1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia kesehatan dari tahun ke tahun terus berkembang seiring dengan
semakin kompleksnya penyakit yang juga terus bermunculan. Usaha penemuan obat
baru, baik yang berasal dari alam maupun sintetik terus dilakukan. Hal ini bertujuan
untuk memperoleh obat dengan aktivitas terapi paling optimum dan memiliki efek
samping paling minimum. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
mengetahui potensi aktivitas farmakologi, mekanisme aksi, dan spesifitas tempat
kerja suatu senyawa obat sehingga ke depannya dapat dimanfaatkan dengan lebih
optimal.
Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah ribuan tahun
diterapkan oleh masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di negara lain. Salah satu
tanaman obat yang sering digunakan yaitu tanaman kunyit. Di dalam rimpang kunyit
terkandung antara lain kurkuminoid sebanyak 3-4% (terdiri dari kurkumin,
demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin) (Sudarsono et al., 1996).
Kurkumin dengan nama IUPAC 1,7-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-heptadien3,5-dion telah banyak diteliti dan dipublikasikan memiliki aktivitas farmakologis
antara lain antihepatotoksik, antiinflamasi (Van der Goot, 1997; Sardjiman et al.,
1
2
1997), antioksidan (Majeed et al., 1995), antiinfeksi (Sajithlal et al., 1998), dan
antikolesterol (Bourne et al., 1999).
Selain kurkumin, senyawa analog kurkumin yaitu pentagamavunon-0 (PGV-0)
dilaporkan memiliki beberapa macam aktivitas farmakologi antara lain sebagai
antiinflamasi (Sardjiman, 2000), antikanker (Nurulita dan Meiyanto, 2000), dan
antioksidan yang lebih baik daripada kurkumin (Sardjiman et al., 1997). Namun,
potensi kurkumin dan PGV-0 sebagai obat untuk brain disorder treatment belum
pernah digali dikarenakan dua senyawa ini memiliki kelarutan yang kurang baik di
dalam cairan biologis dan tidak dapat menembus blood brain barrier (BBB). Sejauh
ini penelitian tentang efek kurkumin di otak adalah mengurangi kerusakan oksidatif
dan defisit memori yang terkait dengan penuaan (Frautschy et al., 2001),
meningkatkan fungsi kognitif, penurunan plak beta-amyloid, penurunan pembentukan
mikroglia, penundaan degradasi neuron, memperbaiki keseluruhan memori pada
pasien Alzheimer Disease (AD) (Mishra, 2008), epilepsi, stroke, dan cedera otak
(Vajragupta, 2003).
Kurkumin dan PGV-0 sangat sukar larut dalam air, sehingga mengakibatkan
kecepatan disolusinya dan ketersediaan hayatinya rendah (Hakim et al., 2006). Hal
ini mengakibatkan penurunan absorbsi pada saluran cerna sehingga obat sulit
mencapai kadar terapi dan berakibat pada efek farmakologi yang tidak maksimal
(Hu dan Li, 2011), dan membutuhkan dosis tinggi untuk mencapai efek terapi
seperti penelitian yang dilakukan oleh Prasetya dan Yuliani (2014) bahwa
3
pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak yang mengandung kurkumin dengan
dosis 120, 240, 480 mg/kgBB dapat mencegah penurunan fungsi memori tikus. Oleh
karena itu, perlu dilakukan formulasi menggunakan sistem penghantaran yang tepat
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk meningkatkan kelarutan dan
bioavailibilitas kurkumin dan PGV-0 yang selanjutnya diharapkan mampu
meningkatkan aktivitas farmakologi, maka dikembangkan teknologi formulasinya di
Fakultas Farmasi UGM melalui pembuatan formulasi nanoemulsi kurkumin dan
PGV-0 dengan metode Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS).
Beberapa keuntungan formula SNEDDS, diantaranya melindungi obat yang
sensitif, meningkatkan bioavailabiltas obat oral, dan dapat meningkatkan
ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah (Gupta et al., 2011). Dengan
diformulasikannya kurkumin dan PGV-0, diharapkan mampu menembus BBB.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap penemuan
dan pengembangan obat baru berbasis struktur kurkumin yaitu sebagai brain disorder
treatment agent baru, yaitu kontribusi yang berupa ketersediaan data uji praklinik
senyawa kurkumin dan PGV-0 sebagai brain disorder treatment agent model uji:
penurunan fungsi memori kognitif dan kecemasan.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0 mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku fungsi memori kognitif dan kecemasan pada mencit?
