Keterkaitan Borneo Vortex dengan Curah Hujan di

advertisement
Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi
PENERBITAN ONLINE AWAL
Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada
Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan
program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah
diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan
penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi
Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat
diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin
dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon
diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan
kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan
versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
Keterkaitan Borneo Vortex Terhadap Curah Hujan di Wilayah Indonesia
Bagian Barat dan Tengah
MUHSHONATI SYAHIDAH
Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Pada musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) monsun musim dingin Asia bertiup
dari dataran tinggi Siberia melewati Laut Cina Selatan menuju Australia Utara. Saat monsun
sampai di sekitar pantai Barat Laut Kalimantan bertemu dengan angin pasat tenggara lalu
membentuk pola siklonik. Pola siklonik yang disebut Borneo Vortex ini merupakan pusat
tekanan rendah yang membentuk daerah konvergensi.
Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi kejadian Borneo Vortex selama tahun
2002-2011 di bulan Desember-Februari (DJF). Borneo Vortex teridentifikasi ketika ada
sirkulasi angin pada 925-hPa yang berlawanan arah jarum jam pada area 7.5⁰LU - 2.5⁰LS dan
105⁰BT - 117.5⁰BT pada musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) dan setidaknya ada satu
kecepatan angin melebihi 2 m/s-1 dalam empat titik dari grid 2.5⁰ x 2.5⁰ persegi dimana tempat
pusat sirkulasi. Kemudian dilanjutkan dengan mengompositkan curah hujan saat kasus Borneo
Vortex. Komposit dilakukan untuk mengetahui persebaran curah hujan saat terjadi Borneo
Vortex di wilayah kajian.
Selama tahun pengamatan telah teridentifikasi 250 kejadian Borneo Vortex di bulan
DJF. Saat frekuensi kejadian Borneo Vortex tinggi di suatu wilayah diikuti dengan curah hujan
yang tinggi di wilayah tersebut. Plot curah hujan TRMM saat kasus Borneo Vortex
menunjukkan curah hujan di pulau Jawa relatif kecil. Curah hujan tinggi hanya di sekitar Barat
Laut pulau Kalimantan. Selain itu, data observasi menunjukkan pulau Jawa, Sumatera bagian
Selatan, dan Kalimantan mengalami penurunan curah hujan sesudah terjadinya Borneo Vortex,
yaitu sebesar 1 - 4 mm/hari. Sebaliknya, NTB, NTT, dan Bali mengalami peningkatan curah
hujan setelah terjadinya vortex, yaitu 0.3 mm/hari. Curah hujan yang cukup tinggi saat kasus
Borneo Vortex adalah Kalimantan, Bali, NTT, dan NTB sekitar 16 - 18 mm/hari.
Kata kunci: Borneo Vortex, Curah Hujan, Identifikasi Vortex
.
1.
ciri tetap dari klimatologi musim dingin hemisfer utara
(Chang,dkk, 2004). Karena pusaran terus menerus
terbentuk di pantai barat laut Pulau Kalimantan, sering
disebut Borneo Vortex, walaupun di bagian Timur
Borneo sirkulasi tersebut tidak tertutup sempurna.
Pada musim dingin di BBU, yaitu pada bulan
Desember, Januari dan Februari, angin monsun
bertiup dari dataran tinggi Siberia menuju ke Australia
Utara. Vortex teridentifikasi ketika ada sirkulasi angin
pada 925-hPa yang berlawanan arah jarum jam pada
area 7.5⁰LU - 2.5⁰LS dan 105⁰BT - 117.5⁰BT pada
musim dingin di Belahan Bumi Utara (BBU) dan
setidaknya ada satu kecepatan angin melebihi 2 m/s-1
Pendahuluan
Selama monsun musim dingin di belahan bumi
utara, banyak wilayah di sepanjang sabuk khatulistiwa
ditutupi dengan awan-awan konvektif karena migrasi
Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ). Studi
khusus tentang episode ini dilakukan disepanjang
bagian selatan Laut Cina Selatan, sering ditemui
vortex yang terdapat di palung monsun, yang dikenal
sebagai gangguan monsun.
