Kuliah kedua STATIKA Ilmu Gaya : •Pengenalan Ilmu Gaya •Konsep dasar analisa gaya secara analitis dan grafis •Kesimbangan Gaya •Superposisi gaya Pendahuluan Pada bagian kedua dari kuliah Statika akan diperkenalkan konsep dasar tentang ilmu gaya yang mencakup : – – – – Keseimbangan gaya Tipe gaya yang bekerja pada benda tegar / diam / statis Satuan gaya Operasi terhadap gaya Sebelum kita melihat lebih jauh tentang konsep dasar ilmu gaya akan diperkenalkan beberapa contoh kasus bagaimana gaya bekerja pada sebuah benda tegar dan bagaimana keseimbangan gaya terbentuk Pada contoh pertama akan diperlihatkan sebuah kasus sederhana dari kendaraaan yang diam kemudian mendapat gaya dorong dan bagaimana keseimbangan gaya terbentuk sehingga kendaraan tidak bergerak. Sebuah kendaraan mempunyai berat 40 kN. Beban kendaraan tersebut disalurkan kepermukaan jalan melalui kedua rodanya masing masing sebesar 20 kN. Jika kendaraan bergerak, maka antara permukaan roda dan permukaan jalan terjadi gesekan. Untuk menyederhanakan persoalan maka gaya gesek maksimum antara permukaan jalan dengan roda diambil masing-masing sebesar 10 kN pada setiap roda. Catatan : untuk mencari besarnya gaya gesek dapat ditentukan dari hasil perkalian koefisien gesekan dan beban yang bekerja pada roda. Sebagai contoh jika koefisien gesekan = 0.5 maka gaya gesekan maksimum yang bisa dihasilkan oleh roda = 0.5 x 20 kN = 10 kN. Jika pada kendaraan tidak bekerja gaya dorong atau gaya dorong F sama dengan 0 (nol) kN, maka gaya gesek pada kedua roda juga = 0 kN. Gaya gesek pada kedua roda (RX) merupakan reaksi dari gaya F. Akibat beban roda W1 dan W2, permukaan tanah akan memberikan reaksi balik (reaksi tumpuan) masing-masing sebesar RY. RY = W1 = W2 = 20 kN. Pada contoh ini dianggap permukaan tanah atau perkerasan tidak mengalami penurunan akibat beban W1 dan W2. Jika kendaraan didorong dengan gaya F (gaya aksi) sebesar 10 kN maka kedua roda akan memberikan gaya gesek (reaksi) sebesar masing-masing 5 kN. Karena total gaya reaksi RX sama dengan gaya F maka kendaraan tidak bergerak. Gaya Dorong ( gaya aksi) F sebesar 10 kN seimbang dengan gaya gesek pada kedua roda (gaya reaksi) sebesar 10 kN. Jika ketiga gaya tersebut disusun sesuai dengan arah masing – masing maka dapat digambarka sebagaimana terlihat pada gambar samping : Kendaraan dalam keadaan seimbang / tidak bergerak. Jika gaya dorong dinaikkan menjadi 15 kN maka setiap roda memberikan gaya reaksi RX 7.5 kN. Kendaraan masih dalam kondisi tidak bergerak. F = RX + RX Jika ketiga gaya disusun sesuai arahnya maka akan terlihat seperti pada gambar di bawah. Kendaraan masih dalam keadaan seimbang Jika gaya dorong dinaikkan sampai 20 kN maka reaksi kedua roda juga akan naik dan berubah masing-masing menjadi 10 KN. Sehingga total reaksi yang diberikan oleh kedua roda akibat gaya F menjadi 20 kN. Ketiga gaya tersebut jika disusun sesuai arah panahnya akan berubah menjadi : Reaksi kedua roda sebesar 20 kN merupakan gaya gesek maksimum yang bisa dihasilkan oleh kedua roda. Kendaraan masih dalam keadaan seimbang. Kendaraan ada dalam kondisi keseimbangan batas atau maksimum. Jika gaya