kegureman petani :kapan bisa berubah

advertisement
CAKRAWALA
K EGUREMA N PETA NI : K A PA N BISA BERUBA H ?
Ki Demang
Pernahkah kita berpikir bahwa penyediaan pangan kita selama ini ditopang oleh puluhan juta petani gurem yang
miskin? Saat ini, mereka menghadapi masalah berupa ancaman terhadap kelangsungan proses produksinya. Secara
tak langsung, hal itu akan berimbas pada ketersediaan pangan. Angka impor beras Indonesia (1998/1999) sebesar
3.1 juta ton, menyiratkan kemerosotan proses produksi petani. Apa masalah dan ancaman yang sedang dan akan
mereka hadapi? Di tengah situasi tersebut, bagaimana masa depan mereka? Masihkah ada harapan bagi mereka
untuk bertahan?
Situasi Petani Indonesia
Kegureman
adalah
istilah
paling
tepat
untuk
menggambarkan situasi may oritas petani Indonesia saat
ini. Ciri kegureman adalah: berlahan sempit atau tuna lahan,
miskin modal dan teknologi serta kurang terdidik. Jumlah
petani gurem 1 sampai tahun 1993 diperkirakan telah
mencapai 18,7 juta rumah tangga (RT) atau sekitar 70 %
dari sekitar 27,3 juta RT pedesaan di seluruh Indonesia2.
Jumlah tersebut diperkirakan telah jauh meningkat akibat
tingginy a konv ersi lahan dari pertanian ke non-pertanian.
Proporsi lahan y ang dikuasai oleh 18,7 juta RT gurem itu,
hany a 13% dari total luas lahan y ang ada di Indonesia.
Sisany a, dikuasai oleh petani dengan pemilikan lahan 0,50,99 ha (18% dari total lahan), dan petani dengan pemilikan
lahan di atas 1 ha (69% dari total lahan y ang ada)3. Data ini
meny iratkan besarny a ketimpangan struktur penguasaan
lahan dan kesenjangan pendapatan di antara petani di
pedesaan.
Berapakah pendapatan seorang petani gurem dari usaha
land base agriculture saja? Pada tahun 1998 ini, Sebagai
gambaran, di daerah Bantul, Y ogy akarta, seorang petani
padi (sawah) y ang mengusahakan lahan seluas 1 hektar
pada panen bulan Agustus 1998 lalu hany a bisa
memperoleh hasil rata-rata sekitar 150 kg beras/ha atau
setara dengan Rp 405 000,-. Nilai ini merupakan
pendapatan selama 1 musim tanam atau selama 3 bulan.
Maka, pendapatan petani tersebut per bulan rata-rata hany a
Rp 135 000 (Kompas, 11/10/98). Nilai ini belum termasuk
curahan tenaga kerja petani selama 3 bulan y ang
seharusny a diperhitungkan sebagai komponen biay a
produksi.
Gambaran tingkat pendapatan di atas menunjukkan bahwa
petani dengan pemilikan lahan 1 ha pun jika hany a
mengandalkan pada usaha land base agriculture saja
terny ata masih tergolong penduduk miskin. Jika proporsi
petani gurem (dan buruh tani) adalah 70% dari seluruh RT
petani di Indonesia, hal ini berarti bahwa 70% petani
Indonesia tergolong penduduk y ang hidup di bawah garis
1
2
3
Istilah petani gurem yang dipakai di sini berdasarkan kriteria penguasaan lahan
oleh rumah tangga pedesaan (petani tuna lahan/buruh tani dan petani yang
menguasai lahan di bawah 0,5 ha).
Jumlah RT gurem ini merupakan rekapitulasi dari hasil Sensus Pertanian tahun
1993 (di dalam Reformasi Agraria, KPA & FE UI press, 1997). Dari 18,7 juta RT
gurem tersebut, diperkirakan 70% (13,1 juta RT) diantaranya, berada di pulau
Jawa.
Ibid
WACANA No. 13/ September - Oktober 1998
kemiskinan. Sempitny a penguasaan lahan petani makin
diperparah oleh munculny a berbagai konf lik (baca:
perebutan) tanah di berbagai tempat di Indonesia akibat
gencarny a ekspansi kaum kapitalis y ang berkolusi dengan
birokrat-penguasa dan militer (ABRI).
Keterbatasan penguasaan tanah oleh petani gurem dan
buruh tani (tuna kisma) berdampak pada rendahny a
pemilikan dan peny ediaan modal usahatani. Penguasaan
lahan y ang sempit memustahilkan mereka menjadikan
surplus produksiny a sebagai sumber kapital baik untuk
usaha land base agriculture apalagi untuk usaha lain di
bidang non-land base agriculture (peternakan dan perikanan)
maupun non-agriculture (industri kecil dan jasa non
pertanian).