Pulau Kalimantan (Borneo) merupakan salah satu
pulau yang berbatasan langsung dengan Laut Cina
Selatan. Di pantai barat laut pulau tersebut, terdapat
pusat sirkulasi siklonik level bawah yang merupakan
1
hujan, migrasi monsun, dan periode aktif dan periode
break monsun.
Monsun di Indonesia adalah bagian dari monsun
Asia Timur dan Asia Tenggara dan perpanjangan dari
sistem monsun ini disebut dengan monsun Australia
Utara. Pada musim dingin di belahan bumi utara
(BBU), yaitu pada bulan Desember, Januari dan
Februari, monsun musim dingin Asia bertiup dari
daerah Siberia menuju ke benua Australia.
dalam empat titik dari grid 2.5⁰ x 2.5⁰ persegi dimana
tempat pusat sirkulasi (Chang,dkk, 2004).
Sirkulasi angin yang merupakan pusat tekanan
rendah ini membentuk daerah konvergensi sehingga
terjadi penumpukan massa uap air yang akan
mengakibatkan curah hujan yang tinggi. Sehingga,
adanya pusaran sering dikaitkan dengan aktivitas
hujan lebat selama monsun musim dingin.
Lokasi pusat Borneo Vortex telah bergeser sedikit
ke daerah lepas pantai Pulau Kalimantan. Hal ini dapat
mengakibatkan interaksi vortex dengan daratan minim
dan memperpanjang masa hidup vortex karena
frictional shear kecil dan akibatnya dapat
meningkatkan hari pusaran (Tangang dan Juneng,
2010). Peningkatan vortex yang signifikan
memungkinkan terjadi penambahan uap air di lokasi
tempat terjadinya vortex. Sehingga, membuat curah
hujan tinggi di lokasi tempat terjadinya Borneo Vortex
yaitu di pantai Barat Laut Kalimantan. Namun, timbul
pertanyaan apakah wilayah sekitar terjadinya Borneo
Vortex dipengaruhi fenomena ini, termasuk wilayah
Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengetahui dampak dari kejadian Borneo Vortex
terhadap curah hujan di wilayah sekitar Indonesia
khususnya Indonesia bagian Barat dan Tengah.
2.
2.2. Moisture Transport
Salah satu yang mengendalikan mekanisme
monsun adalah proses kelembaban. Massa udara yang
besar dan perubahan transpor kelembaban dapat
menggeser tempat terbentuknya hujan. Proses transpor
kelembaban di equator terjadi ketika uap air bergerak
dari utara ke selatan.
Proses kelembaban sering diabaikan kecuali
secara tersirat termasuk dalam penguapan permukaan
(Webster dan Fasullo, 2003). Sumber untuk curah
hujan saat monsun musim panas adalah air yang
menguap dari lautan sebagai aliran udara menuju
benua yang panas karena gradien tekanan. Saat bulan
Juni-Agustus (JJA) dan Desember-Februari (DJF)
beberapa wilayah di Indonesia terjadi hujan karena
terlewati uap air. Untuk mengetahui sumber daerah
kelembaban untuk monsoon dapat dihitung transpor
kelembaban vertikal rata-rata.
Transpor
kelembaban
vertikal
rata-rata
ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini.
Tinjauan Pustaka
2.1. Curah Hujan dan Monsun di Indonesia
Monsun merupakan bagian yang sangat penting
untuk memahami dinamika dan sirkulasi iklim global.
Monsun merupakan angin yang berbalik arah secara
musiman yang disebabkan oleh perbedaan pemanasan
antara daratan dan lautan dan berhubungan dengan
distribusi air (curah hujan).
Menurut (Ramage, 1971) daerah monsun
didefinisikan dengan kriteria :
a. Arah angin utama (prevailing wind) berubah
paling sedikit 120⁰ antara bulan januari dan
juli
b. Frekuensi rata-rata dari angin prevailing pada
bulan Januari dan Juli lebih dari 40%
c. Rata-rata angin resultan setidaknya pada
salah satu bulan minimal 3 m/s
d. Kemunculan dari siklon-antisiklon pada
wilayah 5⁰ x 5⁰ sedikit terjadi (setiap 2 tahun
kurang dari 1 kejadian).
