Nama : Ni Made Ugi Bayanthi

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Analisis teks memiliki cukup banyak pengikut dalam dunia linguistik.
Beberapa tulisan yang menyangkut analisis teks banyak dibuat, yakni
dengan tujuan memperjelas apa dan bagaimana analisis teks, teori-teori yang
ada, dan aplikasi teori tersebut, baik pada teks lisan maupun tulis.
Suardana (2008) dalam tesisnya yang berjudul “The Analysis of
Transitivity Shift on Translation Mengapa Bali Disebut Pulau Seribu Pura”
menggunakan LSF yang dikemukakan Halliday sebagai teori utama.
Menurut Halliday (2004), transitivitas adalah makna yang ideasional,
representasi dari apa yang ada di dunia yang ada di sekeliling kita, di
samping yang ada dalam pikiran kita, yakni dunia tempat imajinasi kita
berada. Tulisan ini lebih memanfaatkan teori LFS sebagai alat bantu dalam
menemukan perubahan sistem transitivitas yang terjadi dari bahasa sumber
ke dalam bahasa target. Melalui tulisan ini dapat dilihat adanya banyak
perubahan sistem transitivitas dalam bahasa sumber setelah diterjemahkan
ke dalam bahasa target. Dalam hal ini, transitivitas dibagi menjadi tiga,
yakni proses, partisipan, dan sirkumstan. Proses penerjemahan mampu
mengubah posisi ketiga sistem tersebut. Namun, tulisan ini hanya mengulas
8
9
dari sisi pengaruh transitivitas dalam terjemahan suatu teks, tidak
menyinggung bagian lain, misalnya konteks situasi dalam hubungannya
dengan transitivitas seperti pada penelitian ini.
Adisaputra (2008) dalam artikelnya yang berjudul “Linguistik
Fungsional Sistemik: Analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar
(SD)” menggunakan teori yang dikemukakan Halliday, yaitu LFS dalam
analisisnya. Dalam artikel ini disebutkan dua permasalahan dalam teks
pembelajaran anak sekolah dasar dilihat dari transitivitas serta konteks dan
inferensinya. Dalam tulisannya, analisis teks dengan pendekatan LFS
terhadap teks mata pelajaran bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial
di kelas dua sekolah dasar menghasilkan beberapa temuan sebagai simpulan
analisis. Sebagai simpulan dapat dilihat bahwa unsur transitivitas sangat
memengaruhi suatu teks. Klausa yang saling berhubungan menciptakan
makna dalam teks. Jika dilihat dari kontekstual dan inferensinya, dinyatakan
bahwa kedua teks masih belum dapat dikatakan sebagai teks pembelajaran
yang universal. Di samping itu, melalui tulisan ini dapat diketahui seberapa
besar pengaruh transitivitas pada suatu teks dan mengapa hal itu bisa terjadi.
Berbeda dengan artikel tersebut, dalam tulisan ini diterapkan LFS pada
bentuk teks yang berbeda, di samping melihat perbedaan pengaruh
transitivitas pada teks yang berbahasa Inggris karena dalam tulisan ini, teks
yang dianalisis menggunakan bahasa Indonesia.
10
Anindita (2008) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Retorika
Pemimpin Misa dalam Penyelenggaraan Misa Bahasa Inggris di Gereja
Katolik Redemptor Mundi Surabaya” merupakan salah satu tulisan yang
menganalisis bentuk orasi atau pidato atau bisa juga disebut dengan retorika.
Dalam tulisannya, Anindita menganalisis keterampilan pemimpin misa
dalam menyampaikan pesan kepada jemaat melalui misa di gereja. Teori
Retorika dijadikan sebagai teori pendukung utama dalam analisis ini.
Hasilnya dapat disimpulkan bahwa kefasihan komunikasi komunikator
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu metode yang digunakan, pesan verbal,
dan komunikasi nonverbal. Pengorganisasian pesan juga sangat penting
untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh komunikator sehingga yang
mendengarkan dapat segera memahami pesan tersebut. Tulisan ini hanya
sebatas membahas komunikasi dari komunikator, sedangkan pada analisis
mengenai teks pidato pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama
ini, dibahas lebih mendalam, tidak hanya dari cara Obama berkomunikasi
melalui pidatonya, tetapi juga dari sudut pandang linguistik, yakni
bagaimana pemilihan tipe proses transitivitas yang digunakan dan
relevansinya dengan konteks situasi.