2. Bagaimana pengaruh pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0 dengan variasi
dosis 5, 10, 20, dan 40 mg/kgBB terhadap perubahan perilaku fungsi memori
kognitif dan kecemasan pada mencit?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0
terhadap perubahan perilaku fungsi memori kognitif dan kecemasan pada mencit.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0 dengan
variasi dosis 5, 10, 20, dan 40 mg/kgBB terhadap perubahan perilaku fungsi
memori kognitif dan kecemasan pada mencit sebagai model uji praklinik.
D. Tinjauan Pustaka
1.
Kurkumin
Kurkumin dengan nama IUPAC 1,7-bis(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-
heptadien-3,5-dion telah banyak diteliti dan dipublikasikan memiliki aktivitas
farmakologis antara lain antihepatotoksik, antiinflamasi (Van der Goot, 1997;
Sardjiman et al., 1997), antioksidan (Majeed et al., 1995), antiinfeksi (Sajithlal et al.,
1998), antikolesterol (Bourne et al., 1999). Akan tetapi, kurkumin sangat sukar larut
5
dalam air, sehingga mengakibatkan kecepatan disolusinya dan ketersediaan hayatinya
rendah (Hakim et al., 2006). Hal ini mengakibatkan penurunan absorbsi pada saluran
cerna sehingga obat sulit mencapai kadar terapi dan berakibat pada efek farmakologi
yang tidak maksimal (Hu dan Li, 2011). Kelarutan obat dapat ditingkatkan misalnya
dengan modifikasi molekul obat penambahan enhancer ataupun dengan sistem
nanopartikel (Bernkop-Schnurch, 2009). Sun et al., (2010) melakukan pengembangan
peningkatan transport kurkumin dalam tubuh makhluk hidup yaitu ke otak mencit
menggunakan nanopartikel poli(n-butilsianoakrilat) yang menunjukkan 14 kali lebih
efektif dibandingkan dengan larutan kontrol yang ada dalam plasma. Sethi et al
(2009) mengemukkan bahwa kurkumin dalam bentuk nanopartikel dapat melewati
BBB ke jaringan otak dengan difusi pasif.
Gambar 1. Struktur Kurkumin
Kurkumin merupakan serbuk berwarna kuning yang tidak larut dalam air dan
eter, tetapi larut dalam etanol, dimetilsulfoksida, dan aseton. Kurkumin memiliki titik
cair pada 183oC, struktur molekular kurkumin yaitu C21H20O6 dengan berat molekul
368,37 g/mol. Senyawa ini berwarna merah kecoklatan di dalam kondisi alkali dan
kuning muda di dalam kondisi asam. Degradasi kurkumin tergantung pada pH dan
berlangsung lebih cepat pada kondisi netral-basa (Aggarwal et al., 2005). Telah
diketahui bahwa kurkumin hanya stabil pada pH di bawah 6,5. Aktivitas kurkumin
6
sebagai antioksidan dikarenakan kurkumin mempunyai gugus fenolik dan 1,3-diketon
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini
berfungsi sebagai peredam terbentuknya radikal bebas (Majeed et al., 1995).
Sejauh ini penelitian tentang efek kurkumin di otak adalah mengurangi
kerusakan oksidatif dan defisit memori yang terkait dengan penuaan (Frautschy et al.,
2001),
meningkatkan fungsi kognitif, penurunan plak beta-amyloid, penurunan
pembentukan mikroglia, penundaan degradasi neuron, memperbaiki keseluruhan
memori pada pasien Alzheimer Disease (AD) (Mishra, 2008), epilepsi, stroke, cedera
otak (Vajragupta, 2003). Selain itu, kurkumin dapat mencegah penurunan fungsi
memori tikus dengan pemberian ekstrak etanol rimpang temulawak yang
mengandung kurkumin dengan dosis 120, 240, dan 480 mg/kgBB pada penelitian
yang dilakukan oleh Prasetya dan Yuliani (2014).