Monsun Asia dan Australia merupakan monsun
yang sangat kuat dan kombinasi keduanya dapat
membentuk benua maritim. Benua maritim terdiri dari
banyak daratan yang dipisahkan oleh laut (pulau /
kepulauan), dengan negara kepulauan besar yaitu
Filipina dan Indonesia.
Teori dinamika monsun menurut (Webster dan
Fasullo, 2003) menjelaskan ada beberapa elemen yang
mempengaruhi sirkulasi monsun. Sirkulasi monsun
bergerak dari lautan menuju benua sehingga terjadi di
antara laut dan benua. Elemen-elemen yang
mempengaruhi dinamika atmosfer adalah angin,
Bq = •
#
$
Ṽ dz
(2-1)
Bq adalah transpor kelembaban vertikal rata-rata. Ṽ
adalah vektor kecepatan angin horizontal di tiap
lapisan dan q adalah specific humidity di tiap lapisan.
2.3. Vortisitas
Vortisitas, ukuran mikroskopis rotasi dalam
fluida, adalah bidang vektor yang didefinisikan
sebagai curl kecepatan. Vortisitas absolut ωa adalah
curl dari kecepatan absolut sedangkan vortisitas relatif
ω adalah curl dari kecepatan relatif (Holton, 2004).
Vortisitas adalah sebuah konsep matematika
yang digunakan dalam dinamika fluida. Dalam
penelitian ini fluida yang dimaksud adalah udara.
Suatu vortex adalah fluida yang mengalir berpusar
(curl), biasanya turbulen. Setiap gerakan berputar
dengan arah streamline tertutup adalah aliran vortex.
Gerakan fluida yang berpusar mengelilingi suatu
pusat adalah vortex. Kecepatan dan laju rotasi terbesar
berada di pusat, dan berkurang begitu menjauhi pusat.
Jika vortex berputar berlawanan arah jarum jam maka
vortisitas positif, sebaliknya jika vortex beputar searah
jarum jam vortisitas bernilai negatif. Vortisitas
merupakan ukuran kekuatan dari vortex. Semakin
besar vortisitas maka vortex semakin kuat.
2
2004) dan (Tangang dan Juneng, 2010). Area ini
digunakan karena vortex terlihat lebih jelas pada area
tersebut.
Domain yang dikaji terbatas pada beberapa
wilayah yang termasuk pada wilayah Indonesia
bagian Barat dan Tengah juga terdiri dari 20 titik
stasiun meteorologi. Wilayah kajian diperlihatkan
pada Gambar 3.1 di bawah ini.
2.4. Proses Terbentuknya Borneo Vortex
Selama musim dingin di BBU monsun Timur
Laut (monsun musim dingin Asia) yang membawa
banyak uap air dari Samudera Pasifik melewati Laut
Cina Selatan menuju Australia Utara.
Gambar 2.1 Ilustrasi Proses Terjadinya Borneo Vortex
(Chang,dkk, 2004)
Monsun musim dingin Asia yang melewati Laut Cina
Selatan saat sampai di sekitar pantai Barat Laut
Kalimantan bertemu dengan angin pasat Tenggara lalu
membentuk pola siklonik. Maka terbentuklah Vortex.
Karena Vortex sering terjadi di sekitar Barat Laut
Kalimantan sehingga disebut Borneo Vortex.
3.
Gambar 3.1 Wilayah Kajian
4.
Hasil dan Pembahasan
4.1. Identifikasi Borneo Vortex
Data dan Metodologi
Selama rentang waktu 2002-2011 di bulan DJF
telah teridentifikasi 250 kejadian Borneo vortex.
Kejadian Borneo vortex terbanyak ada pada bulan
Desember dan kejadian vortex paling jarang di bulan
Februari. Berikut adalah tabel kejadian Borneo vortex
selama tahun 2002-2011 di bulan Desember-Februari :
Dalam penelitian ini digunakan 3 data,
diantaranya data curah hujan dari Tropical Rainfall
Measuring Mission (TRMM), data curah hujan
observasi stasiun meteorologi dari BMKG, dan data
reanalisis dari NCEP-NCAR. Ketiga jenis data
tersebut dalam penelitian ini hanya pada tahun 20022011 dan bulan DJF.
