CEFTRIAXONE Merupakan golongan obat sefalosporin generasi III. Sefalosporin mirip dengan penisilin, namun lebih stabil terhadap beta laktamase bakteri dan karena itu memiliki aktifitas terhadap spektrum bakteri yang lebih luas, namun dapat dihidrolasi oleh strain penghasil extended spectrum betalaktamase, seperti jenis-jenis tertentu dari E coli dan Klebsiela. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, golongan generasi III lebih banyak membunuh bakteri gram negatif, dan beberapa diantaranya dapat melewati sawar darah-otak. Obat generasi III efektif terhadap Citrobacter, S. marcescens dan providencia (walau resistensi dapat muncul di tengah pengobatan infeksi spesies ini karena sejumlah mutasi gen yang terus menerus memproduksi sefalosporinase). Obat-obat ini efektif pula terhadap strain haemophilus dan neisseria penghasil beta laktamase. Namun demikian, seftriakson tidak efektif terhadap P aeruginosa. Seperti halnya obat generasi II, dapat dihidrolase oleh AmpC beta-laktamase , sehingga tidak aktif terhadap spesies enterobacter. 1 Farmakokinetik dan Dosis Infus intravena 1 g sefalosporin parenteral menghasilkan level serum 60-140 mcg/mL. Penetrasinya terhadap cairan dan jaringan tubuh baik, dan selain cefoperazone dan sefalosporin oral, level yang dicapai di cairan serebrospinal cukup untuk menginhibisi kebanyakan patogen, termasuk batang gram negatif kecuali pseudomonas. Waktu paruh seftriakson 7-8 jam, dapat diinjeksikan tiap 24 jam dengan dosis 15-50 mg/kgBB/hari. Dosis tunggal 1 g per hari cukup untuk kebanyakan infeksi serius, dengan dosis 4 g sekali sehari dianjurkan untuk pengobatan meningitis.1 Kegunaan Klinis Seftriakson dan sefalosporin generasi III lainnya digunakan untuk menangani berbagai infeksi serius yang disebabkan oleh organisme yang resisten terhadap kebanyakan obat lainnya. Namun demikian, tidak cocok untuk strain penghasil spektrum lanjut (extended spectrum) beta laktamase. Sefalosporin generasi III harus dihindari dalam pengobatan infeksi enterobacter karena munculnya resistensi, walau isolat klinis tampak suseptibel in vitro. Seftriakson, bersama sefotaksim, telah disepakati untuk pengobatan meningitis, termasuk meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus, meningokokus, H influenzae, dan batang gram negatif usus, kecuali L monocytogenes. Seftriakson dan sefotaksim merupakan sefalosporin paling aktif terhadap strain pneumokokus resisten penisilin dan direkomendasikan untuk terapi empiris infeksi serius yang disebabkan oleh strain ini. Meningitis yang disebabkan oleh strain pneumokokus yang sangat resisten penisilin (misal yang hanya suseptibel terhadap MICS penisilin > 1 mcg/mL) dapat tidak berespon, dan disarankan penambahan vankomisin. Indikasi lainnya adalah untuk terapi empiris sepsis yang tidak diketahui sebabnya baik pada pasien imunokompeten maupun imunokompromais, dan pengibatan infeksi dimana sefalosporin adalah obat paling tidak toksik yang bisa diperoleh. Pada pasien imunokompromais dengan bemam dan neuropeni, sefalosporin generasi III sering digunakan dengan kombinasi bersama aminoglikosida. 1 Efek samping Efek samping ringan berupa radang dan bengkak di tempat penyuntikan, diare dan peningkatan enzim hati, sedang efek samping yang berat berupa diare berat, radang di mulut dan tenggorokan, perdarahan yang tak dapat dijelaskan sebabnya, gatal, wheezing, edema, pengelupasan kulit, gangguan gastrointestinal, sakit kepala, anemia, infeksi jamur dan trombositopenia. 2 Kontraindikasi Seftriakson dikontraindikasikan terhadap mereka yang alergi terhadap golongan sefalosporin. Efeknya terhadap Ibu hamil belum dilaporkan, namun seftriakson tidak boleh diberikan pada neonatus dibawah 28 hari atau diatas 28 hari dengan keadaan hiperbilirubinemia., karena berkompetisi dengan bilirubin untuk berikatan dengan albumin serum, sehingga dapat menyebabkan ensefalopati bilirubin. 