dorong F dinaikkan menjadi 25 kN maka reaksi yang diberikan oleh kedua roda masing-masing masih tetap 10 kN. kendaraan mulai bergerak karena gaya dorong pada kendaraan tidak dapat diimbangi oleh reaksi (gesekan) yang terjadi pada kedua roda. Kendaraan akan didorong dengan gaya sebesar 5 kN yang merupakan selisih antara gaya dorong total sebesar 25 kN dengan reaksi total dari dua roda sebesar 20 kN. Jika ketiga gaya tersebut di susun sesuai arah panahnya, akan berubah seperti terlihat pada gambar di samping. Antara gaya F dan 2 gaya RX ada selisih sebesar FR = 5 kN. Dari uraian di atas maka terlihat adanya keseimbangan gaya antara gaya dorong (gaya aksi F) dengan dua gaya reaksi (RX) akan menyebabkan kendaraan tidak bergerak. Keseimbangan gaya-gaya horizontal dinyatakan dengan persamaan F = 2 RX F – 2 RX = 0 F + (- 2RX) = 0 Secara umum persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai : ΣH = 0 (jumlah gaya-gaya horizontal = 0) Tanda (-) pada rumus F + (– 2 RX) = 0 dapat pula diartikan bahwa gaya F mempunyai arah berlawanan dengan dua gaya RX. Jika gaya F dijumlahkan secara aljabar dengan 2 gaya RX maka nillainya = 0. Penjumlahan secara aljabar dari beberapa gaya juga dikenal dengan istilah lain “superposisi beberapa gaya” Pada kondisi tidak seimbang maka terlihat gaya F lebih besar dari 2 RX. Secara aljabar dapat dinyatakan sebagai berikut : F > 2 RX F – 2 RX > 0 Superposisi dari ketiga gaya ≠ 0. Superposisi dari tiga gaya menghasilkan gaya FR = 5 kN. FR = F – 2 RX Akibat gaya FR maka kendaraan akan bergerak kekiri. Jumlah gaya-gaya horizontal ≠ 0 Secara umum persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai : ΣH ≠ 0 (jumlah gaya-gaya horizontal ≠ 0) Jika ΣH ≠ 0 maka kendaraan ada dalam posisi tidak seimbang horizontal. Atau gaya-gaya tidak seimbang dalam arah horizontal Pada uraian di atas juga terlihat adanya beban vertikal dari dua roda masing-masing sebesar 20 kN yang bekerja di permukaan tanah. Beban ini akan mendapat reaksi balik dari tanah dengan nilai yang sama yaitu masing-masing sebesar 10 kN pada setiap posisi roda. Jika tanah tidak dapat memberikan reaksi balik (misal tanah lembek, maka roda akan mengalami penurunan). Pada posisi kedua roda akan terjadi keseimbangan gaya-gaya arah vertikal : W1 = RY W1 – RY= 0 ΣV = 0 Kondisi yang sama juga terjadi pada roda kedua : W2 = RY W2 – RY= 0 ΣV = 0 Contoh pertama ini memberikan gambaran kepada kita bahwa sebuah benda dikatakan dalam kondisi stabil atau STATIS atau tidak bergerak jika benda tidak mengalami pergerakan baik arah vertikal maupun horizontal. Potensi pergerakan benda ditentukan oleh gaya-gaya luar yang bekerja pada benda. Arah gerakan benda juga ditentukan oleh arah gaya yang bekerja. Reaksi yang diberikan oleh benda maupun oleh tanah bersifat PASIF artinya nilainya tidak tetap dan ditentukan oleh beban yang bekerja. Kalau beban naik, maka reaksi akan naik. Setiap benda atau tanah mempunyai kemampuan maksimum dalam memberikan reaksi balik akibat beban-beban yang bekerja padanya. Jika kemampuan maksimum tersebut terlampaui maka benda akan berada pada kondisi TIDAK STATIS. “STATIKA hanya mempelajari keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda atau struktur sedemikan rupa sehingga benda ada dalam keadaan STATIS”. Pada uraian di atas terlihat bahwa keseimbangan horizontal dapat dinyatakan dengan persamaan : ΣH = 0 Secara grafis (gambar) keseimbangan ini dinyatakan dengan : RX1 = RX ; RX2 = RX Gambar diatas merupakan susunan dari 3 anak panah ( 3 gaya) yang bergerak bolak balik. Titik A, B dan C masing-masing adalah titik pangkal dari panah F, RX1 dan RX2. F, RX1 dan RX2 masing-masing merupakan panah (gaya) pertama, kedua dan ketiga. Secara grafis terlihat ujung panah terakhir (ketiga) berimpit dengan pangkal panah pertama (A). Ketiga anak panah (gaya) ada dalam kondisi seimbang arah horizontal. Titik ujung tanda panah (ujung gaya) Titik pangkal tanda panah (pangkal gaya) Gambar disamping juga merupakan gambar keseimbangan 3 gaya. RX2, RX1 dan F masing-masing merupakan panah (gaya) pertama, kedua dan ketiga. Secara grafis terlihat ujung panah terakhir (ketiga) berimpit dengan pangkal panah pertama (C). Ketiga anak panah (gaya) ada dalam kondisi seimbang arah horizontal. Gambar diatas merupakan gambar lain dari keseimbangan 3 gaya. RX1, F dan RX2 masing-masing merupakan panah (gaya) pertama, kedua dan ketiga. Secara grafis terlihat ujung panah terakhir (ketiga) berimpit dengan pangkal panah pertama (B). Ketiga anak panah (gaya) ada dalam kondisi seimbang arah horizontal. Gambar diatas tidak merupakan gambar keseimbangan 3 gaya. F, RX1 dan RX2 masing-masing merupakan panah (gaya) pertama, kedua dan ketiga. Secara grafis terlihat ujung panah terakhir (ketiga) tidak berimpit dengan pangkal panah pertama (A). Ketiga anak panah (gaya) ada dalam kondisi tidak seimbang arah horizontal. Supaya seimbang dalam arah horizontal maka keempat gaya harus tersusun seperti gambar di bawah Jika ditambahkan gaya keempat FR dengan titik pangkal di D dan disusun seperti gambar di samping, maka keempat gaya ada dalam kondisi tidak seimbang horizontal. Jika ada gaya lain FR yang besarnya 5 kN melawan gaya F, maka keempat gaya ada dalam posisi seimbang Supaya seimbang dalam arah horizontal maka keempat gaya harus tersusun seperti gambar di bawah Jika ada gaya lain FR yang besarnya 5 kN melawan gaya F, maka keempat gaya ada dalam posisi seimbang α FY arctan FX Contoh kedua akan diperlihatkan satu kondisi dimana benda terletak pada jalan yang miring. Kemiringan jalan = Berat benda W = 10 kN dan terletak pada permukaan miring = 16.5o. Koefisien gesek antara permukaan tanah dan benda diambil = 0.5. Karena benda berada di atas tanah miring, maka potensi pergerakan benda hanya diakibatkan oleh gaya yang arahnya juga miring. Jika tidak ada gaya lain yang bekerja pada benda, maka gaya yang menyebabkan benda bergerak hanya mungkin ditimbulkan oleh berat benda. Menurut ilmu fisika, gaya yang menyebabkan benda bergerak dapat dicari dari komponen gaya berat yang arahnya sejajar dengan permukaan tanah. Gaya W sin yang menyebabkan benda bergerak akan ditahan oleh gaya reaksi RX yang diakibatkan oleh gesekan dasar benda dengan permukaan tanah. RXmax = W cos a x 0.5 = 4.794 kN Koefisien gesekan = 