus adanya maharat/maskawin dalam
perkawinan danjuga harus adanya kemampuan.
2. Kerelaan dan persetujuan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
oleh
pihak
yang
akan
melangsungkan
perkawinan yaitu
dengan
kerelaan calon istri dan calon suami atau persetujuan mereka. Untuk
kesempurnaan itulah perlu adanya khitbah atau peminangan yang
merupakan suatu langkah sebelum mereka melangsungkan perkawinan,
sehingga semua pihak dapat mempertimbangkan apa yang akan mereka
lakukan. Kerelaan dari calon suami dan wali jelas dapat dilihat dan
didengar dari tindakan dan ucapannya, sedangkan kerelaan dari calon istri,
mengingat wanita mempunyai expresi kejiwaan yang berbeda dengan pria,
dapat dilihat dari sikapnya, misalnya diam dan tersenyum, tidak
memberikan reaksi penolakan, dipandang sebagai izin kerelaan.
3. Perkawinan untuk selamanya
Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat berketurunan dan untuk
ketenangan, ketentraman, dan cinta se1ia kasih sayang. Kesemuanya ini
dapat diciptakan dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk
selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Itulah prinsip
perkawinan dalam Islam yang harus atas dasar kerelaan hati dan
sebelumnya yang bersangkutan telah melihat terlebuh dadulu sehingga
nantinya tidak menyesal setelah melangsungkan perkawinan, sebab
dengan melihat terlebih dahulu akan dapat mengekalkan persetujuan
antara suami dan istri.
26
4. Monogami dan Poligami
Monogami artinya seseorang kawin dengan satu isteri, sedangkan
Poligami artinya seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri.
Sebaliknya seorang wanita yang mempunyai lebih dari sati suan1i
disebut poliandri. Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi
jumlahnya tidak lebih dari empat dan dengan syarat harus berlaku adil.
Kalu sekiranya khawatir tidak bisa berlaku adil, maka cukup dengan satu
istri saja, yang disebut monogami, sebenamya berlaku adil itu sangat berat
sampai manusia hampir-hampir tidak dapat melakukannya, karenanya
kebolehan poligami dalam islam hendaknya dipahami bukan kebolehannya
yang bebas untuk setiap orang yang menghendakinya, melainkan hanya
sebagai jalan keluar saja, disamping itu Islam tidak menutup rapat manusia
untuk melakukan poligami, apabila diperlukan secara sah dan bertanggung
jawab, bukan sembunyi-sembunyi, seperti memelihara gundik dan
memenuhi kebutuhan biologis dengan wanita tuna susila.
5. Suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga dalam
hukum Islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, jika seorang wanita dan pria telah melakukan
perkawinan, maka masing-masing membawa hak dan kewajibannya
sebagai mukallaf, tetapi dalam perkawinan merelakm1 sebagian haknya
dan menanggung kewajiban baru, disamping mendapatkan hak-hak yang
baru dari masing-masing pihak. Masing-masing harus merelakan hak,
seperti hak kebebasan, seperti sebelum berumah tangga, masing-masing
27
mendapat warisan satu dari yang lainnya bila salah satu meninggal dunia.
Demikian juga masing-masing menanggung kewajiban barn seperti, suami
wajib melindungi istri dan anak-anaknya, suami wajib memberi nafkah,
istri wajib melayani keperluan suami sesuai dengan ketentuan yang ada. 17
D. Tindak Pidana Penculikan Dan Modusnya
1. Pasal 328 KUHP tentang penculikan. "Barang siapa membawa perg1
seseorang dari tempat kediamarmya atau tempat tinggalnya sementara
dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum
dibawah
kekuasaannya
atau
kekuasaan
orang
lain,
atau
untuk
menempatkan dia dalam keadaan sengsar·a, diancarn karena penculikan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun" 18 . Menyatakan bahwa
Penculikan merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk
ketidak adilan, perarnpasan hak dan kebebasan kemerdekaan hidup telah
ditetapkan sanksi hukumnya.
2. Unsur-unsur yang Terkandung Dalam Pasal 328 KUHP
a. Unsur-unsur objektif
Unsur objektif adalah unsur tindak pidana yang menunjuk
kepada keadaan lahir perbuatan tersebut. Dalam pasal ini, unsur-unsur
objektif adalah sebagai berikut:
17
Zakiah Daradjad. I/mu Fiqh. Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam Departemen
Agama. l 984/1985. h.69.
28
UIN SYAl11r
1) Membawa pergi seseorang dari kediamannya sebetulnya bisa saja
tidak merupakan perbuatan atau tindakan melanggar hukum selama
tindakan tersebut dilakukan dengan unsur yang baik, sepe11i
menyelamatkan seseorang dari bahaya bencana alam, tentu saja hal
tersebut tidak termasuk ke dalam tindakan pidana. Tetapi jika
tindakan tersebut disertai niat untuk merampas kebabasan atau
kemerdekaan si korban, maka hal itulah yang dimaksud ke dalam
delik yang terdapat dalam pasal ini.
2) Membawa pergi seseorang dari tempat tinggalnya sementara pada
unsure yang ke dua ini, si penculik merampas hak kemerdekaan si
korban yang sedang berada pada tempat kediaman sementaranya.
Hal ini bahkan bukan hanya bisa terjadi dalam tempat kediaman
sementara, bahkan saat korban berada di luar tempat tinggalnya
pun hal ini bisa terjadi.
b. Unsur-unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur tindak pidana yang menunjukkan
adanya niatan si pelaku tindak pidana untuk berbuat kriminal. Unsur
subjektif ini terletak pada hati sanubari pelaku delik. Dalam pasal ini,
unsur-unsur subjektif adalah sebagai berikut:
I) Dendan Maksud
Dalam konteks ini, si pelaku delik dalam melaksanakan
tindakan terlarangnya di sertai dengan kesengajaan. Atau dengan
kata lain, si pelaku tindak pidana melakukan penculikan tersebut
29
hati untuk bertindak apa yang di perbuatnya itu, yaitu penculikan
(perampasan kemerdekaan).
2) Melawan Hukum
Sebenamya unsur ini adalah kunci bahwa si pelaku
penculikan dinyatakan bersalah. Sebab dengan unsur melawan
hukumlah
tindakan
pelaku
delik
1m
dibatalkkan
perampasan kemerdekaan. Dan sekaligus unsur
1111
sebagai
menyatakan
bahwa tindakan ini merupakan penculikan.
Dari uraian unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 328 KUHP di
atas dapat kita ketahui bahwa tindak pidana yang dipaparkan dalam pasal ini
sangat berkaitan erat dengan faktor niatan atau kesengajaan. Hal ini sangat
terlihat jelas bila kita lihat pada unsur subjektifnya. Dimana si pelaku
melakukan tindakan pidana dengan unsur kesengajaan yang nyata dengan cara
melawan hukum. Bagi yang melanggar pasal ini, maka pelaku penculikan
dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun penjara.
BAB III
TATACARA MEMINANG PERNIKAHAN
MENURUT ADATLAMPUNG
A. Perkawinan Dalam Adat Lampnng
Akad perkawinan dalam adat Lampung. Syarat perkawinan dalam
adat
Lampung
tidak
memandang
suku
atau
bangsa,
tetapi
selalu
mementingkan agama. Biasanya jika laki-laki bukan beragama Islam tidak
akan diizinkan oleh keluarga gadis. Perceraian dibolehkan jika amat terpaksa,
tetapi diusahakan sebisa mungkin, bila masih bisa berdamai tidak akan terjadi
percerayan. beberapa macam perkawinan adat Lampung di pandang dari
bentuk perkawinan dan di lihat dari pihak suami atau isteri:
I. Dipandang dari pihak suami/laki-laki.
a. Ngakuk yaitu seorang laki-laki mengambil isteri dibawa ke rumahnya
(keluarganya dan berdiam di rumah suaminya), maka isteri dan anakanalrnya akan menjadi kelompok pihak laki-laki termasuk adat istiadat,
kewarisan dan keturunan.
b. Semanda yaitu istilah yang dipahami dalam adat Lampung yang berarti
suami tinggal dirumah isteri, maka suami akan menjadi kelompok
perempuan begitu juga keturunan dan kewarisannya.
