BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perekonomian dunia telah berkembang pesat karena era globalisasi ini.
Perusahaan multinasional saling bersaing ketat untuk menghasilkan produk
dengan harga yang murah. Tinggat konsumsi masyarakat yang tinggi lalu
menaikkan laba yang didapatkan oleh perusahaan. Permintaan barang yang
semakin tinggi membuat perusahaan semakin mengembangkan usahanya dan
membuka anak perusahaan ditempat yang memiliki permintaan yang tinggi untuk
menunjang kegiatan produksi perusahaan induk.
Masalah yang dihadapi perusahaan multinasional karena perkembangan
perekonomian didunia ini yaitu perbedaan tarif pajak yang berlaku disetiap
negara. Persoalan pokok yang dihadapi perusahaan yang dihadapi perusahaan
multinasional tersebut sehubungan dengan investasi asing, salah satunya adalah
transfer pricing. Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam
menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak
berwujud, atau pun transaksi financial yang di lakukan oleh perusahaan. Tujuan
utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja
perusahaan, akan tetapi transfer pricing sering digunakan untuk perusahaan
multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar melalui
rekayasa harga transfer antar divisi. Transfer pricing menimbulkan banyak
1
masalah, dan akan sulit menyelesaikan masalah tersebut, antara lain menyangkut
bea cukai, ketentuan anti dumping, dan persaingan usaha tidak sehat.
Perusahaan dapat menghindari pembebanan pajak berganda dengan transfer
pricing, tetapi transfer pricing juga terbuka untuk penyalahgunaan. Hal ini dapat
digunakan untuk mengalihkan keuntungan ke negara yang tarif pajaknya rendah,
dengan memaksimalkan beban, dan pada akhirnya pendapatan. Dua hal mendasar
yang harus diperhatikan otoritas fiskal agar koreksi pajak terhadap dugaan
transfer pricing mendapat justifikasi yang kuat, yaitu: afiliasi (associated
enterprices) atau hubungan istimewa (special relationship), dan kewajaran atau
arm’s length principle (Bakti; 2002). Arm’s length principle adalah prinsip yang
mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa sama atau sebanding dengan kondisi
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
yang menjadi pembanding.
Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intracompany transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer
pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya
sendiri bisa di lakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun
dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).
2
Seringkali istilah transfer pricing di konotasikan dengan sesuatu yang tidak
baik (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan
dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang lebih rendah
sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan tersebut. Manupulasi
harga yang dapat dulakukan dengan transfer pricing antara lain manupulasi pada:
- Harga penjualan
- Harga pembelian
- Alokasi biaya administrasi dan umum ataupun pada biaya overhead
- Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham
(shareholder loan)
- Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalty, imbalan atas jasa
manajemen, imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya
- Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar
-
Penjualan kepada pihak luar negri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak
mempunyai substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company
atau reinvoicing center)
Transfer
pricing
biasanya
ditetapkan untuk produk-produk antara
(intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok
oleh divisi penjual kepada divisi pembeli. Pasal 1 ayat (8) Peraturan Direktur
Jendral Pajak Nomor PER-43/PJ./2010 yang diubah terakhir dengan PER-
3
32/PJ./2011, mendefinisikan penentuan harga transfer (transfer pricing) sebagai
“penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa” menurut Desriana (2012) dalam Kiswanto dan Purwaningsih (2014).
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008, hubungan istimewa dianggap ada
apabila (Barata, 2011: 147-148):
1) Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% pada wajib pajak lainnya; hubungan antara wajib
pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau
lebih ; atau hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut
terakhir.
2) Wajib pajak yang menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih
wajib pajak yang berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung.
3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan dan/atau ke samping satu derajad.
Terdapat perbedaan definisi pihak-pihak berelasi atau pihak mempunyai
hubungan istimewa yang diatur dalam regulasi perpajakan dengan definisi yang
diatur dalam PSAK No.7 (revisi 2010) tentang Pengungkapan Pihak-Pihak
Berelasi. Pada paragraph 9 dari PSAK No.7 (revisi 2010) ini pihak-pihak berelasi
didefinisikan sebagai: “orang atau entitas yang terkait dengan entitas tertentu
dalam menyiapkan laporan keuangannya (dalam pernyataan ini dirujuk sebagai
“entitas pelapor”)”.
