1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kelemahan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara
menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan
tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan
(sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang
mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan
keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh
karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan
kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam
rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh UndangUndang Dasar 1945.
Keuangan Negara merupakan lembaga yang sangat vital dalam suatu
negara, karena lembaga ini berkaitan erat dengan tujuan negara dan bagaimana
kas negara yang diisi dari uang rakyat itu dikelola untuk memutar roda
pemerintahan dan pembangunan. Apabila Keuangan Negara tidak dikelola
dengan baik maka konsekuensi logisnya tujuan negara tidak akan tercapai.
Pengelolaan keuangan merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan
dan penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka nation dan state building.
Adanya pengelolaan keuangan yang baik akan menjamin tercapainya tujuan
pembangunan secara khusus, dan tujuan berbangsa dan bernegara secara
umum. Oleh karena itu pengelolaan keuangan memiliki arti, manfaat dan
pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa karena segala
kebijaksanaan yang ditempuh dalam pengelolaan keuangan bisa berakibat
kemakmuran atau kemunduran suatu bangsa.
Mengenai pengertian keuangan negara itu sendiri dipahami secara
beragam, baik itu oleh para ahli maupun yang telah dituangkan dalam literatur.
Dalam memahami keuangan negara ada yang berpendapat bahwa keuangan
negara terbatas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan
1
ada pula yang berpendapat bahwa keuangan negara seharusnya lebih luas tidak
saja mencakup APBN, tetapi meliputi keuangan yang terdapat pada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), keuangan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan
keuangan lainnya. Hal ini diatasi dengan menetapkannya secara yuridis formal
sehingga dalam pengelolaan keuangan negara, pengertian secara yuridis inilah
yang dijadikan dasar untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga-lembaga
negara yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
Sejauh ini pembicaraan mengenai keuangan negara dan kebijakan fiskal
selalu dihubungkan dengan satu tingkat pemerintahan saja. Akan tetapi dengan
adanya pembagian daerah administrasi negara Indonesia, maka dituntut adanya
suatu sistem keuangan
pemerintahan
negara
yang
akan
dapat
menjamin
kelancaran
dan pembangunan khususnya dalam hal pemerintah harus
menyediakan jasa-jasa publik, maupun dalam hal negara harus mengumpulkan
dana lewat berbagai sumber, khususnya perpajakan. Hal ini dikarenakan Daerah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan demikian, maka hubungan antara Keuangan Negara dan
Keuangan Daerah erat sekali. Hubungan tersebut bukan saja bersifat hubungan
keuangan antara tingkatan pemerintahan, tetapi mencakup pula faktor-faktor
strategi pembangunan dan pengawasan daerah.
Sejalan dengan tuntutan reformasi di segala bidang, pengelolaan
keuangan daerah pun mengalami reformasi. Tuntutan masyarakat era reformasi
terhadap pelayanan publik yang ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel,
dan responsif semakin besar. Keleluasaan penggunaan dana-dana yang telah
meningkat cukup signifikan harus mendapat pengelolaan yang cukup baik, yaitu
melalui
peningkatan
penyelenggaraan
pelayanan
pembangunan
kepada
yang
lebih
masyarakat
sesuai
atau
dengan
melalui
kebutuhan
masyarakat. Dengan latar belakang demikian adalah wajar bila dituntut adanya
reformasi pengelolaan keuangan daerah sehingga proses pelayanan publik
dapat berjalan dengan baik.
Dalam upaya perwujudan reformasi pengelolaan keuangan pemerintah
yang baik terdapat pula tuntutan yang semakin besar untuk mengakomodasi,
menginkorporasi, bahkan mengedepankan nilai-nilai good governance. Prinsip
good governance merupakan issue yang paling mengemuka. Tuntutan gencar
yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan
2
penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya
tingkat
pengetahuan
masyarakat.
Pola-pola
lama
penyelenggaraan
pemerintahan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah.
Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya
direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang
terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dibahas mengenai kedudukan
keuangan Daerah dalam sistem pengelolaan keuangan Negara, serta melihat
bagaimana sinkronisasi pengaturan mengenai perencanaan keuangan Daerah
apakah berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait dan sesuai antara
satu dengan lainnya kedalam tulisan yang berjudul : ADMINISTRASI
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH.
B. Rumusan masalah
Adapun yang menjadi Rumusan dari permasalahan dalam Makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan keuangan negara?
2. Bagaimana asas-asas umum Pengelolaan Keuagan Negara?
3. Bagaimana kekuasaan atas pengelolaan Keuangan negara?
4. Siapa dan bagaimana melakukan penyusunan serta penetapan APBN
dan APBD?
