NATAPRAJA Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara Volume 4 Nomor 1 Tahun 2016 Halaman 17-30 KEBIJAKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TERNATE DARI SEKTOR PAJAK DAERAH DALAM MENUTUPI DEFISIT FISKAL (TAHUN ANGGARAN 2012-2014) Suleman Samuda1 ABSTRACT The aims of the research is to review the policy of increase locally derived revenue from local tax sector taken by the Local Revenue Office (DISPENDA) municipality of Ternate as one of the instruments to tackle the fiscal deficit in the fiscal year 2012- 2014. The method used in this study is a qualitative approach with descriptive analysis that aims to explore a phenomenon or social fact and then classified based on the clarifications performed by describing a number of variables relevant to the problem. The location was chosen as the object of this study is Local Revenue Office (DISPENDA) municipality of Ternate. The result showed the policy implemented by Local Revenue Office includes cross functional integration as an effort to maximize the availability of the tax authorities through actions combine several jobs into one job and formed coordinator of each local tax which is responsible for the management of the local taxes. Keywords: Fiscal Policy, PAD, and Local Taxes. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mereview kebijakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak daerah yang ditempuh oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Ternate sebagai salah satu intrumen untuk mengatasi defisit fiskal pada T.A 2012-T.A 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif dengan menggunakan alat analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengeksplorasi suatu fenomena atau fakta sosial kemudian diklasifikasi berdasarkan klarifikasi yang dilakukan dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang relevan dengan masalah. Lokasi yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Ternate. Hasil analisis data menunjukkan kebijakan yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah meliputi integrasi fungsional silang (cross functional integration) sebagai upaya untuk memaksimalkan ketersedian fiskus melalui tindakan mengkombinasikan beberapa pekerjaan kedalam suatu pekerjaan dan membentuk kordinator masing-masing pajak daerah yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan pajak daerah tersebut. Kata kunci: Kebijakan Fiskal, PAD, Pajak Daerah, Tax Effort 1 Dosen, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. email: [email protected] 17 NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 PENDAHULUAN Kebijakan fiskal merupakan imbalance dan ada kecendrungan instrumen negara dalam mengatur sisi mengalami defisit anggaran yang terus- pengeluaran menerus. maupun sisi penerimaan negara dalam ranah keuangan negara yang ditujukan untuk mencapai Selama ini Indonesia cenderung sasaran makroekonomi (Hubbard, et al. 2012). Hubungan antara pendapatan/penerimaan (revenue) pemerintah pengeluaran/belanja untuk yang yang mendorong biasanya dikenal (loose budget policy), intinya berupa kenaikan rasio anggaran terhadap pendapatan yang berupa kenaikan defisit (Mohsen Mehrara, et. al. 2012) karena anggaran atau penurunan surplus anggaran terkait dengan kebijakan penganggaran dalam ditujukkan fiskal dengan kebijakan anggaran yang longgar pemerintah topik penting dalam ekonomi publik dimana kebijakan perekonomian dan (government spending) telah menjadi publik melakukan (Abimanyu, 2003). penganggaran, pemerintah memainkan perannya (alokasi, Data Anggaran Pendapatan dan distribusi, stabilisasi dan sustainabilitas) Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2014 bagi warganya. menunjukkan Memahami hubungan kecenderungan antara pemerintah dan 33 propinsi di Indonesia pada Tahun Anggaran (TA) 2013 sebanyak 457 daerah pandang kebijakan. Pertama, kebijakan menganggarkan defisit dalam APBDnya, fiskal yang “sehat” sangat penting untuk stabilitas harga meningkat dari tahun sebelumnya yakni dan hanya 