4
Menurut Suandy (2002), penelitian akhir – akhir ini telah menemukan
bahwa lebih dari 80% perusahaan – perusahaan multinasional (MNC) melihat
harga transfer (transfer pricing) sebagai suatu isu utama pajak internasional, dan
lebih dari setengah perusahaan mengatakan bahwa isu ini penting. Hal ini tidak
terlepas dari semakin berkembangnya globalisasi ekonomi yang ditandai dengan
munculnya banyak perusahaan multinasional (Multinational Enterprise) yang
beroperasi di manca negara.
Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu adanya kasus transfer pricing pada
PT. Adaro Indonesia dengan anak perusahaannya yaitu Coaltrade services
International Pte Ltd, telah menunjukan adanya indikasi penyalahgunaan sistem
harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. System harga transfer
sejatinya adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar
divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual dan biaya divisi pembeli.
Terkadang hal itu juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan –
keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Praktik yang dilakukan oleh perusahaan multinasonal sering tidak sesuai
dengan apa yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme
system harga transfer yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik
transfer pricing ini hanya untuk menghindari pemungutan pajak dalam negri
sehingga penghasilan perusahaan atau pemegang saham menjadi lebih besar.
5
Seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan namun
dalam kasus PT. Adaro Indonesia praktik transfer pricing dilakukan untuk
memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar –
besarnya bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika
para pemegang saham ini memfokuskan pada keuntungan individu tanpa
memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari dilaksanakannya system
harga transfer inipun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer yang
dijalankan pun menjadi disfungsional.
Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara PT. Andaro Indonesia
dengan anak perusahaannya apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara
secara internasional sebenarnya juga telah melanggar UU perpajakan yang berlaku
di Indonesia. Dalam pasal 2 ayat (1) Undang – undang perpajakan No.11 tentang
Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur tentang transaksi yang berhubungan
dengan transfer pricing.
Oleh karena itu sebenarnya di butuhkan peran langsung dari pemerintah
untuk mencegah terjadinya kasus PT. Adaro ini di perusahaan – perusahaan besar
di Indonesia lainnya. Apabila pemerintah kurang tanggap dalam mengantisipasi
praktik-praktik penyalahgunaan sisten harga transfer ini maka sangat wajar bila
kedepannya pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang karena
perusahaan- perusahaan yang lain tentunya juga akan meniru cara yang dilakukan
PT. Adaro Indonesia.
6
Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi cenderung terlibat dalam
transaksi atau skema yang dirancang untuk menghindari pajak perusahaan. Dalam
hal transfer pricing, perusahaan lebih menguntungkan dapat menyesuaikan harga
pengalihan untuk mengurangi (peningkatan) keuntungan dalam pajak tinggi
(pajak rendah).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi, Yuniadi, dan Suhartini
(2016) dengan judul Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive dan Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Indikasi Melakukan Transfer Pricing Pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Pada Bursa
Efek Indonesia Yang Berkaitan Dengan Perusahaan Asing). Hasil penelitian
menunjukan bahwa variable pajak menunjukan pengaruh positif signifikan
terhadap indikasi melakukan transfer pricing. Dimana transaksi transfer pricing
yang di lakukan dengan perusahaan afiliasi berada di luar batas negara digunakan
sebagai salah satu cara perencanaan pajak. Perusahaan mengalihkan kekayaan ke
perusahaan lain yang berada di luar Indonesia dengan cara transfer pricing,
sehingga laba berkurang dan pajak yang dibayarkan juga berkurang. Lalu variable
tunneling incentive menunjukan pengaruh positif yang signifikan terhadap
indikasi melakukan transaksi transfer pricing dimana perusahaan sampel dengan
kepemilikan terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak cenderung melakukan
tunneling melalui transfer pricing di dalamnya. Tujuannya untuk meningkatkan
laba bagi pemegang saham mayoritas yang menyebabkan kerugian
bagi
pemegang saham minoritas. Namun hasil variable good corporate governance
menunjukan pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indikasi melakukan
7
transfer pricing, dimana perusahaan tidak mempertimbangkan tata kelola
perusahaan yang baik sebagai dasar penentuan kegiatan transfer pricing.
Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Marfuah dan Andri puren noor
azizah (2014) yang meneliti pengaruh pajak, tunneling incentive dan exchange
rate pada keputusan transfer pricing perusahaan bahwa hasil analisis regresi
logistic disimpulkan bahwa semakin tinggi tarif pajak yang di kenakan maka akan
menurunkan keputusan transfer pricing perusahaan atau sebaliknya.
Selain motivasi pajak, keputusan untuk melakukan transfer pricing juga
dipengaruhi oleh kepemilikan saham. Struktur kepemilikan di Indonesia
terkonsentrasi pada sedikit pemilik sehingga terjadi konflik keagenan antara
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Kepemilikan
saham di Indonesia cenderung terkonsentrasi menyebabkan munculnya pemegang
saham pengendali dan minoritas.
Munculnya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan
pemegang saham minoritas ini disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama,
pemegang saham mayoritas terlibat dalam manajemen sebagai direksi atau
komisaris yang kemungkinan besar melakukan ekspropriasi terhadap pemegang
saham minoritas. Kedua, hak suara yang dimiliki pemegang saham mayoritas
melebihi hak atas aliran kasnya, karena adanya kepemilikan saham. Bentuk
kepemilikan seperti ini akan mendorong pemegang saham mayoritas untuk
mengutamakan kepentingan mereka sendiri yang sangat berbeda dengan
kepentingan investor dan stakeholder lain. Ketiga, pemegang saham mayoritas
8
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi manajemen dalam membuat
keputusan-keputusan
yang
hanya
memaksimumkan
kepentingannya
dan
merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Keempat, lemahnya
perlindungan hak-hak pemegang saham minoritas, mendorong pemegang saham
mayoritas untuk melakukan tunneling yang merugikan pemegang saham
minoritas. Contoh tunneling adalah tidak membagikan dividen, menjual aset atau
sekuritas dari perusahaan yang mereka kontrol ke perusahaan lain yang mereka
miliki dengan harga di bawah harga pasar, dan memilih anggota keluarganya yang
tidak memenuhi kualifikasi untuk menduduki posisi penting di perusahaan.
Tunneling dapat berupa transfer ke perusahaan induk yang dilakukan
melalui transaksi pihak terkait atau pembagian dividen. Transaksi pihak terkait
lebih umum digunakan untuk tujuan tersebut daripada pembayaran dividen karena
perusahaan yang terdaftar di Bursa harus mendistribusikan dividen kepada
perusahaan induk dan pemegang saham minoritas lainnya. Pemegang saham
minoritas perusahaan yang terdaftar sering dirugikan ketika harga transfer
menguntungkan perusahaan induk atau pemegang saham pengendali.
Beberapa penelitian tentang tunneling incentive telah dilakukan. Yuniasih et
al., (2012) menemukan bahwa terjadi tunneling oleh pemilik mayoritas terhadap
pemilik minoritas melalui strategi merger dan akuisisi. Hartati et al., (2014)
menjelaskan bahwa tunneling incentive adalah suatu perilaku dari pemegang
saham mayoritas yang mentransfer asset dan laba perusahaan demi kuntungan
mereka sendiri, tetapi pemegang biaya di bebankan kepada pemegang saham
minoritas.
9
Tabel 1.1
Research Gap
NO
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Variabel
1
2
3
4
Pajak
Tunneling
Incentive
kepemilikan
asing
mekanisme
bonus
Yuniasih, N.
W., N. K.
Rasmini, dan
M. G.
Wirakusuma.
(2012)
B
Marfuah,
dan Andri
Puren
Noor
Azizah
(2014)
B
B
B
Kriswanto,
Nancy dan
Purwaningsih,
Anna (2014)
windha
hartati,
desmiyawati,
nur azlina
(2014)
Dwi,
Yuniadi,
dan
Suhartini
(2016)
B
B
B
B
B
B
Variabel pajak di teliti oleh yuniasih et al (2012), Hartati et al (2014) dalam
penelitiannya menggunakan analisis regresi logistic menunjukan hasil yang
signifikan terhadap keputusan transfer pricing. Penelitian lain juga dilakukan oleh
Marfuah et al (2014), Nancy etal (2014), dan Yuniasih et al (2016) juga
menunjukan hasil yang signifikan terhadap keputusan melakukan transfer pricing.