Kurkumin dapat memperbaiki defisit memori yang berkaitan dengan usia
terkait aktivitasnya pada stres oksidatif, jalur BDNF (Brain-Derived Neurotrophic
Factor), ERK/P38 signaling kinase dan peningkatan asetilasi histon (Mancuso et al.,
2011; Liu et al., 2005). Lu et al (2015) melaporkan bahwa kurkumin dapat
meningkatkan kadar BDNF di hipokampus. Selain itu, Deng et al (2010) melaporkan
bahwa peningkatan asetilasi histon di hipokampus dapat menginduksi neurogenesis
yang berperan dalam learning dan memori.
Penelitian toksikologi menunjukkan bahwa kurkumin memiliki efek toksik
yang sangat rendah, LD50 pada mencit lebih dari 2 g/kgBB (Shibo dan Xiaoli, 1991).
7
Penelitian pada hewan uji yang dilakukan oleh Shankar et al., (1980) dan pada
manusia yang dilakukan oleh Lao et al., (2006) membuktikan bahwa kurkumin
sangat aman bahkan pada dosis yang sangat tinggi. Keamanan dan efikasi dari
kurkumin membuat senyawa tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk
mengobati dan mencegah berbagai penyakit.
2. Pentagamavunon-0
PGV-0 dengan nama IUPAC (2,5-bis-(4’-hidroksi-3’-metoksi)-benzilidin
siklopentanon) merupakan salah satu modifikasi struktur senyawa kurkumin pada
rantai tengah yaitu modifikasi gugus β-diketon diganti dengan siklopentanon yang
ditunjukkan pada Gambar 2 (Sardjiman, 1993). PGV-0 memiliki sifat lipofilisitas
yang lebih tinggi dari kurkumin (Sardjiman, 2000). Sardijman (2000) melaporkan
aktivitas biologis PGV-0 sebagai anti-siklooksigenase (COX) lebih unggul daripada
kurkumin hingga 7 kalinya pada dosis yang sama. ED50 pada pemberian PGV-0
peroral sebagai antiinflamasi sebesar 25 mg/kg. Hakim (2007) menyatakan bahwa
nilai LD50 PGV-0 (10,16 g/kg) lebih besar dari zat antiinflamasi lain termasuk
kurkumin (5 g/kg). Hal ini menunjukkan PGV-0 memiliki tingkat keamanan yang
baik bahkan lebih baik dari senyawa kurkumin.
Gambar 2. Struktur Pentagamavunon-0 (Sardjiman, 1993)
8
PGV-0 memiliki berat molekul (BM) 352,13 dengan jarak titik lebur 212214oC. Kelarutan PGV-0 di dalam etanol 3,8 mg/5 ml dan dalam metanol 14,9 mg/5
ml (Wahyuni, 1999). Akan tetapi, PGV-0 memiliki kelarutan dalam air yang rendah
sehingga pada penggunaan oral, PGV-0 hanya diabsorbsi dalam jumlah yang sedikit
(Hakim et al., 2006).
Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh laboratorium Molekul Nasional
(MOLNAS) Fakultas Farmasi UGM menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan (Da’i,
1998; Rianto, 1998), aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan siklooksigenase
(Tim MOLNAS Fakultas Farmasi UGM, 2001) dan aktivitas sitotoksik (Nurrochmad,
2001) PGV-0 lebih baik dibandingkan dengan kurkumin (Da’i, 1998). Akan tetapi,
penelitian mengenai pengaruh PGV-0 pada otak belum pernah dilakukan. Salah satu
aktifitas farmakologi dari PGV-0 adalah antioksidan. Secara umum, antioksidan
mempunyai peran dalam proses neurogenesis di hipokampus melalui regulasi
keseimbangan aktivitas mitosis, cell cycle arrest, diferensiasi dan apoptosis sel.
(Casadesus et al., 2004).
3. Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan cairan atau dispersi air dan minyak yang distabilkan
oleh surfaktan. Nanoemulsi memiliki karakteristik campuran yang stabil dengan
ukuran partikel diantara 20-200 nm (Chen et al., 2010). Pengembangan terkini sistem
nanoemulsi untuk aplikasi oral melalui saluran gastrointestinal adalah dengan SelfNanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). Sistem ini selanjutnya akan
9
masuk ke saluran cerna dan bercampur dengan cairan usus yang mengandung air
(Date dan Nagarsenker, 2007). SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran
minyak, surfaktan dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara
spontan, kemudian akan mengalami proses emulsifikasi spontan di dalam cairan
cerna saat mengalami pencampuran dengan cairan usus. Nanoemulsi selanjutnya
mengalami proses absorpsi (Martien et al., 2008). Beberapa keuntungan formula
SNEDDS, diantaranya melindungi obat yang sensitif, meningkatkan bioavailabiltas
obat oral, dan dapat meningkatkan ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah
(Gupta et al., 2011).
4. Otak dan Sawar Darah Otak
Otak adalah organ yang mengkonsumsi 20% oksigen dari tubuh meskipun
porsinya hanya 2% dari berat badan tubuh. Dalam penuaan normal, otak
mengakumulasi ion-ion seperti besi (Fe), tembaga (Cu) dan zink (Zn). Akibatnya,
otak membutuhkan antioksidan yang mengontrol dan mencegah pembentukan
reactive oxygen species (ROS) (Smith et al., 2007). Di dalam otak terdapat jutaan
neuron atau saraf-saraf. Neuron dalam sistem saraf pusat (SSP) berkomunikasi
menggunakan kombinasi sinyal kimia dan listrik. Neuron berfungsi menghantarkan
impuls atau sinyal dari reseptor ke pusat saraf dan meneruskannya ke efektor. Neuron
tersusun atas badan sel saraf, dendrit, dan akson. Akson berfungsi menghantarkan
impuls dari badan sel saraf menuju neuron lain. Agar impuls dapat disampaikan ke
SSP dan efektor, sel-sel saraf akan saling berhubungan melalui sinapsis. Sinapsis
adalah titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain.
10
Regulasi yang tepat dari sinapsis dan akson ini penting untuk penghantaran sinyal
saraf yang efektif (Abbott, 1992).
Sawar darah otak atau yang lebih dikenal dengan BBB adalah struktur
membran yang secara primer berfungsi untuk melindungi otak dari bahan-bahan
kimia dalam sirkulasi darah dan mencegah masuknya makromolekul masuk ke otak,
di mana fungsi metabolik masih dapat dilakukan. Sawar darah otak ini terdiri dari selsel endotelial, yang tersusun sangat rapat di kapiler otak. Kepadatan yang tinggi ini
membatasi lewatnya substansi-substansi melalui aliran darah (Wolburg et al., 2009).
Dinding-dinding kapiler dibuat dari sel-sel endotel yang memiliki celah-celah
kecil. Bahan kimia yang larut dapat melewati celah ini, dari darah ke jaringan atau
dari jaringan ke darah. Di otak, sel-sel endotel ini tersusun rapat dan disebut dengan
tight junction. Adanya tight junction membuat gerakan molekul-molekul yang
menuju dan dari otak terhambat. Masuknya molekul-molekul obat ke dalam otak
dapat melalui mekanisme difusi pasif, ABC Transporter Efflux, Solute LinkedCarriers (SLC), Transitosis dan migrasi sel mononuklear. Difusi pasif dapat terjadi
apabila molekul obat bersifat non-polar dan larut dalam lipid. Pada ABC Transporter
Efflux, melibatkan transporter seperti MRP1 atau MRP2 dalam menembus tight
junction. SLC terjadi apabila molekul obat berikatan dengan carrier misalnya
glukosa, peptida kecil atau asam amino. Carrier tersebut akan mempermudah
masuknya obat ke dalam otak. Transitosis adalah mekanisme transport obat melewati
BBB dengan di perantarai reseptor yang sesuai. Sedangkan migrasi sel mononuklear
adalah mekanisme transport obat melewati BBB tanpa perantara, menyerupai difusi
11
pasif namun melibatkan migrasi sel mononuklear yang mengandung molekul obat
(Wolburg et al., 2009).