Situasi di atas diperburuk oleh sulitny a petani gurem untuk
mengakses modal. Kredit BIMAS (tahun 1970-an) dan kredit
pertanian
murah-bersubsidi
lain
y ang
disediakan
pemerintah, seperti KIK, KMKP, kredit mini, dan KUT; atau
dari bank maupun lembaga keuangan lain (misalny a:
koperasi) sulit mereka peroleh. Satu-satuny a Satu-satuny a
kredit y ang mungkin diakses petani adalah Kredit Candak
Kulak (KCK) y ang jumlahny a tidak seberapa.
Dalam perolehan kredit dari institusi bank, petani gurem
biasany a terbentur pada soal ketiadaan agunan (collateral)
biasany a berupa tanah y ang cukup, suku bunga y ang
relatif tinggi serta prosedur dan birokrasi y ang bertele-tele.
Program dana hibah (grant) melalui program IDT y ang
sarat dengan KKN ny atany a belum menjangkau
spektrum petani y ang luas.
Dalam bidang produksi, masalah besar y ang dihadapi
petani adalah: ketergantunganny a pada teknologi rev olusi
hijau. Misalny a dalam hal: pemilihan pola budiday a,
penentuan jenis tanaman, dan penggunaan sarana produksi
(ketergantungan pada pupuk dan benih y ang diproduksi oleh
pabrik/industri). Ketergantungan ini sangat jelas terlihat
dalam produksi padi dan tanaman pangan lainny a.
Situasi ketergantungan ini sangat sulit dihilangkan
mengingat petani tidak puny a kemampuan (pengetahuan &
teknologi) untuk melakukan mode produksi alternatif y ang
memungkinkanny a berswaday a (mandiri) dalam peny ediaan
pupuk dan benih tanaman.
Selain masalah ketergantungan teknologi, petani juga
menghadapi pasar y ang semakin tidak memihak padany a.
Pasar semakin dikuasai oleh kaum kapitalis (pedagang),
CAKRAWALA
sedangkan petani tidak puny a kekuatan tawar untuk
mematok harga y ang lay ak dan adil sesuai dengan jerih
pay ahny a. Jika dihitung perbandingan nilai tukar traktor
dengan beras sejak 25 tahun silam misalny a, terlihat bahwa
nilai tukar hasil produksi petani terus menurun dari tahun ke
tahun.
Ditinjau dari aspek sosial-buday a, situasi hidup petani saat
ini pun mengalami kemerosotan. Petani terlihat semakin
indiv idualis, dalam arti tidak bergairah untuk hidup
berkelompok. Tradisi hidup kolektif seperti gotong roy ong
untuk mengerjakan lahan, musy awarah (rembug desa),
pemilikan serta pengelolaan permodalan dan alat produksi
secara kolektif (mis. lumbung kompos dan bank benih),
sekarang tidak ada lagi.
Keseluruhan gambaran di atas setidakny a menampakkan
suatu potret buram situasi kehidupan petani saat ini.
Ancaman Neo-Kolonialisme
Di tengah potret buram itu, ancaman maha dahsy at sedang
dihadapi petani y aitu: serbuan rezim kapitalis internasional4.
Rezim dengan ideologi pertumbuhan ekonomi ini pada
dasarny a membawa kepentingan ekspansi modal. Ekspansi
ini terjadi melalui inv estasi modal asing, penetrasi pasar
baik alat produksi maupun produk pertanian, pemberian
pinjaman luar negeri, serta penerapan kebijakan politik dan
pembangunan y ang sesuai dengan arahan rezim itu di
negara-negara dunia ketiga.
Di sektor pertanian, modus rezim tersebut terlihat dari
penguasan alat produksi, monopoli perdagangan dan
pematenan makhluk hidup (v arietas tanaman/hewan hasil
rekay asa genetika) lewat Perjanjian Perdagangan yang
terkait dengan Hak Kepemilikan Intelektual (TRIPs) dari
Badan Perdagangan Dunia (WTO).
Akibatny a terjadilah pencaplokan atau penggusuran tanahtanah produktif milik petani dengan berkedok pembangunan,
pelemahan
kemampuan
produksi
petani
dengan
menciptakan ketergantungan, serta pereduksian petani
menjadi buruh lewat pola-pola hubungan y ang menciptakan
ketergantungan y ang berkedok program agroindustri atau
transmigrasi (misalny a contract farming seperti PIR, TIR,
TRI, HTI, dll.). Semua itu identik dengan penggerogotan hak
dan kepemilikan petani atas alat dan kemampuan produksi
v italny a secara sistematis.