5. Bagaimana Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank
Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan
Negara,
Perusahaan
Daerah,
Perusahaan
Swasta,
serta
Badan
Pengelola Dana Masyarakat ?
6. Bagaimana Pelaksanaan APBN dan APBD ?
7. Bagaimana Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal sebagai
berikutt:
1.
2.
3.
4.
5.
Definisi Keuangan Negara?
Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,
Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana
Masyarakat ?
6. Pelaksanaan APBN dan APBD ?
7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?
3
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoretis, tulisan ini diharapkan berguna untuk menyempurnakan
peraturan pelaksana pengelolaan keuangan daerah, serta berguna untuk
informasi awal bagi penelitian lanjutan yang berkaitan dengan masalah
keuangan daerah.
2. Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
bagi pemerintah, praktisi hukum, dan bahan masukan bagi masyarakat yang
tertarik dengan masalah keuangan daerah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Keuangan Negara
Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan
negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak
dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau
perusahaan
yang
menyertakan
modal
pihak
ketiga
berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan
Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi
obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa
uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi
subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh
obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara.
Dari
rangkaian
sisi
kegiatan
proses,
yang
Keuangan
berkaitan
Negara
dengan
mencakup
seluruh
pengelolaan
obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari
sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan
hubungan
hukum
yang
berkaitan
dengan
pemilikan
dan/atau
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat
dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang
5
pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan.
B. Asas-asas umum Pengelolaan Keuangan Negara.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelenggaraan
negara,
pengelolaan
keuangan
negara
perlu
diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab
sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang
Dasar
1945,
Undang-undang
tentang
Keuangan
Negara
perlu
menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik
asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan
negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan
asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best
practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan
keuangan negara, antara lain :
a) Akuntabilitas berorientasi pada hasil;
b) Profesionalitas;
c) Proporsionalitas;
d) Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
e) Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin
terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana
yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang
tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain
menjadi
acuan
dalam
reformasi
manajemen
keuangan
negara,
sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
C. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan
keuangan
negara
sebagai
bagian
dari
kekuasaan
pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat
umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu
Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari
6
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku
Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
selaku
Pengguna
negara/lembaga
yang
Anggaran/Pengguna
dipimpinnya.
Barang
Menteri
kementerian
Keuangan
sebagai
pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah
Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara
setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief
Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan
dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya
peningkatan
profesionalisme
dalam
penyelenggaraan
tugas
pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan
kebijakan
fiskal
dan
kerangka
ekonomi
makro,
penganggaran,
administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan,
dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
diserahkan
negara
kepada
sebagian
kekuasaan
Gubernur/Bupati/Walikota
Presiden
selaku
tersebut
pengelola
keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai
rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh
bank sentral.
D. Penyusunan dan Penetapan APBN/APBD
Berdasarkan sudut pandang hukum, makna anggaran dalam
APBN/APBD, adalah sesuatu yang harus dapat diperhitungkan dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan sistem peraturan perundangundangan yang berlaku dalam suatu negara. Hal ini penting sebab
anggara tersebut haruslah untuk kepentingan suatu negara yang
dijalankan oleh pemerintah pusat untuk melakukan penerimaan dan
pengeluaran negara. Di sisi inilah sebenarnya tampak eksistensi hak
budget yang berlaku secara universal, yaitu adanya peran dari
parlemen dalam menentukan anggaran pengeluaran suatu negara.
7
Konteks anggaran dalam APBN/APBD dan adanya hak budget ini
adalah sejalan dengan makna bahwa penentuan anggaran dalam
APBN/APBD haruslah dilakukan oleh dua lembaga negara yang
berbeda, yaitu lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Kedua
lembaga negara inilah yang menjalankan checks and balance sesuai
perannya masing-masing. Oleh sebab itu anggaran dalam APBN/APBD
tidak dapat dilakukan secara monopoli oleh satu lembaga negara.
Sisi lain makna anggaran dalam APBN/APBD, menunjukkan
adanya falsafah bahwa APBN/APBD terbentuk karena adanya anggaran
dan
anggaran
yang
dimaksud
kedaulatan. Hal ini juga
adalah
haruskah
pernah diungkapkan
berdasarkan
oleh Rene Stourm,
bahwa makna kedaulatan sangat berperan penting dalam anggaran
negara. Jadi dalam hal ini dapat dikatakan penentuan anggaran dalam
APBN menunjukkan sifat kedaulatan suatu negara, yaitu adanya
pemegang tertinggi kedaulatan dalam negara yaitu rakyat, yang mana
rakyat memberikan kekuasaan tertingginya kepada wakil-wakil mereka
yang duduk dalam parlemen melalui suatu pemilu. Jadi para wakil
rakyat tersebut yang menjalankan yang menjalankan kedaulatan
tersebut
harus
memikirkan
rakyat
yang
diwakilinya
dalam
hal
mentukan anggaran dalam APBN.