2. Dipandang dari pihak isteri/perempuan.
a. Ngakuk yaitu seorang gadis mengambil suami dibawa ke rumahnya
''--'·-----~ .. - rion 1'Prcl;om
rlimmah isterinva), maka suami mengikuti
31
isteri begitu juga adat istiadat, kewarisan, dan anak-anaknya akan
menjadi
kelompok
pihak
isteri,
dalan1
ha!
m1
suami
dinamakan semanda.
b. Nyakak yaitu seorang perempuan diambil oleh laki-laki sebagai isteri,
maka isteri tersebut masuk di kelompok suami, begitu juaga adat
istiadat,
keturunan,
dan
kewarisan,
dalam
ha!
m1
suami
dissebut ngakuk.
Masyarakat Lampung dibedakan menjadi dua dari yang beradat yaitu
masyarakat Adat Lampung saibatin dan masyarakat adat Lampung pepadun.
Masyarakat adat Lampung saibatin yaitu: yang bisa menjadi kepala adat
hanya yang mempunya garis keturunan sedangkan masyarakat adat pepadun
yaitu: yang bisa menjadi kepala adat mereka mempunyai harta (gelar
kesultanan bisa dibeli). Kedua adat tersebut sama-sama memiliki tradisi,
kebudayaan, serta adat yang sangat kuat. Dalam suatu adatnya mempunyai
perbedaan yaitu adanya tata cara dan aturan adat yang tidak sama, masingmasing mempunyai tradisi yang berbeda-beda 1.
I. Masyarakat adat Lampung Saibatin
Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat:
Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa,
Teluk Betung, Padang Cennin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang,
Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir
Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di
32
Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas
di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga di namakan
Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai
timur, selatan dan barat.
2. Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari:
a. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang,
Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh
wilayah adat:
Kotabumi,
Seputih Timur,
Sukadana,
Labuhan
Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
b. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji,
Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat
wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
c. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak
Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau
Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat:
Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang
Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
d. WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu,
Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way
Kanan mendiami wilayah adat: Negeri
Besar, Pakuan Ratu,
Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
e. Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi,
Indor Gajah, Perja, Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang
menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan
33
Bagi masyarakat adat Lampung, agama Islam adalah satu-satunya
agama yang dapat di terima di tengah-tengah pergaulan masyarakat adatnya.
Bagi mereka yang tidak beragama Islam berarti keluar dari kewargaan adat
Lampung. Begitu juga halnya dalan1 perkawinan. Perkawinan dalan1
masyarakat adat Lampung yang di pengaruhi dari masuknya agama Islam di
daerah Lampung, salah satunya pengaruh Islam tentang tata cara perkawinan
yang dilaksanakan dengan memenuhi semua kewajiban yang diatur dalam
agama Islam, dimana untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan
di tentukan dengan ijab qabul antara mempelai pria dan wali mempelai
wanita.
Perkawinan
adalah
tahap
terakhir
bagi
pergaulan
bujang dan gadis, seseorang yang meskipun masih muda jika berkeluarga
artinya sudah menginjak umur dewasa, bagi laki-laki di namakan khagah
(baligh), dan bagi perempuan dinamakan babbai, sedangkan yang belum
berkeluarga meskipun sudah dewasa tergolong bujang gadis, bujang di
namakan mekhanai dan gadis di namakan muli (bujang gadis sama dengan
muli mekhanai). Perkawinan selalu dengan peminangan (bukhasan), dalan1
bukhasan biasanya diawali kesepakatan dan persetujuan bujang gadis itu
sendiri, kedua belah pihak di beri kebebasan untuk mencari jodoh
yang mereka idanlkan, tetapi kadang-kadang orang tua dan keluarga dari
kedua belah pihak ikut campur dalam urusan mencari jodoh (bukhasan). Ini
dapat di mengerti guna untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan bila
34
akan terjadi perceraian jika tidak sejodoh, atau tidak cocok dengan keluarga
kedua belah pihak.
Untuk menghindari paksaan-paksaan dari orang tua kedua belah
pihak, terjadilah hubungan-hubungan pertunangan secara rahasia, tetapi jika
pertunangan disetujui oleh orang tua kedua belah pihak maka diadakan
perembukan (bermuayawarah) untuk diadakan peresmian (nikah) secara
terang-terangan. Jika bujang dan gadis tersebut tidak mempunyai jalan untuk
mengundurkan diri dari perkawinan yang mengaturnya tersebut, maka si gadis
boleh dilarikan oleh bujang dan dibawa kerumah kepala adat yang telah
ditentukan dan dinamakan "ngebambang".
B. Pengertian dan Tata cara Adat Sebambangan
I. Pengertian adat sebambangan
Sebambangan dalam adat Lampung adalah bentuk perkawinan
dengan cara melarikan si gadis dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi
untuk di bawa ke tempat pihak laki-laki, kemudian setelah pihak laki-laki
tersebut membawa si gadis ke rumalmya pihak laki-laki tersebut hams
memberi kabar kepada pihak keluarga si gadis dengan ketentuan yang
telah di tentukan oleh adat. 2
Menurut bapak H. Azhar Dalom gelar Sampurna Jaya, salah satu
tokoh adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu
Lampung, yang di maksud dengan adat sebambangan adalah pihak bujang
35
membawa lari si gadis dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi untuk di
bawa kerumah keluarganya, kemudian sebelum gadis dibawa lari si gadis
terlebih dahulu meninggalkan ngepik (meninggalkan surat) yakni berupa
surat pemberi tahuan bahwasannya si gadis telah selarian dengan bujang
yang ia cintai dan bersepakat untuk menikah dengan si bujang tersebut,
serta meninggalkan sejumlah uang yang di minta oleh si gadis dari bujang
itu tadi yang dinamakan uangjujur. 3
Pada umumnya yang di maksud sebambangan adalah bentuk
perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua, tetapi atas
kemauan ke dua belah pihak yang bersangkutan. 4 Meskipun demikian
sebambangan dalam pernikahan adat Lampung kadang kala di jadikan
suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pernikahan dalam
adat sebagian masyarakat Lampung.
2. Tata cara dalam Adat Sebambangan
Tata
cara
dan
upacara
perkawinan
adat Lampung pada
dasarnyajika perkawinan jujur atau terang-terangan maka pelaksanaannya
dapat menggunakan cara Hibal Serba, Bwnbang Aji, intar padang, Intar
Manom, dan Sebambangan, Tata cara dan upacara adat ini dapat dilakukan
apabila tercapai kesepakatan antara pihak kerabat pria dan pihak kerabat
wanita, baik dikarnakan berlakunya rasan sanak.5, maupun karna rasan tuha6 ,
3
Hasil Wawancara langsung dengan bapak H. Azhar Dalom gelar Sampuma Jaya. Tokoh
adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung. Pada hari minggu 8 maret 2014
4
Surion Usman Adji, Kmvin Lari dan Kmvin Antar Agama, (Yogyakarta, liberty, 1989), h. 83
5 R::i.::.::in _c:;::i:n::ik v::iitn hnhnno::in ::int::ir::i o::irlic:: rl::in hni::ino ::it::in r::ilnn c::11::imi i<:.tPri
36
jadi baik terjadinya perundingan antara orang tua setelah terjadi selarian 7,
maupun
terjadinya
perundingan
dikarenakan
adanya
pemmangan.
