BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1

advertisement
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) Konsep merupakan gambaran mental
dari objek proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akalbudi untuk
menambah hal-hal yang lain (2007:588).
Untuk memahami hal-hal lain yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep
yakni, polisemi yang lazim diartikan sebagai satuan bahasa ( terutama kata bisa juga frase) yang
memiliki makna lebih dari satu. Dan bahasa Jawa Ngoko, yaitu salah satu alat komunikasi yang
lazim digunakan oleh penutur suku Jawa Ngoko khususnya yang tinggal di Desa Mangga dua
Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.
2.1.1 Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda)
yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti “menandai”
atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata
‘sema’ itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh De Saussure (1996), yaitu
yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud benda-benda bunyi bahasa dan
(2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini
adalah merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau yang dilambanginya adalah
sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.
7
Universitas Sumatera Utara
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguitik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai,
atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam
bahasa.
Keraf (dalam Sibarani,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah bagian tatabahasa
yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula, dan perkembangan arti kata.
Palmer (dalam Sibarani,2003:5), mengatakan bahwa semantik adalah istilah teknis yang
digunakan untuk mengacu pada ilmu yang mempelajari makna dan karna makna merupakan
salah satu bagian bahasa, maka semantik termasuk cabang linguistik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang
mempelajari makna kata dalam satu bahasa yang mencakup jenis-jenis makna, perkembangan
makna kata, asal mula kata, relasi makna suatu kata dengan makna kata lain dan konteks
pemakaian makna kata. Makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan
selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna tersebut sangatlah
beragam. Pateda (2001:79), mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan
istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata aupun kalimat.
Ulman (dalam Pateda, 2001:82), mengemukakan bahwa makna adalah hubungan timbal balik
antara nama dengan pengertian. Dalam hal ini De Saussure (Chaer, 1994:286) mengungkapkan
pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda
linguistik.
8
Universitas Sumatera Utara
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Polisemi
Polisemi merupakan hubungan antara bentuk kebahasaan dengan perangkat makna
(Aminuddin, 2001;123). Misalnya bentuk berjalan yang mempunyai makna “terlaksana”,
berlangsung dan berjalan dengan kaki”.
Polisemi sering juga diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, biasanya juga frase)
yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 1989) seperti kata kepala dalam Bahasa Indonesia
memiliki makana, (1) bagian dari tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari sesuatu yang terletak
di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting seperti kepala suku, kepala kerete
api; (3) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti : kepala paku, kepala jarum, (4)
pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun, (5) jiwa atau orang
seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp 500.000,00; dan (6) akalbudi seperti dalam
kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong.
Parera (2004:81) mengatakan polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang
mempunyai makna berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna
yang tersebut. Misalnya; kata kepala dapat bermakna kepala manusia, kepala jabatan, dan
kepala sarung’.dari beberapa pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa makna polisemi
adalah bentuk kata yang memiliki makna ganda yang saling berhubungan dan berkaitan meski
sedikit, baik berupa makna sebenarnya (denotasi) maupun kiasan (konotasi).
Pada dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal
atau makna yang sesuai dengan referennya. umpamanya makna leksikal dari kata kepala di atas
9
Universitas Sumatera Utara
adalah ‘bagian dari tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’ makna leksikal ini sesuai dngan
referennya (laim disebut orangmakna dasar, atau makna sebenarnya) memiliki banyak unsur atau
komponen makna.