5. Etanol sebagai Agen Stres Oksidatif Perusak Otak
Etanol (ethyl alcohol) disebut juga alkohol, memiliki rumus kimia C2H5OH
(William dan Reilly, 2000). Etanol yang masuk ke dalam tubuh akan dioksidasi
menjadi asam asetat. Proses oksidasi etanol utamanya terjadi di hepar. Selain itu,
oksidasi etanol juga terjadi di otak (Zakhari et al., 2006). Di hepar, etanol akan
dimetabolisme menjadi asetaldehid dengan bantuan enzim alkohol dehirogenase
(ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD). Asetaldehid akan
diubah menjadi asam asetat oleh enzim aldehid dehidrogenase (ALDH) seperti yang
terlihat pada Gambar 3 (Deitrich et al., 2006).
Gambar 3. Metabolisme etanol melalui alcohol dehydrogenase pathway
Kerusakan akibat etanol pada otak dewasa menyebabkan defisit kognitif
seperti gangguan belajar dan memori (Butterfield et al., 2009), hal ini disebabkan
karena etanol merupakan inducer stres oksidatif yang akan memicu apoptosis sel
piramidal CA1 hipokampus (Adiningsih, 2011). Stres oksidatif lebih banyak
menyebabkan kematian sel pada daerah CA1 hipokampus. Pengurangan jumlah sel
12
piramidal di CA1 dan CA3 hipokampus mengakibatkan gangguan pembentukan
memori baru dan konsolidasi memori (memori kerja spasial mengalami gangguan)
(Brailowsky dan Garcia, 1998; Harper dan Matsumoto, 2005; Wang et al., 2000).
Pada penelitian Bouayed et al (2009) menyatakan bahwa peningkatan reactive
oxygen species (ROS) pada hipokampus juga berperan dalam kecemasan pada
mencit. Selain Bouayed et al (2009), Kushner et al (2000) menyatakan bahwa
konsumsi akut etanol konsumsi akut etanol dapat menyebabkan abnormalitas fungsi
reseptor γ-aminobutyric acid (GABA) yang berperan dalam kecemasan. Sedangkan
pemberian kronis kronis etanol dapat menurunkan asetilasi di korteks frontal,
striatum, dan hipokampus pada tikus Wild Type (Pascual, 2011). Kecemasan dapat
diatasi dengan obat sintetik anti cemas, yaitu golongan benzodiazepin. Contoh dari
obat golongan benzodiapin adalah diazepam.
Otak merupakan organ yang lebih rentan terhadap stres oksidatif (Zakhari,
2006). Kerusakan akibat etanol pada otak dewasa menyebabkan defisit kognitif
seperti gangguan belajar dan memori (Butterfield et al., 1999). Hal ini disebabkan
adanya stres oksidatif yang menginduksi terbentuknya radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan dan kematian sel (Heaton et al., 2000).
Blanco (2005) melaporkan bahwa pemberian etanol 10% v/v pada mencit
secara kronis dapat mengaktivasi astroglia dan mikroglia pada korteks serebral dan
memacu aktivitas sinyal TLR4 sehingga menyebabkan neuroinflamasi. Pemberian
etanol akut selama 7 hari menyebabkan kerusakan hipokampus CA1 pada mencit
(Adiningsih, 2006). Hipokampus merupakan bagian dari otak yang terletak di bagian
13
medial lobus temporal yang berhubungan langsung dengan proses belajar dan memori
dan mood dan anxiety disorder (Gruart et al., 2006; Saladin, 2006; Onksen, 2011).
6. Natrium Butirat
Natrium butirat adalah senyawa dengan rumus kimia C4H7NaO2 yang
ditunjukkan pada Gambar 4 dikenal sebagai senyawa histon deasetilasi inhibitor
(HDACI). Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa natrium butirat mempunyai
efek antiinflamasi, dan proteksi saraf pada gangguan neurodegenerative (Chuang et
al., 2009). HDCAI berperan dalam pembentukan asetilasi histon pada penyakit
skizoprenia dan Huntington’s disease (HD) (Ferrante et al., 2003; Kumar et al.,
2005). Peningkatan asetilasi histon juga berperan dalam pembentuk dendrit pada
hipokampus dan mengembalikan learning behaviours pada model hewan uji tikus
(Fischer et al., 2007) dan ekspresi gen yang terlibat dalam fungsi kognitif (Cohen et
al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Govindarajan et al (2011)
menunjukkan bahwa pemberian natrium butirat 1,2 g/kgBB selama 21 hari mampu
meningkatkan contextual learning dan memori. Kim et al (2009) melaporkan natrium
butirat menginduksi neurogenesis di otak tikus setelah iskemia serebral dan
meningkatkan asetilasi histon pada penelitian in vivo (Simonini et al., 2006).