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD
dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran
pemerintah,
penegasan
peran
DPR/DPRD
dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian
penganggaran,
sistem
akuntabilitas
penyempurnaan
kinerja
klasifikasi
dalam
anggaran,
sistem
penyatuan
anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah
dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan
ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi
untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran
tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
8
Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undangundang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak
kalah
pentingnya
dalam
upaya
memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan
anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran
berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja
dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat
daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam
sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat
daerah.
Dengan
penyusunan
rencana
kementerian/lembaga/perangkat
daerah
kerja
tersebut
dan
anggaran
dapat
terpenuhi
sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan
pengukuran
akuntabilitas
kinerja
daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya
kementerian/lembaga/perangkat
untuk
menerapkan
secara
penuh
anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan
perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang
digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan
transaksi
pemerintah
tersebut
dimaksudkan
untuk
memudahkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang
objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga
konsistensi
dengan
memudahkan
standar
penyajian
dan
akuntansi
sektor
meningkatkan
publik,
kredibilitas
serta
statistik
keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas
anggaran
belanja
rutin
dan
anggaran
belanja
pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan
pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah
menimbulkan
peluang
terjadinya
9
duplikasi,
penumpukan,
dan
penyimpangan
anggaran.
Sementara
itu,
penuangan
rencana
pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima
tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak
realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan
dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem
perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran
tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana
dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses
penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur
secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD,
termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisikomisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah
di DPR/DPRD.
E. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank
Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing,
Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan
Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Pemahaman tentang keuangan negara dan keuangan daerah
muncul
pemahaman
Pemahaman
dalam
dalam
arti
arti
luas
luas
dan
mencakup
negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam
dalam
arti
pengertian
sempit.
keuangan
Pasal 1 angka 1 dan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sedangkan dalam arti
sempit keuangan negara dan daerah diartikan sebagai APBN dan
APBD.
Dalam perspektif hukum administrasi maka pemahamannya
berdasarkan atas asas legalitas dan wewenang pemerintah. Oleh
karena
itu
pemahaman
tentang
keuangan
negara
juga
harus
diletakkan dalam dua hal tersebut. Meskipun banyak perdebatan yang
pasti UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah berusaha
10
mengakomodasi tentang perkembangan ruang lingkup keuangan
negara yang semakin lama semakin kompleks.
Meskipun tidak secara khusus namun secara hukum administrasi
adanya hubungan antara keuangan negara dan keuangan daerah yang
terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem
administrasi
negara.
Presiden
pengelolaan
keuangan
memegang
negara
sebagai
kewenangan
bagian
dari
tertinggi
kekuasaan
pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara yang berada
dalam kewenangan Presiden meliputi kewenangan secara umum dan
kewenangan secara khusus (Chief Financial Officer). Untuk membantu
Presiden
dalam
penyelenggaraan
tersebut,
sebagian
kekuasaan
tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiscal
dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna
barang
kementerian
negara/lembaga
yang
dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam
bidang keuangan, pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO)
pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/ pimpinan
lembaga pada hakikatnya adalah
untuk
suatu
Chief Operational Officer (COO)
bidang pemerintahan. Dalam hal pengelolaan
keuangan daerah, maka kekuasaan tersebut oleh Presiden diserahkan
kepada
kepala
daerah
(gubernur/bupati/walikota)
selaku
kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerahnya dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Penyerahan
gubernur/bupati/walikota
pengelolaan
selaku
keuangan
kepala
daerah
kepada
pemerintahan
daerah
berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu
bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan
keuangan
daerah
daerah.
Dengan
sebagai
bagian
demikian
dari
kekuasaan
pengaturan
pemerintahan
pengelolaan
dan
pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu
dengan pengaturan pemerintahan daerah.
Pengaturan
tersebut mengisyaratkan
adanya
hubungan
keuangan antara pusat dan daerah. Hubungan keuangan daerah
11
dengan pusat tersebut, yaitu menyangkut pengelolaan pendapatan
(revenue) dan penggunaannya (expenditure), baik untuk kepentingan
pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka
memberikan pelayanan publik yang berkualitas, responsible dan
akuntabel. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
bertitik tolak dari prinsip pembagian sumber keuangan, yaitu prinsip
uang mengikuti fungsi (money follow functions). Dalam konsep ini
terdapat pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada
daerah, dengan mengacu pada Undang-Undang tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimana
besarnya
disesuaikan
kewenangan
antara
dan
diselaraskan
pemerintah
pusat
dengan
dan
pembagian
daerah.