Dalam polisemi, makna ganda itu, pada umumnya masih mempnyai hubungan atau
kaitan makna yaitu antara makna dasar dengan makna barunya. Kata yang memiliki makna
ganda atau polisemi karena kata itu dimasukan kedalam konteks kalimat. Sebelum sebuah kata
dimasukan ke dalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional, kata itu hanya
memiliki satu makna, dan kemudian memiliki makna baru setelah digunakan ke dalam konteks
kalimat. dengan kata lain, sebuah bentuk (kata) hanya memiliki satu makna (makna denotatif)
secara terpisah dari konteks. timbulnya makna-makna, baik makna asosiatif, makna konotatif,
makna stilistik dan makna yang lain, inilah yang mengakibatkan terjadinya polisemi terhadap
sebuah bentuk (kata) tersebut. Seperti kata kepala yang memiliki makna denotatif ‘bagian tubuh
manusia bagian leher ke atas’ akan tetapi, setelah bentuk (kata) itu dimasukan ke dalam konteks
yang lain dalam bentuk kebahasaan, maka bentuk (kata) tersebut akan memiliki makna yang
berbeda-beda.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, misalnya, kata babak memiliki tiga
makna, yaitu (1) bagian besar dari suatu drama atau lakon (terdiri dari beberapa adegan seperti
dalam pertunjukan drama itu tiga babak; (2) bagian dari suatu keseluruhan proses kejadian atau
peristiwa seperti dalam kalimat babak permulaan perundingan kedua negara yang bersengketa
atau akan diadakan di negara ketiga; (3) bagian permainan yang tertentu waktunya; misalnya,
bentuk ronde seperti dalam kalimat pertandingan tinju itu berlangsung duabelas ronde.
10
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan contoh, polisemi itu dapat dillihat dengan jelas dalam konteks pemakaian
kalimat. secara terpisah, misalnya kata babak, itu hanya memiliki satu makna dasar atau makna
denotatif yaitu’ bagian dari sesuatu yang lebih besar ‘. Sebuah kata dikatakan bersifat polisemi
apabila makna dari kata tersebut tetap tercakup dalam sebuah makna konseptual yang sama atau
pada dasarnya pemakaian sebuah kata dalam konteks yang berbeda-beda sehingga makna yang
berbeda itu tetapmempertahankan ciri maka pokok atau arti konsep kata itu.
2.2.2 Bentuk Kata Polisemi
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang
berbentuk tunggal dan kata yang berbentuk turunan atau kompleks.
Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
1. Polisemi Berbentuk Kata Dasar
Polisemi berbentuk kata dasar merupakan polisemi yang berupa morfem bebas dan tidak
mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. diantaranya diberikan contoh: kata
kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna: (a) bagian dari tubuh dari leher ke atas; (b)
bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang paling
penting seperti kepala suku, kepala kereta api; (c) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat
seperti: kepala paku, kepala jarum; (d) pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala
kantor, kepala stasiun; (e) jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp
5.000,00; dan (f) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong, dan
kata jatuh yang memiliki makna konseptual ‘meluncur ke bawah dengan cepat’ yang kemudian
11
Universitas Sumatera Utara
mengalami perluasan pemakaian seperti: (a) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’,
(b) jatuh harga ‘turun harga’ (c) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’.
2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan
Polisemi berbentuk kata turunan adalah polisemi yang berbentuk kata turunan atau sudah
mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. di dalam bahasa Bali ditemukan
polisemi berbentuk kata turunan seperti: kata mencetak pada mulanya hanya digunakan pada
bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti
tampak pada kalimat-kalimat berikut:
-
Persija tidak berhasil mencetak gol
-
Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru
-
Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah.
Pada kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ‘menghasilkan’; pada
kalimat yang kedua berarti ‘membuat’ dan pada kalimat yang ketiga berarti ‘memperoleh,
mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ (chaer, 1995;142).
2.2.3 Kategori Kata Polisemi
Kridalaksana (1994:51), mengatakan bahwa kata dasar ialah berupa morfem bebas. dan
kata turunan ialah kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau berupa
paduan leksem. Selanjutnya, peneliti menggunakan istilah kata kompleks untuk menghindari
perbedaan tafsiran.
12
Universitas Sumatera Utara
Ramlan (1991:58) membaginya menjadi duabelas kelas yaitu: kata verbal, nomina,
keterangan, tambah, bilangan, penyukat, sandang, tanya, suruh, penghubung, depan dan seru.
Alwi (2003) membagi kata dalam empat kelompok yaitu: (1). Verba (kata kerja), yaitu
kata yang berfungsi sebagai predikat dalam tataran klausa atau kalimat, misalnya, mandi, makan.