Sutama (2010) membahas bahasa Bali dalam teks pernikahan dengan
menggunakan teori LFS. Dalam disertasinya yang berjudul “Teks Ritual
Pawiwahan Masyarakat Adat Bali Analisis Linguistik Sistemik Fungsional”
dibahas secara lengkap mengenai analisis teks menggunakan teori LFS. Teks
11
ritual pawiwahan tersebut dianalisis dari segi struktur, moda, tema,
transitivitas, tema-rema, hubungan logis antarklausa, dan ideologinya.
Penelitian Sutama ini memberikan masukan yang besar dalam penelitian teks
pidato pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama karena di dalam
penelitian tersebut dibahas juga mengenai analisis transitivitas dan konteks
situasi. Namun, yang membedakannya adalah data yang dianalisis karena
kedua tipe teks tersebut memiliki tujuan dan gaya bahasa yang berbeda.
Selain itu, dalam analisis teks pidato pelantikan Presiden Amerika Serikat,
Barack Obama ini, juga dibahas masalah retorika yang sama sekali tidak
diulas dalam analisis teks ritual pawiwahan itu.
2.2 Konsep
2.2.1 Teks
Dalam pandangan Halliday (1978:141), teks dimaknai secara dinamis.
Teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks
situasi (Halliday & Hasan, 1992:13). Teks adalah contoh interaksi lingual
tempat masyarakat secara aktual menggunakan bahasa; apa saja yang
dikatakan atau ditulis; dalam konteks yang operasional (operational context)
yang dibedakan dari konteks kutipan (a citational context), seperti kata-kata
yang didaftar dalam kamus (Halliday, 1978:109). Karena semua bahasa yang
hidup mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi, dapat dinamakan
teks.
12
Menurut Halliday (1978:135), kualitas tekstur tidak didefinisikan dari
ukuran. Teks adalah sebuah konsep semantis. Meskipun terdapat pengertian
sebagai sesuatu di atas kalimat (super-sentence), sesuatu yang lebih besar
daripada kalimat, dalam pandangan Halliday hal itu secara esensial
merupakan salah tunjuk pada kualitas teks. Kita tidak dapat merumuskan
bahwa teks itu lebih besar atau lebih panjang daripada kalimat atau klausa.
Selanjutnya,
ditegaskan
oleh
Halliday
(1978:135)
bahwa
dalam
kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih merupakan realisasi teks daripada
merupakan sebuah teks. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau
klausa, tetapi direalisasikan dalam kalimat-kalimat. Demikian juga teks
dapat memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi.
2.2.2 Pidato
Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi
untuk menyatakan pendapat atau memberikan gambaran tentang suatu hal
(Wikipedia, 2010). Pidato biasanya dibawakan oleh seseorang yang
memberikan orasi atau pernyataan tentang suatu hal/peristiwa yang penting
dan patut
diperbincangkan. Pidato
juga biasanya digunakan oleh
seorang pemimpin untuk memimpin dan berorasi di depan banyak anak
buahnya atau khalayak ramai.
Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orangorang yang mendengarkannya. Adapun contohnya adalah pidato kenegaraan,
13
pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan
acara atau event, dan sebagainya.
2.2.3 Transitivitas
Mengingat manusia berada pada proses sosial yang beragam, maka
corak sosial akan menentukan dan ditentukan oleh bahasa sehingga variasi
pengalaman sosial itu terwujud dalam variasi gambar pengalaman linguistik.
Realisasi pengalaman linguistik pemakai bahasa inilah yang disebut
transitivitas. Dalam kajian LFS, Halliday (1994:107) mengemukakan bahwa
satu unit pengalaman yang sempurna direalisasikan dalam klausa yang
terdiri atas (1) proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. Proses yang menuju
pada aktivitas yang terjadi dalam klausa, yakni dalam tata bahasa tradisional
dan formal disebut verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat
dalam proses tersebut. Sirkumstan merupakan lingkungan tempat proses
yang melibatkan partisipan terjadi. Karena inti pengalaman adalah proses,
maka dalam tataran klausa, proses menentukan jumlah dan kategori
partisipan. Selain itu, proses menentukan sirkumstan secara tak langsung
dengan tingkat probabilitas.