447 daerah yang menganggarkan keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) defisit (deskripsi dan Analisis APBD 2014 guna tetap mempertahankan pertumbuhan pembangunan. Kedua, terutama hal 8). Rasio rata-rata defisit secara bagi nasional (agregat provinsi, kabupaten, dan negara Indonesia yang telah melaksanakan otonomi daerah dengan untuk Hal ini terlihat dari 491 kabupaten/kota (government spending) sangat penting dari sudut menjamin daerah adanya menganggarkan defisit dalam APBD-nya. pendapatan (revenue) pemerintah dan belanja bahwa kota) adalah sebesar 7,7 persen, dimana konsekuensi defisit tersebut akan ditutup dengan terjadinya kesenjangan fiskal baik vertikal menggunakan pembiayaan. fiscal imbalance maupun horizontal fiscal 18 Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . Sumber penerimaan pembiayaan daerah. Pajak daerah merupakan pilar terbesar berasal dari SiLPA, dengan utama penyangga kemandirian daerah, kontribusi dari sumber PAD dalam pembiayaan program Sumber pembangunan daerah, ini sejalan dengan penerimaan pembiayaan terbesar kedua UU No 28 tahun 2009 tentang pajak adalah berasal dari pinjaman daerah, daerah dan retribusi daerah. Penerimaan namun kontribusinya sangat kecil yaitu pajak daerah harus mampu memenuhi hanya kebutuhan sebesar penerimaan 94,7 persen pembiayaan. sebesar 2,94 persen dari penerimaan pembiayaan. Pada tahun 2013 kebijakan fiskal penyelenggaran pemerintah daerah sesuai dengan kemampuan dalam menghimpun kecendrungan pemerintah pendapatan daerah dari sektor pajak daerah. daerah menerapkan kebijakan defisit yakni porsi Pajak daerah adalah sumber belanja pemerintah daerah lebih besar pendapatan yang utama bagi pemerintah daripada daerah porsi penerimaan meskipun dalam membiayai kegiatan alokasi belanja untuk pelayanan publik pemerintah guna menyediakan layanan lebih rendah bila dibandingkan dengan publik bagi masyarakat. Pajak disamping belanja berperan aparatur. Artinya bahwa sebagai sumber pendapatan kebutuhan fiscal (fiscal need) lebih besar, (budgetary function) yang utama juga sementara laju pertumbuhan penerimaan berperan sebagai alat pengatur (regulatory daerah function) (Mardiasmo, 2008). (fiscal cendrung capacity) stagnasi, kurang sehingga dan terjadi Secara nominal dari tahun ke tahun kesenjangan fiskal di daerah. pertumbuhan penerimaan pajak daerah Oleh karena itu, pemerintah daerah Kota Ternate menunjukkan trend dituntut melakukan upaya fiscal (fiscal peningkatan, seiring dengan penetapan effort) target untuk meningkatkan kapasitas penerimaan yang cendrung fiskal daerah (fiscal capacity) dengan mengalami kenaikan (lihat Grafik 1.). memanfaatkan potensi penerimaan yang Kemampuan dalam menghimpun pajak dimiliki mengurangi daerah tercermin pada tax ratio, dimana ketergantungan terhadap pembiayaan dari tax ratio pada dasarnya digunakan untuk pusat dan mengatasi kesenjangan fiskal mengukur serta sekaligus mendorong kemandirian penerimaan pajak dengan gross domestic dalam rangka 19 perbandingan antara NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 product (GDP). Disisi lain, GDP sendiri Berdasarkan data keuangan Kota merupakan indikator yang digunakan Ternate dalam rentang waktu 3 tahun untuk terhitung menggambarkan kemampuan dari tahun anggaran 2012 membayar pajak masyarakat. Ukuran sampai dengan tahun anggaran 2014 ideal tax ratio yang digunakan dalam mengalami defisit fiskal, atau dengan kata menggambarkan kemampuan lain pemerintah kota Ternate menerapkan menghimpun pendapatan daerah berada kebijakan fiskal yang ekspansif. Setiap pada angka 12 persen. kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Rasio akan berdampak baik positif maupun penerimaan pajak daerah negatif. Dampak positif yang ditimbulkan terhadap Produk Domestik Regional Bruto dari kebijakan fiskal yang ekspansif (PDRB) Kota Ternate tahun 2012-2014 berkontribusi pada peningkatan daya beli berkisar antara 3,78 persen- 4,99 persen. masyarakat Tax rasio tersebut menunjukkan bahwa kemampuan menghimpun (khususnya pegawai pemerintah). pendapatan daerah pemerintah Kota Ternate dari Kebijakan fiskal yang ekspansif sektor pajak masih sangat rendah dan sama halnya dengan memberi stimulus berada jauh dari rasio ideal yang dijadikan pada sebagai ukuran ideal selama ini yakni tujuan untuk mendorong pertumbuhan sebesar 11 persen-12 persen. ekonomi, aktifitas perekonomian misalnya dengan dengan investasi pemerintah seperti pembangunan jalan 20 Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . raya, jembatan, dan fasilitas-fasilitas pinjaman. Berdasarkan data tersebut publik lainnya. Dengan adanya fasilitas penulis berasumsi bahwa untuk mengatasi umum defisit fiskal, Pemerintah Kota Ternate yang sangat memadai maka kegiatan ekonomi akan semakin cepat dan cenderung mudah sebagai alternatif utama dalam mengatasi sehingga memacu terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya bila memprioritaskan pinjaman defisit fiskal padahal pembiayaan defisit terjadi dengan defisit menggunakan mekanisme pinjaman sangat tidak disarankan karena anggaran yang besar sebagai akibat dari dapat menyebabkan ketidaksinambungan kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif fiskal (Sargent dan Wallace, 1981). dibiarkan dan tidak segera diatasi oleh pemerintah, maka akan terjadi gangguan Defisit anggaran serius pada kondisi keuangan pemerintah, sebagai bahkan bukan tidak mungkin pemerintah pengeluaraan total melebihi penerimaaan bisa mengalami gagal bayar (default) atas untuk periode tertentu (Chimobi dan Igwe, surat-surat utang yang diterbitkannya. 2010). Pengalaman di banyak negara, untuk pemerintah memulihkan ekonomi dari risiko default membayar semua pengeluaran. dengan menarik utang baru dengan ditempuh banyak, beban APBN meningkat dan keadaan dimana pengeluaran memiliki tiga tersebut kewajiban cara pemerintah meningkatkan kelangsungan fiskal (fiscal sustainability) yang yaitu: pendapatan, bisa dengan melakukan pinjaman atau menciptakan uang (bila itu terganggu (Sujai, 2013) juga sangat terhadap Dengan Terdapat konsekuensi nominal utang bertambah berpengaruh sebuah didefinisikan negara) perekonomian (Mishkin, 2009:628), namun dalam prakteknya kebijakan ini tidak lagi secara keseluruhan. digunakan karena akan mendorong hyper- Defisit yang dialami pemerintah inflation. Sementara pembiyaan melalui Kota Ternate mengalami penurunan pada pajak akan berpengaruh namun lebih kecil tahun 2012 dan 2013 namun pada tahun dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan 2014 dari penerbitan obligasi (Beare, 1978). defisit mengalami peningkatan. Struktur APBD Pemerintah Kota Ternate Kebijakan dari tahun 2011 sampai tahun 2014 pada Pemerintah Kota Ternate dalam mengatasi postur pembiayaan selalu terdapat item defisit yakni melakukan pinjaman. 21 yang lazim ditempuh NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 Kondisi ini harus menjadi perhatian diperlukan melalui beragam kebijakan penting SKPD terkait khususnya Dinas yang Pendapatan Daerah, karena Kota Ternate sehingga bermuara pada peningkatan PAD tidak selamanya dapat bergantung pada yang nantinya dapat digunakan sebagai sumber pendapatan dari transfer fiskal dan salah satu intrumen untuk mengatasi pendapatan daerah lainnya yang sah. defisit fiskal. Pemerintah Kota diterapkan secara efektif harus Dalam konsep kebijakan itu sendiri membangun kapasitas fiskalnya sendiri kebijakan dapat dipahami dari dua sisi. sebagai sumber utama bagi Pendapatan Pertama, kebijakan yang bersifat diskresi. Asli Daerah. Pajak daerah merupakan Kebijakan yang bersifat diskresi apabila salah satu sumber pendapatan utama PAD. kebijakan Akan data incremental kota memperhatikan hubungan antar pilihan Ternate berada pada angka 3,78 persen- kebijakan pada periode yang berbeda 4,99 persen. Artinya bahwa kemampuan (Rahutami, 2007). menghimpun diskresi penuh tetapi menunjukkan Ternate bisa berdasarkan bahwa tax ratio pendapatan daerah dibuat secara dengan dasar periodik tanpa Kebijakan yang kecendrungan pemerintah