Dalam rasan tuha ada kemungkinan antara orang tua telah mengikat
perjanjian terhadap ank-anak mereka ketika mereka masih bayi, dengan
cara pertukaran popok bayi (ampin). Pihak pria telah lama sudah banyak
memberikan tanda
mau kepada pihak gadis
sejak sigadis masih
kecil,
dan berlaku juga terhadap anak gad is yang tel ah meningkat dewasa, yang
dimulai dengan cara penjajakan atau telah mempunyai tanda pengikat, dan
telah menentukan waktu kapan mereka akan menikah.
Pada lingkungan masyarakat adat Lampm1g apabila antara pihak
kerabat pria dan kerabat wanita terwujud pembicaraan-pembicaraan tidak
resmi dan menghasilkan kesepakatan baik mengenai persyaratan adat, maka
akan dipersiapkan benda atau uang dalam rangka upacara adat perkawinan
yang akan dilaksanakan. Tata cara dan upacara adat yang dapat dilakukan
menurut kemampuan dan kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu sebagai
berikut.
a. Hibal Serba.
Upacara adat perkawinan Hibal Serba hams dimulai dengan acara
"pineng"
(meminang) dan "nunang"
(bertunangan)
serta
"nyaman
dudul" (memberi dodo!) oleh pihak pria. Upacara adat ini diadakan
ditempat pihak wanitadan pihak pria yang biasanya diteruskan dengan
upacara "cakak pepadun" (naikjabatan), untuk menetapkan kedudukan
37
martabat mempelai dan anggota kerabat lainnya, Dalam hubungan hukum
adat selanjutnya, pelaksanaan upacara disebutdengan "begawi cakak
pepadun" dan "hibal pak likur" yaitu jujur 24 rial atau uang kesepakatan
yang harus dibayar kepada calon isteri dan menyembelih kerbau serta
memakai pakaian dan perlengkapan adat secara lengkap.
Menjelang saat-saat perkawinan baik ditempat pna .maupun
ditempat wanita, tempat upacara yang berada di "sesat" (balai adat) sudah
harus disiapkan. Semua alat perlengkapan adat seperti, "gunih minyak",
"kuto maro", "burung merak" 8, "pasebanpermainan" 9, "lunjuk balak",
"patcah aji'', "kilas mider'', "kayu ara", "talo balak" (arag-aragan),
dan "rato balak" telah disiapkan para anggotaprowatin (pemangku adat).
Pemangku adat bermusyawarah mengatur persiapan-persiapan dan
tata cara upacara adat yang harus dilakaukan selanjutnya, antara lain
terhadap para pemuka-pemuka adat dari pihak mempelai wanita dalam
acara "ngatak daw" (mengantar uang jttjur biaya adat), demikian pula
yang dilakukan para pemuka adat di tempat mempelai wanita,terutama
menyiapkan barang-barang "sesan" yang akan dibawa oleh mempelai
wanita dengan pengangkutannya. Barang-barang tersebut antara lain terdiri
dari alat perlengkapan tidur lengkap dengan lemari pakaian, meja, kursi
perabot rumah tangga, barang-barang pecah belah, alat-alat dapur, pakaian
serta perhiasan emas.
8
merak
Burung merak yaitu dekorasi yang diletakkan pada pelaminan yang menyerupai burung
38
Barang tersebut meliputi hak milik atau barang yang sudah ada,
yang baru, dan semua pemberian anggota kerabat atau kenalan. Beberapa
malam sebelum mempelai wanita dilepas dan diantar kepergiannya
ketempat
pria,
dirumah mempelai
wanita diadakan
pe1temuan muli
kekhanai (muda mudi) dibawah p1mpman "kepala mekhanai" (kepala
bujang) dan "kepala muli" (kepala gadis). Acara berlaku "cas muas"
(mulai sore sampai dengan pagi hari ). Demikian pula keadaanya di tempat
pria, pada hari yang telah ditentukan. Setelah para pemuka adat
mengambil keputusan tentang "gawi adat" maka dilakukan upacara
pengambilan mempelai wanita dari rumah kediaman atau balai adatnya
untuk dibawa ketempat mempelai pria. Sebelum upacara pengambilan,
kedua mempelai dirumah masing-masing telah berpakaian adat lengkap.
Mempelai pria memakai, sarung, bidak10, sabuk, sekelang, selappai
pinang (selendang), sabik inukh, sabik rial, gelang burung, kopiah mas,
kekep
Jung
sarat,
keris,
buah
manggus, sedangkan
mempelai
wanita berpakaian tapis balak, rambai ringgit, bungo serati, bubbet
ringgit, sabik inukh, selappai pinangll, selappai serasah, gelang melayu,
gelang mekkah, gelang ruwi, gelang kanou, gelang burung, siger, kipas,
. 12
buaI1 manggzs .
10
11
Bidak yaitu hiasan yang dipakai pada pegantin
Tapis balak yaitu tapis besar atau kain besar yang dipakai untuk
1nempelai wanita
bagian bawah
39
Rombungan mempelai pria yang akan pergi mengambil mempelai
wanita yaitu terdiri dari anggota "penyimbang bilik" (kepala adat
setempat), orang tua pria dan wanita, anggota kelama (kerabat ibu), adik
wari (saudara-saudara ayah), mirzil (saudara-saudara wanita dari pihak
ayah yang telah bersuami), mengian (suaminya), dan menulung (anak-anak
muda
bujang
gadis
dari
mirul),
selanjutnya rombongan
pergi
dengan menggunakan iringan tabuhan tala. Mempelai pria berjalan diapit
oleh para pengiyan (pengawal) dan beberapa pemuda yang memegang
payung adat yang berwarna putih, jika duduk diatas "rata" (tandu)
pengantin pengawal be1jalan bersama dan menghampiri tempat kediaman
mempelai wanita, tetapi jika didalam mobil, karna rumah pengantin lakilaki dan perempuan berjauhan maka payung adat dimekarkan setelah dekat
tempat kediaman mempelai wanita. Barisan pengawal yang mengiringi
yaitu dengan bersenjata tombak, pedang, dan keris, berjalan dengan
menari-nari dan sesekali melakukan pencak silat mengadu senjata.
Diantaranya ada yang memegang ayam jantan dari pihak pria untuk diadu
dengan ayam jantan pihak wanita. Setelah sampai ditempat kediaman
mempelai wanita, petasan dinyalakan sebanyak tujuh kali tembakan oleh
pengawal pihak wanita, yang kemudian dibalas oleh pengawal pihak pria
juga dengan menyalakan petasan sebanyak tujuh kali.
Kemudian kedua pengawal berhadapan bersilat lidah dan bersilat
tenaga, dan pengawal pihak wanita mundur kearah "sanggar" yang di
pertahankannya, tabuhan talapun bertalu-talu, kemudian mempelai pria
40
menghunus
pedang
kearah
menUJU
sanggar,
lalu sanggar
diputuskan atau dipecahkan (ngerabung sanggar). Walaupun sanggar telah
pecah atau jatuh, nampaknya belum juga dari pihak pengawal wanita
belum juga mau memberi izin masuk kepintu gerbang sebelum mengadu
ayam jantan milik mempelai wanita dan mempelai pria hingga bersalang
beberapa
menit.