Kekayaan
negara/daerah termasuk pula kekayaan yang dikelola oleh pihak lain
atau kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah/atau kepentingan
umum.
Hubungan
hukumnya
jelas
bahwa
negara
mempunyai
tanggungjawab atas eksistensi kekayaan tersebut. Akibatnya ada
timbul hak dan kewajiban atas kekayaan tersebut. Kepemilikan negara
terhadap kekayaan tersebut sebatas pada kewenangan yang ada pada
negara. Yang mewakili negara untuk mengelola adalah pemerintah. Di
satu
pihak,
keuangan
negara/daerah
di
negara/daerah
pihak
lain,
disebut
seringkali
dengan
keuangan
penyebutannya
dengan
kekayaan negara/daerah. Keuangan negara/keuangan daerah ruang
lingkupnya
lebih
luas
dari
kekayaan
negara/daerah.
Karena
berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan oleh UU keuangan negara
juga termasuk pengeluaran negara atau pengeluaran daerah.
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan
pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai
hubungan
keuangan
antara
pemerintah
dan
lembaga-lembaga
infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan
antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam
hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral
12
ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi
dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini
menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan
dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undangundang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri
pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola
dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan
modal
kepada
dan
menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat
persetujuan DPR/DPRD.
F. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang,
pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden
sebagai
pedoman
bagi
kementerian
negara/lembaga
dalam
pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut
terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undangundang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor
daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja
pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban
kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi
pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan
alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang
menerima.
Untuk
memberikan
informasi
mengenai
perkembangan
pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu
menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD
pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang
disampaikan
pelaksanaan
dalam
laporan
tersebut
APBN/APBD
menjadi
semester
bahan
evaluasi
pertama
dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam
rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undangundang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih
13
banyak
menyangkut
hubungan
administratif
antarkementerian
negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
G. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar
akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam
undang-undang
ini
ditetapkan
bahwa
laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa
laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan
yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan
keuangan
pemerintah
Pemeriksa
Keuangan
pusat
harus
yang
telah
disampaikan
diperiksa
kepada
oleh
DPR
Badan
selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah
yang
telah
diperiksa
oleh
Badan
Pemeriksa
Keuangan
harus
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan
yang
APBN/Peraturan
(outcome).
ditetapkan
Daerah
Sedangkan
dalam
tentang
Undang-undang
APBD,
Pimpinan
unit
dari
tentang
segi
manfaat/hasil
organisasi
kementerian
negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari
segi
barang
dan/atau
jasa
yang
disediakan
(output).
Sebagai
konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku
bagi
menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota,
serta
Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja
Perangkat
Daerah
yang
terbukti
14
melakukan
penyimpangan
kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN
/Peraturan
Daerah
tentang
APBD.
Ketentuan
sanksi
tersebut
dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi
sebagai
jaminan
atas
ditaatinya
Undang-undang
tentang
APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa
barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan
membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik
negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang
terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian
keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud
merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara
adalah meliputi:
1) Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
2)
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah
3)
daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah
Dewan
4)
Perwakilan
Rakyat
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-
5)
Undang Dasar 1945.
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
6)
sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau
7)
sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut
APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
8)
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
9)
10)
11)
12)
13)
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
14) Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
15) Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
16
16) Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
17) Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya.
B. Saran-saran
a) Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap
kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat.
b) Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi
rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa,
atau untuk kepentingan sekolah.
17
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul
Halim, Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah, Salemba Empat, Jakarta, 2002
Ady Kusnadi et al, Aspek Hukum Pengawasan Dalam
Pelaksanaan Keuangan Pusat dan Daerah, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2000
Arifin
P.
Soeria
Atmadja,
Mekanisme
Pertanggungjawaban Keuangan Negara: Suatu
Tinjauan Yuridis, PT. Gramedia, Jakarta, 1986
C. Goedhart, Garis-garis Besar Ilmu Keuangan Negara,
Djambatan, Jakarta, 1982
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara
RI, LAN, Jakarta, 1988
Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen
Daerah, ANDI, Yogyakarta, 2002
Keuangan
M. Suparmoko, Ekonomi Publik: Untuk Keuangan dan
Pembangunan Daerah, ANDI, Yogyakarta, 2002
Nick Devas et al, Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia, UI Press, Jakarta, 1989
Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah,
Airlangga University Press, Surabaya, 2003
Wihana Kirana Jaya, Analisis Potensi Keuangan Daerah,
Pendekatan Makro, PPPEB UGM, Yogyakarta, 1999
18
Download