natapraja - Journal UNY

advertisement
NATAPRAJA
Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara
Volume 4 Nomor 1 Tahun 2016
Halaman 17-30
KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TERNATE
DARI SEKTOR PAJAK DAERAH DALAM MENUTUPI DEFISIT FISKAL
(TAHUN ANGGARAN 2012-2014)
Suleman Samuda1
ABSTRACT
The aims of the research is to review the policy of increase locally derived revenue
from local tax sector taken by the Local Revenue Office (DISPENDA) municipality of
Ternate as one of the instruments to tackle the fiscal deficit in the fiscal year 2012- 2014.
The method used in this study is a qualitative approach with descriptive analysis that aims
to explore a phenomenon or social fact and then classified based on the clarifications
performed by describing a number of variables relevant to the problem. The location was
chosen as the object of this study is Local Revenue Office (DISPENDA) municipality of
Ternate. The result showed the policy implemented by Local Revenue Office includes cross
functional integration as an effort to maximize the availability of the tax authorities
through actions combine several jobs into one job and formed coordinator of each local
tax which is responsible for the management of the local taxes.
Keywords: Fiscal Policy, PAD, and Local Taxes.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mereview kebijakan peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dari sektor pajak daerah yang ditempuh oleh Dinas Pendapatan Daerah
(DISPENDA) Kota Ternate sebagai salah satu intrumen untuk mengatasi defisit fiskal pada
T.A 2012-T.A 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif
dengan menggunakan alat analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengeksplorasi suatu
fenomena atau fakta sosial kemudian diklasifikasi berdasarkan klarifikasi yang dilakukan
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang relevan dengan masalah. Lokasi
yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Ternate. Hasil
analisis data menunjukkan kebijakan yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah
meliputi integrasi fungsional silang (cross functional integration) sebagai upaya untuk
memaksimalkan ketersedian fiskus melalui tindakan mengkombinasikan beberapa
pekerjaan kedalam suatu pekerjaan dan membentuk kordinator masing-masing pajak
daerah yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan pajak daerah tersebut.
Kata kunci: Kebijakan Fiskal, PAD, Pajak Daerah, Tax Effort
1
Dosen, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
email: [email protected]
17
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
PENDAHULUAN
Kebijakan
fiskal
merupakan
imbalance
dan
ada
kecendrungan
instrumen negara dalam mengatur sisi
mengalami defisit anggaran yang terus-
pengeluaran
menerus.
maupun
sisi
penerimaan
negara dalam ranah keuangan negara yang
ditujukan
untuk
mencapai
Selama ini Indonesia cenderung
sasaran
makroekonomi (Hubbard, et al. 2012).
Hubungan antara pendapatan/penerimaan
(revenue)
pemerintah
pengeluaran/belanja
untuk
yang
yang
mendorong
biasanya
dikenal
(loose budget policy), intinya berupa
kenaikan
rasio
anggaran
terhadap
pendapatan yang berupa kenaikan defisit
(Mohsen Mehrara, et. al. 2012) karena
anggaran atau penurunan surplus anggaran
terkait dengan kebijakan penganggaran
dalam
ditujukkan
fiskal
dengan kebijakan anggaran yang longgar
pemerintah
topik penting dalam ekonomi publik
dimana
kebijakan
perekonomian
dan
(government spending) telah menjadi
publik
melakukan
(Abimanyu, 2003).
penganggaran,
pemerintah memainkan perannya (alokasi,
Data Anggaran Pendapatan dan
distribusi, stabilisasi dan sustainabilitas)
Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2014
bagi warganya.
menunjukkan
Memahami
hubungan
kecenderungan
antara
pemerintah
dan 33 propinsi di Indonesia pada Tahun
Anggaran (TA) 2013 sebanyak 457 daerah
pandang kebijakan. Pertama, kebijakan
menganggarkan defisit dalam APBDnya,
fiskal yang “sehat” sangat penting untuk
stabilitas
harga
meningkat dari tahun sebelumnya yakni
dan
hanya 447 daerah yang menganggarkan
keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability)
defisit (deskripsi dan Analisis APBD 2014
guna tetap mempertahankan pertumbuhan
pembangunan.