(2). Nomina (kata benda), yaitu kata yang mengacu kepada manusia, binatang, benda, atau
pengertian. misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu. (3). Adjektiva (kata sifat), yaitu: kata
yang dapat bergabung dengan kata tidak, sekali, sangat seperti tidak enak, tidak baik; kata yang
dapat didampingi nomina seperti: perempuan cantik, anak baik; kata yang dapat didampingi
partikel sekali, seperti: cantik sekali,baik sekali; (4). Adverbia (kata keterangan), selain empat
kategori itu, dalam bahasa Indinesia di kenal pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas.
Kelompok kata tugas ini adalah preposisi (kata depan), konjuktor (kata sambung), dan partikel.
dari uraian pendapat para ahli di atas, mengenai kelas kata atau kategori kata penulis
menggunakan pendapat Alwi dalam penelitian ini.
2.2.4 Perubahan Makna
Perubahan makna dalam bahasa Indonesia dapat disebabkan oleh dua faktor umum, yaitu
(1) faktor linguistik dan (2) faktor non-linguistik. yang dimaksud dengan faktor linguistik adalah
faktor kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Jadi, suatu kata berubah maknanya
karena mengalami proses kebahasaan, seperti proses pengimbuhan (afiksasi) dan penggabungan
(komposisi). Faktor non-linguistik adalah faktor non-kebahasaan yang mengakibatkan perubahan
makna, faktor ini meliputi: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2)
perkembangan sosial dan budaya, (3) perbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5)
13
Universitas Sumatera Utara
pertukaran tanggapan indra, (6) perbedaan tanggapan pemakaian, (7) adanya penyingkatan, (8)
proses gramatikal, dan (9) pengembangan istilah (chaer,1995:131-140).
Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, di antaranya:
berupa perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna. (1) perluasan makna
adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas.
Jadi, cakupan makna baru/sekarang lebih luas daripada makna semula. (2) penyempitan makna
adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas menjadi makna yang lebih
khusus/sempit. (3) makna suatu kata kadang dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah
bentuk kata dngan makna yang halus untuk menggantikan kata tersebut. Proses ini disebut
penghallusan makna. Kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. Orang yang
marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang
bermakna halus/tinggi. (4) pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi
dengan kata yang bermakna kasar/rendah.
2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi
Berdasarkan pemakaianya, bahasa mengalami perkembangan,pergeseran, atau perubahan
makna yang terjadi secara (1) meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai
penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya: kata menarik yang
semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga diartikan cantik, cakap, simpatik,
menyenangkan, baik, maupun menjadikan anggota. (2) menyempit, yakni apabila makna suatu
kata semakin memiliki spesifikasi ataupun spesialisasi, misalnya kata guru pada mulanya
diartikan pembimbing rohani, pengajar silat, sehingga dikenal pula kata perguruan akhirnya
memiliki pengertian khusus pengajar di sekolah sebagai salah satu bidang profesi. Makna kata
14
Universitas Sumatera Utara
juga dapat mengalami pergeseran atau perubahan akibat adanya sikap dan penilaian tertentu
masyarakat pemakaiannya. Dalam hal ini makna dapat mengalami (1) peyorasi yakni apabila
makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif.
Misalnya kata ngamar semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya
dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pun berusaha dihindari. (2)
ameliorasi, yakni bila suatu kata memiliki makna yang mamiliki nilai maupun konotasi lebih
baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami ameliorasi. Misalnya, kata gambaran yang
semula hanya mengandung makna hasil kegiatan menggambar dengan masuknya kata abstraksi
kata gambaran dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif, kata wanita yang
lebih
dekat
dengan
bentuk
betina
akhirnya
memiliki
nilai
lebih
baik
daripada
perempuan,(Aminuddin,2001:130)
2.2.4.2 Penyebab Polisemi
Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa bagian berikut:
1.