0.5 RXmax = gaya gesek maksimum Gaya RX hanya menahan gaya W sin sehingga RX = W sin W sin = 2.84 kN. < RXmax Benda ada dalam kondisi seimbang. Benda tidak bergerak. Akibat beban W cos , tanah juga memberikan reaksi balik RV = W cos . Jika pada benda bekerja gaya luar F = 1 kN Akibat gaya F dan W sin maka reaksi yang diberikan oleh gesekan benda (RX) berubah menjadi RX = W sin W sin + F = 2.84 kN + 1 kN = 3.84 kN + F < Rxmax Benda ada dalam kondisi seimbang. Benda tidak bergerak. Dari uraian di atas juga terlihat jika gaya F + W sin sama dengan RX, maka hasil superposisi ketiga gaya tersebut sama dengan 0 (nol). F + W sin = RX F + W sin – RXmax = 0 Jumlah gaya-gaya miring =0 Secara umum persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai : ΣF miring = 0 (jumlah gaya-gaya miring = 0) Jika ΣF miring = 0 Benda tidak bergerak. maka benda ada dalam posisi seimbang arah miring. Jika gaya luar F dinaikkan menjadi 2 kN. Akibat gaya F dan W sin maka reaksi yang diberikan oleh gesekan benda dengan permukaan = RX max RX max = 4.794 kN F + W sin = 4.84 kN > RXmax Benda ada dalam kondisi tidak seimbang. Benda akan bergerak akibat gaya FR = 0.046 kN Dari uraian di atas juga terlihat jika gaya F + W sin lebih besar dari RXmax, maka hasil superposisi ketiga gaya tersebut tidak sama dengan 0 (nol). F + W sin > RXmax F + W sin – Rxmax > 0 Selisih ketiga gaya tersebut = FR FR = F + W sin – Rxmax Akibat gaya FR maka benda akan bergerak kekiri. Jumlah gaya-gaya miring ≠0 Secara umum persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai : ΣF miring ≠ 0 (jumlah gaya-gaya miring ≠ 0) Jika ΣF miring ≠ 0 maka benda ada dalam posisi tidak seimbang arah miring. Atau gaya-gaya tidak seimbang dalam arah miring. Pada contoh berikut akan disajikan sebuah contoh katrol yang digunakan untuk menggantung benda dengan berat W2 = 4 kN. Agar benda tidak jatuh atau turun, maka tali katrol diikatkan pada tangki yang mempunyai berat W1 = 10 kN. Gaya gesek maksimum yang terjadi didasar tangki (RXmax = 5 kN). Menurut ilmu fisika, akibat beban W2 = 4 kN, maka pada tali katrol akan terjadi gaya tarik sebesar S1 = 4 kN dan gaya S2 = 4 kN. Jika benda tidak bergerak, maka pada benda akan bekerja gaya S1. Akibat gaya S2 maka pada tangki juga juga akan bekerja gaya S2. Akibat gaya S1 dan S2, maka pada katrol akan bekerja gaya S1 dan S2. (B) (A) (D) Karena benda diam, maka tangki juga diam. Untuk melawan gaya S2, maka di dasar tangki akan muncul reaksi RX = 4 kN (Gambar A). S2 dan RX ada dalam kondisi seimbang. RX = S2 (gambar D). (C) Pada kondisi tidak bergerak maka pada benda terjadi keseimbangan gaya W2 = S1 (Gambar C). (A) Pada saat benda diam, maka pada katrol bekerja dua gaya S1 dan S2 yang besarnya sama 4 kN. Kedua gaya tersebut akan mendorong katrol kekanan dengan gaya 4 KN dan mendorong katrol ke bawah juga dengan gaya 4 kN. Akibat kedua gaya tersebut, maka katrol akan mendorong dinding dengan gaya superposisi sebesar SK = 5 .657 kN. Tumpuan katrol akan melawan dengan reaksi yang arahnya berlawanan dengan SK dan besarnya = RK. RK = 5.657 kN. Dari gambar sistem katrol di atas terlihat adanya keseimbangan