Kedua,
terutama
hal 8). Rasio rata-rata defisit secara
bagi
nasional (agregat provinsi, kabupaten, dan
negara Indonesia yang telah melaksanakan
otonomi
daerah
dengan
untuk
Hal ini terlihat dari 491 kabupaten/kota
(government
spending) sangat penting dari sudut
menjamin
daerah
adanya
menganggarkan defisit dalam APBD-nya.
pendapatan (revenue) pemerintah dan
belanja
bahwa
kota) adalah sebesar 7,7 persen, dimana
konsekuensi
defisit tersebut akan ditutup dengan
terjadinya kesenjangan fiskal baik vertikal
menggunakan pembiayaan.
fiscal imbalance maupun horizontal fiscal
18
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
Sumber
penerimaan
pembiayaan
daerah. Pajak daerah merupakan pilar
terbesar berasal dari SiLPA, dengan
utama penyangga kemandirian daerah,
kontribusi
dari
sumber PAD dalam pembiayaan program
Sumber
pembangunan daerah, ini sejalan dengan
penerimaan pembiayaan terbesar kedua
UU No 28 tahun 2009 tentang pajak
adalah berasal dari pinjaman daerah,
daerah dan retribusi daerah. Penerimaan
namun kontribusinya sangat kecil yaitu
pajak daerah harus mampu memenuhi
hanya
kebutuhan
sebesar
penerimaan
94,7
persen
pembiayaan.
sebesar
2,94
persen
dari
penerimaan pembiayaan.
Pada tahun 2013
kebijakan
fiskal
penyelenggaran
pemerintah
daerah sesuai dengan kemampuan dalam
menghimpun
kecendrungan
pemerintah
pendapatan
daerah
dari
sektor pajak daerah.
daerah
menerapkan kebijakan defisit yakni porsi
Pajak
daerah
adalah
sumber
belanja pemerintah daerah lebih besar
pendapatan yang utama bagi pemerintah
daripada
daerah
porsi
penerimaan
meskipun
dalam
membiayai
kegiatan
alokasi belanja untuk pelayanan publik
pemerintah guna menyediakan layanan
lebih rendah bila dibandingkan dengan
publik bagi masyarakat. Pajak disamping
belanja
berperan
aparatur.
Artinya
bahwa
sebagai
sumber
pendapatan
kebutuhan fiscal (fiscal need) lebih besar,
(budgetary function) yang utama juga
sementara laju pertumbuhan penerimaan
berperan sebagai alat pengatur (regulatory
daerah
function) (Mardiasmo, 2008).
(fiscal
cendrung
capacity)
stagnasi,
kurang
sehingga
dan
terjadi
Secara nominal dari tahun ke tahun
kesenjangan fiskal di daerah.
pertumbuhan penerimaan pajak daerah
Oleh karena itu, pemerintah daerah
Kota
Ternate
menunjukkan
trend
dituntut melakukan upaya fiscal (fiscal
peningkatan, seiring dengan penetapan
effort)
target
untuk
meningkatkan
kapasitas
penerimaan
yang
cendrung
fiskal daerah (fiscal capacity) dengan
mengalami kenaikan (lihat Grafik 1.).
memanfaatkan potensi penerimaan yang
Kemampuan dalam menghimpun pajak
dimiliki
mengurangi
daerah tercermin pada tax ratio, dimana
ketergantungan terhadap pembiayaan dari
tax ratio pada dasarnya digunakan untuk
pusat dan mengatasi kesenjangan fiskal
mengukur
serta sekaligus mendorong kemandirian
penerimaan pajak dengan gross domestic
dalam
rangka
19
perbandingan
antara
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
product (GDP). Disisi lain, GDP sendiri
Berdasarkan data keuangan Kota
merupakan indikator yang digunakan
Ternate dalam rentang waktu 3 tahun
untuk
terhitung
menggambarkan
kemampuan
dari
tahun
anggaran
2012
membayar pajak masyarakat. Ukuran
sampai dengan tahun anggaran 2014
ideal tax ratio yang digunakan dalam
mengalami defisit fiskal, atau dengan kata
menggambarkan
kemampuan
lain pemerintah kota Ternate menerapkan
menghimpun pendapatan daerah berada
kebijakan fiskal yang ekspansif. Setiap
pada angka 12 persen.
kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
Rasio
akan berdampak baik positif maupun
penerimaan pajak daerah
negatif. Dampak positif yang ditimbulkan
terhadap Produk Domestik Regional Bruto
dari kebijakan fiskal yang ekspansif
(PDRB) Kota Ternate tahun 2012-2014
berkontribusi pada peningkatan daya beli
berkisar antara 3,78 persen- 4,99 persen.
masyarakat
Tax rasio tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan
menghimpun
(khususnya
pegawai
pemerintah).
pendapatan
daerah pemerintah Kota Ternate dari
Kebijakan fiskal yang ekspansif
sektor pajak masih sangat rendah dan
sama halnya dengan memberi stimulus
berada jauh dari rasio ideal yang dijadikan
pada
sebagai ukuran ideal selama ini yakni
tujuan untuk mendorong pertumbuhan
sebesar 11 persen-12 persen.
ekonomi,
aktifitas
perekonomian
misalnya
dengan
dengan
investasi
pemerintah seperti pembangunan jalan
20
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
raya,
jembatan,
dan
fasilitas-fasilitas
pinjaman.
Berdasarkan
data
tersebut
publik lainnya. Dengan adanya fasilitas
penulis berasumsi bahwa untuk mengatasi
umum
defisit fiskal, Pemerintah Kota Ternate
yang
sangat
memadai
maka
kegiatan ekonomi akan semakin cepat dan
cenderung
mudah
sebagai alternatif utama dalam mengatasi
sehingga
memacu
terjadinya
pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya
bila
memprioritaskan
pinjaman
defisit fiskal padahal pembiayaan defisit
terjadi
dengan
defisit
menggunakan
mekanisme
pinjaman sangat tidak disarankan karena
anggaran yang besar sebagai akibat dari
dapat menyebabkan ketidaksinambungan
kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif
fiskal (Sargent dan Wallace, 1981).
dibiarkan dan tidak segera diatasi oleh
pemerintah, maka akan terjadi gangguan
Defisit
anggaran
serius pada kondisi keuangan pemerintah,
sebagai
bahkan bukan tidak mungkin pemerintah
pengeluaraan total melebihi penerimaaan
bisa mengalami gagal bayar (default) atas
untuk periode tertentu (Chimobi dan Igwe,
surat-surat utang yang diterbitkannya.
2010).
Pengalaman di banyak negara, untuk
pemerintah
memulihkan ekonomi dari risiko default
membayar semua pengeluaran.
dengan
menarik
utang
baru
dengan
ditempuh
banyak, beban APBN meningkat dan
keadaan
dimana
pengeluaran
memiliki
tiga
tersebut
kewajiban
cara
pemerintah
meningkatkan
kelangsungan fiskal (fiscal sustainability)
yang
yaitu:
pendapatan,
bisa
dengan
melakukan
pinjaman atau menciptakan uang (bila itu
terganggu (Sujai, 2013) juga sangat
terhadap
Dengan
Terdapat
konsekuensi nominal utang bertambah
berpengaruh
sebuah
didefinisikan
negara)
perekonomian
(Mishkin,
2009:628),
namun
dalam prakteknya kebijakan ini tidak lagi
secara keseluruhan.
digunakan karena akan mendorong hyper-
Defisit yang dialami pemerintah
inflation. Sementara pembiyaan melalui
Kota Ternate mengalami penurunan pada
pajak akan berpengaruh namun lebih kecil
tahun 2012 dan 2013 namun pada tahun
dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan
2014
dari penerbitan obligasi (Beare, 1978).
defisit
mengalami
peningkatan.
Struktur APBD Pemerintah Kota Ternate
Kebijakan
dari tahun 2011 sampai tahun 2014 pada
Pemerintah Kota Ternate dalam mengatasi
postur pembiayaan selalu terdapat item
defisit yakni melakukan pinjaman.
