BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2009, perkiraan tahun 2010, sasaran sasaran pokok tahun 2011, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2011 tersebut akan dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah digariskan. A. KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2009 DAN PERKIRAAN TAHUN 2010 Secara garis besar, kondisi ekonomi makro tahun 2009 dan perkiraannya di tahun 2010 adalah sebagai berikut. Pertama, setelah terimbas krisis global pada akhir tahun 2008, pertumbuhan ekonomi sejak akhir tahun 2009 mulai mengalami pemulihan. Pemulihan ekonomi ini merupakan refleksi dari pulihnya perekonomian domestik dan lingkungan global. Dari sisi pengeluaran, pulihnya perekonomian domestik sejak triwulan IV 2009 ditunjukkan dengan tumbuhnya konsumsi swasta dan pemerintah, dan mulai membaiknya investasi dan menguatnya ekspor sejalan dengan pemulihan global dan mulai membaiknya negara mitra dagang Indonesia. Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai kontribusi besar terhadap pemulihan ekonomi. Kedua, ketahanan sektor keuangan dalam negeri relatif terjaga. Setelah mengalami guncangan pada akhir tahun 2008, Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia secara bertahap mulai pulih. Demikian pula dengan nilai tukar rupiah yang terus menguat hingga bulan April 2010, didorong oleh pulihnya ekspor dan meningkatnya aliran modal masuk setelah mengalami aliran modal keluar sejak krisis global akhir 2008. Ketiga, stabilitas ekonomi membaik. Sebagai dampak dari menurunnya harga komoditas dunia dan kebijakan pengendalian inflasi bahan pangan pokok dan barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah serta kebijakan moneter yang berhati-hati, inflasi pada tahun 2009 menurun tajam. Inflasi pada tahun 2009 turun menjadi 2,78 persen dibanding 11,06 persen pada tahun 2008. Namun demikian pada April 2010 inflasi sedikit meningkat menjadi 3,91 persen sejalan dengan kenaikan harga gabah pembelian pemerintah (HPP). EKONOMI DUNIA Krisis keuangan global yang berlangsung sejak paruh kedua tahun 2008 berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia terutama ekonomi negara-negara maju I.3-73 memasuki resesi dalam paruh kedua tahun 2008. Dalam keseluruhan tahun 2009, meskipun terdapat perbaikan pada paruh kedua tahun 2009, ekonomi AS, Jepang, dan Eropa berturutturut turun 2,4 persen, 5,2 persen, dan 2,1 persen. Langkah bersama di tingkat global yang ditempuh untuk meredam pengaruh krisis keuangan dan resesi global secara bertahap mulai memperbaiki tingkat kepercayaan (confidence) terhadap sistem keuangan global dan mencegah ekonomi dunia dari kemungkinan terjadinya depresi global. Membaiknya confidence terhadap keuangan global tercermin dari membaiknya credit default swap dan yield surat-surat utang pemerintah yang melonjak tajam, meningkatnya kembali indeks saham global yang merosot tajam sejak bulan Juli 2008, naiknya cadangan devisa pada banyak negara yang berkurang tajam pada triwulan IV/2008, serta menguatnya kembali nilai tukar mata uang yang melemah oleh pengeringan likuiditas global. Perekonomian global secara bertahap kembali meningkat dari kemungkinan penurunan ekonomi yang tajam. Ekonomi Asia mengalami perbaikan sejak triwulan II/2009 digerakkan oleh Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat hingga menjadi 6,1 persen pada triwulan I/2009 kembali meningkat hingga menjadi 10,7 persen pada triwulan IV/2009. Pemulihan ekonomi di Asia yang cepat juga terjadi pada kelompok negara industri baru dan Asia Tenggara. Di negara-negara maju, pemulihan ekonomi berlangsung lebih lambat. Ekonomi Amerika Serikat dan Jepang baru membalik secara berarti pada triwulan IV/2009; sedangkan kawasan Eropa lebih lambat dimana beberapa negara masih mengalami resesi dengan ketahanan fiskal yang melemah. Pemulihan ekonomi dunia yang secara bertahap mulai berjalan juga tercermin dari meningkatnya kembali harga komoditi primer. Indeks harga komoditi primer yang merosot hingga titik terendah pada bulan Februari 2009, secara bertahap mulai membaik. Harga komoditi primer pada bulan Februari 2010 meningkat 44,4 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya ekonomi dunia dan meningkatnya harga komoditi dunia kembali mendorong inflasi secara bertahap di berbagai negara. Proses deflasi yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang secara bertahap berkurang dan menuntut kebijakan moneter di beberapa negara untuk memberi perhatian pada stabilitas ekonominya. Secara keseluruhan dalam tahun 2010, ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 4,2 persen, membaik dari penurunan ekonomi sebesar 0,6 persen pada tahun 2009. Volume perdagangan dunia yang turun sebesar 10,7 persen pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh kembali sebesar 7,0 persen pada tahun 2010. MONETER, PERBANKAN DAN PASAR MODAL Tekanan eksternal berupa melemahnya permintaan dan harga komoditas di pasar dunia dan merebaknya dampak krisis keuangan global berpengaruh pada stabilitas moneter. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan BI, diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi dengan tetap mendorong kegiatan perekonomian. I.3-74 Dari sisi moneter, telah ditempuh serangkaian kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan sekaligus mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Krisis keuangan dunia di akhir tahun 2008 telah berdampak pada meningkatnya risiko penempatan aset di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi ini telah mendorong para investor asing menarik dananya dan ditempatkan di negara-negara dan instrumen yang dipandang lebih aman. Hal ini memberi tekanan yang cukup besar terhadap nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 11.980,-/USD pada bulan Februari 2009. Sejalan dengan semakin terjaganya kondisi makro ekonomi seperti penurunan inflasi yang cukup berarti dan meningkatnya kepercayaan pasar, nilai tukar rupiah kembali menguat secara bertahap dari Rp10.060,-/USD pada Agustus 2009 menjadi Rp9.400,-/USD pada akhir tahun 2009 dan terus menguat menjadi Rp9.012,-/USD pada April 2010. Dengan penurunan harga komoditas internasional, kebijakan pengendalian inflasi bahan pangan pokok dan barang dan jasa yang harganya dapat dikendalikan Pemerintah dan kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi pada tahun 2009 menurun dari 11,06 persen (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 2,78 persen (y-o-y) pada Desember 2009. Selain itu di sisi eksternal penurunan harga BBM internasional pada tahun 2008, sehingga Pemerintah menurunkan harga BBM domestik pada akhir tahun 2008 dan pada awal tahun 2009. Hal tersebut mendorong semakin menurunnya tekanan inflasi pada tahun 2009. Upaya pengendalian pasokan bahan pokok khususnya bahan pangan pokok, dan terjaganya distribusi bahan pangan pokok, menurunkan inflasi bahan pangan pokok yang harganya mudah bergejolak dari 16,49 persen (y-o-y) pada tahun 2008 menjadi 3,95 persen (y-o-y) pada tahun 2009. Meskipun demikian