BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi komunikasi disertai dengan keberadaan media baru telah mengantarkan manusia pada era komunikasi yang dinamis dan interaktif. Dengan interaktifitas dan fleksibilitas yang dimilikinya, internet mampu memberikan banyak pilihan bagi individu dalam menikmati konten hiburan, edukasi, media sosial, hingga dalam urusan bertukar pesan kepada orang lain. Salah satu platform komunikasi yang marak digunakan untuk mengirim dan menerima pesan saat ini adalah mobile instant messaging. Mobile instant messaging menjadi salah satu platform komunikasi yang digemari banyak orang, termasuk di Indonesia. Di tahun 2013, beberapa aplikasi mobile instant messaging mulai gencar berupaya untuk merebut perhatian pasar Indonesia. Layar televisi Indonesia mulai dihiasi dengan iklan televisi beberapa aplikasi mobile instant messaging seperti KakaoTalk, LINE, WeChat, hingga MyPeople. Ini merupakan salah satu tanda bahwa persaingan mobile instant messaging di pasar Indonesia semakin tajam. Beberapa perusahaan mobile instant messaging optimis menyasar pasar Indonesia dan tidak takut mengeluarkan biaya besar untuk membangun brand mereka melalui periklanan. Hal ini dikarenakan jumlah pengguna smartphone di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil studi ―Getting Mobile Right‖ oleh Yahoo dan Mindshare, hingga tahun 2013 terdapat 41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia (themarketeers.com: 2013). Beberapa data telah menunjukkan peningkatan jumlah pemakaian mobile instant messaging di Indonesia. Hasil survei global Nielsen pada bulan Juli 2013 menunjukkan bahwa dari sepuluh aplikasi mobile multiplatform teratas di Asia Tenggara, beberapa aplikasi mobile instant messaging di Indonesia seperti BlackBerry Messenger, WhatsApp, LINE, dan WeChat menempati urutan kedua hingga kelima pada tahun 2013 (dailysocial.net: 2013). Riset 1 Indonesia Consumer Insight bulan Mei 2013 juga menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi pengguna smartphone di Indonesia adalah chatting, dengan persentase 90% (koran-sindo.com: 2013). WhatsApp berhasil menempati posisi pertama dengan persentase 58% dan diikuti oleh BlackBerry Messenger sebanyak 41%. Posisi selanjutnya diisi oleh LINE (35%), KakaoTalk (30%) dan WeChat (27%). Semua fakta ini menunjukkan bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap mobile instant messaging semakin meningkat. Di tengah maraknya penggunaan mobile instant messaging di kalangan Indonesia, terdapat sebuah fenomena menarik, yaitu suksesnya BlackBerry Messenger dan WhatsApp menempati posisi teratas untuk kategori aplikasi mobile instant messaging yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Padahal kedua aplikasi ini tidak pernah berupaya melakukan upaya pemasaran melalui periklanan seperti yang dilakukan oleh beberapa aplikasi mobile instant messaging lainnya seperti KakaoTalk, LINE, dan WeChat. Kesuksesan keduanya lebih cenderung dikarenakan oleh word of mouth (WOM).WhatsApp merupakan salah satu aplikasi chatting yang pertama memasuki pasar dan terkenal dengan hanya menggunakan satu taktik pemasaran, yakni word of mouth (WOM) (id.techinasia.com: 2013). Popularitas BlackBerry Messenger di Indonesia sejak tahun 2008 juga bisa dikatakan disebabkan oleh WOM (Boellstorff, 2013:31). Tidak seperti di negara Barat yang terkenal dengan individualismenya, negara Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang memiliki kebutuhan besar untuk terhubung degan orang lain dan aplikasi BlackBerry Messenger dirasa mampu memfasilitasi interaksi sosial tersebut dengan mudah. Hal inilah yang menyebabkan mengapa BlackBerry lebih laris di Indonesia daripada di negara Barat. Hanya dengan bertukar PIN, penggunanya dapat terhubung otomatis dengan pengguna BlackBerry lainnya dan dapat melakukan chatting, mengirim gambar maupun files, dan membuat group. Namun, interaksi semacam ini tidak akan terpenuhi jika pengguna BlackBerry sedikit, sehingga para pengguna berusaha merekomendasikan BlackBerry Messenger ke orang-orang di sekitar mereka untuk menggunakannya dan proses ini terus berlanjut. 2 Di tengah kesuksesan aplikasi mobile instant messaging di Indonesia, kawula muda menjadi pasar yang harus diperhatikan saat ini. Seperti dijelaskan sebelumnya, penggunaan mobile instant messaging merupakan aktifitas tertinggi pengguna mobile device di Indonesia dan tingginya akses mobile internet mempermudah penggunaan mobile instant messaging tersebut. Berdasarkan hasil penelitian eMarketer, ditemukan bahwa ―mobile phones became the preferred means of accessing the internet, with 62% of those in urban Indonesia going online via feature phones or smartphones‖ (emarketer.com: 2013). Survey yang dilakukan oleh Yahoo & Taylor Nelson Sofres Indonesia menunjukkan bahwa kawula muda usia 15-24 tahun menjadi pengakses mobile internet tertinggi di Indonesia, dengan persentasi sebanyak 64%. Di tengah tingginya penetrasi tersebut, Survey Nielsen juga menunjukkan bahwa ―Instant messaging or chatting is the top use of the phones for today‟s youth in Indonesia, who prefer this use of the devices over voice calls or texting‖ (nielsen.com: 2011). Berdasarkan datadata ini, dapat disimpulkan bahwa kawula muda merupakan kalangan berperan penting dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia karena mereka merupakan pengakses tertinggi mobile internet di Indonesia, dan keadaan ini memungkinkan mereka untuk kerap menggunakan instant messaging di mobile device mereka. Maraknya penggunaan mobile instant messaging di kalangan kawula muda di Indonesia juga terlihat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan The Profile of Indonesia‟s Internet Users 2012, Yogyakarta menjadi provinsi dengan tingkat penetrasi pengguna internet tertinggi di Indonesia, dengan persentasi sebesar 38,5% (apjii.or.id: 2012). Studi yang dilakukan oleh Indonesian Communication and Information Ministry and UNICEF juga menunjukkan bahwa ―Youth Indonesians in Yogyakarta have 100 percent access to the internet while youth in Jakarta and Banten have 97.18 percent and 94.12 percent internet coverage, respectively, the Jakarta Post reports‖ (thejakartapost.com: 2014). Dalam studi tersebut juga dijelaskan bahwa kawula muda di Yogyakarta menjadi golongan pemakai terbanyak aplikasi mobile instant messaging jika dibandingkan kawula muda di daerah lain di Indonesia. Dengan demikian, kalangan kawula 3 muda pengguna mobile instant messaging terbanyak berada di D.I. Yogyakarta berperan besar dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia. Kalangan kawula muda juga merupakan salah satu kalangan yang lekat dengan fenomena komunikasi WOM. Hal ini dikarenakan mereka memiliki lingkungan pergaulan yang beragam dan memiliki kegiatan sosial yang lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain (the-marketeers.com: 2012). Mereka seringkali menjadi trendsetter dan influencer yang cukup berpengaruh. Hal tersebut terlihat ketika BBM sedang laris di Indonesia, dimana BBM memberikan komunitas tersendiri di kalangan kawula muda dan mereka berusaha mendekatkan diri dengan lingkungan pergaulan, dengan cara bertanya PIN BB ke teman-teman mereka. Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya timbul pertanyaan apakah maraknya penggunaan aplikasi mobile instant messaging di kalangan kawula muda dipengaruhi oleh WOM seputar mobile instant messaging yang mereka dengar dari orang-orang yang mereka kenal (personal source), serta sejauh mana pengaruh tersebut. Hal ini dikarenakan aplikasi messaging sendiri merupakan community driven, yang artinya penggunaan aplikasi messaging individu dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan di mana ia berkomunikasi paling intensif. Fenomena ini dapat kita lihat ketika BBM sedang laris di Indonesia, dimana BBM memberikan komunitas tersendiri di kalangan kawula muda dan mereka berusaha mendekatkan diri dengan lingkungan pergaulan, dengan cara bertanya PIN BB ke teman-teman mereka. Mengingat kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi pengguna tertinggi mobile instant messaging, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh word of mouth seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ―Bagaimana pengaruh word of mouth seputar mobile instant 4 messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging?‖ C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh word of mouth seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. 2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh word of mouth seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Penulis memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan untuk melihat fenomena komunikasi yang sedang terjadi di tengah masyarakat , khususnya masalah perilaku konsumen (consumer behavior) yang berkaitan dengan pengaruh word of mouth (WOM) terhadap preferensi individu dalam memilih sebuah produk. 2. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan terkait perilaku konsumen (consumer behavior) sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi mereka yang memerlukan informasi seputar word of mouth. 3. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang insight baru bagi praktisi pemasaran jika kedepannya ingin menggunakan word of mouth sebagai bagian dari strategi komunikasi pemasaran untuk memasarkan produk mereka. 5 E. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengaruh word of mouth seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Merujuk pada latar belakang, penelitian ini berfokus pada word of mouth yang berasal dari personal source, yakni teman, keluarga, dan kenalan individu dan mengabaikan impersonal source. Peneliti mengacu pada fenomena penyebaran BlackBerry di Indonesia, dimana kebanyakan orang menggunakan fasilitas BlackBerry Messenger karena dipengaruhi oleh kenalan (personal source) mereka yang juga menggunakan BlackBerry. Melalui kerangka model S-O-R, penelitian ini akan melihat bagaimana hubungan dan kekuatan word of mouth seputar mobile instant messaging mampu mempengaruhi pilihan mobile instant messaging kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini akan melihat preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging dari 3 aspek pengaruh sosial, yakni preferensi yang dipengaruhi value-expressive influence, utilitarian influence, dan informational influence. F. Kerangka Teori 1. Interaktifitas berkomunikasi di kalangan kawula muda Dewasa ini, teknologi komunikasi telah berkembang dengan sangat cepat dan kompleks. Keberadaan media baru, disertai berkembangnya alatalat komunikasi (mobile device), telah mendorong komunikasi media baru mengambil posisi penting sebagai salah satu kebutuhan pokok kawula muda karena ―the internet is seen as having given young people powerful new tools for enquiry, analysis, self-expression, influence, and play‖ (United Nations, 2005:86). Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa internet telah menjadi extensions of themselves bagi kawula muda, yakni alat untuk menunjukkan kepada semua orang siapa diri mereka dan keinginan-keinginan yang mereka miliki. Dengan semua fungsi dan 6 kemudahan yang ditawarkan, internet tidak dapat lepas dari kehidupan kawula muda. Keberadaan media baru di kehidupan masyarakat telah mengantarkan masyarakat, termasuk kawula muda, pada bentuk baru dari pola-pola komunikasi dan interaksi sosial. Adanya beragam pilihan communication platform dalam jumlah yang banyak memungkinkan mereka untuk memiliki banyak ruang untuk membangun relasi. Banyaknya pilihan ini membuat setiap individu memiliki jaringan-jaringan personal masing-masing yang terhubung melalui berbagai aplikasi (Mesch & Talmud, 2010:3). Semakin aktif kawula muda menggunakan internet untuk berkomunikasi, mereka merasa semakin akrab dan semakin mudah membuka diri dengan teman-teman di kehidupan mereka. Media baru menjadi ruang untuk memperkuat hubungan pertemanan yang sudah dimiliki dan memungkinkan kawula muda untuk berinteraksi dengan teman yang sama dan membicarakan topik yang sama seperti di dunia offline. Dari sudut pandang ini, media baru dapat dipandang sebuah lingkungan sosial baru, namun lingkungan ini tidak dipandang sebagai lingkungan eksternal pergaulan kawula muda. Keunikan dari lingkungan sosial yang dibentuk oleh internet adalah kemampuan untuk membentuk jaringan sosial dalam ukuran kecil hingga mengglobal (Greenfield & Yan, 2006:392). Internet mampu membentuk jaringan komunikasi besar, bahkan hingga skala nasional dan internasional, seperti chat room dan bulletin board yang digunakan dalam organisasi internasional. Internet juga mampu membentuk lingkungan sosial yang kecil dengan tingkat keakraban tinggi, misalnya instant messaging. Lahirnya pola-pola komunikasi baru ini tentunya diikuti oleh beberapa implikasi. Implikasi pertama adalah komunikasi semakin mudah dilakukan dengan cara mobile. Hulme menjelaskan hal ini sebagai berikut: ―The emphasis upon living in a virtual community and the importance of digital communications places youth under particular pressures to place personal information in online areas 7 to ensure they are both accessible and, in turn, able to access others‖ (2009:24). Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep mobile disini tidak hanya terbatas pada kemampuan untuk berpindah tempat (movable), atau mampu berkomunikasi dengan orang yang berada di tempat lain, tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan untuk merasa terhubung dan kesiapan dihubungi atau menerima pesan dari siapapun dan kapanpun. Kebutuhan kawula muda untuk membangun hubungan (networked society) dan bertukar informasi dengan orang lain membuat mereka memiliki pandangan akan pentingnya keberadaan akses untuk menghubungi maupun dihubungi orang lain. Pertukaran informasi merupakan hal terpenting dalam membangun identitas mereka, karena membantu kawula muda dalam mempelajari kode-kode kultural, sosial, dan individu dalam lingkungan pergaulan mereka. Implikasi kedua yaitu hyperconnectivity, dimana kawula muda mencapai sense of connectivity lewat ponsel, instant messaging, laptop, text messaging, dan dunia (Hartman et al, 2007:3). Mereka menjadi lebih cenderung untuk semakin multitasking karena, seperti dijelaskan sebelumnya, mereka selalu memastikan agar diri mereka selalu terhubung dengan dunia luar. Oleh karena itu, tidak heran jika mereka menggunakan lebih dari satu device dalam waktu yang bersamaan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi mereka. Mereka juga menginginkan saluran komunikasi yang memungkinkan mereka bertukar pesan dalam waktu yang singkat. Dengan adanya mobile device yang semakin canggih di dalam kehidupan mereka, kecenderungan untuk multitasking semakin kuat di kalangan kawula muda karena mobile device memungkinkan kawula muda berkomunikasi secara