Data reanalisis yang digunakan dalam penelitian
ini pada grid 2.5⁰ x 2.5⁰ yang terdiri dari :
a. Data komponen angin zonal 6 jam-an pada level
925 hPa pada 00.00 UTC
b. Data komponen angin meridional 6 jam-an pada
level 925 hPa pada 00.00 UTC
c. Data kelembaban spesifik harian dengan 8 level
Tabel 4.1 Tabel Jumlah Kejadian Borneo Vortex Selama
periode Musim dingin tahun 2002/2003 sampai
2009/2011.
Periode Musim
Dingin
2002/2003
2003/2004
2004/2005
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
2009/2010
2010/2011
Total
Untuk menganalisis cuah hujan harian secara
spasial data TRMM dengan algoritma 3B42
digunakan untuk mengestimasi tiap grid setiap 3 jam
dengan resolusi 0.25⁰ x 0.25⁰.
Data curah hujan harian observasi 20 stasiun
meteorologi di wilayah kajian digunakan untuk
mendukung data TRMM.
Dilakukan dua tahapan langkah pengerjaan yaitu
identifikasi Borneo Vortex di bulan DJF selama tahun
2002-2011 dan analisis dampak kejadian terhadap
curah hujan di wilayah Indonesia bagian Barat dan
Tengah. Borneo vortex teridentifikasi ketika ada
sirkulasi angin yang berlawanan arah jarum jam di
BBU di area identifikasi dan setidaknya ada satu
kecepatan angin melebihi 2 m/s-1 di lokasi pusat
vortex. Area identifikasi yang saya gunakan adalah
7.5⁰LU - 2.5⁰LS dan 105⁰BT - 117.5⁰BT. Area ini
merupakan gabungan dari area menurut (Chang,dkk,
Kejadian Borneo Vortex
Dec
Jan
Feb
5
15
17
11
12
16
26
10
21
133
10
5
8
6
20
9
11
2
12
83
2
1
3
4
4
8
6
1
5
34
Saat monsun musim dingin maju dari bulan
November sampai Februari Pusat vortex bergeser ke
arah Tenggara menuju khatulistiwa. Mereka memiliki
umur terpanjang di Desember, yang menunjukkan
bahwa monsun musim dingin yang paling aktif selama
bulan itu (Mohd Hisham, 2010). Karena umur
terpanjang vortex ada di bulan Desember hal itu yang
menyebabkan frekuensi kejadian tertinggi ada di bulan
Desember.
3
Pusat vortex tersebar tersebar di Timur Laut
sampai Barat Daya pantai barat pulau Kalimantan,
seperti yang ditunjukkan Gambar di bawah ini.
Gambar 4.3 Kejadian Borneo Vortex 19 Januari 2010
Gambar di atas menunjukkan saat kejadian Borneo
vortex terkuat memperlihatkan nilai vortisitas yang
tinggi dibandingkan hari lainnya. Pada Gambar 4.3
ditunjukkan bahwa lokasi dengan vortisitas terkuat
ada di sekitar pantai Barat Laut pulau Kalimantan.
Gambar 4.1 Peta Sebaran Pusat Vortex
Untuk mengetahui di lokasi mana frekuensi
Borneo Vortex terbanyak maka di gambar kontur
frekuensi pusat kejadian Borneo Vortex selama bulan
DJF di tahun 2002-2011.
4.2. Analisis Kejadian Borneo Vortex Terhadap
Curah Hujan
4.2.1. Analisis Curah Hujan saat Kasus Borneo
Vortex DJF
Analisis hubungan Borneo Vortex terhadap
curah hujan harian dapat dianalisis dengan
mengompositkan curah hujan harian sesuai dengan
tanggal vortex. Berikut adalah plot komposit curah
hujan harian TRMM saat kasus Borneo Vortex di
bulan DJF selama tahun 2002-2011.
Gambar 4.2 Plot Kontur Frekuensi Pusat Borneo Vortex
Gambar di atas menunjukkan analisis dari posisi pusat
Borneo Vortex pada 925 hPa selama 9 musim dingin.
250 dari 908 hari memiliki minimal satu pusat vortex
yang berlokasi antara 2S-7N, 106E-117E. Kontur
menunjukkan frekuensi kejadian Borneo Vortex
dengan inteval 10. Frekuensi Borneo Vortex dimulai
dari 10 kejadian sampai maksimum ada 60 kejadian.