pada awal tahun 2010, seiring dengan terjadi perubahan musim yang menggeser musim tanam padi, kenaikan harga gabah pembelian Pemerintah (HPP) dan ekspektasi kenaikan harga pupuk telah mendorong kenaikan harga beras dan beberapa komoditas pangan lainnya. Akibatnya inflasi mulai meningkat menjadi 3,91 persen (y-o-y) pada bulan April 2010. Sejalan dengan menurunnya laju inflasi, kebijakan moneter pada tahun 2009 ditempuh melalui pelonggaran suku bunga seperti tercermin dari penurunan suku bunga acuan (BI rate) dari 9,25 persen pada Desember 2008 menjadi 6,50 persen pada Agustus 2009 dan terjaga pada tingkat yang sama hingga bulan April 2010. Setelah melewati periode krisis global pada akhir tahun 2008 dan awal 2009, selama tahun 2009 ketahanan sektor keuangan relatif cukup stabil. Pada tahun 2009, ketahanan perbankan yang ditunjukkan oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio – CAR) bank umum dapat mencapai 17,4 persen dan meningkat mencapai 19,2 persen pada Februari 2010, jauh di atas ketentuan batas minimal yang sebesar 8,0 persen. Selanjutnya, potensi kredit macet (non performing loan – NPL) bank umum yang sempat meningkat hingga mencapai 4,1 persen pada bulan Mei 2009 berhasil diturunkan menjadi 3-3,5 persen pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010, jauh di bawah persyaratan NPL yang sebesar 5,0 persen. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI yang sempat terpuruk hingga mencapai 1.241,5 pada bulan November 2008 seiring dengan makin memburuknya krisis keuangan global, secara bertahap membaik sehingga mencapai 1.332,7 pada bulan Januari 2009. Hal ini dikarenakan oleh adanya sinergi kebijakan berbagai negara yang I.3-75 terkena krisis. Walaupun pada bulan Februari 2009 IHSG sempat turun kembali menjadi 1.285,5 yang dikarenakan oleh munculnya sentimen negatif atas prospek pemulihan ekonomi global, namun secara bertahap meningkat hingga mencapai 2.534,3 pada bulan Desember 2009 dan mencapai 2.777,3 pada bulan Maret 2010 seiring dengan proses pemulihan ekonomi global. Bahkan pada pertengahan April 2010 mampu mencetak rekor baru dengan menembus angka 2.900 dan terus meningkat hingga mencapai 2.971,3 pada akhir April 2010. Upaya-upaya penurunan tingkat suku bunga acuan (BI rate) berdampak pada menurunnya tingkat suku bunga kredit maupun simpanan. Tingkat suku bunga kredit turun dari 15,2 persen (kredit modal kerja); 14,4 persen (kredit investasi) dan 16,4 persen (kredit konsumsi) pada akhir 2008 menjadi 13,7 persen, 13,0 persen dan 16,4 persen pada tahun 2009. Namun demikian, meskipun tingkat suku bunga kredit mengalami penurunan, dampak dari krisis ekonomi dunia menyebabkan pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami perlambatan. Sampai dengan Desember 2009, kredit hanya tumbuh sebesar 10,1 persen dengan nilai Rp 1.446,8 triliun, jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2008 sebeasr 30,8 persen (y-o-y). Pertumbuhan kredit di awal tahun 2010 terus melambat menjadi 9,9 persen (y-o-y) pada bulan Februari 2010. Masih terkait dengan kredit, ketangguhan perekonomian Indonesia dalam menghadapi resesi global, prospek pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang sehat, dan perbaikan dalam manajemen ekonomi makro telah meningkatkan peringkat kredit Indonesia. Hal ini tercermin dari peningkatan peringkat kredit Moody’s Investors Service dan Standard & Poor’s (S&P). Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service menaikkan peringkat utang negara Indonesia untuk mata uang asing dan lokal dari Ba3 menjadi Ba2 pada bulan September 2009. Peringkat Ba2 untuk utang asing dan lokal tersebut merupakan peringkat tertinggi bagi Indonesia pascakrisis pada tahun 1998 yang diberikan oleh Moody’s. Kenaikan peringkat tersebut diikuti oleh lembaga pemeringkat S&P yang meningkatkan peringkat utang Indonesia dari outlook stabil menjadi outlook positif sedangkan pada bulan Oktober 2009 dengan peringkat sovereign untuk utang valas dalam jangka panjang menjadi BB- dan peringkat utang dalam rupiah menjadi BB+. Pada bulan Maret 2010, S&P menaikkan kembali peringkat sovereign untuk utang valas dalam jangka panjang menjadi BB, sedangkan untuk peringkat utang dalam rupiah tidak berubah. Di sisi penghimpunan dana, meskipun terjadi penurunan suku bunga, pertumbuhan simpanan masyarakat pada bank tetap positif dengan tumbuh 13,8 persen (y-o-y) dari Rp 1.682,1 triliun pada akhir 2008 menjadi Rp 1.913,6 triliun pada akhir tahun 2009, namun pada akhir Februari 2010 melambat menjadi 10,0 persen (y-o-y) atau mencapai Rp 1.882,2 triliun. Seiring dengan perkembangan tersebut, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio - LDR) turun dari 74,6 persen pada tahun 2008 menjadi 72,9 persen pada akhir tahun 2009, namun mulai meningkat menjadi 74,0 persen pada Februari 2010. Selain berbagai kebijakan yang diambil dalam bidang moneter, sampai saat ini penyempurnaan perangkat hukum, organisasi, SDM, dan penganggaran, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Usaha Perasuransian, Undang-Undang Dana Pensiun terus dilakukan. I.3-76 NERACA PEMBAYARAN Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia menyebabkan permintaan akan barangbarang ekspor dalam negeri menurun. Dalam keseluruhan tahun 2009, total ekspor mencapai US$ 119,5 miliar, atau turun 14,4 persen. Penurunan penerimaan ekspor tersebut disebabkan oleh ekspor migas dan non-migas yang turun masing-masing sebesar 35,5 persen dan 8,2 persen. Selanjutnya, dalam tahun 2009, impor juga menurun menjadi US$ 84,3 miliar, turun 27,7 persen dibandingkan tahun 2008. Penurunan ini disebabkan oleh impor migas dan non-migas yang masing-masing turun sebesar 49,4 persen dan 22,2 persen. Dengan defisit jasa-jasa yang meningkat menjadi US$ 24,6 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 mencapai sekitar US$ 10,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun 2008. Sementara itu, hingga akhir tahun 2009, investasi langsung asing (neto) mengalami surplus sebesar US$ 2,3 miliar, investasi portfolio (neto) surplus sebesar US$ 10,1 miliar, dan arus modal lainnya defisit sebesar US$ 8,8 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2009 mengalami surplus US$ 3,7 miliar. Pada akhir Desember 2009, surplus neraca pembayaran mencapai US$ 12,5 milyar dan cadangan devisa mencapai US$ 66,1 miliar, meningkat sebesar US$ 14,5 miliar dibandingkan tahun 2008. KEUANGAN NEGARA. Dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi dalam negeri dari resesi dunia, kebijakan APBN pada tahun 2009 diarahkan lebih bersifat ekspansif dengan memberi stimulus fiskal dalam kemampuan negara untuk membiayainya. Upaya tersebut diwujudkan dengan dikeluarkannya paket kebijakan stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun, yang ditujukan untuk (1) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat; (2) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (3) meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan efisiensi dan penghematan dalam belanja untuk menjaga defisit