Represi lain lagi y ang dihadapi petani (gurem) datang dari
kebijakan (program) pertanian dan pertanahan y ang tidak
berpihak pada petani. Sampai sekarang petani masih di
bawah dominasi pemerintah lewat berbagai programny a
(BIMAS, PIR, dll.).
Melihat berbagai ancaman di atas, tampakny a masa depan
y ang suram tengah menanti petani kita y ang gurem.
Lantas, sampai kapan petani bisa bertahan hidup?
Beberapa Tawaran Solusi
4
Rezim ini terdiri dari: negara-negara kapitalis maju (tri lateral block: Eropa,
USA+Canada
&
Jepang),
perusahaan-perusahaan
multinasional dan
transnasional/lintas negara (MNC & TNC), badan keuangan dunia (IMF & Bank
Dunia), lembaga-lembaga pemuliaan benih internasional serta organisasi
perdagangan (GATT/WTO).
WACANA No. 13/ September - Oktober 1998
Kunci agar petani bisa bertahan sebenarny a terletak pada
dua hal. Pertama, mengembalikan kemampuan produksi
petani. Kedua, merebut kembali alat dan f aktor produksi
petani seperti tanah dan modal (y ang telah dirampas atau
tidak diberikan secara adil dan lay ak), serta merebut pasar.
Kedua langkah di atas sebaikny a dilakukan dengan platform
membangun kemandirian, kekuatan tawar menawar baik
secara ekonomi maupun politik, serta partisipasi petani di
segala bidang.
Bagi
petani,
pengembalian
kemampuan
produksi
sebenarny a terkait erat dengan usaha merebut alat dan
f aktor produksiny a. Bagi petani gurem dan buruh tani,
langkah merebut alat produksi dominan dapat ditempuh
dengan memperjuangkan redistribusi tanah (land reform) dan
modal (capital reform).
Walau land reform secara teoritis merupakan solusi y ang
paling logis untuk meningkatkan pendapatan petani
gurem/tuna lahan, tetapi secara praktis sulit diwujudkan.
Beberapa kendala a.l.: karakteristik daerah (Jawa dan luar
Jawa), karakteristik usahatani serta strategi pembangunan
dan kebijakan pertanahan pemerintah y ang tidak memihak
petani.
Untuk daerah di luar Jawa y ang masih luas ketersediaan
lahanny a,
land reform sangat mungkin dilakukan,
sedangkan di Jawa y ang ketersediaan tanahny a terbatas
dan tingkat kepadatan pendudukny a tinggi, land reform sulit
diwujudkan karena ada benturan kepentingan. Y ang pasti,
sampai saat ini belum terlihat upay a-upay a dan hasil
pemerintah untuk mewujudkan land reform secara
sistematis,
meny eluruh serta menjangkau populasi
may oritas petani, meski telah ada program transmigrasi.
Model ref ormasi y ang lebih tepat untuk petani di pulau Jawa
adalah ref ormasi kapital (capital reform). Lewat pro-gram ini
petani gurem dan buruh tani/ penggarap mendapatkan
akses memperoleh mo-dal untuk melakukan div ersif ikasi
usaha (selain land based agriculture), y akni di bidang nonland
based
agriculture
(peternakan dan perikanan)
atau bidang non agriculture
(industri kecil/home industry
terjadilah pencaplokan
dan usaha jasa).
Pemerintah sebenarny a, sejak
dekade
1970-an
telah
melakukan ref or-masi kapital
y ang
terus-menerus
diperbaharui
f ormatny a.
Tetapi, usa-ha tersebut terlihat
tidak membawa bany ak perubahan karena tidak berangkat
dari masalah dan kebutuhan
petani. Selain itu, ref ormasi
tersebut dilakukan seca-ra topdown dan tidak didukung oleh
pemba-ngunan
kelembagaan
ekonomi atau organisasi raky at
y ang kuat.
atau penggusuran
tanah-tanah produktif
milik petani dengan
berkedok
pembangunan,
pelemahan kemampuan
produksi petani dengan
menciptakan
ketergantungan
CAKRAWALA
‘Menciptakan pasar’ adalah langkah penting lain
untuk membangun resistensi petani menghadapi
keberadaan pasar yang tidak memihak petani. Usaha
yang dapat ditempuh adalah membangun pasar
alternatif. Lewat wahana ini kelompok petani bisa
berhubungan langsung dengan konsumen.
Dalam konteks ini, petani dapat berinisiatif untuk bersamasama membangun sistem sosial y ang bersif at komunal
(kolektif ) serta organisasi ekonomi raky at alternatif y ang
berkeadilan, anti-kapitalis (sosialis) dan keraky atan dalam
rangka memperkuat resistensi petani dalam menghadapi
situasi lokal dan global y ang tidak menguntungkan.