Maksimum terjadinya Borneo Vortex yaitu 60
kejadian ada di sekitar Kuching, Malaysia.
Besarnya vortisitas Borneo vortex menunjukkan
kekuatannya. Berikut adalah kejadian Borneo vortex
terkuat selama tahun pengamatan.
Gambar 4.4 Komposit Curah Hujan Harian TRMM saat
Kasus Borneo Vortex DJF 2002-2011
Dari gambar di atas dapat dianalisis bahwa menurut
TRMM, nilai curah hujan yang tinggi ada di lokasi
dimana frekuensi vortex maksimum. Hal itu
menunjukkan bahwa saat terjadi Borneo Vortex, aliran
udara yang membentuk Borneo Vortex membawa
banyak uap air, sehingga curah hujan harian tinggi di
lokasi tersebut.
Wilayah Barat Laut pulau Kalimantan sekitar
Pontianak, Sintang, dan Putu Sibau sampai ke
Banjarmasin memiliki curah hujan harian yang tinggi
dibandingkan wilayah lainnya. Sedangkan di pulau
Jawa curah hujan hariannya relatif kecil dibandingkan
pulau Sumatera bagian selatan dan pulau Kalimantan.
4
Bali, NTT, dan NTB curah hujan hariannya sangat
kecil dibandingkan pulau Jawa.
Untuk melihat besarnya curah hujan di beberapa
pulau besar di Indonesia dilakukan analisis curah
hujan observasi di wilayah kajian yang terdiri dari 20
stasiun meteorologi yang mewakili pulau Jawa,
Kalimantan, Sumatera bagian Selatan, NTT, NTB, dan
Bali.
Gambar di atas menunjukkan saat no vortex day
persebaran curah hujan di pulau Jawa dan pulau
Kalimantan cukup besar, karena memang sedang
bertiup monsun musim dingin asia yang membawa
banyak uap air di wilayah Indonesia. Sedangkan saat
kasus Borneo Vortex curah hujan di pulau Jawa relatif
kecil. Curah hujan tinggi hanya di sekitar Barat laut
pulau Kalimantan.
Tabel 4.2 Curah Hujan Observasi Saat Kasus
Borneo Vortex bulan DJF 2002-2011
Pulau
CH DJF (mm)
Jawa
13,06
Kalimantan
15,92
Sumatera Bag. Selatan
18,45
Bali, NTT, NTB
17,75
4.2.2. Analisis Curah Hujan per Bulan saat Kasus
Borneo Vortex
Jika dilihat dari jumlah kejadian Borneo Vortex,
pada bulan Desember menunjukkan kejadian
terbanyak dan Februari kejadian paling jarang. Ketika
terjadi Borneo Vortex, sirkulasi siklonik membentuk
daerah konvergensi dan membawa banyak uap air,
sehingga curah hujan harian tinggi di lokasi tersebut.
Kejadian Borneo Vortex pada bulan Desember
lebih banyak daripada bulan Januari. Namun plot
curah hujan TRMM menunjukkan hal yang berbeda.
Curah hujan observasi menunjukkan hal yang berbeda
dari curah hujan TRMM. Curah hujan tinggi di
Sumatera bagian Selatan, juga Bali, NTT, dan NTB.
Curah hujan Kalimantan cukup rendah. Jawa memiliki
curah hujan paling rendah dibandingkan wilayah
lainnya.
Untuk membedakan pengaruh monsun dan
Borneo Vortex maka di plot curah hujan saat kasus
tidak ada Borneo Vortex (no vortex day) lalu
dibandingkan dengan kasus saat ada Borneo Vortex.
Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini.
Gambar 4.6 Komposit Curah Hujan Harian TRMM saat
Borneo Vortex bulan Desember (atas) dan Januari (bawah)
Pada bulan Desember frekuensi Borneo Vortex
tertinggi bahkan lebih besar dari Januari, namun
mengapa curah hujan di lokasi Borneo Vortex lebih
besar saat bulan Januari?
