bab iii kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan

advertisement
BAB III
KERANGKA EKONOMI MAKRO
DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2011 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2009,
perkiraan tahun 2010, sasaran sasaran pokok tahun 2011, serta kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2011 tersebut akan dicapai melalui berbagai
kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah digariskan.
A.
KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2009 DAN PERKIRAAN TAHUN
2010
Secara garis besar, kondisi ekonomi makro tahun 2009 dan perkiraannya di tahun
2010 adalah sebagai berikut.
Pertama, setelah terimbas krisis global pada akhir tahun 2008, pertumbuhan
ekonomi sejak akhir tahun 2009 mulai mengalami pemulihan. Pemulihan ekonomi ini
merupakan refleksi dari pulihnya perekonomian domestik dan lingkungan global. Dari sisi
pengeluaran, pulihnya perekonomian domestik sejak triwulan IV 2009 ditunjukkan dengan
tumbuhnya konsumsi swasta dan pemerintah, dan mulai membaiknya investasi dan
menguatnya ekspor sejalan dengan pemulihan global dan mulai membaiknya negara mitra
dagang Indonesia. Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,
hotel dan restoran mempunyai kontribusi besar terhadap pemulihan ekonomi.
Kedua, ketahanan sektor keuangan dalam negeri relatif terjaga. Setelah mengalami
guncangan pada akhir tahun 2008, Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek
Indonesia secara bertahap mulai pulih. Demikian pula dengan nilai tukar rupiah yang terus
menguat hingga bulan April 2010, didorong oleh pulihnya ekspor dan meningkatnya aliran
modal masuk setelah mengalami aliran modal keluar sejak krisis global akhir 2008.
Ketiga, stabilitas ekonomi membaik. Sebagai dampak dari menurunnya harga
komoditas dunia dan kebijakan pengendalian inflasi bahan pangan pokok dan barang dan
jasa yang dikendalikan pemerintah serta kebijakan moneter yang berhati-hati, inflasi pada
tahun 2009 menurun tajam. Inflasi pada tahun 2009 turun menjadi 2,78 persen dibanding
11,06 persen pada tahun 2008. Namun demikian pada April 2010 inflasi sedikit meningkat
menjadi 3,91 persen sejalan dengan kenaikan harga gabah pembelian pemerintah (HPP).
EKONOMI DUNIA
Krisis keuangan global yang berlangsung sejak paruh kedua tahun 2008
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia terutama ekonomi negara-negara maju
I.3-73
memasuki resesi dalam paruh kedua tahun 2008. Dalam keseluruhan tahun 2009, meskipun
terdapat perbaikan pada paruh kedua tahun 2009, ekonomi AS, Jepang, dan Eropa berturutturut turun 2,4 persen, 5,2 persen, dan 2,1 persen.
Langkah bersama di tingkat global yang ditempuh untuk meredam pengaruh krisis
keuangan dan resesi global secara bertahap mulai memperbaiki tingkat kepercayaan
(confidence) terhadap sistem keuangan global dan mencegah ekonomi dunia dari
kemungkinan terjadinya depresi global. Membaiknya confidence terhadap keuangan global
tercermin dari membaiknya credit default swap dan yield surat-surat utang pemerintah yang
melonjak tajam, meningkatnya kembali indeks saham global yang merosot tajam sejak
bulan Juli 2008, naiknya cadangan devisa pada banyak negara yang berkurang tajam pada
triwulan IV/2008, serta menguatnya kembali nilai tukar mata uang yang melemah oleh
pengeringan likuiditas global.
Perekonomian global secara bertahap kembali meningkat dari kemungkinan
penurunan ekonomi yang tajam. Ekonomi Asia mengalami perbaikan sejak triwulan
II/2009 digerakkan oleh Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat hingga menjadi
6,1 persen pada triwulan I/2009 kembali meningkat hingga menjadi 10,7 persen pada
triwulan IV/2009. Pemulihan ekonomi di Asia yang cepat juga terjadi pada kelompok
negara industri baru dan Asia Tenggara. Di negara-negara maju, pemulihan ekonomi
berlangsung lebih lambat. Ekonomi Amerika Serikat dan Jepang baru membalik secara
berarti pada triwulan IV/2009; sedangkan kawasan Eropa lebih lambat dimana beberapa
negara masih mengalami resesi dengan ketahanan fiskal yang melemah.
