BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia telah berkembang pesat karena era globalisasi ini. Perusahaan multinasional saling bersaing ketat untuk menghasilkan produk dengan harga yang murah. Tinggat konsumsi masyarakat yang tinggi lalu menaikkan laba yang didapatkan oleh perusahaan. Permintaan barang yang semakin tinggi membuat perusahaan semakin mengembangkan usahanya dan membuka anak perusahaan ditempat yang memiliki permintaan yang tinggi untuk menunjang kegiatan produksi perusahaan induk. Masalah yang dihadapi perusahaan multinasional karena perkembangan perekonomian didunia ini yaitu perbedaan tarif pajak yang berlaku disetiap negara. Persoalan pokok yang dihadapi perusahaan yang dihadapi perusahaan multinasional tersebut sehubungan dengan investasi asing, salah satunya adalah transfer pricing. Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi financial yang di lakukan oleh perusahaan. Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan, akan tetapi transfer pricing sering digunakan untuk perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar melalui rekayasa harga transfer antar divisi. Transfer pricing menimbulkan banyak 1 masalah, dan akan sulit menyelesaikan masalah tersebut, antara lain menyangkut bea cukai, ketentuan anti dumping, dan persaingan usaha tidak sehat. Perusahaan dapat menghindari pembebanan pajak berganda dengan transfer pricing, tetapi transfer pricing juga terbuka untuk penyalahgunaan. Hal ini dapat digunakan untuk mengalihkan keuntungan ke negara yang tarif pajaknya rendah, dengan memaksimalkan beban, dan pada akhirnya pendapatan. Dua hal mendasar yang harus diperhatikan otoritas fiskal agar koreksi pajak terhadap dugaan transfer pricing mendapat justifikasi yang kuat, yaitu: afiliasi (associated enterprices) atau hubungan istimewa (special relationship), dan kewajaran atau arm’s length principle (Bakti; 2002). Arm’s length principle adalah prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding. Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intracompany transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri bisa di lakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing). 2 Seringkali istilah transfer pricing di konotasikan dengan sesuatu yang tidak baik (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan tersebut. Manupulasi harga yang dapat dulakukan dengan transfer pricing antara lain manupulasi pada: - Harga penjualan - Harga pembelian - Alokasi biaya administrasi dan umum ataupun pada biaya overhead - Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan) - Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalty, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya - Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar - Penjualan kepada pihak luar negri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company atau reinvoicing center) Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada divisi pembeli. Pasal 1 ayat (8) Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-43/PJ./2010 yang diubah terakhir dengan PER- 3 32/PJ./2011, mendefinisikan penentuan harga transfer (transfer pricing) sebagai “penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa” menurut Desriana (2012) dalam Kiswanto dan Purwaningsih (2014). Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008, hubungan istimewa dianggap ada apabila (Barata, 2011: 147-148): 1) Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lainnya; hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih ; atau hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir. 2) Wajib pajak yang menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak yang berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung. 3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan dan/atau ke samping satu derajad. Terdapat perbedaan definisi pihak-pihak berelasi atau pihak mempunyai hubungan istimewa yang diatur dalam regulasi perpajakan dengan definisi yang diatur dalam PSAK No.7 (revisi 2010) tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi. Pada paragraph 9 dari PSAK No.7 (revisi 2010) ini pihak-pihak berelasi didefinisikan sebagai: “orang atau entitas yang terkait dengan entitas tertentu dalam menyiapkan laporan keuangannya (dalam pernyataan ini dirujuk sebagai “entitas pelapor”)”. 4 Menurut Suandy (2002), penelitian akhir – akhir ini telah menemukan bahwa lebih dari 80% perusahaan – perusahaan multinasional (MNC) melihat harga transfer (transfer pricing) sebagai suatu isu utama pajak internasional, dan lebih dari setengah perusahaan mengatakan bahwa isu ini penting. Hal ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya globalisasi ekonomi yang ditandai dengan munculnya banyak perusahaan multinasional (Multinational Enterprise) yang beroperasi di manca negara. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu adanya kasus transfer pricing pada PT. Adaro Indonesia dengan anak perusahaannya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah menunjukan adanya indikasi penyalahgunaan sistem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. System harga transfer sejatinya adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual dan biaya divisi pembeli. Terkadang hal itu juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan – keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Praktik yang dilakukan oleh perusahaan multinasonal sering tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme system harga transfer yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk menghindari pemungutan pajak dalam negri sehingga penghasilan perusahaan atau pemegang saham menjadi lebih besar. 5 Seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan namun dalam kasus PT. Adaro Indonesia praktik transfer pricing dilakukan untuk memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika para pemegang saham ini memfokuskan pada keuntungan individu tanpa memperhatikan keuntungan perusahaan, maka tujuan dari dilaksanakannya system harga transfer inipun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer yang dijalankan pun menjadi disfungsional. Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara PT. Andaro Indonesia dengan anak perusahaannya apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasional sebenarnya juga telah melanggar UU perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam pasal 2 ayat (1) Undang – undang perpajakan No.11 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur tentang transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Oleh karena itu sebenarnya di butuhkan peran langsung dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus PT. Adaro ini di perusahaan – perusahaan besar di Indonesia lainnya. Apabila pemerintah kurang tanggap dalam mengantisipasi praktik-praktik penyalahgunaan sisten harga transfer ini maka sangat wajar bila kedepannya pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang karena perusahaan- perusahaan yang lain tentunya juga akan meniru cara yang dilakukan PT. Adaro Indonesia. 6 Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi cenderung terlibat dalam transaksi atau skema yang dirancang untuk menghindari pajak perusahaan. Dalam hal transfer pricing, perusahaan lebih menguntungkan dapat menyesuaikan harga pengalihan untuk mengurangi (peningkatan) keuntungan dalam pajak tinggi (pajak rendah). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi, Yuniadi, dan Suhartini (2016) dengan judul Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive dan Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Indikasi Melakukan Transfer Pricing Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Yang Berkaitan Dengan Perusahaan Asing). Hasil penelitian menunjukan bahwa variable pajak menunjukan pengaruh positif signifikan terhadap indikasi melakukan transfer pricing. Dimana transaksi transfer pricing yang di lakukan dengan perusahaan afiliasi berada di luar batas negara digunakan sebagai salah satu cara perencanaan pajak. Perusahaan mengalihkan kekayaan ke perusahaan lain yang berada di luar Indonesia dengan cara transfer pricing, sehingga laba berkurang dan pajak yang dibayarkan juga berkurang. Lalu variable tunneling incentive menunjukan pengaruh positif yang signifikan terhadap indikasi melakukan transaksi transfer pricing dimana perusahaan sampel dengan kepemilikan terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak cenderung melakukan tunneling melalui transfer pricing di dalamnya. Tujuannya untuk meningkatkan laba bagi pemegang saham mayoritas yang menyebabkan kerugian bagi pemegang saham minoritas. Namun hasil variable good corporate governance menunjukan pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indikasi melakukan 7 transfer pricing, dimana perusahaan tidak mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik sebagai dasar penentuan kegiatan transfer pricing. Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Marfuah dan Andri puren noor azizah (2014) yang meneliti pengaruh pajak, tunneling incentive dan exchange rate pada keputusan transfer pricing perusahaan bahwa hasil analisis regresi logistic disimpulkan bahwa semakin tinggi tarif pajak yang di kenakan maka akan menurunkan keputusan transfer pricing perusahaan atau sebaliknya. Selain motivasi pajak, keputusan untuk melakukan transfer pricing juga dipengaruhi oleh kepemilikan saham. Struktur kepemilikan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik sehingga terjadi konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Kepemilikan saham di Indonesia cenderung terkonsentrasi menyebabkan munculnya pemegang saham pengendali dan minoritas. Munculnya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas ini disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama, pemegang saham mayoritas terlibat dalam manajemen sebagai direksi atau komisaris yang kemungkinan besar melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Kedua, hak suara yang dimiliki pemegang saham mayoritas melebihi hak atas aliran kasnya, karena adanya kepemilikan saham. Bentuk kepemilikan seperti ini akan mendorong pemegang saham mayoritas untuk mengutamakan kepentingan mereka sendiri yang sangat berbeda dengan kepentingan investor dan stakeholder