HASIL PENELITIAN Malaria pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten Nias Selatan Lambok Siahaan Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia ABSTRAK Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data prevalensi serta gejala dan tanda klinis malaria pada anak usia sekolah di Kabupaten Nias Selatan. Metode: Cross-sectional. Diagnosis malaria berdasarkan pemeriksaan darah tepi (mikroskopik). Hasil: Dari 279 siswa yang diperiksa darahnya, 41 orang menderita malaria: 20 orang terinfeksi Plasmodium falciparum, 2 orang terinfeksi Plasmodium vivax dan 19 orang terinfeksi keduanya. Dari semua penderita malaria tersebut, 78% datang dengan keluhan Demam (dengan atau tanpa gejala lain). Penderita malaria yang tanpa gejala demam, umumnya memiliki keluhan pusing (7,3%), badan pegal (4,9%), gangguan pencernaan (2,4%), lemas (2,4%), dan gabungan gejala-gejala tersebut (4,9%). Tanda klinis yang dijumpai hanyalah kenaikan suhu tubuh (82,9%), tanpa pembesaran limpa. Kesimpulan: Demam tidak selalu ada pada penderita malaria di daerah endemis. Badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan lemas merupakan gejala klinis yang juga dapat muncul pada penderita malaria di daerah endemis. Kata kunci : malaria, gejala klinis, tanda klinis Pendahuluan Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria di Provinsi Sumatera Utara, dengan angka Monthly Malaria Incidence (MoMI) sebesar 124,24 ‰ pada 2005. Peningkatan angka MoMI dipengaruhi oleh perubahan berbagai aspek sebagai dampak langsung dari gempa bumi tektonik yang diikuti dengan tsunami, 26 Desember 2004 dan gempa bumi susulan pada bulan Maret 2005. Lingkungan berubah menjadi lebih kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan vektor penyakit, termasuk malaria. Hidup di pengungsian serta menurunnya daya beli penduduk mempunyai dampak pada daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Begitu pula dengan rusaknya sarana dan prasarana kesehatan, sangat berpengaruh pada pencegahan dan penanganan penyakit infeksi.1 Usia sekolah adalah salah satu kelompok umur yang rentan untuk mengalami penyakit infeksi, termasuk malaria. Penyakit malaria yang tidak terdeteksi dini, akan lambat ditangani dan akan berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak. Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis malaria merupakan salah satu cara menangani penyakit malaria secara cepat, tepat dan rasional. Seleksi awal penderita yang disangka penderita malaria klinis, perlu dilakukan oleh petugas kesehatan lapangan, sebelum dikonfirmasi dengan pemeriksaan CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011 mikroskopis yang masih merupakan standar diagnostik malaria. Penelitian ini dilakukan untuk melihat insidensi malaria pada anak usia sekolah di Kabupaten Nias Selatan pasca bencana alam, serta melakukan pengamatan gejala dan tanda klinis yang paling banyak muncul pada penderita malaria tersebut. Metode Penelitian ini menggunakan metode crosssectional dan merupakan bagian dari rangkaian penelitian malaria yang dilaksanakan di 8 desa pada 3 kecamatan di kabupaten Nias Selatan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2006. (6-14 tahun) yang bertempat tinggal di daerah penelitian. Populasi terjangkau adalah anak usia sekolah dengan keluhan demam atau riwayat demam satu minggu terakhir. Penderita malaria ditentukan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, yaitu menemukan Plasmodium pada pemeriksaan apusan darah. Pasien dikumpulkan melalui beberapa cara, pasien datang berobat di pos pemeriksaan yang telah disepakati, pasien dikunjungi ke rumah bila diminta, dan dengan mengunjungi beberapa sekolah di beberapa desa. Sebelum pemeriksaan, peneliti memberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan. Kesediaan pasien untuk ikut penelitian ditandai dengan penandatanganan informed consent oleh orangtua ataupun guru kelas siswa (Gambar 1). Populasi penelitian adalah anak usia sekolah POPULASI PENELITIAN Pemeriksaan