Untuk mencari tahu penyebab curah hujan yang
lebih tinggi di lokasi dengan frekuensi vortex tertinggi
di bulan Januari yang lebih besar dari bulan
Desember, dilakukan analisis konvergensi. Analisis
konvergensi dilakukan bertujuan untuk melihat
bagaimana konvergensi di lokasi tempat terjadinya
curah hujan yang tinggi tersebut. Gambar di bawah ini
menunjukkan konvergensi di sekitar Barat Laut pulau
Gambar 4.5 Komposit Curah Hujan Harian TRMM DJF
2002-2011 saat Borneo Vortex day (atas) dan saat no Borneo
vortex day (bawah)
5
Kalimantan pada bulan Januari dan Desember saat
kasus Borneo Vortex selama tahun 2002-2011.
Gambar 4.8 Komposit Curah Hujan Harian TRMM saat
Borneo Vortex bulan Februari
Untuk kasus pulau Jawa ini dapat dilihat dari vektor
angin yang di overlay dengan curah hujan seperti
Gambar di bawah ini. Terlihat memang untuk kasus
bulan Februari ini ada angin baratan yang kuat yang
menuju ke arah pulau Jawa.
Gambar 4.7 Konvergensi saat kasus BorneoVortex selama
2002-2011 pada Desember (atas) dan Januari (bawah)
Konvergensi pada gambar di atas ditunjukkan jika
nilai di colorbar semakin negatif.
Jika dilihat besarnya konvergensi, untuk bulan Januari
konvergensinya sebesar -9 x 10-6, sedangkan bulan
Desember yaitu -1 x 10-6. Karena semakin minus,
konvergensi semakin kuat maka konvergensi bulan
Januari lebih kuat dari pada di bulan Desember
sehingga curah hujan Januari lebih besar di sekitar
Kalimantan dari pada bulan Desember.
Untuk analisis curah hujan harian TRMM di
bulan Februari, di lokasi terjadinya Borneo Vortex
menunjukkan nilai cukup rendah dibandingkan dengan
bulan Desember dan Januari. Jika dilihat dari
banyaknya jumlah vortex, memang bulan Februari ini
paling jarang terjadi vortex.
Namun terjadi anomali yang cukup menarik,
untuk bulan Februari curah hujan harian paling besar
di pulau Jawa dibandingkan dengan Kalimantan yang
relatif sedang.
Gambar 4.9 Komposit Curah Hujan dan Vektor Angin saat
Kasus Borneo Vortex Februari 2002-2011
Kemungkinan angin baratan ini membawa banyak uap
air sehingga membuat curah hujan di sekitar pulau
Jawa cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Jika
dilihat lebih seksama lagi terdapat pertemuan aliran
udara dari utara dan selatan di sekitar pulau Jawa.
Pertemuan dua aliran udara tersebut yang mungkin
menjadi penyebab curah hujan tinggi di sekitar pulau
Jawa.
4.3. Analisis Curah Hujan dan Moisture Transport
saat Kasus Borneo Vortex
Proses hujan di atmosfer tidak hanya melibatkan
satu lapisan saja, namun melibatkan banyak lapisan.
Salah satu yang mengendalikan mekanisme monsun
adalah proses kelembaban. Massa udara yang besar
dan perubahan transpor kelembaban dapat menggeser
tempat terbentuknya hujan.
Gambar di bawah ini adalah distribusi dari
transpor kelembaban rata-rata vertikal saat kasus
Borneo Vortex di bulan DJF. Tanda panah
menunjukkan arah dari kelembaban akan ditranspor,
sedangkan
shaded
menunjukkan
besarnya
kelembaban. Terlihat tanda panah membentuk pola
siklonik di sekitar Barat Laut Kalimantan. Itu
6
menandakan kelembaban berkumpul di lokasi tempat
frekuensi vortex tertinggi.
Moisture source ada di Laut Cina Selatan. Itu
artinya kelembaban yang di transport secara vertikal
pada wilayah di atas bersumber dari Laut Cina
Selatan. Moisture sink ada di wilayah Barat Laut
Kalimantan dan di Selatan pulau Jawa dan Sumatera,
artinya wilayah tersebut memiliki curah hujan yang
tinggi. Sama seperti yang ditunjukkan pada plot curah
hujan, wilayah Moisture source menunjukkan curah
hujan yang rendah, dan wilayah moisture sink
menunjukkan curah hujan yang cukup tinggi di lokasi
moisture sink berada di Barat Laut Kalimantan adalah
lokasi dengan frekuensi vortex tertinggi.