1. Perluasan Pemakaian
Perluasan pemakain sebuah kata pada mulanya digunakan untuk satu kontekstual
tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain. misalnya:
kata jatuh yang memiliki makna konseptual ‘meluncur ke bawah dengan cepat’ yang kemudian
mengalami perluasan pemakaian seperti: (1) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’,
(2) jatuh harga ‘turun harga’ (3) jatuh dalam waktu ujian ‘gagal dalam ujian’.
15
Universitas Sumatera Utara
2. Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat
Arti yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat
yang berbeda. Perbedaannya dengan faktor yang pertama adalah faktor kedua itu ditekankan
pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang
pemakaian. misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan
membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’ pada bidang meliter kata operasi
bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan’ sedangkan bagi
departemen tenaga kerja kata operasi bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang
dilaksanakan’.
3. Pemakaian Kiasan
Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna
kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakaian bahasa ingin
membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain.
mislnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan yang bakal buah (warnanya
indah dan beragam). namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan sepeti pada kata: (1)
bunga bibir ‘kata-kata manis’ (2) bunga hati ‘orang yang sangat disayangi’ (3) bunga uang
‘keuntungan dari meminjam dan menabung uang’ (4) bunga kehidupan ‘kesenangan hidup’.
4. Pemberdayaan Bahasa
Faktor lain yang menyebabkan polisemi adalah pemberdayaan sebuah kata pada
beberapa konteks berdasarkan pada makna dasarnya atau tetap berhubungan makna dengan
16
Universitas Sumatera Utara
konseptualnya. Terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkansebuah kata
perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu
memiliki banyak makna.
Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna ganda memberikan
peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahasa secara lebih kaya, lebih cermat, lebih bervariasi
dengan tidak menimbulkan hambatan-habatan dalam berkomunikasi. Juga mendukung keperluan
berbahasa karena pertimbangan-pertimbangan sosio-kultur tertentu.
2.3.Tinjauan Pustaka
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, ada sejumlah sumber yang relevan untuk
dikaji dalam penelitian ini yakni, sebagai berikut:
Bandana (2002) yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Bali, Banada menyimpulkan
bahwa polisemi dalam bahasa Bali dapat ditinjau dari bentuknya, kategori katanya dan
perubahan maknanya.
Fahri Lubis (2004), dalam skripsinya yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Mandailing,
menganalisis tentang bentuk kata polisemi, kategori kata polisemi serta perubahan makna
polisemi. Dalam penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Mandailing
berdasarkan bentuknya kata dasar dan polisemi berbentuk kata kompleks. Berdasarkan katagori
kata polisemi dalam bahasa Mandailing ada empat yaitu: polisemi Verba, polisemi Nomina,
polisemi Adjektiva. Berdasarkan perubahan makna, polisemi dalam bahasa Mandailing ada dua
yaitu perluasan makna dan pembelahan makna.
Dari uraian di atas, jelas bahwa polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko belum pernah diteliti.
Mengingat banyaknya masalah yang akan diuraikan, antara lain: bentuk kata polisemi, kategori
17
Universitas Sumatera Utara
bentuk polisemi, dan penyebab perubahan makna polisem, dengan mengacu pada penelitian
sebelumnya diharapkan penelitian polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko dapat terjawab.
Naibaho (2008), dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemakaian Polisemi pada
Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, menganalisis tentang polisemi yang terdapat dalam
Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, dan jenis kata polisemi dalam Harian Medan Bisnis
Edisi Agustus 2007. dalam penelitiannya dia menyimpulkan bahwa dalam Harian Medan Bisnia
Edisi Agustus 2007 terdapat tiga kelas kata polisemi yakni polisemi Verba (kata kerja) sebanyak
60,57%, polisemi Nomina (kata benda) sebanyak 35,21%, polisemi Adjektiva (kata
sifat)sebanyak 4,22%.
Rinawaty (1990), dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Pemakaian Polisemi pada
Harian Suara Pembaharuan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa polisemi dalam harian
suara pembaharuan lebih cenderung menggunakan kelas kata kerja serta tidak menimbulkan
interpretasi yang berbeda karena telah digunakan pada kalimat yang tepat, sehingga informasi
yang disampaikan dapat dipahami.
18
Universitas Sumatera Utara
Download