14
2.2.4 Konteks Situasi dalam Teks
Situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi. Konteks situasi adalah
keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan
tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis). Untuk memahami teks
dengan sebaik-baiknya, diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan
konteks budayanya. Dalam pandangan Halliday (1978:110), konteks situasi
terdiri atas tiga unsur, yakni (1) medan teks, (2) pelibat teks, dan (3) modus
teks.
2.3 Kerangka Teori
Analisis teks adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau
telaah melalui aneka fungsi bahasa. Analisis teks lahir dari kesadaran bahwa
persoalan yang terdapat dalam komunikasi tidak hanya terbatas pada
penggunaan kalimat, bagian kalimat, atau fungsi ucapan, tetapi juga
mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut
teks. Begitu juga bahasa dianalisis tidak hanya dari aspek kebahasaan, tetapi
juga dihubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai
untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.
Menurut Halliday (1978:138), sebuah teks selain dapat direalisasikan
dalam level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem
leksikogramatis dan fonologis, juga merupakan realisasi level yang lebih
15
tinggi daripada interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan
sebagainya yang dimiliki oleh teks itu. Level-level yang lebih rendah itu
memiliki kekuatan untuk memproyeksikan makna pada level yang lebih
tinggi. Hal ini oleh Halliday disebut dengan istilah latar depan
(foregrounded). Di samping itu, fitur esensial sebuah teks adalah adanya
interaksi.
Dalam pertukaran makna itu terjadi perjuangan semantis (semantic
contest) antarindividu yang terlibat. Karena sifatnya yang berupa perjuangan
itu, maka makna akan selalu bersifat ganda, tidak ada makna yang bersifat
tunggal. Dengan demikian, pilihan bahasa pada hakikatnya adalah
perjuangan atau pertarungan untuk memilih kode-kode bahasa tertentu.
Situasi adalah faktor penentu teks. Dalam kaitan ini, Halliday (1978:141)
menyatakan bahwa makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan
oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak diciptakan
dalam keadaan terisolasi dari lingkungannya. Selanjutnya, secara tegas
dirumuskan oleh Halliday bahwa makna adalah sistem sosial. Perubahan
dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Dalam hal ini, situasi
akan menentukan bentuk dan makna teks.
Dalam hal ini, LFS merupakan teori utama yang digunakan pada tulisan
ini. Teori ini dipelopori oleh M.A.K. Halliday. Di sini disebutkan bahwa
sistemic berakar dari kata sistem yang artinya representasi dari teori terhadap
hubungan paradigmatik. Lebih lanjut, fungsional mengimplikasikan bahwa
16
fungsi semiotik bahasa atau makna beroperasi di dalam dimensi-dimensi
semiotik
dan realisasi
fungsional
sistem
struktur
secara
alamiah
berhubungan secara sintagmatik. Menurut Halliday (1985), bahasa adalah
fenomena sosial sehingga cenderung sebagai alat berbuat sesuatu daripada
mengetahui sesuatu. Oleh karena itu, bahasa memiliki fungsi-fungsi yang
dibuat oleh konteks sosial. Fungsi-fungsi tersebut terangkum dalam tiga
komponen utama yang disebut metafungsi bahasa. Metafungsi bahasa terdiri
atas fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual (Halliday,
1985: xiii; Eggins, 1994: 3 dalam Saragih, 2005: 6).
Halliday (1985:159) berpendapat bahwa fungsi ideasional terdiri atas
fungsi logikal. Hal ini direalisasikan melalui sistem kompleksitas klausa dan
fungsi eksperensial yang direalisasikan oleh sistem transitivitas, fungsi
interpersonal direalisasikan oleh sistem moda (MOOD), dan fungsi tekstual
direalisasikan oleh sistem tema (THEME).
Penelitian ini menitikberatkan pada analisis fungsi ideasional yang
direalisasikan melalui sistem transitivitas. Sistem transitivitas menyebabkan
manusia menggambarkan mental dan fakta untuk mengetahui kejadian
eksternal dan internal yang dijadikan pengalaman untuk menciptakan
bentuk-bentuk proses. Pengalaman ini merupakan proses yang sedang
terjadi.
