pemanfaatan serat enceng gondok dan kitosan sebagai bahan baku

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena
memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis
yang terbuat dari bahan-bahan petrokimia termasuk dalam sumber daya alam yang
tidak dapat diperbahurui. Struktur kimiawinya yang mempunyai bobot molekul tinggi
dan pada umumnya memiliki rantai ikatan yang kuat sehingga plastik membutuhkan
waktu yang lama terurai di alam. Limbah plastik tidak hanya menjadi masalah di
kalangan masyarakat umum tetapi juga menjadi masalah bagi perindustrian di
Indonesia.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data dari Departemen Perindustrian menunjukkan volume impor plastik
dalam bentuk primernya adalah sebesar 958,7 juta US$ pada bulan Januari-Juli tahun
2007 dan sebesar 1776,8 juta US$ pada bulan Januari-Juli 2008, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 85,33 %. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus
meningkat
pada tahun-tahun selanjutnya.
Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastik pun tidak terelakkan.
Dewi (2009), limbah yang diproduksi Jakarta sebesar 6000 ton per hari dengan
70 hingga 80 persen dari limbah tersebut tergolong limbah anorganik, dan proporsi ini
terus meningkat. Rata-rata setiap pabrik di Jabotabek menghasilkan satu ton limbah
plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat
yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami,
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya
menjadi masalah bagi lingkungan.
Sampah plastik rata-rata memiliki porsi sekitar 10 persen dari total volume
sampah. Dari jumlah itu, sangat sedikit yang dapat didaur ulang termasuk sampah
plastik berbahan polimer sintetik. Butuh 300-500 tahun agar bisa terdekomposisi atau
terurai sempurna. Membakar plastik pun bukan pilihan baik. Plastik yang tidak
sempurna terbakar, di bawah 800 derajat Celsius, akan membentuk dioksana. Senyawa
inilah yang berbahaya (Vedder, T. 2008).
Teknik konvensional seperti daur ulang dan pembakaran dilakukan untuk
menanggulangi pencemaran yang diakibatkan plastik. Namun, belum mampu
mengurangi tumpukan sampah plastik di alam. Pembakaran sampah plastik pun
menimbulkan gas beracun yaitu dioksana dan abunya tidak dapat dicerna oleh tanah.
Selain masalah lingkungan yang ditimbulkan, juga terdapat masalah baru yaitu
sumber bahan baku plastik yang kian hari akan semakin habis. Karena, plastik
konvensional di buat dari bahan baku minyak bumi dan gas alam.
Suatu cara yang tepat dan telah diteliti adalah pencarian sumber bahan baku
plastik alternatif yang dapat diperbaharui dan dapat didegradasi dengan cepat oleh
tanah yaitu plastik biodegradabel atau bioplastik. Namun, perkembangan plastik
biodegradabel jauh lebih lambat dari pada plastik konvensional, mengingat biaya
produksi yang lebih mahal dari plastik konvensional. Walaupun lebih bersifat
komersil, tetapi nilai keamanannya terhadap lingkungan jauh lebih efektif. Produksi
bahan
plastik
biodegradabel
akan
mengalami
peningkatan
seiring
dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan.
Jenis plastik
biodegradabel antara lain:
polyhidroksibutyrate (PHB),
polyhidroksialkanoat (PHA) dan poli-asam amino yang berasal dari sel bakteri,
polylaktida (PLA) yang merupakan modifikasi asam laktat hasil perubahan zat tepung
kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yang dapat
terdegradasi. Bahan dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau
tepung yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer
lain yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan. Senyawa-senyawa hasil degradasi
Universitas Sumatera Utara
polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa
organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau
sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradabel yang terbakar tidak menghasilkan
senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik
biodegradabel, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara
dalam tanah.