Akhimya
pihak
gerbang dibuka oleh rombongan pihak
wanita
mempelai
mengalah, dan pintu
wanita,
kemudian
menerima salam dan bersama-sama menuju ke balai adat, lalu mempelai
pria dipersilahkan berjalan diatas lembaran kain putih (titiankuya) menuju
tempat mempelai wanita.
Para pemuka adat dari pihak pria duduk behadapan dengan para
pemuka adat dari pihak mempelai wanita. Pada saat itulah musyawarah
adat dimulai, dimana pihak pria menyerahkan "serah" (uang jujur),
"siger" (mahkota), "anggar atau kanduk liling", barang-barang tua, serta
biaya-biaya adat sepe1ii "gelang sila" (uang sidang), yang kesemuanya itu
ditempatkan pada nampan kuningan besar. Selesai musyawarah adat, maka
semua prowatin (pemuka adat) dan para undangan dipersilahkan untuk
makan. Setelah selesai makan dan beristirahat sejenak, maka "pematu"
atau "penglaku" (pengantar acara adat) mengumumkan semua keputusan
musyawarah adat, yang dimasa sekarang dituangkan dalam bentuk tertulis.
Didalam surat keputusan itu dinyatakan tentang kedudukan mempelai dan
"adekinai" (gelar) mempelai serta panggilan adok terhadap mereka, biayabiaya adat, barang sesan (bawaan) mempelai wanita, yang semuanya
41
disahkan dan ditanda tangani oleh para pemuka adat (prowatin) yang
hadir.
Selesai
acara
tersebut
sampailah
pada
acara
"ngebekas"
(penyerahan calon pengantin wanita), dimana kepala adat mempelai
wanita menyerahkan mempelai wanita kepada kepala adat mempelai pria.
Maka dilepaskan kepergian mempelai wanita dengan do'a restu kaum
kerabat yang bercucuran air mata. Kedua mempelai dipersilahkan naik
kendaraan (sekarang mobil), dan tembakan senjata api 13 meletus lagi tujuh
kali maka berangkatlah rombongan mempelai ketempat kediaman pria
dengan iringan kendaraan yang membawa barang-barang sesan, tabuhan
tala berbunyi disepanjang jalan sampai tempat pria.
Pada tempat kediaman pria rombongan disambut lagi oleh para
kepala adat dari pihak pria, letusan petasan dan tabuh tala dibunyikan,
pada sore harinya dengan dihadiri oleh kerabat terdekat pihak pria dan
wanita dilaksanakan akad nikah antara mempelai pria dengan wali
mempelai wanita, pada malam harinya diadakan tari menari adat
(cangget),
tari
bujang gadis (igelmulimekhanai),
tari
ketangkasan
(tigeltari), tari sebabayan (tari antar besan), dan acara ngediu (seni suara
klasik) antara muda mudi sahut menyahut. Keesokan harinya dilaksanakan
acara "turun mandi" atau "turunduwai" dan cakak pepadun. Untuk acara
turun mandi mempelai diantar beramai-ramai menuju tepian sungai untuk
membersihkan diri (mengambil air wudhu), kemudian kembali lagi
memakai pakaian adat lengkap. Sementara itu dibalai adat dilakukan tarian
42
"cangget ngekuwuk turun mandi" untuk menyongsong acara turun mandi.
Setelah selesai mempelai berpakaian adat lengkap, maka mempelai pria
yang menyandang keris dan pedang berjalan dari rumahnya diiringi
beberapa pemuka adat menuju bangunan "lunjuk" (bangunan yang sengaja
didirikan untuk upacara adat besar). Mempelai wanita diangkat dengan
"pangga" (talam kuningan besar) oleh beberapa orang dari rumah
menuju lunjuk, kedua mempelai beserta para anggota kerabat yang akan
diresmikan yang juga berpakaian adat dalan1 upacara pembersihan diri ini
didudukkan ditempat yang sudah disediakan, acara ini diiringi dengan
suara letusan petasan dan tabuhan tala.
Adapun tahapan-tahapan Hibal Serba.
I) Tahapan Pertama.
Hal-ha! yang harus dibawa pihak laki-laki adalah:
a) Pakaian lengkap untuk pengantin yang terdiri dari: baju, kain,
selendang, saputangan, sepatu, sandal, cermin, perlengkapan
berhias, dan payung.
b) Dau seribu seratus yang terdiri atas: dodo! 100 loyang, kue JOO
nampan, sirih 100 penginangan, rokok 100 bungkus dan lain-lain.
c) Hal-ha! yang dibicarakan dalam hibal adalah:
d) Dau pembuka kato adalah uang denda atas pembukaan kata
diberikan kepada pekhwatin yang memulai acara hibal.
e) Dau pemahau adalah uang denda yang akan diberikan kepada
pekhwatin yang menyatakan bahwa calon mempelai wanita kelak
43
f) Dau pega/ang silo adalah uang denda yang akan diberikan kepada
seluruh peserta musyawarah sesuai dengan tingkatan.
g) Penyerahan uang jujur yang besarnya disesuaikan dengan
kedudukan keluarga dalam adat. uang jujur digunakan untuk
membeli barang -barang kebutuhan rumah tangga baru, yang akan
dibawa bersama dengan dibawaanya mempelai wanita ketempat
mempelai laki-laki.
2) Tahapan Kedua
a) Pembukaan
Tahapan ini diawali dengan penjemputan calon mempelai
wanita oleh rombongan pihak laki-laki diiringi dengan tetabuhan
talo (musik tala). Setelah sampai dikediaman calon mempelai pria
langsung
menempati
tempat yang telah disediakan untuk
melaksanakan akad nikah secara Islam yang didahului dengan
membaca Al-Qur'an oleh calon pengantin. Setelah selesai acara
akad nikah maka dilakukan acara sabaian yakni menurut istilah
adat Lampung acara pengakuan bahwa telah menjadi besan.
Diakhiri dengan acara suap-suapan atau musek.
b) Inti
Kedua mempelai diarak menuju tempat resepsi pernikahan
dengan menaiki kendaraan burung garuda yang sekarang telah
diganti dengan mobil yang dihiasi burung garuda sebagai lambang
kebesaran. Arak-arakan ini diawali dengan tari pencak dan tabuh
45
Dalam bentuknya yang asli upacara bumbang aji ini berlaku denga
acara lamaran dan pembayaran uang jujur sereh sebesar 12 rial, jadi tidak
sebesat 24 rial seperti dalam acara lamaran Hibal Serba, begitu pula
perundingan mengenai acara dan upacara perkawinan antara pemuka adat
kerabat pria dan pemuka adat kerabat wanita dilakukannya hanya
dianjung, yaitu di serambi sesat. Pengambilan mempelai wanita oleh
mempelai pria tidak melakukan acara Ngerabung Sanggar, atau Nettek
Appeng (memotong perisai), dan keberangkatan mempelai dari rumah
wanita keruamah pria di payungi dengan payung adat berwarna kuning
tanpa memakai rata (kendaraan), tidak seperti dalam upacara Hibal Serba
yang memakai rata dan kain putih.
c. Tar Padang
Upacara adat perkawinan Tar Padang yang juga disebut Intar
Padang (dilepas dengan terang) atau lapah dawah (berjalan siang), dimasa
lampau dilakukan oleh kerabat penyimbang suku dengan nilai 8 atau 6 rial.
