2 primer spesifik yang dirancang berdasarkan sekuen gen yang terdapat pada bank gen. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metagenomik sebagai metode deteksi gen penyandi nitrilase yang relatif cepat dan akurat. Selanjutnya gen nitrilase tersebut dapat dimanfaatkan sebagai biokatalis melalui konstruksi rekombinan untuk produksi senyawa obat enansiomer tunggal. TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Nitril Senyawa-senyawa nitril organik tersebar secara luas di alam. Berbagai senyawa ini telah didalilkan sebagai senyawa-senyawa yang memiliki peran kunci dalam kimia prebiotik yang menyebabkan terjadinya evolusi makromolekul biologis dan kehidupan primitif (Commeyras et al. 2004). Nitril merupakan asam karboksilat yang memiliki gugus sianida (R-CN). Gugus siano dari nitril sangat polar, gugus ini dapat menjelaskan kelarutan yang baik pada beberapa nitril di dalam air dan sifat reaktif dari nitril tersebut (Bunch 1998). Sebagian kecil nitril larut dalam air, tetapi kelarutannya berkurang bergantung panjang rantai atau adanya struktur aromatik. Senyawa nitril (RCN) tersebar luas di lingkungan, di alam nitril terutama hadir sebagai sianoglikosida yang diproduksi oleh tanaman dan hewan. Tanaman juga memproduksi senyawa nitril yang lain seperti sianolipid, risinin, dan fenilasetonitril. Selain itu, nitril alami dapat ditemukan pada minyak tulang, serangga dan mikroorganisme seperti jamur, bakteri, spons, dan ganggang (Gupta et al 2010). Sebagian besar nitril merupakan senyawa yang sangat toksik, mutagenik, dan karsinogenik (Tinggang et al. 2007). Umumnya toksisitas nitril pada manusia diekspresikan sebagai penyakit gastritis dan mual (muntah), iritasi bronkial, gangguan respirasi, dan osteolathrysm yang menyebabkan kepincangan dan kelainan skeletal (Kaul et al. 2007). Senyawa ini juga dikenal sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan (Brandao & bull 2003). Industri kimiawi menggunakan berbagai senyawa nitril secara ekstensif untuk memproduksi berbagai macam senyawa kimia, seperti pelarut, bahan pada industri plastik, karet sintetis, bahan pada industri farmasi, herbisida, pertanian, penyepuhan logam, dan senyawa-senyawa kimia penting lainnya (Kaul et al. 2007). Biotransformasi Senyawa Nitril Biotransformasi merupakan konversi kimia dari suatu senyawa organik menjadi produk yang diinginkan dengan bantuan enzim maupun sel hidup, yang mengandung enzim yang diperlukan. Alasan penggunaan biotransformasi, yaitu kemampuan mikroorganisme, misalnya bakteri untuk menghasilkan sejumlah besar biomassa dan berbagai macam enzim yang berbeda dalam waktu singkat serta kemo-, regio-, dan enantioselektivitas enzim. (Leresche & Meyer 2006). Biotransformasi telah menarik perhatian sebagai alternatif terhadap hidrolisis kimia dalam proses kimia organik karena memiliki beberapa keuntungan, seperti kondisi pH dan temperatur reaksi yang tidak ekstrim, hasil produk sampingan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan proses hidrolisis kimiawi secara konvensional, pembentukan senyawa kiral cocok untuk biopharmaceuticals, serta kemampuannya untuk mengurangi jumlah polusi lingkungan (Luo et al. 2010; Yeom et al. 2008). Degradasi mikrobial dari gugus nitril dapat terjadi melaui dua jalur enzimatis, yaitu dengan enzim nitrilase secara langsung atau reaksi secara tidak langsung dengan nitril hidratase dan amidase (Gambar 1). Nitrilase berfungsi mengkatalisis pemotongan gugus nitril secara langsung, sehingga menghasilkan asam dan amonia, sementara itu nitril hidratase mengkatalisis hidrasi nitril sehingga menghasilkan gugus amida kemudian amida ditransformasi menjadi asam karboksilat dan amonia oleh amidase (Nasagawa et al. 1988; Shaw et al. 2003; Frederick 2006; Yeom et al. 2007). Nitril hidratase amidase Gambar 1 Biotransformasi senyawa nitril (Frederick 2006) Nitrilase Sebagai Enzim Pendegradasi Senyawa Nitril Nitrilase merupakan enzim penting secara komersial dan digunakan dalam produksi asam pirazinoat, agen antimycobacterial, asam nikotinat (Bhalla et al. 1992), ibuprofen dan degradasi bromoxynil