kota Ternate dari sektor pajak inkonsistensi dalam waktu karena kendala masih Langkah ekspektasi sektor swasta (Kydland dan mutlak Prescott, 1977). Kedua, kebijakan yang sangat rendah optimalisasi pengelolaan pajak 22 Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . bersifat kaedah. Kebijakan yang bersifat tertentu, untuk melaksanakan kegiatan kaedah bila formula kebijakan dibuat guna guna mencapai tujuan tertentu yang diaplikasikan pada periode yang panjang dilakukan oleh instansi yang berwenang berdasar (Mustopadidjaja, 2003:5). pada perencanaan metodologi dan sistematis, bukan yang Dari beragam pendapat yang berdasarkan langkah yang acak dan mendefenisikan tentang kebijakan publik, berorientasi pada stabilitas (Taylor. 1993). penulis menyimpulkan bahwa kebijakan Kebijakan publik dipandang sebagai publik adalah serangkaian aktifitas atau sebuah tindakan diwakili oleh pendapat tindakan beberapa aktor (politik maupun Dye administrator) dalam mengambil sebuah “Public policy is whatever government chose to do or not to do”. keputusan Carl J Federick (dalam Agustino, Leo. hukum), program ataupun kegiatan yang 2008:7) mendefinisikan kebijakan sebagai bertujuan untuk mengatasi masalah publik serangkaian yang dalam implementasinya bermanfaat dan atau berpihak pada kepentingan publik. tindakan/kegiatan diusulkan seseorang, pemerintah dalam tertentu dimana hambatan kelompok berupa regulasi (aturan suatu lingkungan Dalam konteks pajak daerah, setiap terdapat hambatan- tindakan atau aktifitas yang dilakukan (kesulitan-kesulitan) dan oleh Dispenda selaku lembaga yang terhadap memiliki mandat dan otoritas dalam pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut pengelolaan pajak daerah, merupakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. sebuah kebijakan yang ditujukan untuk Dalam kebijakan meningkat PAD dari sektor pajak daerah. publik adalah segala aktifitas dan tindakan Kebijakan bisa berupa regulasi dalam baik kesempatan-kesempatan kerangka yang subtantif atau tidak bentuk peraturan daerah (Perda) tentang pemerintah yang pajak daerah atau keputusan kepala bertujuan untuk memecahkan masalah Dispenda pada ranah operasional fiskus publik yang dihadapi (Indiahono, 2009; dilapangan. Islami, 1994). program dilaksanakan dilaksanakan oleh Kebijakan publik adalah sebuah keputusan. Kebijakan publik Kebijakan yang juga berupa bertujuan untuk peningkatan penerimaan pajak daerah pada seperti sosialisasi terkait pajak daerah. dasarnya adalah suatu keputusan yang Berdasarkan uraian diatas, rumusan dimaksud untuk mengatasi permasalahan masalah dalam penelitian ini adalah apa 23 NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 kebijakan yang telah ditempuh oleh oleh Agar pembahasan tidak melebar Dinas Pendapatan Daerah Kota Ternate cakupan permasalahan yang diteliti dan dalam asli dianalisis serta terarah sesuai dengan daerah (PAD) dari sektor pajak daerah tujuan yang ingin dicapai maka obyek dari untuk mengatasi defisit fiskal pada T.A penelitian 2012 sampai T.A 2014? peningkatan PAD dari sektor pajak daerah meningkatkan pendapatan untuk ini adalah mengatasi defisit kebijakan fiskal yang dialami dalam kurun waktu 2012-2014. METODE Metode penelitian membantu Data dan informasi dalam peneliti untuk mendapatkan data melalui peneilitian ini adalah mengenai kebijakan berbagai fiskal dalam peningkatan PAD Kota sumber, memainkan dan peran metodologi penting dalam Ternate. Instrumen yang digunakan dalam mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini pada dasarnya mereview pengumpulan data meliputi: kebijakan a) Metode dokumentasi. Mencari data Pemerintah Kota Ternate dalam kurun mengenai hal-hal terkait dengan waktu 3 tahun terakhir terhitung sejak penelitian ini tahun dalam dokumen APBD maupun APBD-P meningkat PAD untuk mengatasi deficit dan Realisasi APBD Kota Ternate, fiskal. dan anggaran 2012-2014 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif berupa dokumen- peraturan-peraturan daerah terkait pajak daerah Kota Ternate. dengan b) Wawancara mendalam (in menggunakan alat analisis deskriptif. interview) Pendekatan deskriptif memperoleh data primer dari fokus analisis adalah suatu penelitian yang penelitian. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi suatu wawancara ditujukan untuk aktor fenomena atau fakta sosial kemudian kunci (key person) di Dispenda Kota diklasifikasi berdasarkan klarifikasi yang Ternate dilakukan dengan jalan mendeskripsikan secara sejumlah variabel yang relevan dengan memungkinkan masalah, fokus dan unit yang diteliti menindandaklanjuti isu-isu menarik (diolah dari berbagai sumber). dan penting yang dikemukaka oleh kualitatif tipe key 24 digunakan dept Wawancara semi person untuk dilakukan terstruktur yang peneliti untuk selama proses Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . wawancara (Smith and Eatough. Penelitian ini hanya difokuskan 2007) dilapangan sehingga data-data untuk penerapan kebijakan intensifikasi teruji validasinya dengan maksud yang diadopsi Dispenda Kota Ternate untuk dalam meningkatkan penerimaan daerah menyesuaikan dengan research question. dari sektor pajak daerah. Analisis data dalam penelitian ini diartikan sebagai sebuah upaya yang menggunakan dimaksudkan untuk interaktif. Teknik ini mengungkapkan penerimaan dari bahwa tahap reduksi data, tahap penyajian penerimaan yang telah ada. data dan tahap aktivitasnya interaksi, teknik penarikan dilakukan baik analisis antar data simpulan dengan Intensifikasi meningkatkan sumber-sumber Kapasitas pemerintah daerah dalam cara tata kelola pajak daerah mempengaruhi komponennya, tingkat penerimaan. Rendahnya kapasitas maupun dengan proses pengumpulan data, daerah dalam tata kelola pajak daerah dalam proses yang berbentuk siklus mengakibatkan biaya pemungutan pajak (Miles and Huberman. 1994). cenderung terbebani oleh biaya pungutan yang lebih besar. Pajak Daerah masih HASIL DAN PEMBAHASAN tergolong memiliki tingkat bouyancy yang Pajak daerah merupakan tulang punggung pembiayaan pembangunan daerah. Disisi lain PAD berkorelasi secara siginifikan dengan diterapkan “target” sistem dalam pungutan bisa dilakukan secara efektif dengan menetapkan target operasional Penerimaan daerah diharapkan dari sektor sehingga potensi penerimaan bisa dikelola pajak tidak mengalami fluktuatif. Akan secara optimal. Sebagai akibatnya, ada tetapi bila penerimaan pajak daerah kecendrungan untuk memenuhi target mengalami fluktuatif maka hal tersebut pengelolaan sebabnya adalah penerimaan daerah bukan pada bagaimana sumber-sumber pendapataan dari sector pajak daerah. mengindikasikan rendah. Salah satu penerimaan tersebut, walaupun dari sisi pajak pertumbuhan daerah belum optimal. Secara teoritis pemasukkan kebijakan peningkatan pendapatan asli ekonomi pajak sebenarnya daerah melampaui target yang ditetapkan. daerah bisa ditempuh dengan tiga cara yakni intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. 25 dapat NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 pemanfaatan dari penerimaan masing- Pajak Daerah Kota Ternate masing Pemberlakuan Undang-undang no yang dari desentralisasi fiskal yang mengadopsi money folow function pajak dan retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan 28 tahun 2009 merupakan tindak lanjut prinsip jenis berkaitan langsung dengan pelayanan yang bersangkutan; adanya yang pengalihan memberikan kewenaangan kepada daerah hak pemungutan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. untuk menggali potensi-potensi ekonomi daerah sesuai dengan karakteristik daerah Dari 11 jenis jenis pajak daerah sebagai pendapatan asli daerah. Undang- yang bisa dipungut oleh kabupaten/kota Undang mengisyaratkan sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 kepada daerah untuk memungut pajak dalam Undang-Undang No 28 Tahun sesuai dengan potensi ekonomi yang 2009, Pemerintah Kota Ternate hanya dimiliki untuk menopang pembiayaan memungut 10 jenis pajak. Dari tabel namun disisi yang lain undang-undang diatas terlihat jelas bahwa