Perundingan antara pemuka adat kerabat pria dan wanita cukup dilakukan
dirumah mempelai wanita. Mempelai pria yang datang mengambil
mempelai wanita berpakaian jas hitam, kain songket dan ikat kepala,
sedangkan mempelai wanita yang berangkat dari rumahnya berpakaian
baju kurung atau kebaya beludru hitam bertatah benag emas dengan
kudung hitam bersulam benag emas. Untuk menjamu rombongan
mempelai pria dan para undangan pihak krabat wanita hanya memotong
beberapa ayam, setalah penyelesaian uang jujur dan uang-uang adat
46
wanita dan mempelai pria tidak diiringi dengan seni tabuhan tala oleh
anggota kerabat menuju rumah mempelai pria tanpa kendaraan berjalan
kaki dengan payung berwarna merah, barang-barang sesan sekedamya
dibawa serata. Jika mempelai berjalan malam memakai penerangan lampu
yang bercahaya terang (petromak), sesampainya dirumah pria mempelai
diterima dengan sederhana dan segera dinikahkan yang dihadiri oleh
anggota kerabat kedua pihak, setelah akad nikah jika pihak kerabat pria
menghendaki dilaksanakan upacara adat mepadun dan turun duwai dapat
saja dilaksanakan atas persetujuan dan kemupakatan kerabat pria prowatin
adat ditempat kerabat pria bersangkutan.
d. Cakak Manuk
Perkawinan denga acara Cakak Manuk (ayam naik) adalah
perkawinan yang didahului dengan cara lamaran dan perundingan secara
diam-dian1 antara pihak pria dan pihak wanita tanpa dicampuri oleh tuatua penyimbang. Keluarga pihak mempelai wanita melepas keberangkatan
anak wanitanya diambil oleh pihak pria dengan jamuan hidangan minum
kopi, mempelai pria tidak perlu untuk datang menyongsong kerumah
pihak wanita, oleh karna si wanita diambil oleh beberapa wanita dari
kerabat pria pada waktu malam hari, dalam perjalanan ini mempelai
wanita hanya berpakaian kebaya berkerudung biasa saja tidak dihias-hias
dengan perlengkapan pakaian adat. Anggota kerapat terbanyak dan para
tetangga barn akan talm keesokan harinya bahwa mempelai wanita sudah
ada. Beberapa hari kemudian kedua mempelai baru dinikahkan dan iika
47
kerabat pna mampu dalam ha! ini dapat juga mereka meningkatkan
upacara perkawinan ini ke upacara mepadun atau turun duwai, jika tidak
mampu maka setelah acara akad nikah secara agama Islam yang dihadiri
oleh para anggota kerabat terdekat kedua pihak, maka upacara sederhana
ini diakhiri dengan makan bersama diantara kerabat besan, sedangkan
antara kedua mempelai juga dilakukan acara mosok (disuapin) makanan
oleh para anggota kerabat kedua pihak, terutama kaum wanitanya, hanya
sifatnya lebih sedrhana daripada dalam acara tar padang.
e. Sebambangan
Sebambangan atau belarian bujang gadis
untuk mengikat
perkawinan berdasarkan kehendak bujang gadis itu sendiri atau karena
aka! tipu (melarikan "ngebambang") dengan kekerasan sebenamya
merupakan perbuatan yang melanggar adat dan berakibat dikenakan
hukuman (denda). Tata cara belarian yang sudah berlaku, Penyelesaian
akibat sebambangan inilah bukan lagi dengan acara lamaran tetapi dengan
permintaan maaf yang dalam istilah adat Lampung dinamakan ngantak
pengundur senatou dari pihak pria kepada pihak wanita, dimana pihak
wanita sudah tidak ada kekuatan lagi untuk memaksakan dipenuhinya
permintaanjlljur (uang adat).
Sebambangan juga bisa dilaksanakan upacara adat hibal serba atau
bumbang aji atas pennintaan pihak wanita dengan jalan sigadis ditarik
kembali kerumah pihak wanita dimulikon (digadiskan) asal saja pihak
kerabat pria menyutujui, jika tidak setuju maka semua upacara adat
48
diselenggarakan atas persiapan dan tanggung jawab kerabat pria sendiri,
sedangkan orang tua mempelai wanita hanya memberikan surat wali nikah
untuk pelaksanaan nikah kedua mempelai itu saja. Kegagalan perundingan
antara pihak pria dan pihak wanita seringkali terj adi dikamakan
permintaan pihak wanita terlalu tinggi, yang kadang-kadang mencapai
jumlah satu juta rupiah sehingga pihak pria tidak dapat memenuhinya. Jika
orang tua/kerabat wanita bersedia menerima kenyataan ini dengan baik
terhadap kerabat pria, maka ketika upacara "cuwak mengan" (panggilan
makan bersarna) ditempat kerabat pria, pihak kerabat wanita akan datang
beramai-ramai dengan membawa barang-barang seserahan.orang tua pihak
laki-laki tidak hadir dalam upacara cuwak mangan ini tapi diwakili oleh
saudara laki-laki yang lain. Bagi pihak pria yang penting dilakukan
sebelmn akad nikah ialah mengantarkan mempelai pria kepihak kerabat
wanita untuk melakukan "sujucf', memberi salam, memperkenalkan diri,
dan menyungkemi mertuanya, jika acara sujud tidak sempurna dilakukan
sebelum nikah, maka hams diulangi pada sesudh nikah.
C. Peraturan Ngebambang
Ngebambang adalah adat melarikan gadis yang telah diatur oleh
hukum adat guna menghindari kemungkinan-kemungkinan dari paksaan orang
tua kepada anaknya dalam mencari atau memilih jodoh.
Aturan-aturan dalam Ngebambang
I. Gadis dilarikan oleh bujang meskipun dalam satu kan1pung atau dekat
49
biasanya dibantu oleh beberapa orang dari keluarga si bujang dengan
secara rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh atau berbeda
kampung biasanya membawa kawan gadis yang dinamakan (penaku)
untuk menculik pasangan tersebut.
2. Ketika gadis itu akan pergi hams meninggalkan uang yang diberikan oleh
si bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis dinamakan
pangluakhan (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat
bahwa si gadis telah pergi nyakak (dilarikan oleh si bujang ).
3. Sesampainya gadis dirumah kepala adat kelompok bujang, pihak keluarga
bujang melakukan pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar
beberapa rupiah kepada kepala adat pihak perempuan, yang dinamakan
penekhangan (penerangan).
4. Jika gadis sudah berada dirumah kepala adat kelompok bujang, maka gadis
tersebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga
si gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan kembali
sebenarnya telah melanggar adat. Lama gadis (penganten) berdiam
dirumah kepala adat si bujang, biasanya menurut hitungan ganjil, yaitu
antara, 1, 3, 5, atau 7, hari (malam).
5. Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya,
(meskipun
sudah
tahu)
ketempat
dimana
bnnyi
surat
anaknya
menunjukkan ia nyakak (dilarikan bujang), ini dinamakan Nyussui Luut
(mencari jejak). Hal itu dilakukan dalan1 jangka waktu paling lama 7
malan1 Gika tempat si gadis dan si bujang berjauhan).
50
6. Jika dalam tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya
(nyusul luut), maka keluarga bujanglah yang datang kerumah si gadis
menerangkan kesalahan-kesalan karena melarikan anaknya, biasanya
keluarga si gadis akan menuntut denda atas pelarian anaknya (permintaan
denda tersebut sebagai istilah atau basa basi belaka, karena denda tersebut
akhirnya akan kembali juga kepada kedua mempelai, baik digunakan
untuk hajatan manjau pedom (pesta penerimaan tamu dari pihak si bujang
Jepas perkawinan) maupun digunakan untuk pembalian alat-alat rnmah
tangga sebagai banatok (penarok alat rumah tangga).