Peningkatan asetilasi histon dan peningkatan ekspresi gen di hipokampus
berhubungan dengan pemulihan fungsi memori dan kognitif (Cohen et al., 2013).
Selain itu, menurut Pandey et al (2008) bahwa natrium butirat menunjukkan
peningkatan asetilasi histon yang disebabkan oleh paparan kokain serta mengurangi
gejala kecemasan seperti terkait dengan alhocol withdrawal. Mekanisme peningkatan
14
asetilasi histon yang berhubungan dengan kecemasan tidak dijelaskan lebih lanjut.
Akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan oleh Fukuchi et al (2009) dan MachadoVieira et al (2011) menunjukkan bahwa HDACI efektif untuk mengobati gangguan
neurodegeneratif dan modulasi stres dan kecemasan dengan meningkatkan
keseimbangan excitatory dan inhibitory neural pathways di otak.
Gambar 4. Struktur natrium butirat
Natrium butirat merupakan asam lemak rantai pendek yang dapat menembus
BBB (Simonini et al., 2006). Natrium butirat dimetabolisme di liver menjadi asam
butirat. Natrium butirat mempunyai nilai koefsien partisi 0,92 sehingga untuk dapat
berdifusi menuju BBB membutuhkan bantuan transporter yaitu, monocarboxylate
transport (MCT) (Al-Asmakh dan Hedin, 2015; Oldendolf, 1973; Thanaset et al.,
2013). Syarat senyawa dapat melalui BBB dengan difusi pasif diantaranya bersifat
lipofil atau memiliki nilai koefisien partisi lebih dari 1 dan memiliki ukuran partikel
antara 0,1-100 nm (Malhotra dan Prakash, 2011).
Asetilasi histon merupakan salah satu mekanisme epigenetik. Terdapat 3 jenis
mekanisme epigenetik yaitu: metilasi DNA, modifikasi protein histon yang berupa
asetilasi, metilasi, fosforilasi, sumoilasi, ubikuitinasi, dan pengaturan via non-coding
RNA. Salah satu mekanisme epigenetik yang menentukan apakah suatu gen aktif atau
nonaktif adalah keseimbangan antara asetilasi dan deasetilasi protein histon.
15
Deasetilasi histon merupakan keadaan dimana gugus asetil lepas dari protein histon.
Hal ini menyebabkan kromatin menutup sehingga faktor transkripsi sulit menempel
pada DNA. Apabila faktor transkripsi sulit menempel pada DNA, maka pada gen
tersebut tidak terjadi transkripsi dan gen menjadi tidak aktif (Juliandi et al, 2010;
Hsieh dan Gage, 2004). Dengan adanya HDACI, maka menjaga agar gugus asetil
tetap menempel pada DNA sehingga kromatin membuka dan membuat gen tersebut
menjadi aktif (Parsons et al., 1997).
7. Radial 8-arm Maze Test
Radial 8-arm maze test yang ditunjukkan pada Gambar 5 digunakan untuk
mengetahui adanya brain disorder yang berupa deficit in learning and memory atau
penurunan fungsi kognitif (Tarantino dan Bucan, 2000). Memori merupakan
kemampuan seseorang untuk menyimpan dan menggunakan kembali pengetahuan
yang telah dipelajari (Jared, 2010). Belajar (learning) dan memori spasial pada
binatang berperan membantu binatang menemukan lokasi yang dapat menyediakan,
diantaranya makanan dan keselamatan, untuk mempertahankan hidup (Dogru et al.,
2003).
Parameter-parameter yang diamati adalah menghitung frekuensi kesalahan
berulang memasuki lengan dan frekuensi kesalahan memasuki lengan kosong (Seo et
al., 2013). Kesalahan memasuki lengan berulang ini disebut spatial working memory
errors dan kesalahan memasuki lengan kosong disebut spatial reference memory
errors (Jarrard, 1983).