Gambar 4.12 Komposit Curah Hujan Saat (atas) dan
Setelah (bawah) Kejadian Borneo Vortex DJF 2002-2011
Gambar 4.10 Transpor Kelembaban saat Kasus Borneo
Vortex DJF 2002-2011
Persebaran curah hujan yang cenderung sama ketika
sebelum terjadinya vortex, saat terjadinya, dan
sesudah tejadinya kemungkinan terjadi karena durasi
dan waktu hidup vortex yang belum ditentukan. Untuk
menentukan hari sebelum dan sesudah vortex terjadi
terlebih dahulu harus mengetahui durasi vortex.
Penelitian ini mengidentifikasi Borneo Vortex
pada pukul 00.00 UTC saja karena memang sesuai
referensi. Namun, karena Borneo Vortex memiliki
durasi dan waktu hidup mungkin saja pada suatu hari
ditanggal identifikasi, vortex baru muncul pukul 06.00
UTC. Padahal pada pukul 00.00 UTC tidak
teridentifikasi vortex. Hari yang dianggap tidak terjadi
vortex sebenarnya tidaklah demikian. Maka itu, hasil
plot curah hujan spasial tidak jauh berbeda antara
sebelum, saat terjadi, dan sesudah terjadi vortex. Perlu
dikaji ulang tentang durasi dan waktu hidup vortex
untuk menentukan hari sebelum dan sesudah
terjadinya Borneo Vortex.
Untuk mendukung analisis dengan curah hujan
TRMM digunakan analisis curah hujan observasi.
Tabel di bawah ini menunjukkan curah hujan
observasi sebelum, saat, dan sesudah terjadinya
Borneo Vortex di setiap pulau besar di Indonesia.
Dari analisis Tabel, pulau Jawa, Sumatera bagian
Selatan, dan Kalimantan mengalami penurunan curah
hujan sesudah terjadinya Borneo Vortex. Penurunan
curah hujan sekitar 1 - 4 mm/hari. Sebaliknya, NTB,
NTT, dan Bali mengalami peningkatan curah hujan
setelah terjadinya vortex. Peningkatan cukup kecil
yaitu hanya 0.3 mm/hari. Curah hujan yang cukup
tinggi saat kasus Borneo Vortex adalah Kalimantan,
Bali, NTT, dan NTB sekitar 16 - 18 mm/hari.
4.4. Analisis Curah Hujan Sebelum, Saat, dan
Sesudah Terjadinya Borneo Vortex
Analisis curah hujan sehari sebelum, saat, dan
sehari sesudah Borneo Vortex ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terjadi peningkatan atau
penurunan curah hujan setelah kejadian vortex. Curah
hujan sebelum Borneo Vortex ditentukan dengan cara
mengompositkan tanggal sehari sebelum Borneo
Vortex. Untuk curah hujan sesudah adalah dengan
mengompositkan tanggal sehari setelah terjadi Borneo
Vortex.
Gambar 4.11 Komposit Curah Hujan Sebelum Kejadian
Borneo Vortex DJF 2002-2011
7
Tabel 4.3 Curah hujan observasi sebelum, saat, dan sesudah
Borneo Vortex 2002-2011 di setiap pulau di
Indonesia
Pulau
REFERENSI
Aldrian, E., & Utama, G. S. (2006). Identifikan dan
Karakteristik Seruak Dingin (Cold Surge)
Tahun
1995-2003.
UPTHB,
Badan
Pengkaitan dan Penerapan Teknologi, 107127.
Amelia, Y. (2010). Kajian Variasi Pola Curah Hujan
Januari di Wilayah Monsun Asia-Australia
dan Keterkaitannya Dengan Fenomena
Southerly Surge. Bandung: Tugas Akhir S1,
Institut Teknologi Bandung.
Chang, C. P., Harr, P., & Chen, H. (2004). Synoptic
Disturbances over the Equatorial South China
Sea and Western maritime Continent during
Boreal Winter. Monthly Weather Review 133,
489-503.
