BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015 membuat persaingan usaha, khususnya di Indonesia, semakin ketat. Persaingan usaha tersebut terjadi hampir di seluruh industri di Indonesia, tidak terkecuali industri perbankan. Data statistik Otoritas Jasa Keuangan1 menyatakan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlah kantor bank di Indonesia mengalami peningkatan. Jumlah kantor Bank Umum mulai tahun 2011 sampai dengan Januari 2016 adalah 14.797 unit, 16.625 unit, 18.558 unit, 30.181 unit, 32.963 unit, dan 32.949 unit. Jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat pada periode yang sama adalah 4.172 unit, 4.425 unit, 4.678 unit, 4.895 unit, 5.100 unit, dan 5.982 unit. Sementara perkembangan jumlah kantor Bank Syariah mulai dari tahun 2015 sampai dengan Februari 2016 adalah 2.163 unit, 1.900 unit, dan 1.926 unit. Persaingan usaha yang semakin ketat tersebut menuntut organisasi untuk dapat dengan cermat mengelola organisasinya agar dapat berhasil. Keberhasilan organisasi dalam bersaing ditentukan oleh perumusan dan pelaksanaan strategi organisasinya. Strategi tersebut harus dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik oleh seluruh lapisan organisasi. Pemimpin dan karyawan dalam organisasi memiliki peran penting dalam perumusan dan pelaksanaan strategi tersebut. Statistik Perbankan Indonesia 2016 OJK dan Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2016 (diolah) 1 Keberhasilan organisasi dalam bersaing dapat dinilai dari keefektifan organisasionalnya, seperti produktivitas, efisiensi, dan profitabilitas. Podsakoff et al. (2009) menyatakan keefektifan organisasional berhubungan positif dengan perilaku kewargaan organisasional. Perilaku kewargaan organisasional juga berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan dan berhubungan negatif dengan kepindahan karyawan. Di level individu, perilaku kewargaan organisasional memiliki hubungan yang positif dengan penilaian kinerja pegawai dan keputusan alokasi penghargaan. Perilaku kewargaan organisasional berhubungan negatif berkaitan dengan keinginan karyawan untuk pindah, kepindahan yang terjadi, dan ketidakhadiran karyawan. Perilaku kewargaan organisasional berperan dalam keberhasilan bersaing organisasi. Organ (dalam Podsakoff et al., 2009) mendefinisikan perilaku kewargaan organisasional sebagai sebuah perilaku individu yang merupakan kebijaksanaan, tidak secara langsung, atau eksplisit, diakui oleh sistem penghargaan formal, dan bahwa secara keseluruhan mendorong fungsi organisasi agar efektif. Definisi ini kemudian dimodifikasi menjadi kinerja yang mendukung lingkungan sosial dan psikologis di mana kinerja tugas berlangsung (Organ, 1997). Schnake (1991) menyatakan bahwa perilaku kewargaan organisasional adalah perilaku yang tidak secara formal ditetapkan, tetapi dikehendaki oleh organisasi. Dalam organisasi, perilaku kewargaan organisasional ditujukan dengan melakukan kegiatan untuk mendukung organisasi yang sifatnya sukarela di luar tugas yang diberikan secara formal oleh organisasi. Perilaku kewargaan organisasional dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor penentu tersebut antara lain adalah kepemimpinan dan komitmen organisasional. Kedua faktor ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya untuk mendukung terwujudnya perilaku kewargaan organisasional. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting penentu perilaku kewargaan organisasional. Yukl (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda, namun sebagian besar definisi tersebut memberikan asumsi bahwa kepemimpinan melibatkan proses mempengaruhi untuk memfasilitasi kinerja tugas secara kolektif. Kepemimpinan dapat dibedakan berdasarkan perilakunya. Burns (dalam Yukl, 2013) menawarkan konsep kepemimpinan transformasional transformasional dan berdasarkan perilakunya kepemimpinan memperhatikan nilai-nilai menjadi transaksional. moral kepemimpinan Kepemimpinan pengikutnya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang etika dan untuk menggerakkan energi dan sumber daya mereka untuk pembaharuan organisasi. Kepemimpinan transaksional memotivasi pengikutnya dengan menarik kepentingan mereka dan saling bertukar manfaat. Pimpinan dalam organisasi dapat memainkan peran yang penting dalam mempengaruhi tingkat komitmen anggota organisasi dengan mendorong komitmen anggota organisasi ke arah tim, pimpinan, atau organisasi. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu menyelaraskan tiga aspek komitmen untuk menunjukkan bagaimana tujuan dan nilai pengikutnya, kelompok, pemimpin, dan organisasi merupakan kesepakatan yang mendasar (Bass, 2006). Kinicki dan Fugate (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasional mencerminkan sejauh mana seorang individu mendefinisikan dirinya dengan organisasi dan berkomitmen pada tujuan organisasi. Mowday et al. (1979) menyatakan bahwa komitmen merupakan suatu sikap yang lebih dari sekedar loyalitas pasif bagi organisasi. Hal ini melibatkan hubungan aktif dengan organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka sendiri untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan komitmen tidak hanya merupakan ekspresi keyakinan dan opini individu tetapi juga tindakannya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan mempertahankan pekerjaannya untuk waktu yang lama; mereka juga menunjukkan tingkat kepuasan kerja, kualitas kerja, dan kinerja yang tinggi (Park & Rainey, 2007). Allen dan Meyer (1990) menyampaikan ada tiga komponen model komitmen, yaitu komitmen afektif, kontinuan, dan normatif. Komponen afektif mengacu pada keterikatan emosional karyawan pada organisasi, pengidentifikasian diri dengan organisasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komponen kontinuan mengacu pada komitmen berdasarkan biaya yang karyawan kaitkan dengan meninggalkan organisasi. Komponen normatif mengacu pada perasaan karyawan akan kewajiban untuk tetap bersama organisasi. Meyer dan Allen (1991) menambahkan ketiga konsep tersebut merupakan gambaran bahwa komitmen merupakan keadaan psikologis yang menandai hubungan karyawan dengan organisasi, dan memiliki implikasi pada keputusannya keanggotaannya dalam organisasi. untuk melanjutkan atau menghentikan Sebuah alasan penting untuk membangun konsep model ketiga komponen komitmen ini adalah keyakinan bahwa, walaupun ketiga bentuk komitmen ini memiliki hubungan negatif dengan kepindahan karyawan, ketiganya memiliki hubungan yang berbeda untuk mengukur perilaku lain yang berhubungan dengan pekerjaan (seperti kehadiran, in-role performance, dan perilaku kewargaan organisasional. Dari ketiga konsep komitmen organisasional tersebut secara khusus. Komitmen afektif memiliki hubungan positif yang paling kuat dengan tingkah laku dalam bekerja yang diinginkan oleh organisasi dibandingkan dengan dua model komitmen organisasional lainnya. Hal ini karena komitmen afektif merupakan konsep komitmen yang melibatkan emosional anggota organisasi dalam keterkaitannya dengan organisasi. Avolio et al. (dalam Kim, 2012) menyatakan komitmen afektif merupakan dimensi yang memiliki hubungan paling erat dengan komitmen organisasional karena komitmen organisasional memerlukan internalisasi tujuan organisasi, keterlibatan dalam peran karyawan, dan loyalitas kepada organisasi. Kepemimpinan transformasional dapat mendorong anggota organisasi untuk memiliki visi dan misi yang selaras dengan visi dan misinya serta organisasi. Meyer dan Herscovitch (2001) menyatakan apabila sebuah organisasi menginginkan anggotanya memiliki komitmen afektif yang tinggi maka organisasi tersebut harus menunjukkan komitmennya sendiri dengan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung, memperlakukan kepemimpinan yang kuat. karyawan dengan adil dan menyediakan Kepemimpinan transformasional dapat berpengaruh terhadap perilaku kewargaan berpengaruh organisasional. Kepemimpinan transformasional juga dapat terhadap komitmen afektif. Komitmen afektif juga dapat mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Komitmen afektif merupakan fungsi dari kepemimpinan transformasional yang kemudian juga dapat mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Komitmen afektif dapat menggambarkan bagaimana atau mengapa kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Peneliti dalam penelitian ini ingin menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional secara langsung dan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional yang dimediasi oleh komitmen afektif. Penelitian ini dilakukan di BNI Syariah Cabang Purwokerto. 1.2 Rumusan Masalah Keberhasilan sebuah organisasi dalam bersaing dapat ditentukan oleh berbagai faktor. Pemaparan sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku kewargaan organisasional berperan dalam keberhasilan bersaing organisasi. Sementara itu perilaku kewargaan organisasional dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi komitmen afektif dan komitmen afektif dapat mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional. Perilaku kewargaan organisasional, kepemimpinan transformasional, dan komitmen afektif merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. BNI Syariah merupakan sebuah perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Pertama kali beroperasi sebagai perusahaan yang independen pada 16 Juli 2010, setelah sebelumnya merupakan Unit Usaha Syariah (BNI). BNI Syariah merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang memisahkan