semua gaya-gaya yang bekerja pada benda dan tangki. Pada benda terjadi keseimbangan gaya-gaya arah vertikal sedangkan pada tangki terjadi keseimbangan gaya-gaya arah horizontal. Pada benda terjadi keseimbangan gaya arah vertikal W2 = S1 W2 – S1 = 0 ΣV = 0 Pada tangki terjadi keseimbangan gaya-gaya arah horizontal S2 = RX S2 – RX = 0 ΣH = 0 Pada katrol terlihat adanya gaya yang bekerja pada dinding akibat adanya gaya S1 SK = 5.657 kN. Gaya RK ditahan oleh dinding dan dinding akan memberikan reaksi balik sebesar RK. dan S2. Gaya yang bekerja pada dinding = Gaya SK dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras : SK S12 S2 2 42 42 5.657 kN Arah kemiringan SK membentuk sudut 45o dan diperoleh dari α S2 arctan S1 4 arctan 4 arctan1 45o Pada contoh berikut disajikan sistem katrol yang menahan beban W = 2 kN dan tali katrol diikitkan pada dinding bawah. Katrol digantung pada dinding atas. Menurut ilmu fisika, maka pada kedua tali katrol akan bekerja gaya S = 2 kN. Akibat gaya W = 2 kN, maka akan timbul reaksi RB = 2 kN dan RT = 4 kN (Gambar (A)). Pada gambar (B) terjadi keseimbangan gaya vertikal S3 = S1 + S2 Pada gambar (C) terjadi keseimbangan gaya vertikal S1 = W (E) Pada gambar (E) terjadi keseimbangan gaya vertikal RT = S3 (B) (A) Pada gambar (D) terjadi keseimbangan gaya vertikal RB = S2 (C) (D) Dari uraian di atas maka terlihat keseimbangan gaya arah vertikal terjadi pada sistem katrol seperti terlihat pada Gambar (A). RT = W + RB RT - W – RT = 0 --------- ΣV = 0 Pada Gambar (B) juga terjadi keseimbangan gaya vertikal S3 = S1 + S2 S3 – S1 – S2 = 0 --------- ΣV = 0 Pada Gambar (C) juga terjadi keseimbangan gaya vertikal S1 = W S1 – W= 0 --------- ΣV = 0 Pada Gambar (C) juga terjadi keseimbangan gaya vertikal S2 = RB S2 – RB= 0 --------- ΣV = 0 Pada gambar (E) terjadi keseimbangan gaya vertikal RT = S3 RT – S3= 0 --------- ΣV = 0 Dari uraian sebagaimana terlihat pada gambar (A) sampai (E) keseimbangan gaya pada sistem katrol selalu akan terjadi pada arah vertikal atau secara umum dapat dinyatakan : ΣV = 0 Hal penting yang perlukan pada analisa keseimbangan gaya pada sistem katrol di atas, gaya reaksi RB dan RT ditahan oleh dinding penumpu. Pada dinding penumpu akan terjadi gaya tarikan RB atau RT dan dianggap dinding kuat menahan gaya-gaya tersebut. Jika tidak kuat, maka dinding akan rusak. Pada contoh berikut tali katrol diikatkan pada dindang bawah yang membentuk sudut 31o. Katrol menahan beban W = 2 kN. Sama seperti pada contoh sebelumnya, maka pada kedua tali katrol akan terjadi gaya 2 kN. (B) (A) Akibat beban W = 2 kN, maka pada tali akan timbul gaya S1 = 2 kN. Pada tali yang miring juga akan muncul gaya S2 = 2 kN. Akibat gaya S2, maka pada dinding bawah akan muncul reaksi perletakan RB = 2 kN. (Gambar A dan B) (C) Benda dan katrol tidak bergerak. Pada gambar C terlihat gaya S2 dapat diubah menjadi dua gaya yang saling tegak lurus S2 sin31o = 1.03 kN dan S2 cos31o = 1.71 kN. Gaya S1 dan S2 cos 31 akan dilawan oleh reaksi S3V sedangkan gaya S2 sin31 akan dilawan oleh reaksi S3H. (Gambar C). Pada posisi tali katrol miring, maka tali tetap menyalurkan gaya 2 kN. Gaya