Perkembangan terakhir di bidang teknologi pengemasan adalah suatu kemasan
yang bersifat anti mikroba (Antimicrobial food packaging). Keuntungan utama
kemasan tersebut adalah dapat bersifat seperti halnya bahan-bahan yang mengandung
antiseptik seperti sabun, cairan pencuci tangan yaitu berfungsi untuk mematikan
kontaminan mikro organisme (kapang, jamur, bakteri) secara langsung pada saat
mikroba kontak dengan bahan kemasan, sebelum mencapai bahan/produk pangan di
dalamnya. Salah satu proses yang memegang peranan penting dalam produksi bahan
kemasan bersifat antimikroba adalah proses penambahan bahan aktif pada bahan
kemasana tersebut. Bahan aktif anti mikroba yang telah diapakai antara lain: zeolit,
yang tersubsitusi oleh logam perak, triklosan, klorin dioksidase, karbondioksida
(Rismana, 2004).
Untuk perkembangan di masa mendatang akan dikembangkan
kemasan yang mempunyai permukaan aktif seperti kitosan, kitosan oligosakarida atau
derivatif kitosan lainnya. Di samping itu, karakteristik anti oksidan dapat dihasilkan
dengan menambahkan asam arkobat dan asam sitrat yang berfungsi sebagai bahan
antioksidan (Mawarwati et al, 2001)
Dipahami bahwa penelitian dalam bidang ilmu dasar memerlukan waktu lama
dan dana yang besar. Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan
plastik biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya
sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan mudah diperoleh.
Hal ini menjadi potensi yang besar di Indonesia, karena terdapat berbagai tanaman
penghasil tepung seperti singkong, beras, kentang, selulosa dan yang berasal dari
hewan seperti kitin, kitosan. Dengan memanfaatkan selulosa dari enceng gondok dan
kitosan sebagai bahan plastik biodegradabel, akan memberi nilai tambah ekonomi
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi. Untuk itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik yang ramah
lingkungan.
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel ini
ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu krisis pangan. Hal ini disebabkan pati,
selain sebagai bahan baku plastik biodegradabel, juga berfungsi sebagai sumber
pangan bagi manusia. Dengan demikian, pemanfaatan pati sebagai bahan baku
pembuatan plastik biodegradabel akan berkompetisi dengan penggunaan pati sebagai
sumber pangan bagi manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi munculnya
permasalahan krisis bahan pangan akibat terbatasnya suplai sumber pati, diperlukan
sumber daya lain yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan plastik biodegradabel.
Enceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan jenis gulma yang
pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan enceng gondok dapat mencapai 1.9 % per
hari dengan tinggi antara 0,3-0,5 m. Pertumbuhannya yang begitu pesat, dirasakan
sangat merugikan karena sifat enceng gondok yang menutupi permukaan air akan
menyebabkan kandungan oksigen berkurang. Enceng gondok dapat hidup di perairan
dalam dengan tumbuh mengapung. Selain itu, tumbuhan ini dapat pula tumbuh di
perairan dangkal dengan akar yang tumbuh pada permukaan tanah.
Pada akhirnya enceng gondok menjadi gulma yang sulit dikendalikan,
menutupi seluruh permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam
air, dan juga menyumbat saluran-saluran air. Sisi positif dari tanaman enceng gondok
adalah selain dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah, terutama limbah-limbah
industri yang mengandung senyawa-senyawa toksik di perairan, juga dapat
dimanfaatkan menjadi kompos, makanan ternak, kerajinan (dari serat batang enceng
gondok yang dikeringkan), bahan baku kertas, maupun sebagai sumber biogas.
Gambar 1.1 Struktur selulosa (Sumber : www.pdfqueen.com)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1 merupakan struktur selulosa yang termasuk serat panjang dan
berikatan dengan air. Panjang struktur menyebabkan ikatan yang kuat antara.....
Komposisi kimia enceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara
tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Enceng gondok mempunyai
sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat, senyawa sulfida,
selain itu mengandung protein lebih dari 11,5 %, dan mengandung selulosa yang lebih
tinggi besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain. Berikut
ini adalah Tabel 1.1 Kandungan kimia enceng gondok kering .