lain. Ketiga, pemegang saham mayoritas 8 mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang hanya memaksimumkan kepentingannya dan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Keempat, lemahnya perlindungan hak-hak pemegang saham minoritas, mendorong pemegang saham mayoritas untuk melakukan tunneling yang merugikan pemegang saham minoritas. Contoh tunneling adalah tidak membagikan dividen, menjual aset atau sekuritas dari perusahaan yang mereka kontrol ke perusahaan lain yang mereka miliki dengan harga di bawah harga pasar, dan memilih anggota keluarganya yang tidak memenuhi kualifikasi untuk menduduki posisi penting di perusahaan. Tunneling dapat berupa transfer ke perusahaan induk yang dilakukan melalui transaksi pihak terkait atau pembagian dividen. Transaksi pihak terkait lebih umum digunakan untuk tujuan tersebut daripada pembayaran dividen karena perusahaan yang terdaftar di Bursa harus mendistribusikan dividen kepada perusahaan induk dan pemegang saham minoritas lainnya. Pemegang saham minoritas perusahaan yang terdaftar sering dirugikan ketika harga transfer menguntungkan perusahaan induk atau pemegang saham pengendali. Beberapa penelitian tentang tunneling incentive telah dilakukan. Yuniasih et al., (2012) menemukan bahwa terjadi tunneling oleh pemilik mayoritas terhadap pemilik minoritas melalui strategi merger dan akuisisi. Hartati et al., (2014) menjelaskan bahwa tunneling incentive adalah suatu perilaku dari pemegang saham mayoritas yang mentransfer asset dan laba perusahaan demi kuntungan mereka sendiri, tetapi pemegang biaya di bebankan kepada pemegang saham minoritas. 9 Tabel 1.1 Research Gap NO Peneliti dan Tahun Penelitian Variabel 1 2 3 4 Pajak Tunneling Incentive kepemilikan asing mekanisme bonus Yuniasih, N. W., N. K. Rasmini, dan M. G. Wirakusuma. (2012) B Marfuah, dan Andri Puren Noor Azizah (2014) B B B Kriswanto, Nancy dan Purwaningsih, Anna (2014) windha hartati, desmiyawati, nur azlina (2014) Dwi, Yuniadi, dan Suhartini (2016) B B B B B B Variabel pajak di teliti oleh yuniasih et al (2012), Hartati et al (2014) dalam penelitiannya menggunakan analisis regresi logistic menunjukan hasil yang signifikan terhadap keputusan transfer pricing. Penelitian lain juga dilakukan oleh Marfuah et al (2014), Nancy etal (2014), dan Yuniasih et al (2016) juga menunjukan hasil yang signifikan terhadap keputusan melakukan transfer pricing. Variabel tunneling incentive menunjukan hasil yang signifikan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing dalam penelitian yang di lakukan oleh Yunisasih et al (2014), Marfuah et al (2014), Yuniadi et al (2016). Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan seluruh perusahaan go publik yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015, namun kecuali sektor keuangan. Alasannya karena praktek transfer pricing ini terjadi khususnya dalam perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki anak perusahaan di 10 luar negeri. Penggunaan sampel selama 3 tahun cukup untuk menggambarkan tentang kondisi perusahaan di Indonesia yang melakukan praktek transfer pricing. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji kembali pada perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian terdahulu memunculkan faktor lain yang berpengaruh terhadap transfer pricing yaitu debt mekanisme bonus sedangkan dalam penelitian saat ini hanya terkonsentrasi pada variabel independen pajak dan tunneling incentive. Penelitian ini akan menguji kembali pengaruh pajak dan tunneling incentive pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Sebagai pembeda dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh hartati et al (2014) penelitian ini menggunakan variabel independen pajak dan tunneling incentive dan menggunakan periode tahun 20133-2015. Penelitian ini juga menggunakan seluruh perusahaan go publik yang listing di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel terkecuali sektor keuangan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan mengambil judul “Pengaruh Pajak dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan”. 1.2. Rumusan Masalah Astuti (2008) dalam Nancy et al (2014) mengistilahkan transfer pricing sebagai harga transfer atas harga jual barang, jasa, dan harta tidak berwujud kepada anak perusahaan atau kepada pihak yang berelasi atau mempunyai hubungan istimewa yang berlokasi di berbagai negara. Menurut Plasschaet, 11 definisi transfer pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksut mengurangi laba, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara. Rekayasa tersebut bisa memanfaatkan tarif pajak di suatu negara dengan menggeser laba tersebut ke tarif pajak yang lebih rendah (Gunadi,1994:9 dalam Yuniasih dkk, 2011) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuniasih, N. W., N. K. Rasmini, dan M. G. Wirakusuma. (2012) dimana hasil penelitian menyebutkan bahwa pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Berdasarkan latar belakang yang di paparkan di atas bahwa transfer pricing merupakan masalah penghindaran pajak yang terjadi pada perusahaan di Indonesia, maka penelitian ini akan mengkaji mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan transfer pricing sehingga masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pajak berpengaruh terhadap transfer pricing? 2. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Bagian ini menjelaskan secara rinci tujuan di lakukannya penelitian serta manfaat dari hasil penelitian yang di peroleh. Tujuan dan manfaat penelitian di harapkan sebagai berikut. 12 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini akan menguji faktor-faktor penentu yang mempengaruhi transfer pricing. Menguji apakah pajak akan berpengaruh positif terhadap transfer pricing, dan selanjutnya menguji apakah tunneling intensive akan berpengaruh positive terhadap transfer pricing. Selain itu menguji apakah ukuran perusahaan dan sektor industry mengkontrol hubungan antara faltor-faktor penentu transfer pricing. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Membuktikan secara empiris pengaruh pajak terhadap transfer pricing 2 Membuktikan secara empiris pengaruh tunneling incentive terhadap transfer pricing 1.3.2 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan bagi perkembangan studi akuntansi dan pajak dengan memberikan gambaran faktor yang mempengaruhi perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan transfer pricing, khususnya perusahaan di Indonesia. Menambah referensi untuk penelitian dimasa yang akan datang. 13 Manfaat Praktis Memberikan gambaran kepada pemerintah, pajak dan tunneling incentive mempengaruhi perusahaan untuk mengambil keputusan melakukan transfer pricing. 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel Penelitian a) Variabel Bebas (Independent variable) Variabel Independen adalah variable yang mempengaruhi variabel dependen baik itu secara positif maupun negative. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pajak (TAX), tunneling intencive (TUNNELING). Menggunakan pengukuran yang sama dalam penelitian yang di lakukan oleh (Marfuah & Andri Puren Noor Azizah, 2014), variable yang akan di ukur berdasarkan: 1) Pajak Pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan effective tax rate yang merupakan perbandingan tax expense dikurangi differed tax expense dibagi dengan laba kena pajak (Stickney and McGee, 1982; Nainggolan, 2008; serta Dyreng et. al., 2010). 48 2) Tunneling Incentive Tunneling incentive diproksikan dengan persentase kepemilikan saham di atas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing. Kriteria struktur kepemilikan terkonsentrasi didasarkan pada UU Pasar Modal No. IX.H.1, yang menjelaskan pemegang saham pengendali adalah pihak yang memiliki saham atau efek yang bersifat ekuitas sebesar 20% atau lebih (Mutamimah, 2008). PSAK No. 15 juga menyatakan bahwa tentang pengaruh signifikan yang dimiliki oleh pemegang saham dengan persentase 20% atau lebih. b) Variabel Tergantung / Variabel Terikat (dependent variable) Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah transfer pricing . Transfer pricing diukur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/RPT), yang menurut PSAK no. 7 merupakan pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan. Transaksi hubungan istimewa dalam penelitian ini adalah transaksi pembelian dan penjualan pihak hubungan istimewa. Transfer pricing dihitung dengan pendekatan dikotomi yaitu dengan melihat keberadaan penjualan kepada pihak berelasi dan pembelian kepada pihak yang berelasi. Perusahaan yang melakukan penjualan kepada pihak berelasi diberi nilai 1 dan yang tidak diberi nilai 0 (Yuniasih, 2012). Sedangkan perusahaan yang melakukan pembelian kepada pihak berelasi diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai 0. 49 Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik (Binary Logistic Regresion). Teknik ini digunakan karena variabel terikat dalam penelitian ini yaitu transfer pricing bersifat dikotomus atau merupakan variabel dummy. Keterangan: Y = transfer pricing = Konstanta = Koefisien regresi = pajak = tunneling excentive e = Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian ini 3.1.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel NO NAMA VARIABEL 1 Transfer pricing DEFINISI VARIABEL INDIKATOR SUMBER suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksut mengurangi laba artificial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara. Ada tidaknya transaksi kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa yang tercantum pada laporan keuangan perusahaan (Gunadi, 1994:9 dalam Yuniasih dkk, 2011) 50 NO NAMA VARIABEL 2 Pajak 3 Tunneling incentive INDIKATOR SUMBER iuran wajib rakyat kepada Negara yang dapat dipaksakan menurut undang-undang dan dengan tidak mendapatkan kontra prestasi secara langsung. Pajak juga merupakan sebuah hak prerogatif pemerintah dimana akan dipergunakan secara bijak untuk mencapai kesejahteraan umum Jumlah beban pajak dibagi dengan laba sebelum pajak dalam tahun tersebut yang tercantum pada laporan laba /rugi komprehensif (Janatun,20 12) aktivitas pengalihan asset dan keuntungan keluar perusahaan untuk kepentingan pemegang saham pengendali perusahaan Tunneling incentive diukur dengan menggunakan persentase kepemilikan saham di atas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing. (Johnson, 2000) DEFINISI VARIABEL 3.2 Obyek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel 3.2.1. Obyek Penelitian dan Unit Sampel Objek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Populasi penelitian ini yaitu perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. 