S1 = 2 kN (vertikal) Gaya S2 = 2 kN (miring 31o) Akibat he dua gaya S1 dan S2, maka S3 tidak vertikal. S3 diperoleh dari kombinasi gaya S1, S2V dan S2H. Dengan menggunakan rumus Pythagoras, maka S3 S3V 2 S3H 2 3.712 1.032 S3 = 3.85 kN Sudut kemiringan arah S3 diperoleh dari rumus : S3H tg α S3V S3H α arctan S3V 1.03 arctan 3.71 15.5o 3.85 (B) (A) Efek yang terjadi pada bangunan jika tidak mampu menahan gaya horizontal (akibat gempa) Pondasi mampu menahan gaya horizontal tetapi bagian atas bangunan tidak mampu maka akan terjadi kehancuran pada bagian atas bangunan Jembatan dan rel kereta api mengalami perubahan bentuk akibat ketidak mampuan menahan gaya horizontal Pada bagian ini akan dibahas efek dari posisi gaya yang menyebabkan ketidakseimbangan benda terhadap perputaran Keseimbangan gaya-gaya pada arah horizontal dan vertikal sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya masih belum menjamin keseimbangan benda terhadap perputaran. Pada analisis keseimbangan gaya selanjutnya dianggap tanah cukup mampu menahan semua gaya horizontal dan gaya vertikal. Koeffisien gesek pada dasar tangki diasumsikan sebesar 0.75. RX merupakan reaksi terhadap F dan RW merupakan reaksi terhadap W. Gaya F = 10 kN seimbang dengan gaya RX = 10 kN Gaya RX diakibatkan adanya gesekan antara dasar tangki dengan permukaan tanah. Kedua gaya menyebabkan tangki ada dalam kondisi keseimbangan atau tidak bergerak kekiri. Gaya F = 10 kN berada pada jarak 2 meter dari permukaan tanah. Gaya F mempunyai potensi untuk menggulingkan tangki ke kiri. Gaya yang berusaha menggulingkan tangki akan menyebabkan tangki berputar ke kiri. Gaya F = 10 kN berada pada jarak 2 meter dari permukaan tanah. Gaya F mempunyai potensi untuk menggulingkan tangki ke kiri pada titik A. Gaya yang berusaha menggulingkan tangki akan menyebabkan tangki berputar ke kiri. Gaya putar (MP) yang berusaha menggulingkan tangki besarnya bergantung pada posisi beban F terhadap dasar tangki. Makin jauh posisi gaya F terhadap dasar tangki, maka gaya putar MP makin besar. MP = F x jarah F = 10 kN x 2 m = 20 knM Akibat gaya guling MP, tangki berusaha menahan gaya guling tersebut. Gaya reaksi yang menahan gaya guling MP adalah MW. Gaya penahan guling tersebut diakibatkan oleh berat tangki W. Gaya penahan guling MW ditentukan oleh jarak W terhadap titik A. Makin jauh posisi gaya W terhadap titik A, maka gaya penahan guling MW makin besar. MW merupakan reaksi dari MP. Besar maksimum MW = W x jarah W ke titik A = 20 kN x 2 m = 20 kNm. Akibat gaya guling MP = 20 kNm, maka reaksi gaya penahan guling MW = 20 kNm. Jika gaya F bekerja pada jarak 3 meter di atas permukaan tanah, maka gaya MP yang ditimbulkan = 10 kN x 3 m = 30 kNm. Akibat gaya guling MP = 30 kNm, maka reaksi gaya penahan guling MW = 30 kNm. Jika gaya F bekerja pada jarak 4 meter di atas permukaan tanah, maka gaya MP yang ditimbulkan = 10 kN x 4 m = 40 kNm. Akibat gaya guling MP = 40 kNm, maka reaksi gaya penahan guling MW = 40 kNm. Jika gaya F berubah menjadi 11 kN dan bekerja pada jarak 4 meter di atas permukaan tanah, maka akan timbul gaya reaksi RX = 11 kN. Pada tangki juga bekerja