16
Gambar 5. Radial 8-arm maze test
Memori kerja (working memory) adalah kemampuan untuk menyimpan
sementara dan menggunakan informasi yang berhubungan dengan tujuannya sebagai
petunjuk kegiatan yang akan datang, sedangkan memori spasial yaitu bentuk memori
mengenai ruang dan tempat yang dihubungkan dengan kemampuan individu dan
spesies untuk bertahan hidup. Memori spasial berperan penting dalam foraging
behaviour (perilaku mencari makan) pada hewan rodensia (hewan pengerat). Memori
spasial berkaitan dengan kemampuan mengingat ruang bidang, mengenali bentuk,
jarak, dan luas, serta mengetahui arah atau posisi seseorang. Tanpa adanya memori
spasial maka individu akan mengalami kesulitan dalam memahami posisi diri,
melihat bentuk dan ruang bidang, tidak dapat mengingat arah atau letak suatu benda,
serta tidak dapat memperkirakan jarak suatu tempat (Mastrangelo et al., 2009).
Bagian otak yang terlibat dalam memori kerja utamanya hipokampus (Durstewitz et
al., 2000).
17
Mencit yang akan diuji ditempatkan pada tengah alat lalu selama 6 menit
mencit dibiarkan untuk mengekplorasi ruang untuk mencari makanan atau minuman
yang terdapat pada ujung ke delapan lengan menurut pola yang ditetapkan (Seo et al.,
2013). Terdapat 4 pola, yaitu:
a. N-R-N-R-N-R-N-R
N (No reward) adalah lengan yang tidak berisi makanan, sedangkan R
(reward) adalah lengan yang terdapat makanan. Pola ini berupa peletakan makanan
(sebagai reward) yang berseling satu pada tiap lengan. Lengan yang tidak berisi
makanan ditutup pada pintunya.
b. RR-NN-RR-NN
Pola ini berupa peletakan makanan (sebagai reward) berseling 2 pada tiap
lengan di mana lengan yang tidak berisi makanan ditutup pada pintunya.
c. NN-RRRR-NN
Pola peletakan makanan (sebagai reward) yang mana 4 lengan berisi makanan
diapit oleh 2 lengan tanpa makanan dengan pintu yang ditutup.
d. RR-NNNN-RR
Pola peletakan (sebagai reward) yang mana 4 lengan tanpa makanan dengan
pintu ditutup diapit oleh 2 lengan yang msing-masing berisi makanan (Wathen dan
Robert, 1994).
Pada setiap lengan diletakkan makanan dengan pola berbeda yang akan
dimakan mencit bila tiba di lengan tersebut. Dengan demikian tikus dapat
18
mengembangkan suatu peta kognitif berupa hubungan spasial tentang jalur mana
yang telah dikunjunginya.
8. Open Field Test
Open field test digunakan untuk mengetahui phenotype brain disorder yang
berupa kecemasan (anxiety) yang merupakan gejala panic disorder, specific dan
social phobias, obsessive-compulsive disorder, depression dan post-traumatic stress
disorder (Kathleen dan Crawley, 2009; Tarantino dan Bucan, 2000). Kecamasan
merupakan tanda adanya suatu ancaman yang masih tidak diketahui. Alat uji yang
ditunjukkan pada Gambar 6 berbentuk kotak yang terdapat gambar kotak-kotak pada
alasnya dengan ukuran tertentu (Seo et al., 2013).
Gambar 6. Open Field Test
Mencit yang akan diuji ditempatkan pada kotak tengah sebelum uji dimulai.
Mencit dibiarkan mengeksplorasi ruangan selama 5 menit (Seo et al., 2013). Prinsip
uji ini adalah mengukur beberapa parameter yang menandakan perilaku kecemasan
yaitu:
19
a. line crossing
Line crossing adalah banyaknya garis yang dilewati oleh keempat kaki
mencit.
b. center square entries
Center square entries adalah frekuensi mencit memasuki kotak
tengah.
c. center square duration
Center square duration adalah durasi mencit berada di kotak tengah.
d.
rearing
Rearing adalah posisi mencit berdiri dengan kedua kaki belakangnya.
Pada parameter ini dihitung frekuensi mencit melakukan rearing.
e. stretch attend posture
Stretch attend posture adalah posisi mencit memanjangkan badannya
lalu kembali ke bentuk semula. Pada parameter ini dihitung frekuensi
mencit melakukan stretch attend postures.
f. grooming
Grooming adalah perilau mencit menggaruk dan mengusap-usap
wajahnya menggunakan kedua kaki depannya dan menjilat-jilat
badannya. Pada parameter ini diukur durasi mencit melakukan grooming.