Chang, C. P., Liu, C.-H., & Kuo, H.-C. (2003).
Typhoon Vamei: An Equatorial Tropical
Cyclone Formation. Geophysical Research
Letters Vol. 30 No.3, 50-54.
Holton, J. R. (2004). An Introduction to Dynamic
Meteorology (4th ed.). San Diego, California:
Elsevier Academic Press.
Laing, D. A., & Evans, D. J.-L. (2011). Introduction
to Tropical Meteorology 2nd Edition.
Retrieved June 3, 2012, from MetEd:
http://www.meted.ucar.edu/tropical/textbook
_2nd_edition/navmenu.php?tab=5&page=2.1
.8
Mohd Hisham, M. A. (2010). Climatological
behaviors of Borneo vortex during Northern
Hemisphere
Winter Monsoon.
USA:
Abstract, University of Missouri-Columbia.
Ramage. (1971). Role of A Tropical 'Maritime
Continent" In The Atmospheric Circulation.
Monthly Weather Review 96:6, 365-370.
Saha, K. (2009). Tropical Circulation Systems and
Monsoons. University Park, Maryland:
Springer Heidenberg Dordrecht.
Samah, A. A., Hai, O. S., Kumarsentharan, & Nor, F.
M. (2010). Borneo Vortex: A case study of
multi-scale influences from midlatitude
forcing topography to global circulations.
National Antartic Research Centre, 1-12.
T.Tangang, F., & Juneng, L. (2010). Long-term trends
of winter monsoon synoptic circulations over
the
maritime
continent:
1962-2007.
Athmospheric Science Letters 11, 199-203.
Webster, P. J., & Fasullo, J. (2003). Monsoon
Dynamical Theory. University of Colorado Boulder, Boulder, CO, USA.
Rata2 CH (mm) saat Borneo Vortex
2002-2011
Sebelum
Saat
Sesudah
Jawa
14,06
14,34
12,93
Kalimantan
17,87
16,43
14,33
Sumatera Bag.
Selatan
16,89
13,04
15,77
Bali, NTT, NTB
17,17
17,77
17,47
Lokasi stasiun meteorologi yang memang kurang
rapat dapat mempengaruhi besarnya curah hujan untuk
setiap pulau di Indonesia. Selain itu penentuan hari
sebelum dan sesudah vortex ditentukan tidak
berdasarkan durasi vortex. Hal itu yang membuat
besarnya curah hujan sebelum, saat, dan sesudah
terjadi Borneo Vortex perbedaannya tidak begitu
signifikan.
Dari uraian analisis di atas ternyata dampak yang
ditimbulkan Borneo Vortex terhadap curah hujan
berbeda untuk setiap pulau besar di wilayah Indonesia
5.
Kesimpulan
Dari uraian analisis dan pembahasan di atas, maka
yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :
• Telah teridentifikasi 250 kejadian Borneo
Vortex di bulan DJF selama tahun 20022011. (Desember 133 kejadian, Januari 83
kejadian, dan Februari 34 Kejadian).
Maksimum terjadinya Borneo Vortex yaitu
sekitar 60 kejadian terletak di Kuching,
Malaysia.
• Plot spasial komposit curah hujan TRMM
saat tidak ada Borneo Vortex menunjukkan
persebaran curah hujan di pulau Jawa dan
pulau Kalimantan cukup besar. Sedangkan
saat kasus Borneo Vortex curah hujan di
pulau Jawa relatif kecil. Curah hujan tinggi
hanya di sekitar Barat Laut pulau
Kalimantan.
• Data observasi menunjukkan pulau Jawa,
Sumatera bagian Selatan, dan Kalimantan
mengalami penurunan curah hujan sesudah
terjadinya Borneo Vortex. Penurunan curah
hujan sekitar 1 - 4 mm/hari. Sebaliknya,
NTB, NTT, dan Bali mengalami peningkatan
curah hujan setelah terjadinya vortex.
Peningkatan cukup kecil yaitu hanya 0.3
mm/hari. Curah hujan yang cukup tinggi saat
kasus Borneo Vortex adalah Kalimantan,
Bali, NTT, dan NTB sekitar 16 - 18 mm/hari.
8
Download