Ketika seseorang merealisasikan pengalamannya menjadi pengalaman
linguistik, maka terbentuklah representasi pengalaman linguistik itu dan
17
menjadi komoditas yang ditransaksikan oleh pemakai bahasa. Realisasi
pengalaman linguistik pemakai bahasa itu disebut transitivitas. Pengalaman
yang sempurna direalisasikan oleh tiga unsur penting, yaitu proses,
partisipan, dan sirkumstan.
2.3.1 Proses
Proses dapat dikatakan sebagai kegiatan ataupun aktivitas yang terjadi
dalam kata kerja. Proses dijadikan sebagai inti dari suatu pengalaman. Hal
ini disebabkan proses sebagai penentu keberadaan partisipan, baik
jumlahnya maupun kategorinya (Halliday, 1994:168; Martin, 1992: 10).
Sirkumstan pun secara tidak langsung juga mendapat pengaruh dari proses
melalui probabilitas proses. Misalnya, proses mental dan material yang
keduanya sering muncul dengan sirkumstan berupa lokasi dan cara.
Konsep-konsep sistem transitivitas (proses, partisipan, dan sirkumstan)
merupakan kategori-kategori semantik yang menjelaskan secara umum
seperti apa dan bagaimana fenomena dunia nyata direpresentasikan sebagai
struktur linguistik (Halliday, 1985: 109). Misalnya: (1) Ibu memasak nasi
goreng tadi pagi.
Dalam klausa (1), memasak dikatakan sebagai proses, sedangkan ibu dan
nasi
goreng adalah partisipan, kemudian tadi pagi termasuk ke dalam
sirkumstan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa klausa (1) merupakan
suatu klausa berupa pengalaman yang menyatakan bahwa satu proses, yakni
18
memasak. Selanjutnya, proses itu melibatkan dua partisipan, yaitu ibu dan
nasi goreng. Dalam hal ini proses yang melibatkan dua partisipan itu terjadi
dalam sirkumstan berupa lingkup waktu tadi pagi.
Halliday (1994: 107) dan Martin (1997: 102) mengategorikan proses
menjadi enam jenis, yaitu tiga pengalaman utama (proses primer), yaitu
terdiri atas proses material, proses mental, dan proses relasional.
Selanjutnya, tiga pengalaman pelengkap, yakni terdiri atas proses perilaku
(behavioral), proses verbal, dan proses wujud (eksistensial).
1. Proses Material
Proses material dapat didefinisikan sebagai proses atau kegiatan yang
menyangkut fisik, yakni dapat diamati dengan menggunakan indra.
Contoh:
(1) Rico sedang menyiram anggrek di halaman belakang
Kata kerja, seperti memasak, menyiram, mencuci, menari, dan
sebagainya dikategorikan sebagai proses material.
(2) Rico
Partisipan
sedang menyiram
anggrek
Proses Material
Partisipan
di halaman belakang.
Sirkumstan
19
2. Proses Mental
Proses mental didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang
menyangkut kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi dalam diri manusia
sendiri, misalnya melihat, merasa, mendengar, mencintai, percaya,
membenci, dan sebagainya. Proses ini terjadi di dalam diri manusia dan
mengenai mental kehidupan. Secara semantik, proses mental menyangkut
pelaku manusia saja ataupun makhluk lain yang dianggap berperilaku seperti
manusia.
Contoh:
(3) Dia
Partisipan
menyadari
Proses Mental
kesalahannya.
Partisipan
3. Proses Relasional
Proses ini dapat didefinisikan sebagai suatu proses penandaan atau
penyifatan, yaitu sesuatu yang dikatakan memiliki sifat atau penanda. Proses
relasional berfungsi untuk menghubungkan suatu entitas dengan makhluk
atau lingkungan lain dalam hubungan intensif, sirkumstan, ataupun
kepemilikan dengan cara identifikasi atau atribut. Kata kerja yang dapat
dikategorikan ke dalam proses ini, misalnya adalah, ada, menjadi,
merupakan, memiliki, dan sebagainya.
20
Contoh:
(4) Adik
Partisispan
memiliki
rambut hitam.