pajak sarang tersebut sangat membatasi daerah atau burung bersifat limitatif baik segi tarif maupun Pemerintah Kota Ternate karena ketiadaan jenis pajak yang dipungut. obyek, namun hal tersebut dapat berubah No 28/2009 walet tidak dipungut oleh bila kemudian hari ada obyek untuk Bila dicermati secara seksama inti dipungut pajak. dari Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tersirat adanya: pengenaan pajak yang Dalam hal penetapan tarif pajak bersifat close list, artinya pemerintah daerah daerah tidak diperkenankan memungut menganut jenis pajak lain selain yang disebutkan menentukan tarif untuk masing-masing dalam UU tersebut (Lihat UU no 28/2009 jenis pajak daerah. Berdasarkan data pasal 2 ayat 2 dan ayat 3). Adanya sekunder dalam penelitian ini menujukkan pergeseran bahwa tarif yang dikenakan bagi setiap pola pengawasan dari Pemerintah Kota prinsip maximize jenis pengawasan yang bersifat preventif dan maksimal sesuai dengan yang diatur korektif, dengan adanya undang-undang dalam UU no 28/2009 tentang Pajak tersebut daerah Daerah. dengan earmarking diperkenalkan system artinya 26 daerah dikenakan dalam pengawasan yang bersifat represif menjadi mulai pajak Ternate tarif Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . Secara teoritis pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, tidak menghasilkan total WPD yang membayar, sementara pada selalu tahun 2015 jumlah WPD yang membayar penerimaan meningkat 2 kali lipat atau sebanyak 71 maksimum tetapi tergantung pada respons WPD yang membayar. wajib pajak (Geoffrey dan Buchanan, 1980, hal.20-22). Pernyataan tersebut Kebijakan Integrasi Fungsional Silang terkonfirmasi dalam Model Leviathan. Teori tersebut dijadikan Optimalisasi potensi pajak daerah sepatutnya dapat pertimbangan utama dipengaruhi bagi daya menggali sumber-sumber keuangan yang mencapai 2009). Hal ini tentunya akan berimbas pada realisasi penerimaan PAD. Tentunya yang meminimalkan penghindaran pajak, ketersediaan fiskus menjadi prasyarat penerimaan utama dalam memaksimalkan potensi maksimum. pajak yang dimiliki untuk meningkatkan Pengurangan tarif pajak kos-kos merupakan yang terkena pajak (Davey dalam Suryani, dikombinasikan dengan struktur pajak total daerah memperoleh data dan pendapatan yang pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dicapai (SDM) data, sarana dan prasarana sehingga total penerimaan yang maksimal, tetapi dengan maka manusia pemungutan pajak, perlunya dukungan berorientasi pada pengenaan tarif yang untuk faktor memadai dalam melaksanakan proses berasal dari pajak daerah yang tidak selalu tinggi beberapa diantaranya adalah ketersediaan sumber Pemerintah Kota Ternate dalam upaya lebih oleh satu bukti asli daerah akan tetapi Model ketersedian fiskus menjadi kendala yang Leviathan. Revisi aturan terkait dengan dihadapi oleh Dispenda dalam mengelola penurunan tarif pajak kos-kosan dari 10 pajak daerah. Ketersediaan fiskus di persen menjadi 5 persen dilakukan atas Dispenda Kota Ternate, yang terdiri atas dasar permintaan dari masyarakat. Setelah beberapa bidang yakni bidang pendataan, dilakukan terjadi bidang penetapan, bidang penagihan dan peningkatan jumlah WPD (wajib pajak bidang pengawasan dan perimbangan, daerah) yang membayar jika dibandingkan jumlahnya bervariasi, tidak tergantung dengan dari luasnya wilayah kerja dan volume penyesuaian sebelum dari pendapatan tarif, penyesuaian tarif dilakukan. Pada tahun 2014 terdapat 35 27 NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 pekerjaan yang dimiliki oleh bidang Dibentuknya kordinator dirasakan tersebut. sangat membantu dalam hal monitoring maupun Untuk memaksimalkan ketersediaan yakni integrasi fungsional tindakan beberapa kendala silang Dengan mengkombinasikan pekerjaan kedalam dilaksanakan yang dihadapi dibentuk dilapangan. kordinator masing- masing jenis pajak daerah, menunjukan suatu bahwa setiap bidang yang ada di Dispenda pekerjaan dimaksudkan untuk menekan Kota biaya tenaga produktivitas dan mengatasi Ternate