Tabel 1.1 Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering
Senyawa Kimia
Persentase (%)
Selulosa
64,51
Pentosa
15,61
Lignin
7,69
Silika
5,56
Abu
12
Sumber : www.Brodes.multiply.com
Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kandungan kimia enceng gondok kering terdiri
dari : selulosa dengan kadarnya 64,51 %, pentosa dengan kadarnya 15,61 %, lignin
memiliki kadar 7,69%, silika dengan kadar 5,56% dan abu dengan kadarnya12%. Dari
Tabel 1.1 terlihat jelas bahwa kandungan terbesar yang terdapat pada enceng gondok
kering yaitu selulosa.
Penelitian ini memanfaatkan serat enceng gondok yang mengandung selulosa
serat panjang untuk dibuat sebagai bahan baku plastik biodegradabel. Serat enceng
gondok dimanfaatkan karena ingin mengurangi pemakaian pati yang berasal dari
tumbuhan. Di Indonesia sendiri, pati masih digunakan sebagai sumber makanan dan
masih ada sebagian daerah juga memanfaatkan pati dari tumbuhan ini sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan utama. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini penulis mengambil sselulosa
sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel. Karena selulosa pada enceng
gondok sangat tinggi, maka enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
plastik biodegradabel dari selulosa yang terkandung pada enceng gondok dan bahan
aditif kitosan dan tepung beras serta gliserol. Dengan demikian diharapkan akan
dihasilkan suatu plastik biodegradabel baru yang memiliki sifat lebih unggul.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana menghasilkan kemasan yang ramah lingkungan ?.
2.
Dapatkah enceng gondok digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
Poly Lactic Acid yang ramah lingkungan ?.
3.
Berapa komposisi optimum dari (Enceng gondok : Kitosan : tepung beras :
Gliserol)
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemasan yang ramah
lingkungan ?.
1.3
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1.
Variabel tetap pada penelitian ini adalah : Gliserol dan tepung beras.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah : Enceng Gondok dan kitosan.
2.
Konsentrasi campuran enceng gondok dan kitosan adalah ; 60%:40%,
70%:30%, 80%:20%, 90%:10%, 100%:0% dengan jumlah campurannya
sebanyak 10 gram.
3.
Massa Tepung beras 3 gr dan gliserol 10 ml.
4.
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : Pengujian mekanik
(pengujian kuat tarik, kemuluran, densitas) dan kelarutan dalam air
(biodegradasi).
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Menghasilkan kemasan yang ramah lingkungan berbahan baku enceng
gondok dan kitosan.
2.
Mengetahui berapa komposisi optimum (Enceng gondok : kitosan : tepung
beras : gliserol) yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemasan yang ramah
lingkungan.
3.
Untuk mengetahui sifat mekanik dari plastik biodegradabel yang
divariasikan dengan kitosan dan gliserol sebagai plastisizer serta tepung
beras sebagai bahan aditif.
1.5
Manfaat Penelitian
Memberikan alternatif dalam mengurangi limbah plastik yang tidak terurai oleh tanah
dan ramah terhadap lingkungan serta memberikan pengetahuan tentang enceng
gondok, tepung beras, kitosan dan gliserol yang dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan plastik yang ramah terhadap lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
1.6
Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab yaitu sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, rumusan
masalah, batasan
masalah, manfat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang landasan teori yang mendasari penelitian.
BAB III
Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahanbahan pembuatan, tempat penelitian , benda uji dan pengujian sampel.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Bab
ini
memberikan
hasil
penelitian
pengembangan
plastik
biodegradabel dengan bahan baku enceng gondok dan kitosan sebagai
polibend serta gliserol sebagai plastisizer dengan variasi dari enceng
gondok dan kitosan yaitu ; 60%:40%, 70%:30%, 80%:20%, 90%:10%,
100%:0% dari 10 gram campuran, 3 gr tepung beras dan 10 ml gliserol.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil penelitian pengembangan
plastik biodegradabel dengan bahan baku enceng gondok, kitosan dan
tepung beras dan gliserol yang telah dilakukan dan juga memberikan
saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Download