7. Jika perundingan antara kedua keluarga pihak bujang dan pihak si gadis
telah cukup maka keduanya bersepakat untuk menentukan waktu
perkawinan (aqad pernikahan). 16
BAB IV
ANALISIS TENTANG ADAT SEBAMBANGAN
A. Pengertian dan hal-hal yang diatur dalam Sebambangan
I. Pengertian Sebambangan
Sebambangan dalam adat Lampung adalah bentuk perkawinan
yang diawali dengan membawa lari si gadis (muli) oleh bujang (meghanai)
kerumahnya dengan sembunyi-sembunyi untuk di bawa ketempat pihak
laki-laki. Kemudian setelah pihak laki-laki tersebut membawa sang gadis
kerumahnya, pihak laki-laki harus memberi kabar kerumah pihak sang
gadis dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh adat.
1
Menurut bapak H. Azhar Dalom gelar Sampurna Jaya, salah satu
tokoh adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu
Lampung, yang di maksud dengan adat sebambangan adalah pihak bujang
membawa lari si gadis dari rumalmya secara sembunyi-sembunyi untuk di
bawa kerumah keluarganya, kemudian sebelum gadis dibawa lari si gadis
terlebih dahulu meninggalkan ngepik (meninggalkan suran) yakni berupa
surat pemberi tahuan bahwasannya si gadis telah selarian dengan bujang
yang ia cintai dan bersepakat untuk menikah dengan si bujang tersebut,
se1ia meninggalkan sejumlah uang yang di minta oleh si gadis dari bujang
itu tadi yang dinamakan uangjzljur. 2
1
Hilman Hadikusuma, Adat Jstiadat Daerah lampung, (departemen pendidikan dan
kebudayaan, Kanwil Dekdikbud Propinsi Lampung. 1985/1986), h. 23
52
Pada umumnya yang dimaksud dengan perkawinan adat sebambangan
adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua,
tetapi berdasarkan atas kemauan kedua belah pihak yang bersangkutan.
Meskipun demikian adat sebambangan dalam pemikahan adat Lampung
kadang kala menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan
pemikahan bagi mayoritas masyarakat adat Lampung.
Hal ini terjadi karena hubungan antara keduanya tidak mendapat restu
dari orang tua gadis atau untuk menghindari uang jujur. Dalam pelaksanaan
sebambangan ini mereka ditemani minimal satu orang dewasa utuk
rnenghindari fitnah. Sebambangan rnerniliki dua kemungkinan yakni gadis
dilarikan tapa sepengetalman gadis itu sendiri, atau mereka berdua telah
sepakat untuk rnelakukanya. Jika tanpa sepengetalmanya, biasanya gadis
dilarikan dengan tipu daya, sehingga dia tidak bisa memberi pesan pada orang
tua. Jika mereka berdua telah merencanakan bersama-sarna maka gadis
biasanya rnernberi pesan pada orang tua dengan cara menuliskan sepucuk
surat bahwa dia rnelakukan seban1bangan dengan pemuda pilihanya. Setelah si
bujang dan gadis sampai kerurnah bujang rnaka pihak keluarga bujang
berkewajiban rnernberi tahu kepada keluarga dan pekhwatin pihak gadis
bahwa telah te1jadi sebambangan.
2. Peraturan adat Ngebambang
Hal-ha! yang diatur dalarn adat ngebambang adalal1 sebagai berikut:
a. Gadis dilarikan oleh bujang (meskipun dalam satu kampung atau dekat
rumahnya) ke rumah Kepala Adat si bujang. Dalam melarikan itu si
53
dengan secara rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh (keluar
kampung) biasanya membawa kawan gadis yang dinarnakan "Penakau".
b. Ketika gadis itu akan pergi, harus meninggalkan uang yang diberi oleh si
bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis yang dinamakan
"Pangluakhan" (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat
bahwa si gadis telah pergi "Nyakak" (dilarikan oleh si bujang).
c. Sesarnpainya gadis di rumah Kepala Adat kelompok bujang, pihak
keluarga bujang melakuakn pemberitahuan, sambil membawa uang
sebesar beberapa rupiah kepada Kepala Adat pihak perempuan yang
dinarnakan "U ang Penekhangan".
d. Jika gadis sudah berada di rumah Kepala Adat kelompok bujang, maka
gadis tesebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh
keluarga si gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan
kembali sebenarnya telah melanggar adat. Lama gadis itu berdiarn
dirumah Kepala Adat si bujang, biasanya menurut hitungan hari ganjil,
yaitu 1, 3, 5, atau 7 hari (malam).
e. Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya
(meskipw1 sudah talm) ketempat di mana bunyi surat anaknya
menunjukkan ia dilarikan bujang, ini dinamakan "Nyussui Luut" (mencari
jejak). Hal itu dilakukan dalam jangka paling lama 7 malam Uika tempat si
gadis dan si bujang berjauhan).
f. Jika dalan1 tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya
(nyussul luut), maka keluarga bujanglah yang datang ke rumah si gadis
55
Dalam perkawinan juga terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi apabila akan dilangsungkannya perkawinan.
Rukun nikah terdiri atas:
I. Adanya calon pengantin lelaki (Suami).
2. Adanya calon pengantin perempuan (Isteri).
3. Wali.
4. Dua orang saksi lelaki.
5. Ijab dan kabul (akad nikah).
Syarat-syarat nikah terdiri atas:
1. Islam.
2. Lelaki yang tertentu.
3. Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri.
4. Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut.
5. Bukan dalam ihram haji atau umrah.
6. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
7. Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa.
8. Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah
dijadikan isteri.
Apabila kita melihat tujuan dari perkawinan menurut KHI adalah
membentuk keluarga yang Sakinah, Mawadah, Warrahmah. Hal ini harus
berdasarkan dengan Al-Qur'an dan Al-Sunnah, karena KHI berasal dari kitabkitab fikih, dan fikih adalah produk interpretasi atas kedua sumber hukum
Islam tersebut. Kaidah yang telah di tetapkan oleh Islam tersebut sering kali
berbeda dalam wilayah nyata di masyarakat. sifat manusia yang selalu di liputi
56
nekat dalam menentukan sikap pribadinya, meskipun harus menentang atau
berbeda dengan norma dan aturan agama. Begitu juga halnya dalam
perkawinan, perkawinan dalam masyarakat adat Lampung yang dipengaruhi
dari masuknya agama Islam di daerah Lampung. Salah satunya pengaruh
Islam tentang tata cara perkawinan yang di laksanakan dengan memenuhi
semua kewajiban yang di atur dalam agama Islam. Dimana untuk menentukan
sah atau tidaknya perkawinan di tentukan dengan ijab Kabul antara mempelai
pria dan wali mempelai wanita. 3
Seperti yang terjadi pada adat sebambangan yang ada di Sinarwaya
kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung. Sebambangan terjadi
- akibat suatu dorongan yang bersumber pada keluarga itu sendiri, baik itu
karena ketidakmauan orang tua untuk memberikan izin ataupun karena
tingginya biaya pernikahan dalam adat. Pada awalnya adat sebambangan
te1jadi karena tidak ada restu dari kedua orang tua, terutama dari pihak gadis.
Orang tua dari pihak gadis menyetujui pernikahan tersebut, kemudian telah
kita ketahui terlebih dahulu bahwa mayoritas masyarakat adat Lampung
beraganm Islam dan dari keseluruhan tata cara dan aturan dalam adat
sebambangan sudah sesuai dengan hukum Islam.