3 Interaksi Interaksi dilaporkan terjadi dengan warfarin, probenecid, kalsium dan produk yang mengandung kalsium. Penggunaan bersama probenesid meningkatkan kadar sefalosporin di dalam darah, sedang penggunaan bersama warfarin dapat meningkatkan resiko perdarahan. Karena itu, dalam keadaan dimana kedua obat tersebut terpaksa digunakan bersama-sama, kadar INR dan protrombin harus terus dimonitor. Sedang kalsium dapat terikat dengan seftriakson sehingga dapat menjadi deposit yang berbahaya di jantung dan paru. 3 AZITHROMYCIN Azitromisin diturunkan dari eritromisin dengan penambahan metilasi nitrogen ke dalam cincin lakton makrolida. Mekanisme antibakterinya adalah dengan mengganggu sintesis protein bakteri. Azitromisin terikat dengan subunit 50s ribosom bakteri, dan menginhibisi translokasi peptida. Kegunaan klinis dan spektrum antibakterinya mirip dengan eritromisin dan klaritromisin, namun tidak seaktif kedua obat tersebut dalam mengatasi stafilokokus dan streptokokus. Azitromisin lebih bermanfaat terhadap H. influenzae, M avium, T gondii, dan sangat aktif terhadap klamidia. 1,4 Farmakokinetik dan Dosis Perbedaan azitromisin dengan eritromisin dan klaritromisin, azitromisin lebih stabil terhadap asam, karena itu bisa digunakan per oral tanpa harus dilindungi dari asam lambung. Dosis 500 mg azitromisin menghasilkan konsentrasi serum yang relatif rendah, 0,4 mcg/mL. Namun demikian penetrasinya sangat baik pada kebanyakan jaringan (kecuali cairan serebrospinal) dan sel-sel fagosit, dengan konsentrasi jaringan melebihi konsentrasi serum 10 hingga 100 kali lipat, karena sifatnya yang sangat larut dalam lemak. Karena sifat ini pula sebaiknya azitromisin digunakan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Kadar yang tinggi ini menyebabkan obat secara aktif ditransport ke situs infeksi. Obat dieliminasi dari jaringan dengan waktu paruh 2-4 hari melalui cairan empedu dan urin , dan cukup resisten terhadap inaktivasi metabolik. Hal ini menyebabkan azitromisin dapat diberikan sekali sehari, atau dipendekan durasinya dalam beberapa kasus. 1,4 Kegunaan klinis Azitromisin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan, jaringan lunak dan saluran urogenital. Dosis tunggal 1 g azitromisin sama efektifnya dengan pemberian 7 hari doksisiklin untuk servisitis klamidia dan uretritis. Pneumonia komunitas dapat diobati dengan azitromisin 500 mg sebagai dosis awal, diikuti dengan dosis tunggal 250 mg per hari selama 4 hari ke depan. 1,4 Efek samping Efek samping yang pernah dilaporkan berupa diare cair maupun dengan darah, dada nyeri dan berdebar, gangguan gastrointestinal, jaundice, tenggorokan sakit, nyeri kepala, kulit mengelupas dan merah. Sedang efek samping ringan dapat berupa lelah dan lesu, insomnia, gatal ringan, telinga berdengung, dan berkurangnya kemampuan merasakan makanan. 4 Kontraindikasi Kontraindikasi kepada pasien yang hipersensitif pada golongan makrolida, dan bayi dibawah usia 1 tahun. Interaksi Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan bersama-sama dengan warfarin, antasida aluminium atau magnesium, digoksin, takrolimus, siklosporin, triazolam, alkaloid ergot, teofilin, karbamazepin, fenitoin, nelvinafir dan kuinin. Interaksinya berupa peningkatan konsentrasi obat-obat tersebut dalam serum sehingga meningkatkan toksisitasnya, kecuali dengan antasida dengan bahan aluminium dan magnesium. Obat tersebut dapat menunda absorpsi dan mengurangi konsentrasi maksimal azitromisin dalam serum. 5 Daftar Pustaka 1. Katzung, Bertram G et al. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. McGraw Hill. San Fransisco, 2006. 2. Monson, Kristi. Ceftriaxone side effects. 2009. Diunduh dari http://bacteria.emedtv.com /ceftriaxone/ceftriaxone-side-effects.html 3. Internet Drug Index. 2008. Diunduh dari: http://www.rxlist.com/rocephin-drug.htm. 4. The Chemistry Encyclopedia. 2008. Diunduh dari www.chemistrydaily. com/chemistry/ Azithromycin 5. Monson, Kristi. Azithromicin Drug Interactions. 2009. Diunduh dari http://bacteria. emedtv. com/ azithromycin