Proses Relasional
Sirkumstan (Identifikasi)
4. Proses Tingkah Laku (Behavioral)
Proses ini didefinisikan sebagai aktivitas atau kegiatan fisiologis yang
menyatakan tingkah laku fisik manusia. Dalam hal ini yang dapat
dikategorikan pada proses ini, misalnya kata kerja bernapas, menguap,
mengeluh, tertawa, dan sebagainya.
Contoh:
(5) Kakak
Partisipan
mengeluh
kesakitan.
Proses Behavioral
Sirkumstan
5. Proses Verbal
Proses verbal adalah proses yang menunjukkan aktivitas atau kegiatan
yang menyangkut informasi, misalnya pada kata kerja memerintah, meminta,
menjelaskan, dan sebagainya.
Contoh:
(6) Ayah
Partisipan
menceritakan
Proses Verbal
pengalamannya.
Partisipan
21
6. Proses Wujud (Eksistensial)
Proses wujud (eksistensial) adalah suatu proses yang mengekspresikan
keberadaan suatu benda tempat benda itu memang nyata atau benar-benar
ada. Ada beberapa kata kerja yang dapat dikategorikan ke dalam proses
eksistensial, misalnya muncul, terjadi, tumbuh, dan sebagainya.
Contoh:
(7) Beberapa
Partisispan
jerawat
muncul
Proses Wujud
di wajahnya.
Sirkumstan
2.3.2 Partisipan
Partisipan merupakan sesuatu yang dapat diikat oleh proses. Proses
dapat dikatikan sebagai inti atau pusat yang menarik unsur lain, termasuk
partisipan. Karena proses merupakan inti, maka proses sangat menentukan
jumlah partisipan yang dapat diikat dalam suatu proses.
2.3.3 Sirkumstan
Sirkumstan dapat didefinisikan sebagai lingkungan, sifat, atau lokasi
tempat berlangsungnya suatu proses. Sirkumstan berada di luar jangkauan
proses. Oleh karena itu, sirkumstan berlaku dalam semua jenis proses.
Sirkumstan dapat disetarakan dengan keterangan yang lazim digunakan
dalam tata bahasa tradisional.
22
Sirkumstan terdiri atas rentang, yang dapat berupa jarak atau waktu,
lokasi yang mencakup tempat dan waktu, cara, sebab, lingkungan, penyerta,
peran, masalah, serta sudut pandang.
Selanjutnya, pada bagan berikut dirangkum bentuk sirkumstan, baik
dalam frasa maupun klausa.
Tabel 1 Kategori Sirkumstan
No.
Jenis
Sirkumstan
Subkategori
Cara
Mengidentifikasi
Realisasi
dalam
Frasa dan Klausa
1
Rentang
Waktu
Tempat
Berapa lamanya?
Berapa jauhnya?
2
Lokasi
Waktu
Kapan?
Di mana?
Dia berjalan tiga jam
Kami
berjalan
6
kilometer.
Pesta itu akan diadakan
pada minggu ini.
Adikku dilahirkan di
Medan.
Lakukanlah tugas itu
dengan cepat.
Kita belajar untuk bekal
masa depan.
Tempat
3
Cara
-
4
Sebab
-
5
Penyerta
-
Bagaimana?
Dengan apa?
Mengapa?
Untuk apa?
Untuk siapa?
Dengan siapa?
6
Peran
-
Sebagai apa?
7
Masalah
-
Tentang apa?
Kami datang dengan
adiknya.
Saya bicara sebagai
sahabat.
Dia bicara mengenai
perniagaan.
23
2.3.4 Konteks Situasi
Ketika bahasa dianalisis dalam konteks dan hubungan teks dengan
konteks yang digambarkan, maka dapat dikatakan bahwa gagasan bahasa
menafsirkan dunia sosial kita yang sepenuhnya dapat dihargai. Suatu teks
akan dapat dipahami dengan baik ketika kita memahami konteks situasi teks
tersebut. Sehubungan dengan hal ini, Firth (1957: 182) berpendapat
bahwa konteks situasi paling baik digunakan sebagai konstruksi skematis
yang cocok untuk diterapkan pada peristiwa bahasa. Hal itu adalah kelompok
kategori terkait pada tingkatan yang berbeda dari kategori gramatikal, tetapi
menyerupai abstrak alam. Firth juga menyatakan bahwa kategori umum yang
memiliki relevansi dengan teks adalah sebagai berikut.
a. Partisipan dengan fitur yang relevan, yakni manusia dan kepribadian.