anggaran dalam batasan yang aman. Dengan berbagai kebijakan tersebut, realisasi belanja negara hingga 31 Desember 2009 hanya mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB) atau turun sebesar Rp31,7 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN Tahun 2008. Penurunan tersebut terutama didorong oleh turunnya belanja pemerintah pusat, dari sebelumnya Rp693,4 triliun (14,0 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009. Dengan demikian, meskipun transfer ke daerah mengalami peningkatan dari Rp292,4 triliun (5,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen PDB) di tahun 2009, secara keseluruhan belanja negara mengalami penurunan. Dari sisi pendapatan negara dan hibah, sampai dengan 31 Desember 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 hanya mencapai Rp866,8 triliun (16,3 persen PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008. I.3-77 Realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun 2009 ini sangat dipengaruhi oleh resesi ekonomi dunia. Salah satu faktor yang berdampak cukup besar adalah lebih rendahnya harga minyak Indonesia di pasar internasional karena turunnya permintaan global yang mengakibatkan menurunnya penerimaan dari sumber daya alam minyak bumi dan gas (SDA Migas). Selain itu, melambannya aktivitas perekonomian domestik telah menurunkan kinerja penerimaan pajak bila dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian domestik, defisit APBN meningkat menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya sebesar 0,1 persen PDB tahun 2009. Walau defisit cukup tinggi, pemerintah mampu menjaga surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1 persen PDB) sehingga tingkat stok utang pemerintah di akhir tahun 2009 berkurang menjadi sekitar 28 persen PDB. Pada tahun 2010, perekonomian domestik diperkirakan mulai pulih dari pengaruh krisis ekonomi global. Mulai pulihnya perekonomian domestik diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap kinerja APBN. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun (15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau lebih tinggi Rp82,9 triliun dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Sementara itu dari sisi pengeluaran negara, alokasi belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009. Dengan perkembangan tersebut, defisit APBN tahun 2010 ditetapkan sebesar 1,6 persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB, APBN diharapkan mampu memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian domestik. Peningkatan defisit tersebut sebagian besar akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara. Namun demikian, stok utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi sekitar 27 persen PDB di akhir tahun 2010. PERTUMBUHAN EKONOMI. Dalam tahun 2009, perekonomian tumbuh 4,5 persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,0 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pengeluaran pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang masingmasing tumbuh 15,7 persen dan 4,9 persen. Sementara itu, pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 3,3 persen, ekspor barang dan jasa serta impor barang dan jasa masingmasing tumbuh negatif sebesar 9,7 persen dan 15,0 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh sebesar 4,4 persen serta sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 15,5 persen; 13,8 persen, dan 7,1 persen. Adapun sektor pertanian dan sektor industri pengolahan non-migas masing-masing tumbuh 4,1 persen dan 2,5 persen . Dengan ditingkatkannya koordinasi dan efektivitas kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil terutama dalam mengatur permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,8 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi dan ekspor diharapkan tetap menjadi penggerak utama perekonomian dengan didorong oleh konsumsi I.3-78 masyarakat. Sedangkan dari sisi produksi, industri pengolahan non-migas diharapkan mampu tumbuh tinggi seiring dengan perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas. Meskipun demikian pertumbuhan ekonomi 5,8 persen di tahun 2010 perlu mencermati downside risk pada perkembangan ekonomi global berupa antara lain (i) hutang negara maju yang meningkat sejalan dengan upaya peningkatan stimulus fiskal (ii) tingkat pengangguran yang masih tinggi pada beberapa negara maju (iii) ketidakpastian harga minyak di pasar dunia. Dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut, dan berbagai kebijakan ketenagakerjaan dan penanggulangan kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka menurun dari 8,39 persen pada tahun Agustus 2008 menjadi 7,87 persen Agustus 2009 dan tingkat kemiskinan menurun dari 15,4 persen di tahun 2008 menjadi 14,1 persen pada tahun 2009. B. LINGKUNGAN EKSTERNAL TAHUN 2011 Kondisi ekonomi tahun 2011 akan dipengaruhi oleh lingkungan eskternal yang diperkirakan lebih baik dari tahun 2010. Pemulihan ekonomi akan lebih cepat, dan akan mencakup pada hampir seluruh seluruh kawasan ekonomi. Tahun 2011 diperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia dan volume perdagangan meningkat masing-masing 4,3 persen dan 6,1 persen (World Economy Outlook, IMF, April 2010). Aliran modal diperkirakan akan kembali masuk ke negara berkembang. Langkah-langkah yang ditempuh oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik. C. TANTANGAN POKOK Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2009 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi pada tahun 2010, tantangan pokok yang dihadapi tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1. MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI BERKELANJUTAN. Tantangan yang dihadapi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan adalah kecenderungan investasi dan ekspor yang melambat; dan pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas yang terus melemah. Sementara itu masih terdapat kendala di dalam negeri menghambat peningkatan investasi dan ekspor non migas; dan terus menurunnya pertumbuhan industri non-migas. Pada tahun 2009 pertumbuhan investasi 3,3 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 11,9 persen. Demikian pula dengan pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang tumbuh negatif 9,7 persen melambat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 9,5 persen. Pertumbuhan industri non migas terus melambat sejak tahun 2005. I.3-79 2. MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi adalah adanya potensi gejolak moneter internasional yang terkait dengan ketidakseimbangan global, tingginya harga minyak dunia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter di dalam negeri. Secara internal tantangan yang dihadapi adalah ketersediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat melalui peningkatan produksi dan penyempurnaan sistem distribusi. 3. MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN. Tantangan yang dihadapi adalah berupaya menurunkan pengangguran dan kemiskinan. Dengan jumlah angkatan kerja yang semakin bertambah, kualitas pertumbuhan perlu terus ditingkatkan. Kegiatan ekonomi akan didorong agar mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan mengurangi jumlah penduduk miskin. D. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO Tema pembangunan pada tahun 2011 adalah PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKEADILAN DIDUKUNG OLEH PEMANTAPAN TATAKELOLA DAN SINERGI PUSAT DAERAH. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, kebijakan ekonomi makro tahun 2011 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menjaga stabilitas ekonomi, menciptakan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu pembangunan ekonomi yang pro poor, pro job dan pro growth akan terus dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan menjaga tingkat konsumsi masyarakat, meningkatkan investasi dan ekspor serta mendorong industri pengolahan. Terjaganya tingkat konsumsi masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pasokan barang dan jasa serta terjangkaunya harga bahan pokok. Peningkatan investasi dan ekspor tetap diupayakan dengan meningkatkan daya tarik investasi baik di dalam maupun di luar negeri; mengurangi hambatan prosedur perijinan, harmonisasi kebijakan baik pusat-daerah maupun lintas sektor, meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, mendorong komoditi nonmigas yang bernilai tambah tinggi dan mendorong fasilitas ekspor. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan juga terus didorong. Perbaikan iklim ketenagakerjaan akan ditingkatkan dengan menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan, mendorong pelaksanaan negosiasi bipartit, serta penyusunan standar kompetensi. Perhatian juga diberikan pada penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin juga akan didorong oleh berbagai program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas I.3-80 cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Disamping itu, berbagai kebutuhan pokok masyarakat khususnya yang berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat miskin akan dijamin ketersediaannya dengan akses dan harga yang terjangkau. Dari sisi produksi, pembangunan pertanian dan pembangunan perdesaan didorong melalui peningkatan produksi pangan, produktivitas pertanian secara luas, diversifikasi ekonomi pedesaan, pembaharuan agraria nasional, serta pengembangan kota kecil dan menengah pendukung ekonomi perdesaan. Lebih lanjut, upaya mendorong pertumbuhan industri dilakukan dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan struktur industri, dan peningkatan produktivitas usaha industri. Stabilitas ekonomi dijaga melalui pengamanan pasokan bahan makanan, sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, dan ketahanan fiskal. Pasokan bahan makanan diupayakan dengan meningkatkan produksi bahan pokok dengan penyempurnaan sistem distribusi sehingga kebutuhan pokok rakyat dapat tersedia. Kebijakan moneter akan dilaksanakan secara berhati-hati dan pelaksanaan kebijakan fiskal akan diarahkan secara kesinambungan fiskal dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Di sisi pengelolaan keuangan negara, ketahanan fiskal yang membaik harus terus dipertahankan. Ketahanan fiskal harus terus diperkuat demi mendukung pencapaian stabilitas ekonomi. Di sisi penerimaan negara, berbagai upaya untuk peningkatan penerimaan pajak perlu terus dilanjutkan,sedangkan di sisi belanja negara, arah dan besaran pengeluaran perlu terus dipertajam seiring dengan peningkatan alokasi anggaran untuk belanja pegawai serta tansfer ke daerah meningkat. Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan yang menyertakan semua kelompok masyarakat dan golongan tetap dilanjutkan guna menyelesaikan berbagai persoalan kesenjangan. Berbagai perumusan dan pengimplementasian kebijakan yang mendukung pembangunan ekonomi yang berkeadilan seperti di bidang ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan kemiskinan harus melibatkan para pemangku kepentingan. Kebijakan yang afirmatif harus dijalankan untuk mengatasi kesenjangan, ketertinggalan, maupun kemiskinan yang masih mewarnai kehidupan sebagian besar bangsa Indonesia. E. SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2011 Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal, sasaran ekonomi tahun 2011 adalah sebahai berikut: 1. PERTUMBUHAN EKONOMI BERKELANJUTAN . Tahun 2011, perekonomian diperkirakan tumbuh 6,3 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 11,0-11,2 persen dan 11,3-11,5 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tetap tinggi dengan pertumbuhan sebesar 12,5-12,7 persen. Dalam keseluruhan tahun 2011, konsumsi I.3-81 masyarakat diperkirakan tumbuh 5,3-5,5 persen, sedangkan pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh 6,3-6,5 persen. Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,4-4,6 persen yang didorong oleh kondisi iklim dan musim tanam yang baik. Adapun industri pengolahan non-migas diperkirakan mampu tumbuh 5,7-5,9 persen antara lain didorong oleh perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas. 2. STABILITAS EKONOMI YANG KOKOH Seiring dengan membaiknya perekonomian global dan iklim usaha dan investasi domestik pada tahun 2011, ekspor dan arus masuk modal luar negeri semakin membaik. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi diperkirakan relatif stabil. Dengan semakin stabilnya laju inflasi dan nilai tukar Rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan semakin stabil pula dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. Penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp. 1.097,6 triliun pada tahun 2011, yang didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp. 845,4 triliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp. 248,9 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp. 1.217,2 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 851,7 triliun dan transfer ke daerah sebesar 5,2 persen PDB. Dengan perkiraan penerimaan dan belanja tersebut, ketahanan fiskal yang tetap mampu memberikan dorongan terhadap perekonomian diperkirakan tetap terjaga. Pada tahun 2011, defisit APBN diupayakan sekitar sebesar Rp. 119,6 triliun (sekitar 1,7 persen PDB), yang akan ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Ketahanan fiskal yang terjaga juga tercermin dari stok utang pemerintah yang ditargetkan menurun menjadi 26,6 persen PDB di akhir tahun 2011. Untuk mencapai sasaran-sasaran di atas, arah kebijakan sektor keuangan negara secara umum adalah sebagai berikut: (1) Penyeimbangan antara peningkatan alokasi anggaran dan upaya untuk memantapkan kesinambungan fiskal; (2) Peningkatan penerimaan negara terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dan kepabeanan, serta optimalisasi PNBP, baik dari jenisnya maupun perbaikan administrasinya; (3) Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara; (4) Peningkatan pengelolaan pinjaman pemerintah yang diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap PDB, tetapi juga secara absolut. 