dan ioxynil (Yamamoto et al. 1990). Dalam industri, nitril 3 sebagian besar dikonversi secara kimia menjadi asam yang bernilai tinggi dan amida. Namun, konversi kimia membutuhkan asam atau basa kuat, energi tinggi, dan dapat menyebabkan pembentukan racun yang tidak diinginkan pada produk. Selain itu, metode secara kimiawi juga berpotensi untuk mengakibatkan polusi lingkungan berupa Nitro Oxida (NOx)- yaitu suatu gas rumah kaca (Cantarela et al. 2006; Julie et al. 2007; Frederick 2006). Nitrilase berfungsi mengkatalisis pemotongan gugus nitril secara langsung, sehingga menghasilkan asam dan amonia. Penggunaan nitrilase dalam proses biokatalisis menarik perhatian sejak tahun 1980 karena dapat menggantikan penggunaan asam kuat dan katalis basa dalam proses hidrolisis nitril. Perkembangan berikutnya, potensi biotransformasi ini menjadi lebih luas dengan diisolasinya mikroorganisme pemetabolisme nitril yang mesofilik dan termofilik, dan purifikasi enzim-enzim pengkonversi nitril yang baru, termasuk yang bersifat termostabil. Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari biokatalis pengkonversi nitril ini mencakup berbagai senyawa alifatik, alisiklik, aromatik, asam karboksilat heterosiklik, dan amida (Mylerova & Martinkova 2003). Superfamili enzim nitrilase ditandai dengan adanya situs aktif yang mengandung empat posisi residu asam amino terkonservasi, yaitu cys, glu, glu, dan lys (Gambar 2). Nitrilase biasanya terdapat sebagai homo-oligomer dengan ukuran monomer sekitar 40 kDa. Aktivitas nitrilase biasanya tergantung pada kumpulan subunit dan dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi enzim, serta substrat (O'Reilly & Turner 2003). Gambar 2 Posisi residu asam amino pada situs aktif enzim nitrilase (Brenner 2002) Metagenomik Metagenomik merupakan teknik analisis genomik dari komunitas bakteri pada lingkungan yang tidak memerlukan kultivasi bakteri (uncultured) (Schlooss & Handelsman 2003; Kimura 2006). Teknologi ini dinamakan demikian berdasarkan istilah yang digunakan oleh Handelsman untuk menerangkan konsep statistika dari metaanalisis dan genomik (Kimura 2006). Untuk mempelajari dan menggunakan genom-genom dari mikroba yg belum dikulturkan, metode metagenomik telah sering digunakan sejak tahun 1990-an. Berbagai studi telah menerapkan proses metagenomik untuk mencari biokatalis atau molekul-molekul baru untuk aplikasi bioteknologis atau farmasi (Ryu & Yun 2005). Kualitas analisis metagenomik berkaitan dengan kualitas DNA yg digunakan, dan beberapa prosedur ekstraksi yg telah dikembangkan untuk isolasi DNA dari lingkungan (Green & Keller 2006). Analisis metagenomik diawali dengan isolasi DNA dari sampel lingkungan. Kesulitan utama yang terkait dengan pendekatan metagenom biasanya berhubungan dengan kontaminasi DNA yang telah dimurnikan oleh senyawa fenolik yang termurnikan bersama DNA. Senyawa-senyawa ini sulit dihilangkan. Selain itu, polifenol juga diketahui dapat mengganggu proses modifikasi enzimatis pada DNA yang telah dimurnikan (Tsai & Olson 1992). Pendekatan yang digunakan untuk ekstraksi DNA secara metagenomik biasanya serupa dengan pendekatan yang digunakan pada ekstraksi DNA dari kultur murni. Langkah dasar yang harus dilakukan meliputi penghancuran matriks tanah, lisis sel, pemisahan DNA dari serpihan sel, dan pemurnian DNA (Meyer 2006). Polymerase Chain Reaction Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul asam nukleat pada target tertentu dengan dengan bantuan enzim termofilik Taq polimerase dan variasi suhu (Old & Primrose 1994). Agar PCR dapat dilaksanakan, suatu informasi mengenai sekuen DNA perlu diketahui untuk melakukan perancangan primer yang sesuai. Perancangan primer dilakukan dengan beberapa kriteria, yaitu panjang sekuen primer berkisar antara 15-25 nukleotida, kedua primer hendaknya tidak mengalami self annealing sehingga sekuen sepasang primer tidak saling komplemen, perbedaan temperatur annealing (melting point) antara kedua primer sebaiknya kurang lebih sama, sepasang primer sebaiknya memiliki persentase basa nukleotida GC cukup tinggi dibandingkan % basa AT (40-