dinamis dan interaktif. Dari pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa hadirnya media baru disertai kecanggihan alat teknologi komunikasi dalam kehidupan kawula muda telah membentuk suatu pola komunikasi yang dinamis, cepat, dan fleksibel dalam kegiatan bersosialisasi. Internet telah mengantarkan 8 mereka kepada pola komunikasi baru dan dengan semua kemudahan yang ditawarkan oleh media baru ini membuat kawula muda tidak dapat melepaskan hidupnya dari media baru. 2. Word of mouth (WOM) communication Di dalam kehidupan sehari-hari kerap kali ditemukan beragam cerita seputar pengalaman baik atau buruk individu ketika menggunakan produk tertentu, serta rekomendasi untuk menggunakan sebuah produk yang berpeluang mempengaruhi pilihan atau preferensi individu lain dalam memilih sebuah produk. Semua ini merupakan gambaran singkat tentang WOM communication. WOM communication diartikan sebagai ―personal, informal exchanges of communication that costumers share with one another about products, brands, and companies‖ (Pride & Ferrel, 2011:522). Dari pengertian ini, komunikasi WOM kerap diasosiasikan dengan rekomendasi pribadi, hubungan interpersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi informal, pengaruh personal dan interpersonal, dan bahkan diasosiasikan dengan bentuk informal dalam periklanan (Iuliana-Raluca, 2012:132). Selama beberapa dekade, riset tentang komunikasi WOM kerap dilakukan di dunia pemasaran dan komunikasi karena WOM memiliki peran krusial dalam kesuksesan sebuah produk. Terdapat beberapa alasan mengapa komunikasi WOM memiliki pengaruh yang begitu kuat (Soutar et al, 2009:2). Pertama, komunikasi WOM efektif mempengaruhi individu karena WOM mempersuasif individu secara personal dan menimbulkan ketertarikan emosional sehingga memperbesar kemungkinan individu terpengaruh oleh komunikasi WOM. Kedua, WOM merupakan cara termudah mempelajari produk atau jasa tertentu ketika individu merasa kurang mengenal (unfimiliar) dengan sebuah produk atau jasa. Ketiga, informasi WOM diperoleh dari orang yang dikenal, sehingga individu merasa rekomendasi tersebut dianggap lebih terpercaya dan objektif dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari saluran saluran 9 pemasaran formal seperti iklan di televisi yang bias akan nilai-nilai perusahaan. Selain ketiga faktor di atas, keberadaan WOM sendiri didukung dengan adanya tekanan sosial yang, secara langsung atau tidak langsung, mendorong orang untuk menyesuaikan diri dengan rekomendasi-rekomendasi tersebut (Solomon, 2011:394). Dengan kekuatan yang dimilikinya, WOM dapat merubah sikap dan perilaku konsumen karena WOM memiliki efek yang bertahan lama dibandingkan efek yang ditimbulkan oleh iklan (Armelini & Villanueva, 2010:7-8). Namun ada saat dimana individu telah memiliki kesan dan keyakinan yang kuat terhadap sebuah produk, sehingga komunikasi WOM tidak merubah sikap atau pilihannya terhadap sebuah produk. Jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi WOM memiliki efek persuasi pada situasi atau keadaan tertentu. a. sumber WOM Pada dasarnya, WOM sendiri dapat berasal dari beberapa sumber. Iuliana-Raluca memaparkan bahwa sumber WOM diklasifikasikan menjadi 2, yaitu personal source dan impersonal source. Perbedaan keduanya dijelaskan sebagai berikut: ―WOM communication usually takes the shape of face-to-face or by phone methods of communications and respectively, is classified depending on the means the consumers are using, into impersonal and personal sources. Friends, family, acquaintances, colleagues are considered to be personal sources of recommendations while, columns, articles and commentary made by journalists, columnists, consumers, expert found in newspapers, magazines, on-topic publications, online discussion forums and expert systems are recognized as being impersonal sources of recommendations‖ (2012:133). Penjelasan di atas menegaskan bahwa WOM yang berasal dari orangorang yang dikenal individu, seperti teman, keluarga, dan kenalan individu dikategorikan sebagai personal source, dan WOM yang berasal dari sumber-sumber resmi seperti media maupun tenaga ahli dikategorikan sebagai impersonal source. 10 Pada dasarnya, kedua sumber WOM tersebut memiliki kelebihan masing-masing. Impersonal source efektif dalam menciptakan awareness dan interest, serta memberikan informasi bagi individu. Namun, sifatnya yang satu arah yang tidak selalu ideal untuk meyakinkan setiap individu dikarenakan sumber ini digunakan utuk menginformasi orang dalam jumlah yang besar (Weimann, 1994: 112). Di sisi lain, personal source dirasa lebih efektif karena bersifat dua arah, menjadikannya sebagai sumber yang paling terpercaya dalam semua produk kategori. Sifat tersebut menjadikan personal source memiliki kekuatan dalam mempengaruhi pilihan produk individu. b. perolehan WOM Untuk melihat pengaruh WOM, peneliti perlu mengkaji bagaimana responden memperoleh WOM seputar produk dari orangorang yang dikenal dan hal ini dilihat dari 3 aspek. Aspek pertama adalah WOM volume, salah satu indikator yang penting untuk diukur di sini, mengingat ―WOM volume is an extrensic, high-scope cue that can increase the potency of other WOM-relevant characteristics when it is at a high level‖ (Khare et al, 2011:112-113). WOM yang disebarkan dalam frekuensi atau volume yang tinggi oleh banyak individu semakin memperkuat efek persuasif WOM itu sendiri dan sulit untuk ditolak. Selain WOM volume, aspek lainnya adalah keaktifan individu mengumpulkan informasi melalui WOM, yang diartikan sebagai ―the process of vigorously seeking and ultimately attaining a WOM message‖ (Bansal & Voyer, 2005:167). Dimensi ini dianggap penting oleh peneliti karena dalam komunikasi WOM, terdapat kemungkinan: a) individu berada pada low end of the continuum, dimana ia terlibat dalam komunikasi WOM tanpa terencana atau tidak disengaja, atau b) individu berada pada high end of continuum, dimana individu sangat 11 aktif untuk mencari informasi dan berusaha mencari beberapa orang yang dirasa mampu memberikan informasi untuk membantunya membuat keputusan yang tepat. Valensi WOM turut menjadi aspek lain yang diperhitungkan dalam upaya menganalisa efek WOM. Pesan WOM sendiri dapat dibingkai menjadi positive WOM maupun negative WOM. Semakin positif informasi terkait sebuah produk maupun jasa yang diperoleh individu, maka semakin tinggi kecenderungan mereka untuk mencoba produk tersebut, begitu juga sebaliknya. c. evaluasi (persepsi) internal individu terhadap WOM WOM memiliki potensi untuk mempengaruhi pilihan individu. Besarnya pengaruh tersebut tergantung pada kualitas informasi dari WOM itu sendiri dan sejauh mana WOM tersebut dapat menstimulasi sisi emosional dan menarik di mata individu. Dengan demikian, peneliti akan melihat evaluasi internal individu terhadap WOM dari dua sisi, yakni evaluasi kognitif dan afektif. Evaluasi kognitif melihat dari segi konten, dalam hal ini kualitas argumen atau informasi dari WOM itu sendiri. Kualitas argumen memiliki 4 aspek, yakni: ―a) Relevance refers to the extent to which the messages are applicable and useful for decision making, b) Timeliness concerns whether the messages are current, timely, and up-todate, c) Accuracy concerns reliability of the messages/arguments. It also represents user‟s perception that the information is correct, d) Comprehensiveness of messages refers to their completeness‖ (Cheung & Thadani, 