gaya MP sebesar 11 kN x 4 m = 44 kNm. Akibat gaya guling MP = 44 kNm, maka reaksi gaya penahan guling MW = 44 kNm. Gaya penahan guling MW sebesar 44 kNm merupakan gaya terbesar yang mendekati atau sama dengan kemampuan MW maksimum yaitu sebesar 44 kNm. Kondisi ini disebut sebagai kondisi kritis. Jika terjadi gaya guling MP yang lebih besar dari 44 kNm maka tangki ada dalam kondisi tidak seimbang. Jika gaya F berubah menjadi 12 kN dan bekerja pada jarak 4 meter di atas permukaan tanah, maka akan timbul gaya reaksi RX = 12 kN. Pada tangki juga bekerja gaya MP sebesar 12 kN x 4 m = 48 kNm. Akibat gaya guling MP = 48 kNm, maka reaksi gaya penahan guling MW hanya sebesar 44 kNm. Gaya penahan guling MW sebesar 44 kNm tidak mampu menahan gaya MP sebesar 48 kNm sehingga tangki ada dalam kondisi tidak seimbang. Gaya guling MPR berusaha menggulingkan tangki sebesar 4 kNm. Akibat Gaya MPR sebesar 4 kNm, maka tangki akan berputar pada titik A. Jika tangki makin tinggi dengan ketinggian 8 meter dan menderita gaya F = 10 ton bekerja di puncak tangki dan mempunyai kemampuan menahan penggulingan sebesar 66 kNm, maka MP = 80 kNm dan MW = 66 kNm. MP > MW, tangki akan terguling dan berputar di titik A. Gaya guling tangki sebesar MPR = 14 kNm. Jika tangki makin tinggi dengan ketinggian 16 meter dan menderita gaya F = 8 ton bekerja di puncak tangki dan mempunyai kemampuan menahan penggulingan sebesar 37.5 kNm, maka MP = 128 kNm dan MW = 110 kNm. MP > MW, tangki akan terguling dan berputar di titik A. Gaya guling tangki sebesar MPR = 18 kNm. Bangunan mengalami gaya gempa dan dipaksa untuk bergerak horizontal dan berputar. Karena bangunan cukup kuat maka bangunan tidak hancur akibat gaya horizontal tetapi bangunan menjadi miring (berputar pada bagian kiri). Kondisi bangunan seperti pada gambar juga tidak baik / tidak layak untuk digunakan. Bangunan mengalami gaya gempa dan dipaksa untuk bergerak horizontal dan berputar. Karena bangunan cukup kuat maka bangunan tidak hancur akibat gaya horizontal tetapi bangunan menjadi miring dan bahkan ada yang jatuh. Dari uraian di atas maka terlihat keseimbangan benda akibat gaya horizontal tidak hanya ditinjau pada arah gaya-gaya horizontal, tetapi juga gaya-gaya lain yang menyebabkan benda berputar. Pada urian di atas terlihat gaya F selalu dapat diimbangi oleh gaya RX. Dengan perkataan lain ΣH = 0. Struktur tangki seimbang terhadap gaya-gaya horizontal (tangki tidak bergerak ke arah horizontal). Posisi gaya F yang mempunyai jarak terhadap dasar struktur tangki, menyebabkan gaya F berusaha mengguling (memutar) struktur tangki dengan gaya putar sebesar MP. Gaya putar MP akan dilawan oleh gaya perlawanan guling MW yang diakibatkan oleh gaya berat tangki W. Jika gaya putar MP dapat diimbangi MW maka akan terjadi keseimbangan gaya putar. MP = MW MP – MW= 0 MP = MW MP – MW= 0 Jumlah gaya-gaya putar = 0 Secara umum persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai : ΣM = 0 (jumlah gaya-gaya putar = 0) Tanda (-) pada rumus MP – MW= 0 dapat pula diartikan bahwa gaya MP mempunyai arah berlawanan dengan gaya MW dan superposisi atau selisih dari MP dan MW sama dengan 