Selain tanah dan modal, f aktor atau alat produksi y ang
tidak kalah pentingny a untuk ‘direbut’ y aitu: ilmupengetahuan, teknologi, dan sumberday a genetik (terutama
benih). Hal ini menjadi penting untuk melepaskan petani dari
jerat ketergantungan terhadap teknologi dominan (rev olusi
hijau) dan penggunaan sarana produksi y ang merusak
lingkungan. Dalam konteks ini, pertanian organik menjadi
agenda y ang relev an untuk diperjuangkan.
‘Menciptakan pasar’ adalah langkah penting lain untuk
membangun resistensi petani menghadapi keberadaan
pasar y ang tidak memihak petani. Usaha y ang dapat
ditempuh adalah membangun pasar alternatif .
Lewat
wahana ini kelompok petani bisa berhubungan langsung
dengan konsumen.
Artiny a, petani sekaligus berperan
sebagai pedagang y ang memasarkan produkny a langsung
kepada konsumen. 5
Agenda Mendesak
Melihat kondisi petani Indonesia y ang tidak mengalami
perubahan nasib selama tiga dekade umur rejim Orde Baru --bahkan semakin dilemahkan secara poleksosbud--- maka
sudah saatny a petani dan semua elemen masy arakat y ang
peduli petani untuk mengkonsolidasikan diri, membangun
kekuatan
bersama
untuk
mempercepat
terjadiny a
perubahan-perubahan mendasar demi perbaikan kehidupan,
kesejahteraan, harga diri dan martabat kaum tani.
Perubahan memang dapat dilakukan secara indiv idual
dengan melakukan usaha-usaha pemberday aan atau
pembelaan terhadap komunitas petani. Tetapi, perubahan
y ang mendasar hany a dapat terjadi secara ef ektif apabila
didukung oleh adany a perubahan secara substansial
(radikal) dan meny eluruh (sistemik-integral).
Oleh karena itu, sudah saatny a untuk menggunakan
strategi perjuangan y ang bersif at politis untuk menuntut
ref ormasi total terhadap segala konsep, paradigma,
kebijakan dan program pembangunan y ang terkait dengan
5
Hubungan
antara kelompok produsen dan konsumen idealnya dilandasi
komitmen untuk memperjuangkan pertukaran yang adil, transparan, serta didasari
oleh penghargaan atas jerih payah petani dan itikad untuk memberikan produk
yang sehat bagi konsumen. Pola di atas saat ini diterapkan oleh mayoritas petani
di Jepang. Mereka membentuk semacam organisasi atau paguyuban produsenkonsumen yang berhubungan secara tetap.
WACANA No. 13/ September - Oktober 1998
kepentingan petani dan sektor pertanian y ang telah berlaku
selama ini. Karena segala kebijakan dan implementasi
program pembangunan sebagian besar merupakan produk
y ang dirancang (secara sepihak dan tidak demokratis) oleh
pemerintah serta dilaksanakan lewat birokrasi/institusi
pemerintahan, maka sudah selay akny a apabila tuntutan
ref ormasi utamany a diarahkan kepada pemerintah.
Jalur-jalur legal-f ormal ----seperti: parlemen (DPR/DPRD),
pengadilan, ormas, partai, komnas HAM, birokrasi
pemerintahan/lembaga negara, dan lembaga-lembaga
penelitian y ang digunakan untuk memperjuangkan
aspirasi dan kepentingan petani, dalam keny ataanny a
seringkali tidak mampu memecahkan masalah petani
secara tuntas. Bahkan, kalangan perguruan tinggi pun
terkesan tidak mampu memberikan kontribusi terbaikny a
bagi perubahan kehidupan petani.
Berangkat dari kondisi di atas, sudah saatny a semua
kelompok/organisasi dan jaringan y ang secara langsung
maupun tak langsung terkait dengan perjuangan dan
kepentingan
petani untuk
mengkonsolidasikan diri:
Membangun platform perjuangan bersama kemudian
mendesakkan tuntutan itu ke sasaran y ang tepat (y aitu:
pemerintah).
Dalam konteks gerakan ornop (NGO/LSM), berbagai
kelompok atau jaringan ornop y ang berbasis massa serta
puny a komitmen memperjuangkan kepentingan petani
menempati posisi y ang strategis untuk memelopori
perjuangan politik untuk melakukan tekanan publik dan lobi
terhadap para pengambil kebijakan. Melalui suatu aliansi ini
dapat dirumuskan suatu agenda y ang sif atny a integralsistemik.
Pada intiny a platform tersebut mengandung tuntutan pokok
ref ormasi total sektor pertanian secepatny a. Di dalamny a
terkandung semua spektrum agenda demi perubahan
kehidupan petani, lingkungan dan sektor pertanian secara
mendasar. Pertany aan y ang tertinggal adalah kapan kita
akan memulainy a?
Download