2010:335). Keempat aspek tersebut diyakini peneliti mampu menjelaskan kualitas pesan yang terkandung dalam WOM dari segi kognitif, yaitu seberapa jauh WOM dianggap mampu menyediakan informasi yang menambah pengetahuan individu tentang suatu produk. Evaluasi afektif akan dinilai dengan melihat WOM vividness dan kekuatan persuasif WOM. WOM vividness berkaitan dengan ―the 12 manner in which the message was conveyed, rather than the content, and reflected the strength of intention of recommendation‖ (Yu & Tang, 2010:183). Cara penyempaian pesan akan dilihat dari tingkat kejelasan, keringkasan, dan keantusiasan penyampaian pesan. Kekuatan persuasif WOM juga menjadi indikator yang perlu diperhitungkan dalam evaluasi afektif individu. Hal ini dikarenakan peneliti juga perlu melihat seberapa kuat cara penyampaian WOM mempengaruhi (mempersuasif) individu secara emosional dan sejauh mana perubahan emosional itu nantinya berpengaruh pada perilaku individu selanjutnya (dalam hal ini perilaku memilih mobile instant messaging). Dengan memperhitungkan indikator ini, peneliti berharap dapat melihat sejauh mana WOM mampu meyakinkan dan membuat individu terstimulasi dari segi emosional. WOM tentunya diharapkan mampu mempengaruhi sisi afektif individu, dengan menarik perhatian individu terhadap sebuah informasi dan mempertahankan perhatian tersebut. d. reference group dan pengaruh sosial dalam pemilihan produk Komunikasi WOM di lingkungan pergaulan individu tidak dapat dilepaskan dari keberadaan reference group. Reference group adalah ―an individual or a group of individuals to whom a person refers for information or the transmission of social norms and values‖ (Grimm et al, 1999:97). Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa reference group merupakan orang-orang (teman, keluarga, rekan kerja, dan masih banyak lagi) yang berpeluang memberikan pengaruh lingkungan sosial dan pengaruh interpersonal terhadap pilihan akhir individu dalam memilih dan menggunakan suatu produk di antara serangkaian pilihan produk yang ditawarkan (He & Yang, 2006:1334). Pengaruh reference group sendiri terdiri dari tiga tipe pengaruh. Pertama, informational influence yang mendorong individu untuk menerima informasi yang diperoleh dari orang lain sebagai 13 bukti dari sebuah realitas (Deutsch & Gerard, 1955:629). Informational influence ini berdasarkan pada keinginan individu untuk membuat informed decisions dan memaksimalkan pilihannya. Individu cenderung menerima pengaruh, dalam hal ini informasi, yang mampu memenuhi kebutuhan kognisi dan membantunya membuat pilihan yang tepat. Kedua, utilitarian influence yang mendorong individu untuk menyamakan diri dengan kelompoknya dan berperilaku sesuai preferensi atau ekspektasi individu lain dalam sebuah kelompok (Kelman, 1961 dalam He & Yang , 2006:1335). Hal ini dikarenakan: ―1) He perceives that they mediate significant rewards or punishments, 2) He believes that his behavior will be visible or known to these others, and 3) He is motivated to realize the reward or to avoid the punishment‖ (Park & Lessig, 1977:103). Dari pemaparan di atas, dapat tekanan atau tuntutan yang ada di lingkungan sosialnya mendorong individu melakukan konformitas diluar kemauannya. Ketiga, value-expressive influence berkaitan dengan motif dan harapan indivdu untuk menaikkan self-concept-nya di mata orang lain (Bearden et al, 1992:107). Value-expressive influence memiliki kekuatan ketika individu terdorong untuk mengekspresikan dirinya dengan baik kepada lingkungan sosialnya dengan membuat dirinya serupa dengan kelompok yang diminatinya. Individu mengabaikan praises atau punishment dan memutuskan untuk menerima dan menginternalisasikan nilai-nilai yang terdapat di dalam reference group ke dalam dirinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa individu melakukan konformitas dengan reference group secara sukarela. Peneliti merasa perlu membuat pembahasan terkait pengaruh sosial karena, seperti dijelaskan di latar belakang, mobile instant messaging adalah community driven, dan lingkaran komunitas individu, terutama di mana mereka berkomunikasi paling intensif, 14 akan mempengaruhi pemilihan aplikasi mobile instant messaging kawula muda. Selain itu, WOM membawa ketiga pengaruh sosial tersebut yang nantinya terlihat di dalam pilihan produk individu, termasuk preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging. Dari pemaparan di atas, komunikasi WOM merupakan alur komunikasi yang kompleks, sehingga peneliti melakukan pembagian pembahasan menjadi tiga sub bagian, yaitu perolehan WOM, evaluasi internal individu terhadap WOM, dan pengaruh reference group yang nantinya akan terlihat dalam pemilihan produk. Hal ini dilakukan peneliti untuk melakukan penyesuaian konsep dari Teori S-O-R. Dengan upaya ini, peneliti berharap dapat memaparkan pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging dengan baik dan mampu memberikan hasil penelitian yang akurat. 3. Mobile instant messaging Aplikasi mobile instant messaging merupakan layanan pesan mobile phone yang memungkinkan penggunanya untuk menggunakan versi spesial dari instant messaging clients lewat mobile device. Pada awalnya, aplikasi instant messaging hanya dapat diakses lewat komputer (PC). Namun, seiring dengan perkembangan mobile device (mobile handset), misalnya smartphone dan tablet PC, aplikasi ini dapat digunakan lewat mobile device mereka. Ini menjadi salah satu kelebihan aplikasi ini, dimana penggunanya dapat mengirim dan menerima pesan secara realtime via mobile handset on-the-go melalui jaringan internet berbasis web. Syarat untuk menggunakan aplikasi ini adalah memiliki akses internet, baik itu GPRS ataupun 3G. Instant messaging merupakan bentuk komunikasi pesan singkat antara dua orang atau lebih menggunakan teks yang diketik, kemudian teks 15 tersebut dikirim melalui komputer yang terhubung melalui sebuah jaringan LAN atau internet. Teknnologi ini diciptakan untuk menutupi kelemahan e-mail yang dinilai kurang efesien dan tidak real time. Sebagian program instant messaging dapat dioperasikan melalui web browser, namun sebagian besar membutuhkan instalasi software client di PC. Munculnya instant messaging dimulai pada tahun 1970-an, dimana instant messaging bentuk pertama merupakan bagian dari operating systems seperti PLATO system, semacam messaging systems yang dibawa oleh private network. Instant messaging juga mulai populer dalam „talk‟ messaging system dari UNIX, sistem operasi multi-user yang awalnya untuk memudahkan komunikasi antar pengguna mesin yang sama. Sistem ini juga digunakan oleh para peneliti kampus dan teknisi untuk mengirim pesan-pesan. Beberapa dari mereka menggunakan peer-to peer protocol di saat yang lain memerlukan peer sebagai penghubung ke suatu server. Sistem ini kemudian berkembang dalam local networks hingga internet. Di tahun 1980-an, Bulletin Boards Systems (BBS) meraih popularitasnya sebagai sebuah form of messaging, dan BBS sendiri memiliki beberapa feature khusus seperti memungkinkan penggunanya untuk mengunggah dan mengunduh data sambil bertukar pesan dengan pengguna BBS lainnya. Di akhir tahun 1980an, layanan online The Quantum Link untuk Commodore 64 computers menawarkan penggunanya kesempatan untuk saling mengirim pesan dengan pengguna lainnya (userto-user) ketika mereka terhubung dengan koneksi. Inilah yang mereka sebut ‗On-Line Messages‘ atau OLMs, dan ini