Tata cara dan aturan yang pertama sangat penting dalam pelaksanaan
adat sebambangan yaitu terlebih dalmlu harus adanya kesepakatan antara
bujang dan gadis untuk melakukan adat sebambangan, kemudian sebelum
gadis meninggalkan rumahnya dia di haruskan meninggalakan "ngepik" (surat
57
peninggalan) beserta uang jujur (uang ini diminta oleh gadis untuk keluarga
yang ditinggalkannya). Dalam ha! ini, penulis melihat bahwa aturan
sebambangan yang telah mengalami proses tranformasi tersebut sama sekali
tidak bertentangan dengan aturan dan norma pemikahan dalam Islam, karena
jika dilihat dari syarat dan rukun perkawinan (dalan1 Islam) juga telah
terpenuhi dalam adat tersebut. Hanya saja, dalam prakteknya banyak pemudapemudi yang tidak memahami ha! tersebut bahkan orang-orang selain
masyarakat adat Lampung juga memahami jika orang Lampung hendak
menikah harus melarikan sang gadis terlebih dahulu dan terkadang itu semua
menimbulkan pandangan yang negatif terhadap masyarakat ad at Lampung.
Pemahaman yang salah ini diperparah oleh beberapa pihak yang
sengaja memanfaatkan adat ini untuk membenarkan tindakan kekerasan.
Menculik atau memaksa perempuan agar ia mau dinikahi oleh laki-laki
tersebut. Tindakan ini dilakukan dengan bersembunyi di balik hukum adat,
agar tindakannya bisa dianggap benar sekalipun perempuan itu tidak
menyukai laki-laki tersebut.
Ketika bingkai adat digunakan oleh laki-laki (meskipun dengan cara
praktek yang sama sekali berbeda dengan seharusnya) perempuan itu tidak
menolak, karena takut akan dituduh melanggar hukum adat seperti yang sudah
diketahui, unsur fiil pasenggiri (harga diri dan kehormatan dalam adat), dalam
jiwa orang-orang Lampung yang begitu kental, seberapapun mahamya
keluarga
perempuan
baik
orang
tua, kemaman (keluarga
dari
pihak
ayah), kelamo (keluarga dari pihak ibu), mehani (kakak tertua dari gadis), dan
58
dan mengusahakan segalanya agar berjalan dengan baik. Jika tidak, maka
nama dan harga diri mereka akan tercemar di kalangan masyarakat adat
Lampung.
Menurut penulis perbuatan seperti diatas tidak dapat dibenarkan,
karena esensi sebenamya dalam sebambangan adalah harus ada persetujuan
terlebih dahulu diantara kedua belah pihak dalan1 hal ini adalah bujang dan
gadis, dan dalam pelaksaam1ya sebelum gadis dibawa kerumah pihak bujang,
gadis terlebih dahulu meninggalkan surat (ngepik) dan uang jujur. Cara-cara
lama sebambangan seperti yang telah dijelaskan di atas lebih dianggap kuno
dan tidak praktis lagi kemudian ditinggalkan, tetapi prinsip-prinsip serta
aturan dari tradisi semestinya tetap harus di pertalrnnkan dan tidak boleh
ditinggalkan meskipun dalam beberapa kasus, ada beberapa pihak yang
mencoba menghilangkan atau sebenamya benar-benar tidak mengetalrni tata
cara dan aturan yang sebenamya dalam aturan ad at sebambangan, dan j ika
dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan
oleh adat, maka ini telah menjadi pelanggaran hukum adat.
Pada prinsip hukum adat, setiap pemikalmn hams berdasarkan atas
persetujuan dari kedua belah pihak, begitu pihak pria rnaupun pihak wanita.
Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No I tahun 1974 pasa 6 ayat l,
tentang syarat sail perkawinan yang berbunyi, "perkawinan harus berdasarkan
perseetujuan dari kedua calon mempelai". Selain yang tertera dalam peraturan
perundang-undangan di atas, keputusan seorang perernpnan untuk rnenyetujui
atau rnenolak perkawinan tersebut rnenentukan pula status sahnya suatu akad
59
sebagian ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Ibnu Abi Laila, yang
membataskan pemaksaan tersebut hanya terbatas pada wewenang ayah, tidak
yang lainnya. Sementara Abu Hanifah, Tsauri, Auza'i, dan Abu Tsaur serta
jama'ah tidak memperbolehkan sama sekali pemaksaan terhadap seorang
gadis (yang telah baligh), karna keridaannya harus diakui. 4
Sementara penulis sendiri menulis beberapa pendapat-pendapat di atas
juga sependapat dengan peraturan perundang-undangan, yaitu bahwa syarat
sahnya pemikahan adalah izin atau rihda dari kedua belah pihak, dan
pernikahan tidak dapat dilangsungkan apabila salah satu pihak dari kedua
cal on mempelai tersebut tidak menyetujui adanya pernikahan tersebut.
Melihat persetujuan dari kedua belah pihak dan pemaksaan hanya
boleh dilakukan oleh ayah (dalam sebagian pendapat), maka semestinya dalam
sebambangan tidak boleh ada unsur pemaksaan kehendak dalam bentuk
tindakan kekerasan (menculik atau memaksa) gadis untuk menikah dengan si
bujang tersebut, dan apabila ini terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa
perbuatan bujang tersebut telah melanggar esensi sebambangan itu sendiri dan
sangat bertentangan dengan ajaran hukum Islam, adat dan juga pemndangundanagn. Perbuatan seperti itu menurut hukum Islam tidak dapat dibenarkan,
Allah SWT memerintahkan kepada para pemuda untuk memperlakukan kaum
wanita dengan cara sebaik-baiknya.
Kemudian dalam aturan selanjutnya setelah wanita itu berada dipihak
keluarga selama tiga hari dan maksimal satu minggu, kemudian orang yang
60
dituakan dari pihak keluarga bujang datang kerumah pihak keluarga gadis
untuk bertemu dan brunding nagttak salah (mengakui kesalahan), dan
ditengahi oleh penyimbang pekhwatin adat (pemuka adat) didaerah tempat
pihak keluarga wanita itu berdomisili. Kemudian setelah diterima, maka
terjadi
pertemuan
antara sabai (calon
besan)
untuk
menentukan hari
pernikahan kedua calon mempelai. Pertemuan itu biasanya ada permintaan
dari paman-paman, kakak-kaka, dari pihak gadis untuk meminta tambahan
dari uang jujur (uang yang harus di bayar oleh pria atas permintaan si gadis)
itu tadi, setelah itu ditentukan hari dan tanggal pernikahan.
Disini dapat kita lihat bahwa dalam aturan sebambangan dalam
menyelesaikan persoalan atau masalah harus berdasarkan musyawarah atau
perundingan dan tidak dibenarkan dengan jalan kekerasan. Sesuai dengan
ajaran Rasulullah Saw dan agama Islam, Nabi mencontohkan kepada umatnya,
dalam menyelesaikan setiap permasalahan atau konflik selalu dengan jalan
perundingan.
Kemudian setelah hari pernikahan selesai ditentukan, akad nikah
dalam adat sebambangan menggunakan akad nikah secara Islam dengan
syarat dan rukun yang semuanya terpenuhi sesuai dengan syari'at Islam.
Secara keseluruhan aturan dalam adat sebambangan itu sesuai dengan syari' at
agama Islam, apabila ada salah satu unsur dari tata cara dan aturan
sebambangan tidak dipenuhi, misalnya tidak adanya kesepakatan terlebih
dahulu antara bujang dan gadis, kemudian bujang menggunakan tindakan
kekerasan (menculik atau memaksa) gadis untuk menikah dengan si bujang
dan jika ha! tersebut terjadi, maka akan dilakukan ha! seperti yang telah di
61
C. Adat Sebambangan dalam pandangan Hukum Positif (UU No. 01 Tahun
1974 dan KUHP Pasal 328).