21
yang
lazim
ditempuh
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
Kondisi ini harus menjadi perhatian
diperlukan melalui beragam kebijakan
penting SKPD terkait khususnya Dinas
yang
Pendapatan Daerah, karena Kota Ternate
sehingga bermuara pada peningkatan PAD
tidak selamanya dapat bergantung pada
yang nantinya dapat digunakan sebagai
sumber pendapatan dari transfer fiskal dan
salah satu intrumen untuk mengatasi
pendapatan daerah lainnya yang sah.
defisit fiskal.
Pemerintah
Kota
diterapkan
secara
efektif
harus
Dalam konsep kebijakan itu sendiri
membangun kapasitas fiskalnya sendiri
kebijakan dapat dipahami dari dua sisi.
sebagai sumber utama bagi Pendapatan
Pertama, kebijakan yang bersifat diskresi.
Asli Daerah. Pajak daerah merupakan
Kebijakan yang bersifat diskresi apabila
salah satu sumber pendapatan utama PAD.
kebijakan
Akan
data
incremental
kota
memperhatikan hubungan antar pilihan
Ternate berada pada angka 3,78 persen-
kebijakan pada periode yang berbeda
4,99 persen. Artinya bahwa kemampuan
(Rahutami,
2007).
menghimpun
diskresi
penuh
tetapi
menunjukkan
Ternate
bisa
berdasarkan
bahwa
tax
ratio
pendapatan
daerah
dibuat
secara
dengan
dasar
periodik
tanpa
Kebijakan
yang
kecendrungan
pemerintah kota Ternate dari sektor pajak
inkonsistensi dalam waktu karena kendala
masih
Langkah
ekspektasi sektor swasta (Kydland dan
mutlak
Prescott, 1977). Kedua, kebijakan yang
sangat
rendah
optimalisasi pengelolaan pajak
22
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
bersifat kaedah. Kebijakan yang bersifat
tertentu, untuk melaksanakan kegiatan
kaedah bila formula kebijakan dibuat guna
guna mencapai tujuan tertentu yang
diaplikasikan pada periode yang panjang
dilakukan oleh instansi yang berwenang
berdasar
(Mustopadidjaja, 2003:5).
pada
perencanaan
metodologi
dan
sistematis,
bukan
yang
Dari
beragam
pendapat
yang
berdasarkan langkah yang acak dan
mendefenisikan tentang kebijakan publik,
berorientasi pada stabilitas (Taylor. 1993).
penulis menyimpulkan bahwa kebijakan
Kebijakan publik dipandang sebagai
publik adalah serangkaian aktifitas atau
sebuah tindakan diwakili oleh pendapat
tindakan beberapa aktor (politik maupun
Dye
administrator) dalam mengambil sebuah
“Public
policy
is
whatever
government chose to do or not to do”.
keputusan
Carl J Federick (dalam Agustino, Leo.
hukum), program ataupun kegiatan yang
2008:7) mendefinisikan kebijakan sebagai
bertujuan untuk mengatasi masalah publik
serangkaian
yang
dalam implementasinya bermanfaat dan
atau
berpihak pada kepentingan publik.
tindakan/kegiatan
diusulkan
seseorang,
pemerintah
dalam
tertentu
dimana
hambatan
kelompok
berupa
regulasi
(aturan
suatu
lingkungan
Dalam konteks pajak daerah, setiap
terdapat
hambatan-
tindakan atau aktifitas yang dilakukan
(kesulitan-kesulitan)
dan
oleh Dispenda selaku lembaga yang
terhadap
memiliki mandat dan otoritas dalam
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut
pengelolaan pajak daerah, merupakan
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
sebuah kebijakan yang ditujukan untuk
Dalam
kebijakan
meningkat PAD dari sektor pajak daerah.
publik adalah segala aktifitas dan tindakan
Kebijakan bisa berupa regulasi dalam
baik
kesempatan-kesempatan
kerangka
yang
subtantif
atau
tidak
bentuk peraturan daerah (Perda) tentang
pemerintah
yang
pajak daerah atau keputusan kepala
bertujuan untuk memecahkan masalah
Dispenda pada ranah operasional fiskus
publik yang dihadapi (Indiahono, 2009;
dilapangan.
Islami, 1994).
program
dilaksanakan
dilaksanakan
oleh
Kebijakan publik adalah sebuah
keputusan.