diri dari perusahaan induknya, yaitu Bank Negara Indonesia. BNI Syariah Cabang Purwokerto merupakan cabang baru yang mulai beroperasi pada tahun 2011 dengan grade kelas 3. BNI Syariah Cabang Purwokerto mulai tahun 2012 memiliki satu Kantor Cabang Pembantu (KCP), yaitu KCP Cilacap. Jumlah karyawan BNI Syariah Cabang Purwokerto 35 orang sehingga termasuk perusahaan sedang. Karyawan di BNI Syariah Cabang Purwokerto minimal memiliki ijasah D3. Hampir seluruhnya merupakan fress graduate dari latar belakang ilmu yang berbeda-beda dan belum memiliki pengalaman bekerja sama sekali. BNI Syariah Cabang Purwokerto memiliki beberapa tantangan dalam menjalankan perusahaannya. BNI Syariah Cabang Purwokerto memiliki cakupan area bisnis yang cukup luas meliputi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Cilacap, memakan waktu lebih banyak untuk melakukan eksplorasi dan tinjauan bisnis. Selain itu potensi bisnis terbatas dan jumlah bank pesaing cukup banyak sedangkan jumlah jaringan yang dimiliki BNI Syariah Cabang Purwokerto sangat sedikit yaitu satu Kantor Cabang Purwokerto dan satu Kantor Cabang pembantu Cilacap. Beban kerja yang dimiliki oleh karyawan menjadi lebih berat. Keberhasilan BNI Syariah Cabang Purwokerto dapat dipengaruhi oleh perilaku kewargaan organisasional yang dimiliki oleh seluruh karyawannya. Perilaku kewargaan organisasional di BNI Syariah Cabang Purwokerto dapat dipengaruhi oleh kepemimpinannya. BNI Syariah Cabang Purwokerto membutuhkan kepemimpinan yang selain mampu menyelaraskan visi dan misi organisasinya juga dapat memperhatikan nilai-nilai moral karyawannya. Kepemimpinan transformasional dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran karyawan tentang etika dan mendorong mereka untuk dapat menggerakkan energi dan sumber daya mereka untuk pembaharuan BNI Syariah Cabang Purwokerto. Keberhasilan kepemimpinan BNI Syariah Cabang Purwokerto dapat meningkatkan komitmen afektif karyawannya yang akan meningkatkan perilaku kewargaan organisasional. Penelitian tentang perilaku kewargaan organisasional, kepemimpinan afektif, dan komitmen afektif, serta hubungan di antara ketiganya sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu merupakan penelitian yang dilakukan pada organisasi besar dengan jumlah anggota 100 orang atau lebih. Pada penelitian ini peneliti menggunakan BNI Syariah Cabang Purwokerto sebagai sebuah studi untuk menguji dan menganalisis hubungan antara ketiga variabel tersebut dalam konteks organisasi berukuran sedang. Caplow (1957) menyatakan organisasi berukuran sedang memiliki karakteristik memungkinkan anggotanya untuk mengenal anggota lain lebih dalam dari organisasi besar. Organisasi sedang membutuhkan struktur organisasi formal, namun aktivitas sehari-harinya sebagian besar dikendalikan oleh aktivitas klik internal. Dari penjelasan di atas peneliti ingin melakukan penelitian pada BNI Syariah Cabang Purwokerto dengan judul: Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional Dengan Komitmen Afektif Sebagai Mediator (Studi Pada BNI Syariah Cabang Purwokerto). 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah duraikan, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasional? 2. Apakah komitmen afektif memediasi pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional. 2. Untuk menguji dan menganalisis efek pemediasian komitmen afektif pada pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis berupa: 1. Memberikan tambahan informasi terkait penelitian tentang pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional di organisasi berukuran sedang. 2. Instrumen penelitian yang digunakan diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lain yang ingin mengetahui dan menganalisis perngaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional dengan komitmen afektif sebagai mediator. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi berupa: 1. Bagi organisasi, hasil penelitian ini memberikan fakta empiris gambaran pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional. 2. Bagi pemimpin organisasi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan transformasional dan komitmen afektif karyawan sehingga dapat meningkatkan perilaku kewargaan organisasional. 1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Peneliti membatasi penelitian ini pada satu organisasi berukuran sedang, yaitu BNI Syariah Cabang Purwokerto. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan BNI Syariah Cabang Purwokerto Peneliti membagi variabel-variabel penelitian sebagai berikut: 1. Variabel bebas atau variabel independen (X): kepemimpinan transformasional. 2. Variabel terikat atau variabel dependen (Y): perilaku kewargaan organisasional. 3. Variabel mediasi (M): komitmen afektif