Apusan Darah (Mikroskopis) Pemeriksaan Fisik Anamnesis Gejala Klinis Tanda Klinis Bukan Penderita Malaria Penderita Malaria Obat Yang Sesuai Dengan Penyakit Obat Antimalaria Gambar 1. Alur pemeriksaan pasien 513 HASIL PENELITIAN Anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan penyakit saat ini, riwayat penyakit kronik terdahulu, riwayat penyakit malaria, dan riwayat penggunaan obat antimalaria. Pemeriksaan fisik diagnostik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk mendapatkan tanda objektif kondisi pasien dikaitkan dengan kebutuhan penelitian. Pemeriksaan apusan darah meliputi pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis. Darah diambil pada ujung jari penderita yang ditusuk menggunakan lancet steril setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan kapas alkohol. Darah tetes pertama dibuang dan selanjutnya diletakkan pada dua kaca objek, masing-masing di bagian tengahnya sebanyak ± 2 tetes. Untuk apusan darah tebal tetesan darah tersebut diaduk dengan menggunakan ujung object glass yang lain. Sementara untuk apusan darah tipis diratakan menggunakan tepi sisi object glass dengan cara mendorong ke arah berlawanan. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, apusan darah tipis difiksasi dengan metanol sebelum diberi pewarnaan, sementara apusan darah tebal langsung diberi pewarnaan. Pewarnaan menggunakan Giemsa 10% selama 10-15 menit, lalu dibilas dengan air kran mengalir. Setelah kering, siap untuk diperiksa dengan mikroskop pembesaran 1000x, untuk melihat ada tidaknya Plasmodium spp. serta menghitung kepadatannya.2 Penderita malaria diobati sesuai dengan standar pengobatan 3, bukan penderita malaria diobati sesuai dengan penyakitnya; kepada penderita terlebih dahulu dijelaskan kegunaan obat dan efek samping yang dapat terjadi. Data diolah secara deskriptif sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil Penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa anak usia sekolah yang terbanyak diperiksa adalah di desa Botohilitano. Prevalensi penderita malaria dalam penelitian ini adalah 14,7%. Penyebaran kasus tidak merata di seluruh desa. Tabel 2 menunjukkan bahwa malaria paling banyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum (48,8%). 514 Tabel 1. Karakteristik Sampel Sampel Penelitian (n=279) Desa Penderita Malaria (n=41) Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total 9 24 33 (11,8%) 0 1 1 (0,4%) Sihareo Golambanua II 2 8 10 (3,6%) 1 0 1 (0,4%) Hilisimetano 27 62 89 (31,9%) 7 9 16 (5,7%) Soonogeo 4 6 10 (3,6%) 0 0 0 (0%) Hilisitaro 7 9 16 (5,7%) 2 4 6 (2,1%) Bawamatulo 1 1 2 (0,7%) 0 0 0 (0%) Hiliamaetaniha 2 0 2 (0,7%) 0 1 1 (0,4%) 61 56 117 (41,9%) 6 Botohilitano 113 (40,5%) 166 (59,5%) 279 (100%) 16 (5,7%) TOTAL 10 16 (5,7%) 25 (9%) 41 (14,7%) Tabel 2. Distribusi Penderita Malaria Desa Penderita Malaria (n=41) P. falciparum P. vivax Gabungan Sihareo 0 0 1 Golambanua II 0 0 1 Hilisimetano 7 2 7 Soonogeo 0 0 0 Hilisitaro 3 0 3 Bawamatulo 0 0 0 Hiliamaetaniha 1 0 0 Botohilitano 9 0 7 20 (48,8%) 2 (4,9%) 19 (46,3%) TOTAL Tabel 3. Gejala dan tanda klinis Karakteristik Sampel Penelitian (n=279) Jumlah Penderita Malaria (n=41) Proporsi Jumlah Proporsi 46,3% Gejala Klinis Demam + Gejala lain 96 34,4% 19 Gabungan Gejala Tanpa Demam 41 14,7% 2 4,9% Demam 45 16,1% 13 31,7% 0,0% Menggigil 0 0,0% 0 Badan Pegal 28 10,0% 2 4,9% Pusing 41 14,7% 3 7,3% Gangguan Pencernaan 19 6,8% 1 2,4% Lemas 9 3,2% 1 2,4% 138 49,5% 34 82,9% 0 0% 0 0% Tanda Klinis Kenaikan Suhu Tubuh Pembesaran Limfa Tabel 4. Perbandingan gejala klinis demam Diagnosis Mikroskopis Malaria Bukan Malaria Gejala Klinis Demam Tidak Demam Total 32 (78%) 9 (22%) 41 (100%) 141 (59,2%) 97 (40,8%) 238 (100%) CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011 HASIL PENELITIAN Tabel 3 menunjukkan bahwa 78% penderita malaria, datang dengan keluhan demam (dengan atau tanpa gejala klinis lain). Penderita malaria yang tidak mengeluh demam menunjukkan gejala klinis berupa pusing (7,3%), badan pegal (4,9%), gangguan pencernaan (2,4%), lemas (2,4%), dan gabungan gejala tersebut (4,9%). Tanda klinis yang dijumpai pada penderita malaria hanya berupa kenaikan suhu tubuh (82,9%), tanpa pembesaran limpa. Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 238 orang yang bukan penderita malaria, 59,2% di antaranya datang dengan gejala klinis demam. Sebaliknya dari 41 orang penderita malaria, 22% di antaranya tanpa gejala klinis demam sama sekali. Diskusi Prevalensi penderita malaria pada usia sekolah dalam penelitian ini adalah 14,7% dengan infeksi terbanyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Kasus banyak pada perempuan. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan tahun 2005.1 Demam merupakan salah satu gejala klinis klasik malaria, tetapi tidak harus ada pada penderita malaria, terutama di daerah endemis malaria; dari 41 orang penderita malaria, hanya 32 orang (78%) dengan keluhan demam (dengan atau tanpa gejala lain). Sementara itu, tidak semua pasien demam adalah penderita malaria; dari 238 orang bukan penderita malaria, 141 orang (59,2%) datang dengan keluhan demam (dengan atau tanpa gejala klinis lain). Badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan lemas juga merupakan gejala klinis yang harus diperhatikan, terutama di daerah CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011 endemis malaria.4 Sebanyak 7,3% penderita malaria menunjukkan gejala klinis berupa pusing (4,9%), badan pegal (2,4%), gangguan pencernaan (2,4%), lemas (2,4%), dan gabungan gejala-gejala tersebut (4,9%). Penelitian pada anak penderita malaria di Gambia pada tahun 2000 menunjukkan 58,3% penderita menderita demam, 86% mengalami pusing, dan 60,7% mengalami gangguan pencernaan.5 Erhart dkk. di Thailand mendapatkan di antara penderita malaria, 42,3% dengan gejala klinis demam, 98,3% dengan pusing, 96,6% dengan badan pegal, 88,4% dengan menggigil dan 29,3% dengan gangguan pencernaan.6 Sedangkan penelitian lain di Nigeria (2005) mendapatkan hasil 100% penderita malaria mengalami demam, 69,6% pusing, dan 50,4% mengalami gangguan pencernaan.7 Demam sebagai gejala klinis, umumnya lebih bersifat subjektif. Sebanyak 138 orang sampel mengalami kenaikan suhu tubuh (tanda klinis), tetapi 141 orang yang mengeluh demam (gejala klinis). Sebaliknya, dari 34 orang penderita malaria yang mengalami kenaikan suhu tubuh (tanda klinis), 2 orang (5,9%) tidak mengeluh demam. Dengan demikian, pada pemeriksaan suhu tubuh, perlu sekali digunakan alat ukur (termometer) yang objektif. DAFTAR PUSTAKA 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Laporan pengobatan dan penemuan penderita malaria di kabupaten Nias Selatan, provinsi Sumatera Utara. 2005. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2006. 3. PAPDI. Konsensus Penanganan Malaria. 2003; hlm.9-21. 4. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (ed). Malaria: epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2000; hlm.151-60. 5. Von Seidlein L, Milligan P, Pinder M, Bojang K, Anyalebechi C, Gosling R, et al. Efficacy of artesunate plus pyrimethamine-sulphadoxine for uncomplicated malaria in Gambian children. Lancet. 2000; 355:352-7. 6. Erhart LM, Yingyuen K, Chuanak N, Buathong N, Laoboonchai A, Miller RS, et al. Hematologic and clinical indices of malaria in a semi-immune population of western Thailand. Am J Trop Med Hyg. 2004; 70(1):8-14. 7. Pitmang SL, Thacher TD, Madaki JKA, Egah DZ, Fischer PR, et al. Comparison of sulphadoxinepyrimethamine with and without chloroquine for uncomplicated malaria in Nigeria. Am J Trop Med Hyg. 2005; 72(3):263-6. Simpulan Pengenalan gejala klinis khas oleh petugas kesehatan di daerah endemis, merupakan salah satu cara penanganan malaria secara cepat, tepat dan rasional, guna menurunkan morbiditas dan mortalitas malaria. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut untuk menemukan gejala klinis yang khas pada tiap daerah endemis, sambil terus membenahi laboratorium diagnostik malaria di daerah. 515