Apabila sebambangan dilihat dalam pandangan hukum positif, seperti
Undang-Undang No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 menyatakan
bahwa, "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
..
.
(rwnah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Mahaesa ". Dalam Undang-Undang No I tahun 1974 pasal 6 ayat I, tentang
syarat sahnya perkawinan yang berbunyi, "perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan dari kedua calon mempelai", dan pasal 17 ayat 2, dijelaskan
bahwasannya pernikahan tidak dapat dilangsungkan apabila ada salah satu
pihak yang tidak setuju, jadi dapat disimpulkan bahwasannya perkawinan
tidak dapat dilangsungkan apabila ada salah satu pihak tidak sepakat akan
pernikahan tersebut.
Kemudian didalam pasal 2 menyatakan perkawinan yang sah ialah
apabila sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan
demikian, apabila melihat adat perkawinan sebambangan, baik sah atau
tidaknya suatu perkawinan, maupun tata cara pelaksanaan perkawinan
sebambangan tidak bertentangan dengan asas dan aturan perkawinan didalam
UU No. 1 tahun 1974. Sedangkan Pasal 328 KUHP tentang penculikan.
"Barang siapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau
tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu
secara melawan hukum dibawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain,
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian-uraian
yang telah
dikaji
tentang
fenomena
adat
sebambangan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
I. Adat sebambangan adalah
suatu
cara
yang
digunakan
oleh
masyarakat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu
Lampung untuk menuju ke pernikahan. Pada adat sebambangan ini tidak
menggunakan pertunangan atau Jamaran terlebih dahulu, tetapi dengan
cara pihak calon mempelai pria membawa lari calon mempelai wanita dari
rumalmya. Sementara itu calon pengantin wanita yang melakukan selarian
hams meninggalkan tanda kepergianya berupa surat dan sejumlah uang,
dan pergi ketempat pemuka adat, kemudian pihak bujang mengadakan
pertemuan
kerabat,
dan
mengirim
utusan
untuk
menyampaikan
permohonan maaf dan memohon penyelesaian yang baik dari pihak
kerabat wru1ita, lalu diadakan perundingan dengan mengikuti tata-tertib
adat selarian setempat dan perundingan tersebut disebut juga ngatak
pengunduran senjata.
2. Dalam
dengan
kasus
adat sebambangan ada
beberapa
ha!
yang
sejalan
norma hukum Islrun dan hukum positif, yaitu masalah perizinan
dan tidak hadirnya orang tua wali dalam pelaksanaan akad nikal1, yang
mengakibatkan wali nasab ad/a/ (wali yang enggan untuk menikallkan) ha!
64
tetap memenuhi kriteria hukum Islam. Selain itu, pada tahap pelaksanaan
adat sebambangan tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam. Jika
dilihat dari kacamata 'urf, maka adat sebambangan merupakan adat
yang sahih. Adapun UU No. 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 disebutkan
bahwa: "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(mmah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa". Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara
keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan
merupakan seremonial yang sakral. Yang di maksud ikatan lahir batin di
sini adalah ikatan itu tidak cukup hanya hanya dengan ikatan lahir saja
atau batin saja, tetapi keduanya harus saling mengisi dan tidak dapat di
pisahkan atau terpadu dengan erat. Ikatan lahir batin merupakan suatu
ikatan yang dapat di lihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum
antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai
suam1 isteri. Pasal 6 ayat I, tentang syarat sahnya perkawinan yang
berbunyi, "perkawinan harus di dasarkan atas persetujuan dari kedua calon
mempelai", dan pasal 17 ayat 2, di jelaskan bahwasannya pernikahan tidak
dapat dilangsungkan apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju, jadi
dapat di simpulkan bahwasannya perkawinan tidak dapat di langsungkan
apabila ada salah satu pihak tidak sepakat akan pernikahan tersebut.
Begitupun dalam pasal 328 KUHP tentang penculikan, sebambangan tidak
termasuk dalam delik penculikan, karna
sebamban~an
terjadi atas
DAFT AR PUSTAKA
Al-Qur' anulkarim
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. (Akademika Pressindo.
Jakarta, 1992).
Abu Zahrah, Muhammad. Al-Ahwal al-Syakhsiyyah Qohirah. (Dar al-Fikr alArabi. 1957).
Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Edisi 1. Jakai1a. Granit.
2004.
Adji, Sution Usman. Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, (Yogyakarta, liberty,
1989).
Asqalani, lbnu Hajar. Bub;gul Maram Min Adillatul Ahakam
Amin Summa, MuhaJ11mad. Hukum Keluarga Islam di Negara Muslim, (Jakarta.
Raja Grafindo Persada, 2005)
Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga. (Pustaka Al-kautsar. Jakarta. 2006).
Daradjad, Zakiah. Ilmu Fiqh. (Direktorat Jendral Pembinaan AgaJ11a Islam
Departemen AgaJ11a. 1984/1985).
Dimyati, Syata'. Muhammad. Anal al-Thalibin, juz III. (Dar Ihya al-Kutub alArabiyah).
Ghazali, Rahman. Fiqh Munakahat, (Jakarta. Kencana, 2003)
Hadikusuma, Hilman. Pengantar Hukum Adat. (Citra Aditia Bakti, Bandung,
1990).
Han1zah, Andi. KUHP&KUHAP. (PT Rineka Cipta, Jakarta, 2007).
Hasan Ayyub, Syakh. Fikih Keluarga. (Pustaka Al-kausar, Jakarta, 2006).
Hilman Hadi Kusuma. Adat Istiadat Daerah Lampung (LaI11pung departemen
pendidikan dan kebudayaan, Kanwil Depdikbud Provinsi Lampung, 1986).
Jaziri, Abdurahman. Kitab 'ala madzhib al-arba 'ah. Juz IV. (Dar Ihya al-Turas
al-Arabi, 1989).
67
Kaelani HD. Sejarah Ringkas Perkembangan Hukum Ada! Bandakh Lima
Kecamatan Cukuh Balak Lampung. (Midada Rahma Perss, Jakarta. 2008).
Kusuma, Hilman Hadi. Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandar: Lampung
CV, Mandan).
Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Graha Ilmu.
(Yogyakarta 2011).
Mulya, Orisza Sativa Elastyska Sultan Tirta. Mendalami Sastra dan Kebudayaan.
(Daffis Pustaka Abadi, Bandar Lampung, Cet ke 3. 2013).
Nawawi, Hadari. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University
Press. (Y ogyakarta 2007).
Saleh, Hassan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. (Raja Grafindo
Persada, Kelapa Gading Permai, Jakarta 14-februari-2008).
Sevilla, Consuelo G. dan kawan-kawan, pnerjemah Alimuddin Tuwu. Pengantar
Metode Penelitian. (Universitas Indonesia Jakarta, 1993).
Sholeh, Asrorun ni'am. Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. (Graha
Paramuda, Jakarta, Juli 2008).
Soekanto, Soe1jono. Hukum Adat Indonesia, cet-II, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1983).
Sohari Sahrani, dan Tihami. Fikih Munakalwt. Raja Grafindo Persada, (Kelapa
Gading Pennai, Jakarta, 2009).
Snma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2004).
Sumiati,
Hukum Perkawinan Islam
(Y ogyakarta. Liberty, 1986)
dan
Undang-Undang
Perkawinan,
Thalib. Liku-liku Perkawinan (Yogyakarta: PD. Hidayat, 1986).
Umar, Nasarudin. Fikih Wanita Untuk Semua, (Jakarta. Serambi Ilnrn Semesta,
2010)
www.transjender.kemenkeschili.com (di unggah 26, mei, 2012).
Yasin, Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak. (UIN Malang Press. Maret, 2008).
Download