Hal ini bisa berupa aksi verbal dari partisipan, begitu juga aksi
nonverbal.
b. Objek yang relevan
c. Efek dari aksi verbal
Halliday (1978:21)
memperkenalkan lebih banyak abstraksi yang
memungkinkan kita untuk menginterpretasikan sebuah situasi atau lebih
tepatnya sebuah tipe dari situasi, sebagai sebuah struktur semiotik, dan
sebagai sebuah kumpulan makna yang berasal dari sistem semiotik yang
merupakan suatu budaya. Selanjutnya, Halliday mengatakan sebagai berikut.
24
“That context of situation is encapsulated in the text, not in any
piecemeal fashion, nor at the other extreme in any mechanical
way, but through a systematic relationship between the social
environment on the one hand, and the functional organisation of
language on the other. If we treat both text and context as
semiotic phenomena, as "modes of meaning", so to speak, we
can get from one to the other in a revealing way.”
(Halliday and Hasan, 1985:12)
Terjemahan:
“Bahwa konteks situasi dikemas dalam teks, bukan dalam mode
yang sedikit-sedikit, tidak juga pada ekstrem lain dalam beberapa
cara mekanik, tetapi melalui hubungan yang sistematik antara
lingkungan sosial pada satu tangan dan struktur fungsional
bahasa pada tangan yang satunya. Jika kita memperlakukan, baik
teks maupun konteks sebagai fenomena semiotik, sebagai “mode
makna”, maka dapat dikatakan bahwa kita tidak bisa
mendapatkannya dari satu ke yang lain dengan cara
pengungkapan.”
Kutipan di atas menjelaskan bahwa konteks situasi dianggap sebagai
bagian dari tiga variabel register. Konteks situasi disusun berdasarkan tiga
parameter, yaitu field, tenor, dan mode. Hal ini secara fungsional
didiversifikasi ke dalam tiga jenis atau mode atau makna yang memungkinkan
prediksi linguistik. Melalui tiga parameter tersebut, maka dapat dilakukan
suatu analisis untuk memprediksikan makna dalam interaksi sosial yang
digambarkan.
Dalam hal ini, konteks situasi dibagi menjadi tiga, yaitu medan teks,
pelibat teks, dan modus teks. Medan teks (field of discourse) merujuk pada
aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan
bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan
25
pertanyaan, What is going on?, yang mencakup tiga hal, yakni ranah
pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang.
Ranah pengalaman merujuk pada ketransitivan yang mempertanyakan apa
yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan, dan sirkumstan. Tujuan jangka
pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan itu bersifat
amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema
suatu persoalan yang lebih besar. Demikian pula, tujuan tersebut bersifat lebih
abstrak.
Pelibat teks (tenor of discourse) merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial
dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan,
Who is taking part?, yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau
masyarakat, status sosial, dan jarak sosial.
Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat.
Status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan
orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat
pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, yakni akrab atau memiliki
jarak. Dalam kaitan ini, peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara
dan dapat pula permanen.
Modus teks (mode of discourse) merujuk pada bagian bahasa yang sedang
dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau
tulisan. Untuk menganalisis modus, pertanyaan yang dapat diajukan adalah
26
What‟ s role assigned to language?, yang mencakup lima hal, yakni peran
bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris.
Ketiga domain dari teks, yaitu field, tenor, dan mode, tidak secara mudah
diaplikasikan dalam suatu analisis bahasa, tetapi lebih akurat. Ketiganya
membentuk suatu konsep dalam merepresentasikan konteks sosial sebagai
lingkungan semiotik tempat orang-orang saling bertukar paham dan
pengertian (Halliday, 1978:22). Ketiga domain ini mengilustrasikan
diversifikasi alam secara fungsional dalam LFS dan membantu analisis untuk
membuat prediksi mengenai makna dari sebuah teks.
Firth adalah ahli linguistik yang pertama kali memperkenalkan LFS ke
dalam prediksi secara linguistik. Dlam hal ini, Firth memfokuskan pada
kesuksesan dalam komunikasi, yakni ada seseorang yang bergabung dalam
suatu organisasi sosial, maka dia akan belajar untuk mengatakan “apa yang
orang lain harapkan untuk kita katakan dalam situasi yang diberikan” (Firth,
1957:28).