Kebijakan
publik
Kebijakan
yang
juga
berupa
bertujuan
untuk
peningkatan penerimaan pajak daerah
pada
seperti sosialisasi terkait pajak daerah.
dasarnya adalah suatu keputusan yang
Berdasarkan uraian diatas, rumusan
dimaksud untuk mengatasi permasalahan
masalah dalam penelitian ini adalah apa
23
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
kebijakan yang telah ditempuh oleh oleh
Agar pembahasan tidak melebar
Dinas Pendapatan Daerah Kota Ternate
cakupan permasalahan yang diteliti dan
dalam
asli
dianalisis serta terarah sesuai dengan
daerah (PAD) dari sektor pajak daerah
tujuan yang ingin dicapai maka obyek dari
untuk mengatasi defisit fiskal pada T.A
penelitian
2012 sampai T.A 2014?
peningkatan PAD dari sektor pajak daerah
meningkatkan
pendapatan
untuk
ini
adalah
mengatasi
defisit
kebijakan
fiskal
yang
dialami dalam kurun waktu 2012-2014.
METODE
Metode
penelitian
membantu
Data
dan
informasi
dalam
peneliti untuk mendapatkan data melalui
peneilitian ini adalah mengenai kebijakan
berbagai
fiskal dalam peningkatan PAD Kota
sumber,
memainkan
dan
peran
metodologi
penting
dalam
Ternate. Instrumen yang digunakan dalam
mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini
pada
dasarnya
mereview
pengumpulan data meliputi:
kebijakan
a) Metode dokumentasi. Mencari data
Pemerintah Kota Ternate dalam kurun
mengenai hal-hal terkait dengan
waktu 3 tahun terakhir terhitung sejak
penelitian ini
tahun
dalam
dokumen APBD maupun APBD-P
meningkat PAD untuk mengatasi deficit
dan Realisasi APBD Kota Ternate,
fiskal.
dan
anggaran
2012-2014
Pendekatan
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan
kualitatif
berupa
dokumen-
peraturan-peraturan
daerah
terkait pajak daerah Kota Ternate.
dengan
b) Wawancara
mendalam
(in
menggunakan alat analisis
deskriptif.
interview)
Pendekatan
deskriptif
memperoleh data primer dari fokus
analisis adalah suatu penelitian yang
penelitian. Dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi suatu
wawancara ditujukan untuk aktor
fenomena atau fakta sosial kemudian
kunci (key person) di Dispenda Kota
diklasifikasi berdasarkan klarifikasi yang
Ternate
dilakukan dengan jalan mendeskripsikan
secara
sejumlah variabel yang relevan dengan
memungkinkan
masalah, fokus dan unit yang diteliti
menindandaklanjuti isu-isu menarik
(diolah dari berbagai sumber).
dan penting yang dikemukaka oleh
kualitatif
tipe
key
24
digunakan
dept
Wawancara
semi
person
untuk
dilakukan
terstruktur
yang
peneliti
untuk
selama
proses
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
wawancara (Smith and Eatough.
Penelitian ini hanya difokuskan
2007) dilapangan sehingga data-data
untuk penerapan kebijakan intensifikasi
teruji validasinya dengan maksud
yang diadopsi Dispenda Kota Ternate
untuk
dalam meningkatkan penerimaan daerah
menyesuaikan
dengan
research question.
dari sektor pajak daerah.
Analisis data dalam penelitian ini
diartikan sebagai sebuah upaya yang
menggunakan
dimaksudkan
untuk
interaktif. Teknik ini mengungkapkan
penerimaan
dari
bahwa tahap reduksi data, tahap penyajian
penerimaan yang telah ada.
data
dan
tahap
aktivitasnya
interaksi,
teknik
penarikan
dilakukan
baik
analisis
antar
data
simpulan
dengan
Intensifikasi
meningkatkan
sumber-sumber
Kapasitas pemerintah daerah dalam
cara
tata kelola pajak daerah mempengaruhi
komponennya,
tingkat penerimaan. Rendahnya kapasitas
maupun dengan proses pengumpulan data,
daerah dalam tata kelola pajak daerah
dalam proses yang berbentuk siklus
mengakibatkan biaya pemungutan pajak
(Miles and Huberman. 1994).