mendapatkan tugas tambahan selain Tupoksi masing-masing kekurangan tenaga dalam melaksanakan bidang ataupun seksi. pekerjaan. Membentuk koordinator pajak SIMPULAN daerah merupakan tindak lanjut dari kebijakan integrasi fungsional Hasil analisis menunjukkan prioritas silang kebijakan Dispenda Kota Ternate dalam (cross functional integration). Kordinator dibentuk yang terkait dengan capaian target maupun fiskus yang ada, Dispenda menerapkan kebijakan evaluasi secara meningkat penerimaan PAD dari sektor bidang yang untuk mengawasi dan serta bertanggung jawab 1. Pemerintah Kota Ternate menganut terhadap realisasi dari target yang telah prinsip maximize dalam menentukan ditetapkan jenis tarif pajak daerah, akan tetapi bila bertanggung ada desakan dari masyarakat terkait bertugas mengontrol pajak. oleh Setiap lintas masing-masing kordinator pajak daerah, yakni: jawab kepada Kepala Dispenda. Kordinator Donasi besaran tariff, dispenda melakukan penyesuaian tarif dan kebijakan Bandara tersebut berimbas pada peningkatan dipimpin langsung oleh Kasie Penagihan setoran wajib pajak khususnya pajak PD II, Kordinator Galian C dipimpin kos-kosan. Kasie Penagihan PD I, Kordinator Pajak Hotel dan Restoran dipimpin langsung oleh Kabid koordinator pajak sedangkan daerah merupakan tindak lanjut dari Kordinator pajak air tanah dan pajak kebijakan integrasi fungsional silang parkir (cross serta Penagihan 2. Membentuk pajak hiburan dipimpin langsung oleh Kabid Penetapan. functional integration). Kordinator dibentuk secara lintas 28 Suleman Samuda – Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah . . . bidang yang bertugas untuk Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik berbasis Dynamic Policy. Gava Media mengawasi dan mengontrol serta bertanggung jawab terhadap Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip-prinsip perumusan kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara realisasi dari target yang telah ditetapkan oleh masing-masing jenis pajak. Setiap kordinator Kydland, F. E and Prescott, E.C. 1997. Rules Rather than Discretion: The Inconsistency of Optimal Plans. Journal of Political Economy. bertanggung jawab kepada Kepala Dispenda. Mahpud Sujai dan Azharianto L B. 2014. Ruang Fiskal Untuk Pemenuhan Janji-janji Pemerintahan Baru. Majalah Warta Fiskal, Edisi.5, Kementrian Keuangan RI. DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. Kebijakan Alfabeta. 2008. Dasar-Dasar Publik. Bandung: Mardiasmo. 2008. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Yogyakarta: Andi Aleš Krejdl. 2006. Fiscal Sustainability Definition, Indicators and Assessment of Czech Public Finance Sustainability. Working Paper Series 3. Mehrara, Mohsen. Mosayeb Pahlavani and Yousef Elyasi. 2012. Government Revenue and Government Expenditure Nexus in Asian Countries: Panel Cointegration and Causality. International Journal of Business and Social Science Vol. 2 No. 7; 2011. Beare, B, Jhon. 1978. Macroeconomics Cycles, Growth and Policy in a monetary Economy. Macmillan Publishing Co. Brennan, Geoffrey dan Buchanan, James 1980. Tax Limits and The Logic of Constitutional Restriction, dalam Democratic Choice and Taxation: A Theoritical and Empirical Analysis, Hettich, W. and Winer, S. L. Cambridge University Press Hubbard, R Glenn, Macroeconomics. New Jersey. Miles, Mathew. B. and Huberman, A. Michael. 1994. Qualitative Data Analysis; Second Edition. Sage Publications, Inc Mustopadidjaja, AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik. LAN. Jakarta. et. al. 2012. Prentice Hall, Rahutami, Angelina I. 2007. Interaksi Sektor Moneter dan Fiskal di Indonesia tahun 1980.1-2006.4: 29 NATAPRAJA Vol. 4 No. 1, Mei 2016 Pendekatan Sistem Simultan. Disertasi. Ekonomi Suryani, Irma. 2009. Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Retribusi Pasar Di Kabupaten Pekalongan. Tesis Universitas Diponegoro. Taylor, Jhon B. 1993. Discretion versus Policy Rules in Practice. CarnegieRochester Confernce series on public policy, 39:195-214 30