Konteks situasi memfasilitasi komunikasi karena dalam suatu komunikasi
diperbolehkan seorang petutur untuk memahami apa yang akan dikatakan
dalam suatu situasi yang ada. Hal ini berarti bahwa seseorang dapat bertukar
pendapat atau paham secara tidak langsung dalam suatu kerangka yang sudah
diketahui akan terjadi (Halliday and Hasan, 1985:9). Poin ini lebih
dikembangkan, kemudian dilihat lebih jauh lagi ke dalam hubungan antara
konteks situasi dan strata yang lebih rendah sehingga ditemukan bagaimana
27
makna keseluruhan yang merupakan hasil realisasi dari fitur situasional field,
tenor, dan mode teks pada level semantik.
Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktivitas. Oleh
karena itu, bisa saja bahasa bersifat wajib (konstitutif) atau tambahan. Peran
wajib terjadi apabila bahasa diperankan sebagai aktivitas keseluruhan. Peran
tambahan terjadi apabila bahasa berfungsi hanya membantu aktivitas lainnya.
Namun, tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku, baik monologis maupun
dialogis. Selanjutnya, medium terkait dengan sarana yang digunakan, yakni
bisa berbentuk
lisan, tulisan, ataupun isyarat. Saluran berkaitan dengan
bagaimana teks itu dapat diterima, seperti fonis, grafis, atau visual. Modus
retoris merujuk pada perasaan teks secara keseluruhan, yakni persuasif,
kesastraan, akademis, edukatif, mantra, dan sebagainya. Semuanya saling
berhubungan dalam suatu teks sehingga menimbulkan suatu makna.
Sudah ditekankan bahwa baik konteks situasi maupun bahasa secara
fungsional telah didiversifikasikan. Hal ini mengarahkan kita pada penemuan
pola yang merespons pola-pola yang berbeda dalam lingkungan suatu teks.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada korelasi sistematik di antara
konteks situasi dan struktur fungsional dari sistem semantik berdasarkan
ketiga variabel yang ada, yaitu field, tenor, dan mode. Dalam hal ini, maka
dimungkinkan untuk memperkenalkan masalah tempat tiap-tiap metafungsi
dan makna potensial dapat diaktifkan sebagai variabel situasional yang
partikular. Dalam kaitan ini, field direalisasikan sebagai makna ideasional,
28
tenor sebagai makna interpersonal, dan mode sebagai makna tekstual. Hal ini
dijabarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2 Realisasi Konteks Situasi dalam Metafungsi Bahasa
Situasi:
Fitur Konteks
Direalisasiakan
oleh
Teks:
Komponen Fungsional Sistem
Semantik
Field
What is going on?
Experential Meanings
(Transitivity)
Tenor
Who are taking
part?
Interpersonal Meanings
Mode
Role assigned to
language
Textual Meanings
(Mood, Modality, etc)
(Theme, Cohesion, etc)
(Dimodifikasi dari Halliday and Hasan, 1985:26)
2.3.5 Retorika
Retorika didefiniksikan sebagai praktik penggunaan bahasa untuk
meyakinkan atau memengaruhi orang lain dan bahasa yang dihasilkan dari
praktik tersebut (Hartley, 1994:266). “Retorika adalah teknik pemakaian
bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada
pengetahuan yang tersusun baik” (Keraf, 2007:3). Hal ini berarti bahwa
retorika dapat berupa tulisan ataupun bahasa lisan. Uraian sistematis retorika
yang pertama dibuat oleh Corax, orang Syracuse, bagian dari Pulau Sicilia. Ia
29
menulis sebuah makalah retorika berjudul Techne Logon (seni kata-kata)
untuk membantu kaumnya memperoleh kembali hak milik tanah yang
sebelumnya dikuasai para tiran. Selain itu, ia juga membagi pidato menjadi
lima bagian, yakni pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan
simpulan (Rakhmat, 1992).
Seorang ahli retorika klasik lainnya, Aristoteles, menyebutkan tiga cara
untuk memengaruhi manusia (Bormann, 1986; Rakhmat, 1992), yakni dengan
cara sebagai berikut.