cenderung terbebani oleh biaya pungutan
yang lebih besar. Pajak Daerah masih
HASIL DAN PEMBAHASAN
tergolong memiliki tingkat bouyancy yang
Pajak daerah merupakan tulang
punggung
pembiayaan
pembangunan
daerah. Disisi lain PAD berkorelasi secara
siginifikan
dengan
diterapkan
“target”
sistem
dalam
pungutan bisa dilakukan secara efektif
dengan menetapkan target operasional
Penerimaan daerah diharapkan dari sektor
sehingga potensi penerimaan bisa dikelola
pajak tidak mengalami fluktuatif. Akan
secara optimal. Sebagai akibatnya, ada
tetapi bila penerimaan pajak daerah
kecendrungan untuk memenuhi target
mengalami fluktuatif maka hal tersebut
pengelolaan
sebabnya adalah
penerimaan daerah bukan pada bagaimana
sumber-sumber
pendapataan dari sector pajak daerah.
mengindikasikan
rendah. Salah satu
penerimaan tersebut, walaupun dari sisi
pajak
pertumbuhan
daerah belum optimal. Secara teoritis
pemasukkan
kebijakan peningkatan pendapatan asli
ekonomi
pajak
sebenarnya
daerah
melampaui target yang ditetapkan.
daerah bisa ditempuh dengan tiga cara
yakni intensifikasi, ekstensifikasi dan
diversifikasi.
25
dapat
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
pemanfaatan dari penerimaan masing-
Pajak Daerah Kota Ternate
masing
Pemberlakuan Undang-undang no
yang
dari desentralisasi fiskal yang mengadopsi
money
folow
function
pajak
dan
retribusi
diutamakan untuk mendanai kegiatan
28 tahun 2009 merupakan tindak lanjut
prinsip
jenis
berkaitan
langsung
dengan
pelayanan yang bersangkutan; adanya
yang
pengalihan
memberikan kewenaangan kepada daerah
hak
pemungutan
dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
untuk menggali potensi-potensi ekonomi
daerah sesuai dengan karakteristik daerah
Dari 11 jenis jenis pajak daerah
sebagai pendapatan asli daerah. Undang-
yang bisa dipungut oleh kabupaten/kota
Undang
mengisyaratkan
sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 2
kepada daerah untuk memungut pajak
dalam Undang-Undang No 28 Tahun
sesuai dengan potensi ekonomi yang
2009, Pemerintah Kota Ternate hanya
dimiliki untuk menopang pembiayaan
memungut 10 jenis pajak. Dari tabel
namun disisi yang lain undang-undang
diatas terlihat jelas bahwa pajak sarang
tersebut sangat membatasi daerah atau
burung
bersifat limitatif baik segi tarif maupun
Pemerintah Kota Ternate karena ketiadaan
jenis pajak yang dipungut.
obyek, namun hal tersebut dapat berubah
No
28/2009
walet
tidak
dipungut
oleh
bila kemudian hari ada obyek untuk
Bila dicermati secara seksama inti
dipungut pajak.
dari Undang-undang nomor 28 tahun 2009
tersirat adanya: pengenaan pajak yang
Dalam hal penetapan tarif pajak
bersifat close list, artinya pemerintah
daerah
daerah tidak diperkenankan memungut
menganut
jenis pajak lain selain yang disebutkan
menentukan tarif untuk masing-masing
dalam UU tersebut (Lihat UU no 28/2009
jenis pajak daerah. Berdasarkan data
pasal 2 ayat 2 dan ayat 3). Adanya
sekunder dalam penelitian ini menujukkan
pergeseran
bahwa tarif yang dikenakan bagi setiap
pola
pengawasan
dari
Pemerintah
Kota
prinsip
maximize
jenis
pengawasan yang bersifat preventif dan
maksimal sesuai dengan yang diatur
korektif, dengan adanya undang-undang
dalam UU no 28/2009 tentang Pajak
tersebut
daerah
Daerah.
dengan
earmarking
diperkenalkan
system
artinya
26
daerah
dikenakan
dalam
pengawasan yang bersifat represif menjadi
mulai
pajak
Ternate
tarif
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
Secara teoritis pengenaan tarif pajak
yang
lebih
tinggi,
tidak
menghasilkan
total
WPD yang membayar, sementara pada
selalu
tahun 2015 jumlah WPD yang membayar
penerimaan
meningkat 2 kali lipat atau sebanyak 71
maksimum tetapi tergantung pada respons
WPD yang membayar.
wajib pajak (Geoffrey dan Buchanan,
1980, hal.20-22). Pernyataan tersebut
Kebijakan Integrasi Fungsional Silang
terkonfirmasi dalam Model Leviathan.