Variabel tunneling incentive menunjukan hasil yang signifikan berpengaruh
terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing dalam
penelitian yang di lakukan oleh Yunisasih et al (2014), Marfuah et al (2014),
Yuniadi et al (2016).
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan seluruh perusahaan go
publik yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015, namun kecuali
sektor keuangan. Alasannya karena praktek transfer pricing ini terjadi khususnya
dalam perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki anak perusahaan di
10
luar negeri. Penggunaan sampel selama 3 tahun cukup untuk menggambarkan
tentang kondisi perusahaan di Indonesia yang melakukan praktek transfer pricing.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji
kembali pada perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian terdahulu memunculkan faktor lain yang berpengaruh terhadap transfer
pricing yaitu debt mekanisme bonus sedangkan dalam penelitian saat ini hanya
terkonsentrasi pada variabel independen pajak dan tunneling incentive.
Penelitian ini akan menguji kembali pengaruh pajak dan tunneling incentive
pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Sebagai pembeda
dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh hartati et al (2014) penelitian ini
menggunakan
variabel
independen
pajak
dan
tunneling
incentive
dan
menggunakan periode tahun 20133-2015. Penelitian ini juga menggunakan
seluruh perusahaan go publik yang listing di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel
terkecuali sektor keuangan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan
mengambil judul “Pengaruh Pajak dan Tunneling Incentive Pada Keputusan
Transfer Pricing Perusahaan”.
1.2.
Rumusan Masalah
Astuti (2008) dalam Nancy et al (2014) mengistilahkan transfer pricing
sebagai harga transfer atas harga jual barang, jasa, dan harta tidak berwujud
kepada anak perusahaan atau kepada pihak yang berelasi atau mempunyai
hubungan istimewa yang berlokasi di berbagai negara. Menurut Plasschaet,
11
definisi transfer pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis
dengan maksut mengurangi laba, membuat seolah-olah perusahaan rugi,
menghindari pajak atau bea di suatu negara. Rekayasa tersebut bisa memanfaatkan
tarif pajak di suatu negara dengan menggeser laba tersebut ke tarif pajak yang
lebih rendah (Gunadi,1994:9 dalam Yuniasih dkk, 2011)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuniasih, N. W., N. K. Rasmini, dan
M. G. Wirakusuma. (2012) dimana hasil penelitian menyebutkan bahwa pajak dan
tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan perusahaan untuk
melakukan transfer pricing. Berdasarkan latar belakang yang di paparkan di atas
bahwa transfer pricing merupakan masalah penghindaran pajak yang terjadi pada
perusahaan di Indonesia, maka penelitian ini akan mengkaji mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan transfer pricing
sehingga masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pajak berpengaruh terhadap transfer pricing?
2. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing?
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Bagian ini menjelaskan secara rinci tujuan di lakukannya penelitian serta manfaat
dari hasil penelitian yang di peroleh. Tujuan dan manfaat penelitian di harapkan
sebagai berikut.
12
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini akan menguji faktor-faktor penentu yang mempengaruhi transfer
pricing. Menguji apakah pajak akan berpengaruh positif terhadap transfer pricing,
dan selanjutnya menguji apakah tunneling intensive akan berpengaruh positive
terhadap transfer pricing. Selain itu menguji apakah ukuran perusahaan dan sektor
industry mengkontrol hubungan antara faltor-faktor penentu transfer pricing.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1
Membuktikan secara empiris pengaruh pajak terhadap transfer pricing
2
Membuktikan secara empiris pengaruh tunneling incentive terhadap
transfer pricing
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi sebagai berikut:

Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan bagi perkembangan studi akuntansi dan pajak
dengan memberikan gambaran faktor yang mempengaruhi perusahaan mengambil
keputusan untuk melakukan transfer pricing, khususnya perusahaan di Indonesia.
Menambah referensi untuk penelitian dimasa yang akan datang.
13

Manfaat Praktis
Memberikan gambaran kepada pemerintah, pajak dan tunneling incentive
mempengaruhi perusahaan untuk mengambil keputusan melakukan transfer
pricing.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Penelitian
a) Variabel Bebas (Independent variable)
Variabel Independen adalah variable yang mempengaruhi variabel dependen
baik itu secara positif maupun negative. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah pajak
(TAX),
tunneling intencive
(TUNNELING).