(1) Ethos: menunjukkan kepada khalayak bahwa pembicara memiliki
pengetahuan yang luas, kepribadian terpercaya, dan status terhormat.
(2) Pathos: menyentuh hati khalayak melalui perasaan, emosi, harapan,
dan sebagainya.
(3) Logos: mengajukan bukti atau sesuatu yang dapat dianggap sebagai
bukti sehingga disebut juga sebagai pendekatan melalui akal.
Para ahli retorika dari Yunani dan Romawi membagi retorika menjadi
lima cakupan studi yang disebut sebagai lima hukum (kanon) retorika
(Bormann, 1986; Griffin, 2003). Kelima hukum tersebut adalah seperti di
bawah ini.
(1) Penemuan (invention), yakni menemukan alasan yang meyakinkan.
(2) Penyusunan (arrangement), menyusun material untuk memperoleh
hasil terbaik.
(3) Gaya (style), yakni pemilihan bahasa yang sesuai.
30
(4) Penyampaian (delivery), yakni mengarah pada pengombinasian suara
dan gerak tubuh.
(5) Memori (memory), yakni merupakan tahapan penguasaan isi dan
melakukan latihan.
Retorika modern lebih sering diartikan sebagai seni berbicara atau
kemampuan berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 2009) sehingga efektivitas
penyampaian pesan pembicara dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik
atau keterampilan berbicara. Pernyataan Griffin (2003) mengenai kesuksesan
retorika juga mensyaratkan adanya eloquence atau kefasihan (keterampilan)
berbicara. Pada abad ke-20 istilah retorika mulai digeser oleh istilah speech,
speech communication, atau public speaking (Rakhmat, 1992).
Keterampilan komunikasi seorang komunikator dapat dinilai melalui
pemenuhan beberapa aspek (DeVito, 1997; Hasling, 2006; Hendrikus, 2009;
Rakhmat, 1992), yakni sebagai berikut.
(1) Kefasihan komunikasi komunikator (eloquence), yaitu mengarah pada
sistem verbal dan nonverbal komunikator serta metode yang digunakan
dalam penyampaian pidato.
(2) Pengorganisasian pesan, yaitu mengacu pada tema yang dipilih, tujuan
komunikasi, kesiapan materi oleh komunikator, serta penguasaan
komunikator tehadap isi pesan.
31
(3) Dari segi
partisipan,
yakni
yang
dimaksud
adalah penguasaan
komunikator terhadap audience, bagaimana komunikator menganalisis
audience kemudian menggunakan pendekatan yang tepat.
(4) Dari segi alat bantu, yakni bagaimana komunikator menggunakan alat
bantu yang disediakan.
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini menganalisis sistem transitivitas dan hubungannya dengan
konteks situasi. Data yang dianalisis adalah data yang berupa teks pidato
pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Teori yang digunakan
dalam analisis adalah teori LFS yang dikemukakan oleh Halliday. Dalam
teori tersebut dibahas mengenai sistem transitivitas dan konteks situasi.
Selanjutnya, ilustrasi dari model penelitian ini digambarkan pada bagan
berikut ini.
Data yang dipilih, yaitu berupa teks pidato berbahasa Inggris yang
merupakan teks pidato pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Data dianalisisis dengan menggunakan teori LFS yang dikemukakan oleh
Halliday. Pertama, dilihat sistem transitivitas pada data dengan menghitung
persentase kemunculan proses, siapa saja partisipan yang ada, dan seperti
apa sirkumstan yang terkait di dalamnya. Kedua, data dianalisis dengan
konteks situasinya, yaitu dicari apakah medan teksnya, siapa saja pelibat
teks, dan modus teks pidato. Setelah ditemukan, kemudian dicari hubungan
32
yang terkait antara sistem transitivitas dan konteks situasinya serta dengan
kekuatan retorika.
33
Ilustrasi Model Penelitian
Teks Pidato
Pelantikan Barack Obama
Teori
Sistemik Fungsional Linguistik
Sistem Transitivitas
Proses
Partisipan
Sirkumstan
Teori
Retorika
Konteks Situasi
Medan
Hubungan Transitivitas dan
Konteks Situasi
Pelibat
Modus
Hubungan Transitivitas
dan Retorika
Hasil Analisis
Simpulan dan Saran
Download