merupakan bentuk paling awal dari instant messaging saat ini. Layanan ini merupakan layanan berbayar dan biayanya dihitung berdasarkan berapa menit penggunanya menggunakan layanan ini. Quantum Link menggabungkan Commodore 64 dengan Commodore‟s PETSCII text-graphics. Bentuk ini dapat dikatakan semacam dengan GUI, walaupun layanan ini lebih primitif dibandingkan UNIX berikutnya, Windows, dan Macintosh yang berdasar pada program instant messenger GUI. Modern GUI-based Messaging mulai berakhir 16 pada 1990-an dan digantikan dengan ICQ dan AOL Instant Messenger (AIM). Perkembangan instant messaging semakin menunjukkan kemajuannya di tahun 1990an. Di era ini, ICQ (dibaca ‗I seek you‘) diluncurkan pada November 1996 oleh perusahaan Mirabilis dan ICQ menjadi bentuk pertama dari instant messaging yang modern. Langkah ini kemudian diikuti oleh AOL Instant Messenger di tahun 1997. AOL kemudian mengakuisisi Mirabilis dan beberapa tahun kemudian, ICQ (yang telah dimiliki AOL) memperoleh hak paten untuk instant messaging dari U.S Patent Office. Di sisi lain, beberapa perusahaan seperti Yahoo, MSN, Excite, Ubique, dan IBM mengembangkan hak milik protokol dan client, dimana users harus menjalankan beberapa client application jika mereka ingin menggunakan beberapa network ini. Pada tahun 2000, sebuah aplikasi open-source dan protocol open standards-based yang disebut Jabbber diluncurkan dan aplikasi ini berperan sebagai gateway untuk protokol instant messaging lainnya sehingga mengurangi kebutuhan untuk berbagai client. Beberapa modern multi-protocol clients seperti Pidgin, Trilian, Adium, dan Miranda dapat menggunakan beberapa dari protokol IM tanpa memerlukan server gateway. Seiring berjalannya waktu, aplikasi instant messaging dapat diakses secara mobile. Layanan aplikasi ini tersedia dari beberapa operators atau perusahaan mobile phone. Beberapa third-party IM providers populer seperti ICQ, Skype, Google Talk, MSN, AOL, dan Yahoo mengembangkan moble application mereka sendiri yang yang memungkinkan mobile phone terhubung dengan instant messaging secara independen. Mobile instant messaging memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan menerima pesan dengan orang lain yang telah masuk dalam contact list, lengkap dengan pembaharuan online status pengguna lainnya secara konstan. Beberapa aplikasi mobile instant messaging juga 17 memungkinkan penggunanya untuk tahu apakah orang yang akan mereka kontak available (tersedia) untuk chat. Pengguna layanan mobile instant messaging tertentu dapat menggunakan aplikasi ini jika mereka bertukar pesan dengan sesama pengguna mobile instant messaging tersebut dan tidak dapat menggunakan aplikasi ini dengan pemakai lain yang menggunakan mobile instant messaging yang berbeda. Saat ini, aplikasi mobile instant messaging adalah sektor yang paling kompetitif karena memiliki peran penting dalam platform mobile sebagai layanan komunikasi. Minat masyarakat terhadap aplikasi ini semakin meningkat karena aplikasi ini menawarkan beberapa kelebihan. Mobile instant messaging memungkinkan penggunanya mengirim pesan teks, gambar, dan video dengan mudah. Pesan-pesan teks yang hendak dikirim dapat dikemas dengan cara yang beragam dan variatif, sehingga pengguna dapat mengekspresikan diri mereka dengan menggunakan emoticons, sticker, emoji, warna, huruf, dan beberapa aspek lainnya. Selain itu, aplikasi ini juga memungkinkan penggunanya untuk melakukan percakapan suara dan group chat secara gratis. Beberapa mobile instant messaging bahkan memungkinkan penggunanya menikmati beberapa feature lainnya, seperti social platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dan meningkatkan engangement dengan sesama pengguna aplikasi mobile instant messaging tersebut, misalnya game. Beberapa aplikasi mobile instant messaging memiliki fitur khusus berupa official account dari sebuah produk atau artis. Pengguna dapat berlangganan pada official account tersebut. Setelah berlangganan account ini, pengguna dapat memperoleh informasi terbaru seputar artis atau produk tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa mobile instant messaging menawarkan beragam fitur yang lebih variatif. Mobile instant messaging dapat diakses semua orang dengan harga yang murah, bahkan hampir gratis. Peneliti tidak menyebutkan bahwa akses terhadap mobile instant messaging gratis sama sekali, karena penggunanya harus berlangganan paket data operator terlebih dahulu jika 18 mengakses melalui smartphone. Selama paket data aktif, aplikasi mobile instant messaging aktif dengan sendirinya dan memungkinkan penggunanya untuk menerima dan mengirim pesan. Konsumsi data mobile instant messaging tergolong rendah. Mobile instant messaging juga mudah digunakan oleh siapapun. Orang hanya cukup mengunduh aplikasi, memasukkan nomor ponsel, dan membalas SMS verifikasi yang terkirim. Selanjutnya, pengguna tinggal mengundang teman yang menggunakan aplikasi mobile instant messaging yang sama untuk melakukan chat. 4. Teori stimulus organisme respon (S-O-R) Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging, maka peneliti memilih Teori S-O-R karena teori ini dirasa mampu menjelaskan pengaruh yang berada di lingkungan terhadap perilaku individu dalam membuat pilihan atau keputusan. Teori yang diciptakan oleh Mehrabian dan Russell berangkat dari pemikiran bahwa stimuli (S), yang berupa lingkungan fisik dan sosial, mempengaruhi evaluasi internal organisme (O) atau individual‟s internal state, dan selanjutnya pengaruh internal individu tersebut mempengaruhi atau menghasilkan perilaku positif atau negatif terhadap lingkungan (R) (Lee, 2009:13). Stimulus (S) merupakan elemen-elemen yang terdapat di dalam lingkungan dan rangsangan-rangsangan yang mendorong timbulnya evaluasi internal organisme (O) (Ainsworth, 2011:55). Rangkaian stimuli ini menggambarkan isi dari lingkungan. Individu mempelajari lingkungan tersebut melalui environmental stimulus cues. Menurut Schellinck (1982), seperti dikutip Singh (2006:6), cues merupakan ―a characteristic, event, quality, or object, external to a person that can be encoded and used to categorize a stimulus object‖. Dari pengertian, dapat dikatakan bahwa cues membantu individu untuk memahami stimulus yang berada di lingkungannya. 19 Behavioural response (R) adalah ―the behaviour toward the stimulus engendered by the intervening organism response‖ (Ainsworth, 2011:61). Jadi, dapat dikatakan bahwa respon perilaku merupakan final action atau ekspresi individu terhadapa stimulus. Mehrabian dan Russel memaparkan bahwa reaksi akhir individu terhadap lingkungannya dikategorikan menjadi dua, yakni approach behavior dan avoidance behavior: ―Approach behaviours reflect all the positive behaviours directed toward a particular stimuli. Such behaviours show partiality toward the stimuli, such as a desire to stay in the presence of, explore, and affiliate with, the stimulus object... Avoidance behaviours display a consumer„s lack of interest or desire for the stimulus. Interpretations of avoidance behaviours, such as these, can be considered passive or preventative avoidance responses as the behaviour prevents interaction with the stimulus‖ (Ainsworth, 2011:63). Dari pengertian di atas, peneliti merasa kedua kategori ini sangat penting dalam membantu peneliti menjelaskan hasil akhir dari pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Peneliti ingin melihat apakah WOM seputar