Teori tersebut
dijadikan
Optimalisasi potensi pajak daerah
sepatutnya dapat
pertimbangan
utama
dipengaruhi
bagi
daya
menggali sumber-sumber keuangan yang
mencapai
2009). Hal ini tentunya akan berimbas
pada realisasi penerimaan PAD. Tentunya
yang meminimalkan penghindaran pajak,
ketersediaan fiskus menjadi prasyarat
penerimaan
utama dalam memaksimalkan potensi
maksimum.
pajak yang dimiliki untuk meningkatkan
Pengurangan tarif pajak kos-kos
merupakan
yang
terkena pajak (Davey dalam Suryani,
dikombinasikan dengan struktur pajak
total
daerah
memperoleh data dan pendapatan yang
pengenaan tarif pajak yang lebih rendah
dicapai
(SDM)
data, sarana dan prasarana sehingga
total
penerimaan yang maksimal, tetapi dengan
maka
manusia
pemungutan pajak, perlunya dukungan
berorientasi pada pengenaan tarif yang
untuk
faktor
memadai dalam melaksanakan proses
berasal dari pajak daerah yang tidak selalu
tinggi
beberapa
diantaranya adalah ketersediaan sumber
Pemerintah Kota Ternate dalam upaya
lebih
oleh
satu
bukti
asli
daerah
akan
tetapi
Model
ketersedian fiskus menjadi kendala yang
Leviathan. Revisi aturan terkait dengan
dihadapi oleh Dispenda dalam mengelola
penurunan tarif pajak kos-kosan dari 10
pajak daerah. Ketersediaan fiskus di
persen menjadi 5 persen dilakukan atas
Dispenda Kota Ternate, yang terdiri atas
dasar permintaan dari masyarakat. Setelah
beberapa bidang yakni bidang pendataan,
dilakukan
terjadi
bidang penetapan, bidang penagihan dan
peningkatan jumlah WPD (wajib pajak
bidang pengawasan dan perimbangan,
daerah) yang membayar jika dibandingkan
jumlahnya bervariasi, tidak tergantung
dengan
dari luasnya wilayah kerja dan volume
penyesuaian
sebelum
dari
pendapatan
tarif,
penyesuaian
tarif
dilakukan. Pada tahun 2014 terdapat 35
27
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
pekerjaan yang dimiliki oleh bidang
Dibentuknya kordinator dirasakan
tersebut.
sangat membantu dalam hal monitoring
maupun
Untuk memaksimalkan ketersediaan
yakni
integrasi
fungsional
tindakan
beberapa
kendala
silang
Dengan
mengkombinasikan
pekerjaan
kedalam
dilaksanakan
yang
dihadapi
dibentuk
dilapangan.
kordinator
masing-
masing jenis pajak daerah, menunjukan
suatu
bahwa setiap bidang yang ada di Dispenda
pekerjaan dimaksudkan untuk menekan
Kota
biaya tenaga produktivitas dan mengatasi
Ternate
mendapatkan
tugas
tambahan selain Tupoksi masing-masing
kekurangan tenaga dalam melaksanakan
bidang ataupun seksi.
pekerjaan.
Membentuk
koordinator
pajak
SIMPULAN
daerah merupakan tindak lanjut dari
kebijakan
integrasi
fungsional
Hasil analisis menunjukkan prioritas
silang
kebijakan Dispenda Kota Ternate dalam
(cross functional integration). Kordinator
dibentuk
yang
terkait dengan capaian target maupun
fiskus yang ada, Dispenda menerapkan
kebijakan
evaluasi
secara
meningkat penerimaan PAD dari sektor
bidang
yang
untuk
mengawasi
dan
serta
bertanggung
jawab
1. Pemerintah Kota Ternate menganut
terhadap realisasi dari target yang telah
prinsip maximize dalam menentukan
ditetapkan
jenis
tarif pajak daerah, akan tetapi bila
bertanggung
ada desakan dari masyarakat terkait
bertugas
mengontrol
pajak.
oleh
Setiap
lintas
masing-masing
kordinator
pajak daerah, yakni:
jawab kepada Kepala Dispenda.