3. PEMBANGUNAN EKONOMI YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN Dengan berbagai kegiatan pembangunan yang terkait dengan prioritas untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka diperkirakan menurun masing masing menjadi 11,5-12,5 persen dan I.3-82 7,0 persen pada tahun 2011. Membaiknya iklim ketenagakerjaan akan meningkatkan kembali penciptaan kesempatan kerja yang lebih luas di berbagai sektor ekonomi. F. KEBUTUHAN INVESTASI PEMBANGUNAN DAN SUMBER PEMBIAYAAN Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen pada tahun 2011 dibutuhkan investasi sebesar Rp 2.144,5 triliun. Sebagian besar dari kebutuhan investasi tersebut (Rp 1.870 triliun atau sekitar 87 persen dari total kebutuhan investasi) diupayakan berasal dari masyarakat,sedangkan sisanya berasal dari pemerintah. G. PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Kebijakan pengalokasian transfer ke daerah tahun 2011 tetap diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan di daerah dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dengan tujuan: a) meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah dan antardaerah; b) menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah sesuai pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; c) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah; d) meningkatkan daya saing daerah; e) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; f) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; g) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya nasional; dan h) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. DANA PERIMBANGAN Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena sifatnya saling mengisi dan melengkapi. I.3-83 Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Sumbersumber penerimaan negara yang dibagihasilkan terdiri dari penerimaan dari pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan cukai hasil tembakau) dan penerimaan dari sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas penggunaannya. Alokasi DBH untuk daerah otonom baru hasil pemekaran daerah akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN. DAU bersifat “block grant” yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. DAU terdiri dari DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula dan mekanisme yang diatur dalam UU No. 33/2004 dan PP No. 55/2005. Alokasi DAU untuk daerah otonom baru dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya. Langkah-langkah untuk menyempurnakan formula alokasi, proses penghitungan, dan penetapan alokasi akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari instansi yang berwenang dan meningkatkan akuntabilitas penggunaannya. Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Kriteria Umum, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah; b) Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur I.3-84 kekhususan daerah; dan c) Kriteria Teknis, yang disusun berdasarkan indikator-indikator teknis yang didukung data-data teknis. Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2011 adalah: a) meningkatkan pagu nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung pencapaian prioritas nasional; b) mendukung program yang menjadi prioritas nasional dalam RKP 2011 sesuai kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); c) membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; dan d) meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Bidang DAK tahun 2011 ditentukan berdasarkan identifikasi kebutuhan DAK untuk mendukung pencapaian prioritas nasional 2011, dengan memperhatikan kebijakan DAK dalam RPJMN 2010-2014. Untuk mendukung tema RKP 2011 yaitu Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkeadilan Didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat-Daerah, maka bidang yang dinilai layak didanai DAK dikelompokkan dalam 3 klaster bidang DAK, yaitu: a) DAK untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meliputi: i) Infrastruktur Jalan, ii) Sarana Perdagangan, iii) Transportasi Perdesaan, iv) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan, v) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, vi) Pertanian, vii) Infrastruktur Irigasi, viii) Listrik Perdesaan , dan ix) Kelautan dan Perikanan; b) DAK untuk mendukung pelayanan dasar, meliputi: i) Pendidikan, ii) Kesehatan, iii) Keluarga Berencana, iv) Infrastruktur Air Minum, v) Infrastruktur Sanitasi, vi) Prasarana Pemerintahan Daerah, vii) Perumahan dan Permukiman, dan viii) Keselamatan Transportasi Darat; dan c) DAK untuk mendukung lingkungan hidup, meliputi: i) Lingkungan Hidup, dan ii) Kehutanan. Arah kebijakan DAK masing-masing bidang adalah sebagai berikut: 1. Infrastruktur Jalan: untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota yang telah menjadi urusan daerah, mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, dan menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan. Lingkup kegiatannya adalah: pemeliharaan berkala/periodik jalan dan jembatan provinsi/kabupaten/kota dan peningkatan prasana jalan dan jembatan provinsi/kabupaten/kota. Sasaran tahun 2011 adalah penambahan jumlah jalan provinsi dengan kondisi mantap sepanjang 1.173 km sehingga jalan provinsi dengan kondisi mantap meningkat dari 40,73 persen menjadi 41,26 persen atau sepanjang 20.217 km dan penambahan jumlah jalan kabupaten/kota dengan kondisi mantap sepanjang 2.857 km sehingga jalan kabupaten/kota dengan kondisi mantap meningkat dari 49,37 persen menjadi 50,69 persen atau sepanjang 146.016 km. I.3-85 2. Sarana Perdagangan: untuk meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan untuk memperlancar arus barang antar wilayah dan meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, meningkatkan tertib ukur dalam upaya perlindungan konsumen di daerah serta memberikan alternatif pembiayaan bagi petani dan UKM melalui Sistem Resi Gudang. Lingkup kegiatannya adalah: a) pembangunan dan pengembangan pasar tradisional; b) pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal; dan c) pembangunan gudang komoditas pertanian dalam rangka penerapan Sistem Resi Gudang. Sasaran tahun 2011 adalah terbangunnya pasar tradisional di 175 kabupaten/kota, tersedianya unit pengawasan Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) dan pelayanan tera/tera ulang UTTP serta pos ukur ulang di 16 kabupaten/kota, serta terbangunnya gudang, fasilitas dan peralatan penunjangnya di 15 kabupaten/kota. 3. Transportasi Perdesaan: untuk meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta pengembangan sarana dan prasarana transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan. Lingkup kegiatannya adalah: a) pembangunan jalan poros desa; dan b) penyediaan angkutan perdesaan (pemberian bantuan sarana transportasi angkutan barang yang sesuai dengan karakteristik daerah). Sasaran tahun 2011 adalah meningkatnya ketersediaan dan kemudahan aksesibilitas masyarakat di perdesaan terhadap pelayanan transportasi dari sentra-sentra produksi menuju outlet-outlet pemasaran. 4. Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan: untuk mengurangi keterisolasian kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang aktivitas ekonomi-perdagangan dengan negara tetangga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional. Lingkup kegiatannya adalah: a) pembangunan/rehabilitasi jaringan jalan di luar jalan provinsi dan kabupaten/kota; b) pembangunan/rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu di kecamatan perbatasan atau kawasan pulau kecil terluar berpenduduk; dan c) moda transportasi perairan/kepulauan untuk mendukung mobilisasi angkutan orang dan barang. Sasaran tahun 2011 adalah berkurangnya keterisolasian wilayah di kecamatan perbatasan atau kawasan pulau kecil terluar berpenduduk di 8 kabupaten perbatasan. 5. Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal: untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju. Daerah tertinggal yang dimaksud tidak termasuk daerah tertinggal yang memiliki kawasan perbatasan. Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan; b) penyediaan moda transportasi darat; c) pembangunan dan rehabilitasi jalan di luar jalan provinsi dan kabupaten/kota; d) pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu, khususnya dermaga kecil atau I.3-86 tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; dan e) penyediaan/pembangunan pembangkit energi listrik perdesaan yang memanfaatkan sumber energi mikrohidro dan pikohidro. Sasaran tahun 2011 adalah meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pengentasan daerah tertinggal menjadi non tertinggal yang diprioritaskan untuk 118 kabupaten tertinggal yang tidak memiliki kawasan perbatasan negara, tidak termasuk Daerah Otonom Baru (DOB), serta termasuk kategori agak tertinggal dan tertinggal. 6. Pertanian: untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung pencapaian prioritas nasional ketahanan pangan melalui perluasan areal pertanian dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan perdesaan. Lingkup kegiatannya adalah: a) perluasan areal pertanian, meliputi: pencetakan sawah, pembukaan lahan kering/perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan; b) penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan air, antara lain: pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani, jaringan irigasi tersier desa, tata air mikro, irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit dan embung; c) pengelolaan lahan melalui pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani dan jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, konservasi lahan, serta penyediaan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO); d) pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Kecamatan; e) penyediaan lumbung/gudang pangan masyarakat/pemerintah; f) penyediaan sarana dan prasarana Balai Perbenihan/Perbibitan Kabupaten untuk tanaman pangan/hortikultura/perkebunan; dan g) pembangunan/rehabilitasi pusat/pos pelayanan kesehatan hewan dan inseminasi buatan. Sasaran tahun 2011 adalah perluasan areal pertanian, pengelolaan lahan, dan pengelolaan air serta pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pertanian di tingkat desa/tingkat usaha tani, yang diprioritaskan pada daerah-daerah yang berpotensi untuk dilakukan perluasan lahan pertanian pangan, daerah sentra produksi pangan, serta daerah yang mempunyai potensi produksi pangan tinggi. 7. Infrastruktur Irigasi: untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program prioritas pemerintah bidang ketahanan pangan. Lingkup kegiatannya adalah: peningkatan, rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi, sedangkan dana untuk Operasional dan Pemeliharaan (OP) jaringan irigasi dialokasikan dari APBD masing-masing pemerintah daerah penerima DAK bidang irigasi. Sasaran tahun 2011 adalah terehabilitasinya bangunan/jaringan irigasi seluas 52.000 hektar, meningkatnya jaringan irigasi seluas 10.000 hektar, dan terbangunnya jaringan irigasi seluas 25.000 hektar yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. 8. Listrik Perdesaan: untuk meningkatkan jangkauan pelayanan dengan memberikan prioritas pada pemanfaatan energi terbarukan setempat untuk memperluas jangkauan I.3-87 pelayanan energi dan ketenagalistrikan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan energi alternatif selain BBM (terutama energi terbarukan) serta memanfaatkan sebesarbesarnya tenaga kerja, barang dan jasa produksi dalam negeri untuk memberikan nilai tambah (value added) bagi perekonomian dalam negeri terutama mendorong pengembangan industri dan teknologi dalam negeri untuk daerah yang tidak termasuk daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Lingkup kegiatannya adalah: pembangunan pembangkit energi baru terbarukan untuk penyediaan energi listrik dengan memanfaatkan potensi energi lokal yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yaitu konstruksi pembangkit skala kecil EBT berbasis surya (solar cell), mikro hidro, atau pembangkit EBT lainnya. Sasaran tahun 2011 adalah terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik dan meningkatnya rasio elektrifikasi dan rasio elektrifikasi desa, terwujudnya penyediaan dan pengelolaan EBT dan konservasi energi, yang diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kawasan potensi EBT dan belum mempunyai akses listrik dari PLN. 9. Kelautan dan Perikanan: untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, pengawasan perikanan, serta penyediaan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan (minapolitan), yang didukung dengan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan dan penguatan statistik perikanan. Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan sarana dan rehabilitasi prasarana produksi perikanan tangkap; b) penyediaan sarana dan rehabilitasi prasarana produksi perikanan budidaya; c) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan; d) penyediaan dan rehabilitasi infrastruktur dasar dan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi perairan, yang terkait dengan wisata bahari dan pengembangan perikanan; e) penyediaan dan rehabilitasi prasarana Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN)/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN); f) penyediaan sarana dan prasarana pengawasan; g) penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; dan h) penyediaan sarana dan prasarana pengembangan statistik perikanan. Sasaran tahun 2011 adalah berkembangnya kawasan minapolitan di kabupaten/kota; meningkatnya pendapatan dan kesejahteraaan nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar produk hasil perikanan, serta masyarakat pesisir lainnya, terutama di pulau-pulau kecil, serta tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya; meningkatnya tingkat pemahaman, kesadaran, keperdulian dan tanggung jawab masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab; meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang cara-cara penangkapan dan budidaya, pengolahan dan pemasaran perikanan yang benar dan ramah lingkungan; berkurangnya tingkat pelanggaran pengelolaan (pemanfaatan sumberdaya ikan, pengolahan dan pemasaran) perikanan; meningkatnya infrastruktur dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi perairan; meningkatnya kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan guna pelestarian plasma nutfah sumberdaya perikanan; dan tersedianya data statistik sebagai basis perencanaan. I.3-88 10. Pendidikan: untuk meningkatkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dapat mengikuti pendidikan dasar yang bermutu, dan meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui penyediaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk memenuhi SPM, serta secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Lingkup kegiatannya diprioritaskan untuk rehabilitasi ruang kelas SD/SDLB dan SMP/ SMPLB yang rusak sedang dan berat. Sasaran tahun 2011 adalah untuk menunjang ketercapaian: persentase kabupaten dengan APM SD/SDLB ≥ 94 persen menjadi 78 persen; persentase kota dengan APM SD/SDLB ≥ 96 persen menjadi 75 persen, persentase kabupaten dengan APK SMP ≥ 90 persen menjadi 67 persen; persentase kota dengan APK SMP≥ 115 persen menjadi 57 persen; meningkatnya Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB menjadi 83,01 persen dan 56,8 persen dan meningkatnya persentase ruang kelas SD/SDLB dan SMP/SMPLB dalam kondisi 100 persen baik. 11. Kesehatan: untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit, penyehatan lingkungan, melalui peningkatan sarana dan prasarana di Puskesmas dan jaringannya termasuk poskesdes, rumah sakit dan laboratorium kesehatan provinsi/kabupaten/kota, serta penyediaan dan pengelolaan obat generik dan perbekalan kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatannya adalah: a) Pelayanan Kesehatan Dasar,meliputi: i) pembangunan, peningkatan, dan perbaikan Puskesmas dan jaringannya; ii) pembangunan pos kesehatan desa; iii) pengadaan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya; iv) pengadaan peralatan promosi kesehatan; b) Pelayanan Kesehatan Rujukan, meliputi: i) peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III rumah sakit; ii) pembangunan, perbaikan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) dan peralatan Unit Transfusi Darah (UTD); iii) pembangunan dan pengadaan peralatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit (IGDRS); iv) pembangunan dan pengadaan peralatan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif Rumah Sakit (PONEK RS); v) pemenuhan peralatan di laboratorium kesehatan daerah dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota; vi) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); dan c) Pelayanan Kefarmasian, meliputi: i) penyediaan obat generik dan perbekalan kesehatan; ii) pembangunan dan perbaikan instalasi farmasi di provinsi/kabupaten/kota; dan iii) pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi di provinsi/kabupaten/kota. Sasaran tahun 2011 adalah: a) meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang terpadu; b) meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin menjadi sebesar 85 persen; c) meningkatnya persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi sebesar 80 persen; d) meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin menjadi sebesar 8.608 puskesmas; dan e) menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. I.3-89 12. Keluarga Berencana: untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari program prioritas nasional yang telah menjadi urusan daerah dan tetap disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dalam rangka: a) meningkatkan komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya keluarga berencana; b) membantu pemerintah daerah dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan KB kepada masyarakat; c) meneguhkan kembali pelaksanaan Program KB Nasional beserta sarana dan prasarana fisik pendukungnya dalam rangka pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga; d) meningkatkan akses dan kualitas informasi dan pelayanan kontrasepsi, terutama bagi keluarga prasejahtera (pra-KS) dan keluarga sejahtera I (KS-I); dan e) menunjang percepatan pencapaian program KB di daerah dengan tingkat fertilitas masih tinggi, angka pemakaian kontrasepsi/contraceptive prevalence rate (CPR) masih rendah, serta proporsi keluarga pra-KS dan KS-I besar. Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan kendaraan bermotor roda dua dan sarana kerja bagi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)/Pengawas Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB); b) penyediaan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) berupa Intra Uterine Device (IUD) kit/sterilisator, obgyn bed, dan implant kit; c) pembangunan/renovasi balai penyuluhan KB kecamatan; d) pembangunan gudang penyimpanan alat dan obat kontrasepsi (alokon) di kab/kota; e) penyediaan Laparascopy; f) penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) kit; dan g) penyediaan Mobil Unit Penerangan (MUPEN) KB, pengadaan public address, serta pengadaan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kit. Sasaran tahun 2011 adalah tersedianya 3.000 sepeda motor bagi 3.000 PKB/PLKB/PPLKB; terpenuhinya 60 MUPEN KB bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah Pengelola KB (SKPD-KB) kab/kota; terpenuhinya 77 MUYAN KB Keliling bagi SKPD-KB kab/kota; tersedianya sarana klinik KB yang mencakup 4.985 IUD kit/sterilisator, 2.250 Obgyn Bed, dan 6.000 unit implant kit; terpenuhinya BKB kit bagi 18.020 kelompok BKB di tingkat desa/kelurahan; tersedianya Public Adress bagi sekitar 3.000 kecamatan; tersedianya KIE kit di 4.000 desa/kelurahan; tersedianya 135 gudang penyimpanan alokon di 135 kab/kota; tersedianya Laparoscopy di 110 kab/kota; terlaksananya pembangunan/renovasi balai penyuluhan KB kecamatan di 260 kecamatan; dan terpenuhinya sarana petugas lapangan KB bagi 5.987 PKB/PLKB/PPLKB. 13. Infrastruktur Air Minum: untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan memenuhi SPM penyediaan air minum. Lingkup kegiatannya adalah pembangunan baru dan peningkatan SPAM terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sasaran tahun 2011 adalah mendukung tersedianya akses air minum bagi 70 persen penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum nonperpipaan terlindungi 38 persen. 14. Infrastruktur Sanitasi: untuk meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan sanitasi. Lingkup kegiatannya adalah: a) pengembangan I.3-90 prasarana dan sarana air limbah komunal; b) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle); dan c) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Namun, diutamakan bagi pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal. Jika daerah kabupaten/kota tersebut sudah bebas dari kondisi buang air besar sembarangan (BABS), maka kabupaten/kota dapat menggunakan alokasi DAK untuk membiayai pengembangan fasilitas pengurangan sampah dan pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri. Sasaran tahun 2011 adalah mendukung sasaran pembangunan sanitasi dalam RPJMN 2010-2014 yaitu: terwujudnya kondisi stop BABS hingga akhir tahun 2014, tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 persen rumah tangga di daerah perkotaan, dan menurunnya luas genangan sebesar 22.500 hektar di 100 kawasan strategis perkotaan. 