51 Unit sampel dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013-2015 dan dapat di akses melalui www.idx.co.id atau dari website masing-masing perusahaan. 3.2.2. Populasi dan Penentuan Sampel Populasi penelitian ini yaitu perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan selama tahun 2013-2015. 2) Perusahaan sampel menyajikan laporan keuangan perusahaan untuk pelaporan tahun 2013 sampai dengan 2015. 3) Perusahaan sampel yang di kendalikan oleh perusahaan asing dengan kepemilikan 20% atau lebih. 4) Perusahaan sampel tidak mengalami kerugian selama periode pengamatan. 5) Perusahaan yang menyajikan laporan tahunan dalam satu jenis mata uang yaitu rupiah. 52 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013-2015. 3.3.2. Sumber Data Data yang di gunakan berupa laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan-perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indoneia kecuali perusahaan yang bergerak di sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2013-2015 dan dapat di akses melalui www.idx.co.id atau dari website masing-masing perusahaan. Setelah memperoleh daftar perusahaan selama periode 2013-2015 dari IDX Fact Book tahun 20132015, kemudian mengakses laporan keuangan tahunannya dan mengumpulkan data yang di butuhkan. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi,yaitu pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang sudah ada. Setelah memperoleh daftar perusahaan selama periode 2013-2015 dari IDX Fact Book tahun 2013-2015, kemudian mengakses laporan keuangan tahunannya dan mengumpulkan data yang di butuhkan. 53 3.5 Metode Analisis 3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2015). Dengan statistik deskriptif variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian akan dijelaskan. Selain itu, statistik deskriptif juga akan menyajikan ukuran-ukuran numerik yang penting bagi data sampel. Uji statistik deskriptif tersebut dilakukan dengan program SPSS 22. 3.5.2 Analisis Regresi Logistik Uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik (Binary Logistic Regresion) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini variabel dependennya dalam bersifat dikotomus atau merupakan variabel dummy. Variable dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Dalam analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas, heteroskedasitas, dan uji asumsi klasik (Ghozali, 2015). Karena didalam analisis regresi logistik dihasilkan suatu analisis model fit yang menggambarkan apakah data dari penelitian ini baik untuk digunakan dalam penelitian. Namun sebelum 54 melakukan pengujian hipotesis, maka perlu dilakukan uji overall model fit dan analisis uji kelayakan model regresi. 3.5.3 Koefisien Determinasi (Negelkerle R Square) Negelkerle R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell’s yang memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1). Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kombinasi variabel independen. Hal ini dilakukan dengan cara membagi Cox dan Snell’s R square dengan nilai maksimumnya. Nilai Negerkerke’s R Square dapat disimpulkan seperti dalam analisa regresi berganda, yaitu nilai R Square tersebut memperlihatkan berapa besar variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan variabel dependen. 3.5.4 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Kelayakan model regresi logistik dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dilakukan untuk melakukan penelitian mengenai model yang dihipotesiskan agar data empiris sesuai atau cocok dengan model. Regresi logistik merupakan regresi yang telah mengalami modifikasi, sehingga karakteristik yang ada juga tidak sama lagi dengan model regresi sederhana atau berganda. 55 3.4.5 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Menilai keseluruhan model (Overall model fit) dengan menggunakan Log Likehood value (nilai-2LL), yaitu dengan cara membandingkan antara nilai-2LL. Block Number = 0> dari pada nilai Block Number =1, maka menunjukan model regresi yang baik. Log likehood pada regresi logistic, mirip dengan pengertian “Sum of Square Eror” pada model regresi, hal ini mengindikasikan penurunan nilai log likehood menunjukan model yang semakin baik atau dengan kata lain model yang model yang dihipotesiskan fit dengan data. 3.4.6 Pengujian Hipotesis (Omnibus test of Model Coeficient) Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel – variabel independen yang terdiri dari pajak dan tunneling incentive secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu transfer pricing. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi (α). Untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0 didasarkan pada tingkat signifikasi (α) 5%. 56