mobile instant messaging mendorong kawula muda untuk menggunakan atau tidak menggunakan mobile instant messaging karena alasan tertentu. Satu hal yang membedakan teori ini dengan teori S-R yang diciptakan sebelumnya adalah adanya penjelasan terkait evaluasi internal organisme (O). Evaluasi internal organisme merupakan segala respon internal individu terhadap stimuli dan berperan penting dalam menentukan respon (R) perilaku individu untuk mendekati atau menghindari suatu objek. Evaluasi internal ini menjadi faktor penengah yang menentukan perubahan hubungan antara stimulus dan respon (Ainsworth, 2011:56). Evaluasi internal organisme terdiri dari dua, yakni evaluasi kognitif dan evaluasi afektif. Evaluasi kognitif diasosiasikan dengan evaluasi konsumen sesuai kebutuhan kognitif individu (Singh, 2006:8). Ketika 20 individu menghadapi stimuli yang berada di lingkungannya, terdapat kemungkinan individu tersebut tidak memahami stimuli tersebut, sehingga rational needs mendorong individu untuk mengeksplorasi dan memahami lingkungannya. Individu kemudian merespon stimuli tersebut berdasarkan evaluasi rasional terhadap informational cues yang berada di lingkungannya untuk mengatasi ketidakpahaman tersebut (Ainsworth, 2011:57). Evaluasi afektif menggambarkan emosi individu dan terkait sejauh mana sebuah objek menarik, bernilai, menyenangkan, atau lebih baik. Menurut Mehrabian dan Russel, evaluasi afektif memiliki 3 dimensi, yakni pleasure, arousal, dan dominance, dengan penjelasan sebagai berikut: ―Pleasure-displeasure referes to the degree to which an individual feels, happy, joyful, contented, or satisfied. Arousal-nonarousal refers to one‟s level of activity, excitement, stimulation, or alertness. Dominance-submissiveness refers to the extent to which one feels unrestricted and in control of the situation‖ (dalam Billings, 1990:9). Mehrabian dan Russel menjelaskan bahwa ketiga dimensi emosional ini membantu memahami respon individu terhadap lingkungan, dan aspek emosional turut menengahi respon individu terhadap stimulus. Adanya penjelasan terkait evaluasi kognitif dan evaluasi afektif dalam teori ini membuat peneliti merasa tepat untuk menggunakan teori ini. Hal ini dikarenakan kedua jenis evaluasi ini diasumsikan turut menentukan seberapa besar kekuatan WOM membentuk perilaku dan pilihan individu. Penjelasan terkait evaluasi kognitif diperlukan untuk melihat seberapa besar WOM dapat menyediakan informasi yang mampu memenuhi kebutuhan kognisi penerima WOM untuk memahami produk mobile instant messaging. Penelitian ini juga ingin melihat sejauh mana sisi afektif penerima pesan WOM terpengaruh dan sejauh mana pesan WOM tersebut berkenan bagi mereka. Selanjutnya, penelitian ini akan melihat sejauh mana pengaruh kedua evaluasi ini terhadap preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging. 21 Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti merasa bahwa Teori S-O-R cocok untuk membantu peneliti menjabarkan pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Hal ini dikarenakan Teori S-O-R mampu menjelaskan pengaruh stimulus terhadap perilaku dalam alur yang berurutan. Dengan demikian, Teori S-O-R diharapkan mampu membantu penelitian ini memberikan pemaparan yang baik terkait hubungan kedua variabel tersebut, beserta evaluasi internal individu sebagai variabel penengah yang turut menentukan preferensi individu dalam memilih sebuah produk. G. Kerangka Konsep Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Sumber WOM yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada personal source dan mengabaikan impersonal source. Hal ini dikarenakan peneliti mengacu pada fenomena penyebaran BlackBerry di Indonesia, dimana sebagian besar kawula muda menggunakan fasilitas BlackBerry Messenger karena dipengaruhi oleh kenalan mereka yang juga menggunakan BlackBerry. Berdasarkan Teori S-O-R, keberadaan stimulus di lingkungan mendorong timbulnya reaksi internal individu atau organisme, dan kemudian reaksi internal tersebut mendorong timbulnya respon berupa perilaku tertentu. WOM seputar mobile instant messaging menjadi stimulus dalam penelitian ini. Organisme dalam penelitian ini adalah kawula muda laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun. Konsep organisme dalam penelitian ini adalah evaluasi internal kawula muda terhadap WOM seputar mobile instant messaging yang berperan sebagai penentu hubungan antara stimulus dan respon. Evaluasi internal ini terdiri dari dua, yakni evaluasi kognitif yang menggambarkan evaluasi responden terhadap kualitas informasi yang terdapat di dalam WOM, serta evaluasi afektif yang menggambarkan evaluasi responden terhadap WOM berdasarkan faktor emosi. 22 Adapun respon dalam penelitian ini adalah preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Preferensi dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan konsep pengaruh sosial reference group dibawa oleh WOM dan akan terlihat dalam pemilihan produk individu. Preferensi ini terdiri dari 3 aspek, yakni preferensi yang dipengaruhi oleh informational influence, preferensi yang dipengaruhi oleh value-expressive influence, dan preferensi yang dipengaruhi oleh utilitarian influence. Gambar 1.1 Kerangka Konsep WOM seputar Mobile Instant Messaging (Stimulus): Perolehan WOM Evaluasi Internal Kawula Muda terhadap WOM seputar Mobile Instant Messaging (Organisme): Evaluasi Kognitif Evaluasi Afektif Preferensi Kawula Muda dalam Memilih Mobile Instant Messaging (Respon): Preferensi yang dipengaruhi ValueExpressive Influence Preferensi yang dipengaruhi Utilitarian Influence Preferensi yang dipengaruhi Informational Influence Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel. Variabel pertama adalah WOM seputar mobile instant messaging yang berperan sebagai variabel bebas (independen) dan variabel ini diukur dengan perolehan WOM. Variabel kedua adalah evaluasi internal kawula muda terhadap WOM seputar mobile instant messaging yang berperan sebagai variabel antara (anteseden). Variabel ketiga adalah preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging yang berperan sebagai variabel dependen. Berikut ini adalah tabel operasionalisasi konsep untuk memahami ketiga variabel di atas. 23 Tabel 1.1 Operasionalisasi Konsep No Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala 1 Stimulus WOM Seputar Mobile Instant Messaging Perolehan WOM a. WOM Volume b. Keaktifan individu mengumpulkan informasi c. WOM Valence Ordinal Evaluasi Kognitif a. Akurasi informasi b. Kelengkapan informasi c. Kebaruan informasi d. Relevansi informasi Ordinal Organisme Evaluasi Internal Kawula Muda terhadap WOM seputar Mobile Instant Messaging Evaluasi Afektif a. WOM Vividness b. Kekuatan persuasif WOM Ordinal Preferensi yang dipengaruhi Valueexpressive influence Kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan selfconcept yang diinginkan: a. Image diri di mata orang lain b. Karakter diri c. Sense of belonging Ordinal Preferensi yang dipengaruhi Utilitarian influence Kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan preferensi orang-orang yang mereka kenal dan rekomendasi yang diperoleh dari personal source tersebut Ordinal Preferensi yang dipengaruhi Informational influence Kesesuaian pilihan mobile instant messaging dengan kebutuhan kawula muda sendiri untuk membuat informed decision Ordinal 2 3 Respon Preferensi Kawula Muda dalam Memilih Mobile Instant Messaging 24 H. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel bebas (independen), variabel antara (anteseden), dan variabel terikat (dependen). 1. Variabel WOM seputar mobile instant messaging WOM seputar mobile instant messaging yang dimaksud di sini adalah semua informasi maupun rekomendasi seputar mobile instant messaging yang diperoleh responden dari orang-orang yang mereka kenal (personal source). Variabel ini adalah berperan sebagai variabel independen (X 2), yaitu variabel yang mempengaruhi perubahan pada variabel dependen. Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi perolehan WOM. a. Dimensi Perolehan WOM (X2) Dimensi ini menggambarkan bagaimana responden memperoleh WOM seputar mobile instant messaging dari personal source mereka. Dimensi ini diukur dengan 3 indikator, yaitu: - WOM Volume - Keaktifan individu mengumpulkan informasi - WOM Valence 2. Variabel evaluasi internal kawula muda terhadap WOM seputar mobile instant messaging Evaluasi internal di sini berkaitan dengan penilain responden terhadap WOM yang mereka peroleh. Variabel evaluasi internal kawula muda terhadap WOM seputar mobile instant messaging berperan sebagai variabel anteseden (X1), dimana variabel ini yang mendahului terjadinya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). 25 Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi evaluasi kognitif dan dimensi evaluasi afektif. a. Dimensi Evaluasi Kognitif (X1.1) Dimensi ini menggambarkan penilaian responden terkait kualitas informasi seputar mobile instant messaging di dalam WOM yang mereka peroleh dan seberapa jauh WOM tersebut memenuhi kebutuhan kognisi responden dan mengatasi ketidakpahamannya akan mobile instant messaging. Indikator dari dimensi ini adalah: - Akurasi pesan - Kelengkapan informasi - Kebaruan informasi - Relevansi informasi b. Dimensi Evaluasi Afektif (X1.2) Dimensi ini menggambarkan penilaian responden tentang seberapa jauh WOM mampu mempengaruhi emosi responden dan sejauh mana responden merasa WOM terkait mobile instant messaging dirasa berkenan dan menarik perhatian bagi mereka. Indikator dari dimensi ini adalah: - WOM vividness - Kekuatan persuasif WOM 3. Variabel preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging Preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging berperan sebagai variabel dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Untuk menjelaskan variabel ini, peneliti menggunakan pengaruh sosial reference group terhadap pemilihan produk yang dikembangkan oleh Park & Lessig (1997), yang terdiri dari valueexpressive influence, utilitarian influence, dan informational influence. Ketiga pengaruh ini digunakan peneliti untuk menjelaskan preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging. 26 a. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Value-Exspressive Influence (Y1) Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh value-expressive influence kawula muda tersebut. WOM seputar mobile instant messaging diasumsikan membuat responden tahu mobile instant messaging apa yang harus dipilih agar dapat mengekspresikan dirinya dengan baik di lingkungan pergaulan mereka. Indikator dari dimensi ini adalah kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan self concept yang diinginkan: image diri di mata orang lain, karakter diri, dan sense of belonging. b. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Utilitarian Influence (Y2) Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh utilitarian influence di lingkungan interaksi kawula muda. WOM seputar mobile instant messaging diasumsikan membuat responden tahu mobile instant messaging apa yang harus dipilih sesuai dengan preferensi dari orangorang yang mereka kenal (personal source) di sekitar mereka. Indikator dari dimensi ini adalah kesesuaian pilihan mobile instant messaging dengan preferensi orang-orang yang mereka kenal serta rekomendasi yang diperoleh dari personal source tersebut. c. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Informational Influence (Y3) Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh informational influence di lingkungan pergaulan kawula muda. WOM diasumsikan membantu responden untuk membuat informed decision, artinya memilih mobile instant messaging berdasarkan kualitas mobile instant messaging itu sendiri. Indikator dari dimensi ini adalah kesesuaian pilihan mobile instant messaging dengan kebutuhan responden untuk membuat informed decision. 27 I. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian Untuk mengetahui pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging, penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian explanatory (penjelasan). Menurut Silalahi (2009:30-31), penelitian eksplanatori bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau variabel, serta bagaimana kekuatan hubungan antar variabel-variabel tersebut. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey, yakni penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Metode survey dipilih oleh peneliti karena dirasa mampu menggambarkan karakteristik (sikap, tingkah laku, maupun aspek sosial) tertentu dari suatu populasi, dan preferensi individu dalam memilih mobile instant messaging merupakan salah satu contoh dari karakteristik tersebut. Penggunaan mobile instant messaging telah menyebar dengan sangat cepat di Indonesia, sehingga survey sangat berguna bagi peneliti untuk mengumpulkan data dari populasi yang besar. Peneliti tidak mungkin mengamati populasi yang besar tersebut secara langsung, sehingga dengan menggunakan metode ini, peneliti cukup menentukan dan melakukan penelitian terhadap sampel yang dirasa mampu mewakili populasi secara keseluruhan (West & Turner, 2008:80). Penelitian ini menggunakan explanatory survey karena penelitian ini ingin menjelaskan pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Di sini, WOM seputar mobile instant messaging berperan sebagai variabel independen, sedangkan preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile 28 instant messaging berperan sebagai varibel dependen, dengan evaluasi internal responden terhadap WOM seputar mobile instant messaging sebagai variabel antara (anteseden). 2. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0: WOM seputar mobile instant messaging tidak memiliki pengaruh terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Ha: WOM seputar mobile instant messaging memiliki pengaruh terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. 3. Lokasi penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di D.I. Yogyakarta. Seperti dijelaskan pada latar belakang, studi yang dilakukan oleh Indonesian Communication and Information Ministry and UNICEF menunjukkan bahwa ―Youth Indonesians in Yogyakarta have 100 percent access to the internet while youth in Jakarta and Banten have 97.18 percent and 94.12 percent internet coverage, respectively, the Jakarta Post reports‖ (thejakartapost.com: 2014). Dalam studi tersebut juga dijelaskan bahwa kawula muda di Yogyakarta menjadi golongan pemakai terbanyak aplikasi mobile instant messaging jika dibandingkan kawula muda di daerah lain di Indonesia. Dengan demikian, kalangan kawula muda pengguna mobile instant messaging terbanyak berada di D.I. Yogyakarta berperan besar dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia. Selain itu, D.I. Yogyakarta menjadi ―one of the most heterogeneous cities in terms of ethnicity in Indonesia‖ (ASEM Culture Minister, 2012:4). Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memperoleh responden kawula muda dari berbagai etnis, sehingga penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan fenomena pengaruh 29 WOM terhadap preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging secara general. 4. Populasi dan sampel Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen di mana penyelidik tertarik dan yang darinya sampel dipilih (Silalahi, 2009:253). Peneliti memilih kawula muda usia 15-24 tahun yang berdomisili di D.I. Yogyakarta sebagai populasi. Terkait pemilihan rentang usia, penelitian ini menggunakan definisi kawula muda (youth) yang ditetapkan oleh UNESCO, yaitu ―those persons between the ages of 15 and 24 years old‖ (unesco.org). Selain karena rentang usia yang ditetapkan UNESCO tersebut, pemilihan usia 15-24 tahun, seperti dijelaskan di latar belakang, dikarenakan 62% masyaarakat Indonesia mengakses internet secara mobile dan kawula muda usia 15-24 tahun merupakan pengakses mobile internet tertinggi di Indonesia, dengan persentasi sebesar 64% dan menurut Survey Nielsen, instant messaging merupakan kegiatan tertinggi di mobile device kawula muda saat ini. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun di wilayah D.I. Yogyakarta. Tabel 1.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 15 – 19 144.199 141.564 285.763 20 – 24 151.706 144.840 296.546 Sumber: http://sp2010.bps.go.id/ Penelitian ini akan menggunakan populasi berjenis kelamin lakilaki dan perempuan dikarenakan penggunaan mobile instant messaging 30 saat ini tidak mengenal perbedaan jenis kelamin. Dengan demikian, jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 582.309 orang. Selanjutnya, peneliti menarik sampel, yaitu bagian tertentu yang dipilih dari populasi; satu subset atau tiap bagian dari populasi berdasarkan apakah itu representatif atau tidak (Silalahi, 2009:254). Sampel yang dipilih mewakili populasi dari penelitian. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut: N n= 1 + N (e)2 582.309 n= 1 + 582.309 (0,05)2 582.309 n= 1.456,7725 n = 399,7254 ≈ 400 Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas kesalahan) pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini batas kesalahan adalah 5%. Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan sampel sebanyak 399,7254 yang dibulatkan menjadi 400 orang untuk memperoleh angka genap. Dengan demikian, sampel dari penelitian ini adalah 400 responden. 5. Metode dan teknik pengambilan sampel Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dan elemen dalam populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi subjek dalam 31 sampel (Silalahi, 2009:271). Metode ini dipilih karena sampel dalam penelitian ini harus memiliki 3 syarat, yaitu menggunakan mobile instant messaging, berusia 15-24 tahun, dan sedang menetap di D.I. Yogyakarta. Dengan demikian, sampel tidak dapat dipilih secara acak. Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah snowball sampling. Teknik ini dipilih peneliti karena peneliti tidak memperoleh data statistik terkait perbandingan pengguna laki-laki dan perempuan aplikasi mobile instant messaging. Pada tahap awal, peneliti memberikan kuesioner kepada seorang responden yang memenuhi ketiga syarat tersebut, kemudian peneliti meminta tolong kepada responden tersebut untuk menunjuk kenalan mereka yang sekiranya juga memenuhi ketiga syarat tersebut untuk menjadi responden dan dijadikan sampel berikutnya. Tidak ada perbedaan antara responden yang pertama dipilih dan responden selanjutnya. Teknik ini terus dilakukan sampai peneliti memperoleh jumlah sampel yang diinginkan, yaitu 400 sampel. 6. Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan dua sumber data, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah suatu objek atau dokumen original—material mentah dari pelaku yang disebut ―first-hand information‖. Peneliti mengumpulkan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang menjadi sampel dari penelitian ini. Kuesioner berisi serangkain pertanyaan yang terformat dan berhubungan dengan penelitian yang diadakan. Penelitian ini juga menggunakan sumber data sekunder yang dapat menunjang penelitian dan diperoleh dari berbagai literatur, seperti buku, jurnal, artikel, tesis, dan sebagainya untuk mendukung serta melengkapi data yang berkaitan dengan topik penelitian ini. 32 7. Uji validitas Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul dengan menggunakan Pilot Test, yaitu membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel), dimana derajat kebebasan = n - 2. Dengan sampel 30 responden, maka didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α) ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari r tabel adalah 0.239. Apabila angka rhitung > 0.239, maka item kuesioner valid. Namun, bila angka rhitung ≤ 0.239, maka item kuesioner dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas akan ditampilkan pada Bab IV. 8. Uji reliabilitas Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen untuk menunjukkan stabilitas, konsistensi, prediktabilitas, dan akurasi hasil pengukuran konsep. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul. Pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach Alpha, dimana item kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0.6. Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada Bab IV. 9. Teknik analisis data Untuk keperluan analisis data, peneliti akan menggunakan teknik analisis korelasional dan teknik analisis deskriptif. Analisis Deskriptif Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation. Analisis Regresi 33 Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X2), variabel anteseden (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = a0 + b1.X1 + b2.X2 + e Keterangan: Y = Variabel dependen X1 = Variabel anteseden X2 = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X=0) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 e = Variabel error Analisis Korelasional Teknik analisis korelasional digunakan untuk mengukur derajat kekuatan hubungan (strength of association) antara dua variabel atau lebih, baik hubungan positif ataupun hubungan negatif (Silalahi, 2009:374). Kemudian, satu ukuran tentang kekuatan hubungan antara dua variabel disebut koefisien korelasi. Jika dua atau lebih variabel berhubungan, hasilnya ditentukan oleh apa yang disebut koefisien korelasi. Satu koefisien korelasi adalah urutan nilai berupa angka desimal berkisar antara +1.00 hingga -1.00. Jika koefisien korelasi sama dengan atau mendekati +1.00, ini mengindikasikan korelasi positif atau searah sempurna yang di dalamnya perubahan skor tinggi dalam satu variabel disertai perubahan ekuivalen dalam arah yang sama dalam variabel lain, tanpa kecuali. Jika koefisien korelasi sama dengan atau mendekati -1.00, ini mengindikasikan satu variabel berhubungan negatif sempurna yang di dalamnya perubahan dalam satu variabel disertai oleh perubahan ekuivalen dalam arah berbeda atau terbalik atau negatif sempurna dalam variabel lain, tanpa kecuali. 34 Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, penulis memberikan kriteria sebagai berikut: ― 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel ― >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah ― >0,25 – 0,5: Korelasi cukup ― >0,5 – 0,75: Korelasi kuat ― >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat ― 1.00: Korelasi sempurna 35