Menggunakan
pengukuran yang sama dalam penelitian yang di lakukan oleh (Marfuah & Andri
Puren Noor Azizah, 2014), variable yang akan di ukur berdasarkan:
1) Pajak
Pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan effective tax rate yang
merupakan perbandingan tax expense dikurangi differed tax expense dibagi
dengan laba kena pajak (Stickney and McGee, 1982; Nainggolan, 2008; serta
Dyreng et. al., 2010).
48
2) Tunneling Incentive
Tunneling incentive diproksikan dengan persentase kepemilikan saham di
atas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing. Kriteria
struktur kepemilikan terkonsentrasi didasarkan pada UU Pasar Modal No. IX.H.1,
yang menjelaskan pemegang saham pengendali adalah pihak yang memiliki
saham atau efek yang bersifat ekuitas sebesar 20% atau lebih (Mutamimah, 2008).
PSAK No. 15 juga menyatakan bahwa tentang pengaruh signifikan yang dimiliki
oleh pemegang saham dengan persentase 20% atau lebih.
b) Variabel Tergantung / Variabel Terikat (dependent variable)
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah transfer
pricing . Transfer pricing diukur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak
berelasi (related party transaction/RPT), yang menurut PSAK no. 7 merupakan
pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan.
Transaksi hubungan istimewa dalam penelitian ini adalah transaksi pembelian dan
penjualan pihak hubungan istimewa.
Transfer pricing dihitung dengan pendekatan dikotomi yaitu dengan melihat
keberadaan penjualan kepada pihak berelasi dan pembelian kepada pihak yang
berelasi. Perusahaan yang melakukan penjualan kepada pihak berelasi diberi nilai
1 dan yang tidak diberi nilai 0 (Yuniasih, 2012). Sedangkan perusahaan yang
melakukan pembelian kepada pihak berelasi diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai 0.
49
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik
(Binary Logistic Regresion). Teknik ini digunakan karena variabel terikat dalam
penelitian ini yaitu transfer pricing bersifat dikotomus atau merupakan variabel
dummy.
Keterangan:
Y
= transfer pricing
= Konstanta
= Koefisien regresi
= pajak
= tunneling excentive
e
= Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian ini
3.1.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
NO
NAMA
VARIABEL
1 Transfer
pricing
DEFINISI VARIABEL
INDIKATOR
SUMBER
suatu rekayasa manipulasi
harga secara sistematis
dengan maksut mengurangi
laba artificial, membuat
seolah-olah perusahaan rugi,
menghindari pajak atau bea
di suatu negara.
Ada tidaknya
transaksi kepada
pihak yang
memiliki
hubungan
istimewa yang
tercantum pada
laporan
keuangan
perusahaan
(Gunadi,
1994:9
dalam
Yuniasih
dkk, 2011)
50
NO
NAMA
VARIABEL
2 Pajak
3 Tunneling
incentive
INDIKATOR
SUMBER
iuran wajib rakyat kepada
Negara yang dapat
dipaksakan menurut
undang-undang dan dengan
tidak mendapatkan kontra
prestasi secara langsung.
Pajak juga merupakan
sebuah hak prerogatif
pemerintah dimana akan
dipergunakan secara bijak
untuk mencapai
kesejahteraan umum
Jumlah beban
pajak dibagi
dengan laba
sebelum pajak
dalam tahun
tersebut yang
tercantum pada
laporan laba
/rugi
komprehensif
(Janatun,20
12)
aktivitas pengalihan asset
dan keuntungan keluar
perusahaan untuk
kepentingan pemegang
saham pengendali
perusahaan
Tunneling
incentive diukur
dengan
menggunakan
persentase
kepemilikan
saham di atas
20% sebagai
pemegang
saham
pengendali oleh
perusahaan
asing.
(Johnson,
2000)
DEFINISI VARIABEL
3.2 Obyek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel
3.2.1. Obyek Penelitian dan Unit Sampel
Objek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan go public yang terdaftar
di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan
yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Populasi penelitian ini yaitu perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
51
Unit sampel dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan
tahunan dan laporan keuangan perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di
Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013-2015 dan dapat di
akses melalui www.idx.co.id atau dari website masing-masing perusahaan.
3.2.2. Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini yaitu perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar
di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah purposive sampling.
Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1) Perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali
perusahaan yang bergerak di sektor keuangan selama tahun 2013-2015.
2) Perusahaan sampel menyajikan laporan keuangan perusahaan untuk
pelaporan tahun 2013 sampai dengan 2015.
3) Perusahaan sampel yang di kendalikan oleh perusahaan asing dengan
kepemilikan 20% atau lebih.
4) Perusahaan sampel tidak mengalami kerugian selama periode pengamatan.
5) Perusahaan yang menyajikan laporan tahunan dalam satu jenis mata uang
yaitu rupiah.
52
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis Data
Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013-2015.
3.3.2.
Sumber Data
Data yang di gunakan berupa laporan tahunan dan laporan keuangan
perusahaan-perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali
perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode tahun 2013-2015 dan dapat di akses melalui
www.idx.co.id atau dari website masing-masing perusahaan. Setelah memperoleh
daftar perusahaan selama periode 2013-2015 dari IDX Fact Book tahun 20132015, kemudian mengakses laporan keuangan tahunannya dan mengumpulkan
data yang di butuhkan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode
dokumentasi,yaitu pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang sudah ada.
Setelah memperoleh daftar perusahaan selama periode 2013-2015 dari IDX Fact
Book tahun 2013-2015, kemudian mengakses laporan keuangan tahunannya dan
mengumpulkan data yang di butuhkan.
53
3.5 Metode Analisis
3.5.1
Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2015). Dengan statistik deskriptif
variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian akan dijelaskan. Selain itu,
statistik deskriptif juga akan menyajikan ukuran-ukuran numerik yang penting
bagi data sampel. Uji statistik deskriptif tersebut dilakukan dengan program SPSS
22.
3.5.2
Analisis Regresi Logistik
Uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik. Analisis regresi
logistik (Binary Logistic Regresion) merupakan alat analisis yang digunakan
untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen, dalam hal ini variabel dependennya dalam bersifat dikotomus atau
merupakan variabel dummy. Variable dikotomik/biner adalah variabel yang hanya
mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses
(Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0).
Dalam analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas,
heteroskedasitas, dan uji asumsi klasik (Ghozali, 2015). Karena didalam analisis
regresi logistik dihasilkan suatu analisis model fit yang menggambarkan apakah
data dari penelitian ini baik untuk digunakan dalam penelitian. Namun sebelum
54
melakukan pengujian hipotesis, maka perlu dilakukan uji overall model fit dan
analisis uji kelayakan model regresi.
3.5.3
Koefisien Determinasi (Negelkerle R Square)
Negelkerle R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell’s
yang memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1). Tujuan
dari pengujian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kombinasi variabel
independen. Hal ini dilakukan dengan cara membagi Cox dan Snell’s R square
dengan nilai maksimumnya. Nilai Negerkerke’s R Square dapat disimpulkan
seperti dalam analisa regresi berganda, yaitu nilai R Square tersebut
memperlihatkan berapa besar variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan variabel dependen.
3.5.4 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Kelayakan model regresi logistik dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
dilakukan untuk melakukan penelitian mengenai model yang dihipotesiskan agar
data empiris sesuai atau cocok dengan model. Regresi logistik merupakan regresi
yang telah mengalami modifikasi, sehingga karakteristik yang ada juga tidak sama
lagi dengan model regresi sederhana atau berganda.
55
3.4.5
Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Menilai keseluruhan model (Overall model fit) dengan menggunakan Log
Likehood value (nilai-2LL), yaitu dengan cara membandingkan antara nilai-2LL.
Block Number = 0> dari pada nilai Block Number =1, maka menunjukan model
regresi yang baik. Log likehood pada regresi logistic, mirip dengan pengertian
“Sum of Square Eror” pada model regresi, hal ini mengindikasikan penurunan
nilai log likehood menunjukan model yang semakin baik atau dengan kata lain
model yang model yang dihipotesiskan fit dengan data.
3.4.6 Pengujian Hipotesis (Omnibus test of Model Coeficient)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel – variabel
independen yang terdiri dari pajak dan tunneling incentive secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu transfer pricing.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai
probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi (α). Untuk menentukan penerimaan
atau penolakan H0 didasarkan pada tingkat signifikasi (α) 5%.
56
Download