Kordinator
Donasi
besaran tariff, dispenda melakukan
penyesuaian tarif dan kebijakan
Bandara
tersebut berimbas pada peningkatan
dipimpin langsung oleh Kasie Penagihan
setoran wajib pajak khususnya pajak
PD II, Kordinator Galian C dipimpin
kos-kosan.
Kasie Penagihan PD I, Kordinator Pajak
Hotel dan Restoran dipimpin langsung
oleh
Kabid
koordinator
pajak
sedangkan
daerah merupakan tindak lanjut dari
Kordinator pajak air tanah dan pajak
kebijakan integrasi fungsional silang
parkir
(cross
serta
Penagihan
2. Membentuk
pajak
hiburan
dipimpin
langsung oleh Kabid Penetapan.
functional
integration).
Kordinator dibentuk secara lintas
28
Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . .
bidang
yang
bertugas
untuk
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan
Publik berbasis Dynamic Policy.
Gava Media
mengawasi dan mengontrol serta
bertanggung
jawab
terhadap
Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip-prinsip
perumusan kebijaksanaan Negara.
Bumi Aksara
realisasi dari target yang telah
ditetapkan oleh masing-masing jenis
pajak.
Setiap
kordinator
Kydland, F. E and Prescott, E.C. 1997.
Rules Rather than Discretion: The
Inconsistency of Optimal Plans.
Journal of Political Economy.
bertanggung jawab kepada Kepala
Dispenda.
Mahpud Sujai dan Azharianto L B. 2014.
Ruang Fiskal Untuk Pemenuhan
Janji-janji Pemerintahan Baru.
Majalah Warta Fiskal, Edisi.5,
Kementrian Keuangan RI.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo.
Kebijakan
Alfabeta.
2008. Dasar-Dasar
Publik.
Bandung:
Mardiasmo.
2008.
Otonomi
dan
Pembangunan Daerah. Yogyakarta:
Andi
Aleš Krejdl. 2006. Fiscal Sustainability
Definition,
Indicators
and
Assessment of Czech Public Finance
Sustainability.
Working
Paper
Series 3.
Mehrara, Mohsen. Mosayeb Pahlavani
and
Yousef
Elyasi.
2012.
Government
Revenue
and
Government Expenditure Nexus in
Asian
Countries:
Panel
Cointegration
and
Causality.
International Journal of Business
and Social Science Vol. 2 No. 7;
2011.
Beare, B, Jhon. 1978. Macroeconomics
Cycles, Growth and Policy in a
monetary Economy. Macmillan
Publishing Co.
Brennan, Geoffrey dan Buchanan, James
1980. Tax Limits and The Logic of
Constitutional Restriction, dalam
Democratic Choice and Taxation: A
Theoritical and Empirical Analysis,
Hettich, W. and Winer, S. L.
Cambridge University Press
Hubbard, R Glenn,
Macroeconomics.
New Jersey.
Miles, Mathew. B. and Huberman, A.
Michael. 1994. Qualitative Data
Analysis; Second Edition. Sage
Publications, Inc
Mustopadidjaja, AR. 2003. Manajemen
Proses Kebijakan Publik. LAN.
Jakarta.
et. al. 2012.
Prentice Hall,
Rahutami, Angelina I. 2007. Interaksi
Sektor Moneter dan Fiskal di
Indonesia tahun 1980.1-2006.4:
29
NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016
Pendekatan
Sistem
Simultan. Disertasi.
Ekonomi
Suryani, Irma. 2009. Analisis Strategi
Peningkatan Pendapatan Retribusi
Pasar Di Kabupaten Pekalongan.
Tesis Universitas Diponegoro.
Taylor, Jhon B. 1993. Discretion versus
Policy Rules in Practice. CarnegieRochester Confernce series on
public policy, 39:195-214
30
Download