20
g. freezing
Freezing adalah perilaku mencit dalam kondisi diam tidak melakukan
gerakan apapun. Pada parameter ini diamati durasi mencit dalam posisi
freezing.
Line crossing dan rearing digunakan mengukur aktivitas lokomotor,
eksplorasi ruang, serta kecemasan. Semakin tinggi frekuensi parameter tersebut
menandakan semakin meningkatnya aktivitas lokomotor dan eksplorasi, serta
menurunnya rasa kecemasan. Centre square entries dan centre square duration
digunakan untuk mengukur perilaku eksplorasi dan rasa kecemasan. Semakin tinggi
frekuensi dari parameter tersebut menandakan semakin meningkatnya perilaku
eksplorasi ruang dan menurunnya rasa kecemasan. Stretch attend posture
mengindikasikan bahwa mencit ragu-ragu bergerak dari lokasi sekarang ke lokasi
baru.
Semakin
tinggi
frekuensi
parameter
tersebut
menandakan
semakin
meningkatnya rasa kecemasan. Semakin tinggi frekuensi freezing dan grooming
mengindikasikan semakin meningkatnya rasa kecemasan (Brown et al., 1999).
E. Landasan Teori
Etanol merupakan salah satu senyawa yang telah banyak dikenal dapat
menimbulkan efek neurotoksik. Kerusakan akibat etanol pada otak dewasa
menyebabkan defisit kognitif seperti gangguan belajar dan memori. Hal ini
disebabkan adanya stres oksidatif yang menginduksi terbentuknya radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Radikal bebas dapat menyebabkan
21
peroksidasi lipid, oksidasi protein, perubahan reactive oxygen species (ROS), dan
akhirnya menyebabkan kematian neuron otak. Dampak dari peningkatan ROS pada
hipokampus juga berperan dalam kecemasan pada mencit. Selain itu, pemberian
etanol akut selama 7 hari menyebabkan kerusakan hipokampus CA1 pada mencit.
Kurkumin dapat memperbaiki defisit memori yang berkaitan dengan usia
terkait aktivitasnya pada stres oksidatif, jalur BDNF (Brain-Derived Neurotrophic
Factor), ERK/P38 signaling kinase dan peningkatan asetilasi histon. Selain itu,
kurkumin dapat meningkatkan kadar BDNF di hipokampus. Peningkatan asetilasi
histon di hipokampus dapat menginduksi neurogenesis yang berperan dalam learning
dan memori dan mengurangi kecemasan melalui peningkatan keseimbangan
excitatory dan inhibitory neural pathways di otak.
Pentagamavunon-0 yang merupakan analog dari kurkumin mempunyai
aktivitas antikanker, antioksidan, dan antiinflamasi lebih baik daripada kurkumin.
Namun, potensi kurkumin dan PGV-0 sebagai obat untuk brain disorder treatment
belum pernah digali dikarenakan dua senyawa ini memiliki kelarutan yang kurang
baik di dalam cairan biologis dan tidak dapat menembus BBB.
Untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailibilitas kurkumin dan PGV-0 yang
selanjutnya
diharapkan
mampu
meningkatkan
aktivitas
farmakologi,
maka
dikembangkan teknologi formulasinya di Fakultas Farmasi UGM melalui pembuatan
formulasi nanoemulsi kurkumin dan PGV-0 dengan metode Self-Nanoemulsifying
Drug Delivery System (SNEDDS).
22
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap penemuan
dan pengembangan obat baru berbasis struktur kurkumin yaitu sebagai brain disorder
treatment agent baru, yaitu kontribusi yang berupa ketersediaan data uji praklinik
senyawa turunan kurkumin PGV-0 sebagai brain disorder treatment agent model uji:
penurunan fungsi memori kognitif dan kecemasan.
J. Hipotesis
1. Pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0 berpengaruh terhadap perubahan
perilaku fungsi memori kognitif dan kecemasan pada mencit.
2. Perubahan perilaku fungsi memori kognitif dan kecemasan pada mencit
dipengaruhi oleh dosis pemberian nanoemulsi kurkumin dan PGV-0.
Download