Bab V PENUTUP A. Kesimpulan Keberdayaan perempuan di mata publik dan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan diri kini semakin terbuka lebar. Seperti pada sebuah rukun warga di Kelurahan Pringgokusuman, Kota Jogja dimana aktivitas perempuan (ibu-ibu) sangat aktif. Tingkat keaktivan ibu-ibu bahkan dipandang oleh masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan kemasyarakatan. Ibu-ibu RT 91 RW 25 Pringgokusuman memiliki segudang kegiatan kemasyarakatan yang diantaranya adalah program-program PKK. Selain itu mereka juga melakukan pengelolaan jimpitan dan pendistribusian bantuan pemerintah yaitu raskin. Mencuplik kalimat Goffman bahwa kehidupan mausia ialah sebuah pertunjukkan, maka fenomena tersebut juga sebuah pertunjukkan. Gimmick yang ditampilkan dengan pengambilalihan tugas yang selama ini umumnya dilaksanakan oleh bapak-bapak, ibu-ibu tersebut berhasil menarik penonton untuk melihat pertunjukan yang dimainkannya. Permainan drama atau pertunjukan mengenai kegiatan kemasyarakatan tersebut suskes dimainkan secara apik nan elok. Setiap penonton akan memiliki sebuah kesan yang sama bahwasannya ibu-ibu memang sangat aktif bahkan para bapak cenderung seperti tidak memiliki peran sama sekali. Namun penelitian ini tidak berhenti dengan terkesima pada pertunjukkan yang sukses 114 dimainkan tersbut. Realitas apa yang terjadi di panggung belakang pentas inilah yang ingin dilihat. Bagaimana kondisi dibelakang panggung depan sehinggapara ibu tersebut mampu menampilkan kesan sedemikian rupa? Panggung belakang sebuah pertunjukkan ibarat dapur persiapan berbagai adegan yang dimainkan. Panggung belakang merupakan bagian yang ditutupi dengan layar besar agar penonton tidak tahu apa yang sebenarnya melandasi sebuah pertunjukkan. Seperti alasan mengapa para ibu itu mau berpran aktif di dalam kegiatan kemasyarakatan di wilayahnya. Dengan PKK sebagai panggung depan kegiatan ibu-ibu tersebut, maka jelas berbagai peran yang dimainkan sudah diatur oleh ketentuan dari lembaga sosial tersebut. Respon ibu-ibu dalam melaksnakan kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan hasil dari intepretasi dari stimulus. Aturan sebagai anggota PKK dan masyarakat muncul sebagai stimulus terhadap diri aktor. Panggung belakang menjadi ruang pengolahan stimulus sebelum aktor kemudian memberikan respon. Hasil dari temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tren perilaku aktor dalam merespon stimulus yang diberikan terhadap dirinya. Pada tiga aktor pertama terdapat kecenderungan bahwa perilaku mereka dipanggung depan merupakan perwujudan dari mobilisasi struktural. Ketiga aktor tersebut menjadi kader secara ditunjuk, sehingga dalam diri mereka sesungguhnya melaksanakan tugas sebagai bentuk penerimaan terhadap tanggung jawab yang diembannya. Atas dasar kewajiban jabatan mereka melakukan tugas sebagai pengurus yang sudah diamanahkan. Tindakan yang 115 diambil untuk terus berkontribusi mengemban tugas dilaksanakan sebagai sebuah kewajiban, meskipun prioritas utama bagi mereka adalah keluarga. Sehingga, terkadang hal ini menjadi kendala manakala ada sebuah tugas yang berbenturan dengan kebutuhan keluarga. Pilihan yang diambil biasanya ialah mendahulukan kepentingan keluarga. Pada dua aktor utama yang lain terlihat kecenderungan bahwa mereka mengikuti berbagai kegiatan di luar rumah ialah untuk mengisi waktu luang. Selain tidak memiliki kegiatan produktif dan tanggungan keluarga (momong anak balita), kedua aktor ini terlihat memiliki rasa kesepian. Rasa kesepian yang timbul bisa jadi dari tidak adanya kegiatan produktif yang dilakukan setiap harinya dan juga hubungan dengan suami yang tidak harmonis. Pada kondisi individu dengan sejarah hubungan dengan pasangan yang tidak baik akan berimbas pada pola interaksinya dengan pihak di luar lingkungan keluarganya. Temuan ketiga ialah sistem kendali sosial melalui arisan. Banyak kegiatan kemasyarakatan di wilayah ini yang menyelipkan unsu arisan di dalamnya. Arisan ini menjadi alat pengikat warga untuk terus terikat dengan kewajiban membayarkan uang pasokan arisan. Apabila warga tidak hadir atau tidak membayarkan uang pasokan tersebut, maka ia akan mendapatkan sanksi sosial. Sanksi yang diterapkan ialah mereka yang belum melunasi pasokan arisan tidak boleh mengambil bantuan raskin. Selain itu bila warga tersebut menarik diri dari masyarakat, maka masyarakat tidak akan mengikutsertakannya dalam kegiatan-kegiatan lainnya. 116 Ketigatemuan di atas di atas adalah realitas yang dapat ditangkap dari panggung belakang aktor. Pemenuhan amanah dan rasa kesepian sepertinya menjadi jawaban atas pertanyaan mengenai dengan landasan apa para aktor ini berkontribusi aktif di kegiatan kemasyarakatan. Sedangkan secara umum, masyarakat mengelola sebuah sistem arisan yang mengikat sehingga mereka terus dapat aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan. Peneliti menyimpulkan bahwasannya keaktivan ibu-ibu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan ialah sebuah kesuksesan dari suatu usaha pengelolaan kesan. Pengelolaan kesan itu sendiri dilakukan melalui sistem yang berkembang di dlam masyarakat. Salah satunya dengan menggunakan arisan sebagai alat pengikat warga masyarakat untuk terus ikut serta dalam kegiatan sosial kemasyarkatan yang diselenggarakan. Dengan kehadiran ibu-ibu dalam berbagai kesempatan kemudian memunculkan kesan bahwa ibu-ibu tersebut sangatlah aktif. Dari sisi kader sendiri dapat disimpulkan bahwasannya hal yang mendorong mereka melakukan berbagai kegiatan di dalam masyarakat ialah rasa kesepian dan juga suksesnya agenda memobilisasi masyarakat. Aktivnya ibu-ibu di masyarakat tidak dapat dipungkiri sebagai sebuah kontribusi bagi lingkungannya. Terciptanya kesan peran aktif tersebut merupakan sebuah wujud dari mobilisasi masyarakat dengan menggunakan berbagai sistem dan aturan yang berlaku di dalam lembaga sosial. 117 B. Saran Bagi peneliti yang mengambil lokasi dan kasus serupa, dapat mengembangkan pembahasan dengan memperkaya perspektif yaitu membandingkan peran perempuan dan laki-laki di wilayah RT 91, RW 25, Pringgokusuman. 118