0 (nol). Dalam ilmu Statika (mekanika rekayasa/mekanika teknik) gaya yang mempunyai arah memutar dikenal dengan nama MOMEN Putar atau Momen. Gaya yang bekerja pada sebuah benda dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu gaya yang menyebabkan benda bergerak lurus dan gaya yang menyebabkan benda bergerak memutar. Gaya yang menyebabkan benda bergerak lurus dikenal dengan nama “GAYA” sedangkan gaya yang menyebabkan benda bergerak memutar dikenal sebagai “MOMEN”. Momen merupakan hasil perkalian antara gaya dengan jarak gaya ke titik referensi. Karena momen merupakan hasil perkalian gaya dengan jarak, maka pendekatan awal tentang STATIKA lebih ditekankan pada analisa GAYA. Satuan Gaya = N, kN, kgf, tonf Satuan momen = Nm, kN m, kgf m, tonf m Catatan : notasi gaya dengan satuan kgf atau tonf kadang-kadang disingkat menjadi kg atau ton dengan anggapan percepatan gravitasi 1 satuan percepatan gravitasi (1 m/det2). Satuan momen berubah menjadi kg m, ton m. RESUME : Keseimbangan benda dalam menahan gaya-gaya yang bekerja padanya dapat dinyatakan sebagai berikut : ΣH = 0 (jumlah gaya-gaya horizontal = 0) ΣM = 0 (jumlah gaya-gaya vertikal = 0) ΣM = 0 (jumlah gaya-gaya putar = 0) Artinya selama ketiga persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka benda dikategorikan tidak stabil. Pada bagian awal telah diperkenalkan tentang konsep keseimbangan benda / stabilitas benda yang sebetulnya juga merupakan prinsip dasar yang harus dimiliki oleh bangunan atau struktur “Teknik Sipil”. Konsep dasar analisa struktur bangunan teknik Sipil dikenal dengan “3K” yaitu kokoh, kaku, kuat. • Kokoh mempunyai hubungan dengan stabilitas bangunan yang tidak boleh berpindah tempat jika menderita gayagaya dari luar. • Kaku mempunyai hubungan dengan kondisi bangunan yang tidak boleh mengalami perubahan bentuk atau melendut atau terdefleksi jika menderita beban dari luar • Kuat mempunyai hubungan dengan kemampuan bangunan untuk tidak hancur atau rusak jika mengalami pembebanan dari luar. Pada bagian awal dari kuliah ini kita akan melihat satu prinsip dasar dari bangunan teknik sipil yaitu KOKOH. Karena kokoh mempunyai konotasi untuk tidak berpindah tempat, dan perpindahan tempat suatu benda disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja pada benda dan kemampuan benda memberikan reaksi balik secara seimbang, maka beberapa hal penting yang harus diperhatikan : 1. 2. 3. 4. Gaya yang bekerja pada benda sangat bervariasi, bisa satu atau lebih dari satu. Jika gaya yang bekerja hanya satu maka reaksi balik yang diperlukan pada analisa keseimbangan gaya dapat dengan mudah di dapatkan. Jika gaya yang bekerja lebih dari satu kemana superposisi atau gabungan gaya-gaya tersebut akan bekerja. Superposisi gaya-gaya merupakan penggabungan beberapa gaya. Jika superposisi gaya sudah diperoleh, maka keseimbangan cukup dilakukan dengan melawan gaya gabungan tersebut. Dan posisi gaya perlawanan (reaksi) harus mempunyai garis kerja yang sama dengan gaya superposisi tersebut. Atau dengan perkataan lain posisi dan arah reaksi harus sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan momen putar.