15. Prasarana Pemerintahan Daerah: untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan 2009. Lingkup kegiatannya adalah: pembangunan/perluasan/rehabilitasi kantor Gubernur, Bupati dan/atau Walikota, kantor DPRD, gedung kantor SKPD di daerah otonom baru/pemekaran dan yang mengalami dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009, serta pada daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya seperti kantor Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD dan kantor SKPD-nya sudah tidak layak lagi, khususnya pada daerah-daerah yang belum mendapat alokasi DAK Prasarana Pemerintahan pada tahun sebelumnya. Sasaran tahun 2011 adalah tersedianya prasarana pemerintahan yang layak bagi daerah otonom baru dan daerah induk yang terkena dampak pemekaran serta daerah lainnya yang sudah tidak layak dan/atau usia pakainya telah habis, terutama pada daerah-daerah yang telah ditetapkan untuk menjadi prioritas pengalokasian DAK Prasarana Pemerintahan tahun 2011. 16. Perumahan dan Permukiman: untuk meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan dan permukiman sebagai stimulan untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah. Lingkup kegiatannya adalah: pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan dan permukiman yaitu: a) penyediaan jaringan pipa air minum; b) septik tank komunal; c) jaringan distribusi listrik; dan d) penerangan jalan umum. Sasaran tahun 2011 adalah terpenuhinya rumah layak huni bagi MBM/R yang dilengkapi prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman yang memadai yang diprioritaskan pada 37 kabupaten/kota. 17. Keselamatan Transportasi Darat: untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di kabupaten/kota guna menurunkan I.3-91 tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan dalam rangka melaksanakan rencana aksi road map to zero accident. Lingkup kegiatannya adalah: pengadaan dan pemasangan fasilitas dan peralatan keselamatan jalan, antara lain: a) rambu jalan; b) marka jalan; dan c) pagar pengaman jalan. Sasaran tahun 2011 adalah menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas fatal mencapai 40 persen per tahun hingga tahun 2011 dan menurunkan laju angka kematian dari 5,8 persen hingga 3,4 persen per tahun selama lima tahun ke depan 18. Lingkungan Hidup: untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional yaitu penurunan beban pencemaran dan penurunan tingkat polusi sebesar 50 persen dengan mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran air, udara dan limbah padat di daerah serta memperkuat pelaksanaan SPM bidang lingkungan hidup daerah. Disamping itu kegiatan bidang Lingkungan Hidup diarahkan untuk mendukung penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Lingkup kegiatannya adalah: a) pemantauan kualitas air melalui kegiatan: i) pembangunan gedung laboratorium; ii) penyediaan sarana prasarana pemantauan kualitas air; dan iii) pembangunan laboratorium lingkungan bergerak; b) pengendalian pencemaran air melalui kegiatan: penerapan teknologi sederhana untuk pengurangan limbah (seperti biogas, 3R, Ruang Terbuka Hijau (RTH), Particulate Matter (PM10), taman kahati, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) medik dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); dan c) pengendalian polusi udara melalui kegiatan: i) pengadaan alat pemantau kualitas udara; ii) penerapan teknologi tepat guna/sederhana untuk mengurangi polusi udara (alat pembuatan asap cair, briket arang, dan lain-lain). Sasaran tahun 2011 adalah melengkapi sarana dan prasarana fisik pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan hidup, mendukung penurunan beban pencemaran air, penurunan polusi udara dan limbah padat hingga 50 persen pada tahun 2014, dan mendukung penurunan emisi GRK. 19. Kehutanan: untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air, serta mendukung mitigasi perubahan iklim. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan, tanah air yang berada dalam DAS dengan melaksanakan rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan kawasan hutan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota/provinsi, termasuk pengembangan kebun bibit desa dan konservasi lahan gambut. Lingkup kegiatannya adalah: a) kegiatan RHL yang terdiri dari kegiatan vegetatif dan konservasi tanah dan air; b) pengembangan sarana prasarana keamanan hutan; c) pengembangan sarana prasarana penyuluhan kehutanan. Sasaran tahun 2011 adalah terehabilitasinya lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan serta hutan lindung, Taman Hutan Raya, hutan kota, kawasan mangrove, pengembangan kebun bibit desa dan konservasi lahan gambut yang diprioritaskan pada kabupaten/kota/provinsi yang termasuk dalam DAS prioritas nasional (108 DAS) dan kabupaten konservasi. I.3-92 DANA OTONOMI KHUSUS Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undangundang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari total pagu DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otsus Papua dan Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Papua dan Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otsus Papua dan Papua Barat tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Dana Otsus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, penanggulangan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otsus Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu DAU nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu DAU nasional. DANA PENYESUAIAN Dana penyesuaian merupakan komponen dana transfer ke daerah yang bertujuan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat, penguatan desentralisasi fiskal, dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah. Dana penyesuaian diberikan kepada daerah yang layak dengan memenuhi kriteriakriteria teknis tertentu. Sesuai dengan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2011 dana BOS yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), akan dipindahkan ke dana penyesuaian, dimana dana BOS tersebut akan disalurkan langsung dari kas Negara ke kas daerah, kemudian akan disalurkan ke rekening sekolah dengan mengikuti mekanisme APBD. Pemberian dana BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain sehingga siswa memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu sampai tamat (menyelesaikan SMP-MTs) dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Dana BOS merupakan stimulus bagi daerah dan bukan pengganti (substitute) dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Sehubungan dengan itu, pemberian dana BOS akan diikuti dengan perkuatan monitoring dan evaluasi I.3-93 untuk menghindari terjadinya penyimpangan sekaligus memastikan bahwa Daerah tidak mengurangi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan BOS Daerah (BOSDA). I.3-94