Pemulihan ekonomi dunia yang secara bertahap mulai berjalan juga tercermin dari
meningkatnya kembali harga komoditi primer. Indeks harga komoditi primer yang merosot
hingga titik terendah pada bulan Februari 2009, secara bertahap mulai membaik. Harga
komoditi primer pada bulan Februari 2010 meningkat 44,4 persen dibandingkan dengan
bulan yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya ekonomi dunia dan meningkatnya harga
komoditi dunia kembali mendorong inflasi secara bertahap di berbagai negara. Proses
deflasi yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang secara bertahap berkurang dan
menuntut kebijakan moneter di beberapa negara untuk memberi perhatian pada stabilitas
ekonominya.
Secara keseluruhan dalam tahun 2010, ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 4,2
persen, membaik dari penurunan ekonomi sebesar 0,6 persen pada tahun 2009. Volume
perdagangan dunia yang turun sebesar 10,7 persen pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh
kembali sebesar 7,0 persen pada tahun 2010.
MONETER, PERBANKAN DAN PASAR MODAL
Tekanan eksternal berupa melemahnya permintaan dan harga komoditas di pasar
dunia dan merebaknya dampak krisis keuangan global berpengaruh pada stabilitas moneter.
Koordinasi kebijakan Pemerintah dan BI, diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi
dengan tetap mendorong kegiatan perekonomian.
I.3-74
Dari sisi moneter, telah ditempuh serangkaian kebijakan untuk menjaga stabilitas
ekonomi makro dan sistem keuangan sekaligus mencegah perlambatan pertumbuhan
ekonomi yang lebih besar. Krisis keuangan dunia di akhir tahun 2008 telah berdampak
pada meningkatnya risiko penempatan aset di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Kondisi ini telah mendorong para investor asing menarik dananya dan
ditempatkan di negara-negara dan instrumen yang dipandang lebih aman. Hal ini memberi
tekanan yang cukup besar terhadap nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 11.980,-/USD
pada bulan Februari 2009. Sejalan dengan semakin terjaganya kondisi makro ekonomi
seperti penurunan inflasi yang cukup berarti dan meningkatnya kepercayaan pasar, nilai
tukar rupiah kembali menguat secara bertahap dari Rp10.060,-/USD pada Agustus 2009
menjadi Rp9.400,-/USD pada akhir tahun 2009 dan terus menguat menjadi Rp9.012,-/USD
pada April 2010.
Dengan penurunan harga komoditas internasional, kebijakan pengendalian inflasi
bahan pangan pokok dan barang dan jasa yang harganya dapat dikendalikan Pemerintah
dan kebijakan moneter yang berhati-hati, laju inflasi pada tahun 2009 menurun dari 11,06
persen (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 2,78 persen (y-o-y) pada Desember 2009.
Selain itu di sisi eksternal penurunan harga BBM internasional pada tahun 2008, sehingga
Pemerintah menurunkan harga BBM domestik pada akhir tahun 2008 dan pada awal tahun
2009. Hal tersebut mendorong semakin menurunnya tekanan inflasi pada tahun 2009.
Upaya pengendalian pasokan bahan pokok khususnya bahan pangan pokok, dan terjaganya
distribusi bahan pangan pokok, menurunkan inflasi bahan pangan pokok yang harganya
mudah bergejolak dari 16,49 persen (y-o-y) pada tahun 2008 menjadi 3,95 persen (y-o-y)
pada tahun 2009. Meskipun demikian pada awal tahun 2010, seiring dengan terjadi
perubahan musim yang menggeser musim tanam padi, kenaikan harga gabah pembelian
Pemerintah (HPP) dan ekspektasi kenaikan harga pupuk telah mendorong kenaikan harga
beras dan beberapa komoditas pangan lainnya. Akibatnya inflasi mulai meningkat menjadi
3,91 persen (y-o-y) pada bulan April 2010.
Sejalan dengan menurunnya laju inflasi, kebijakan moneter pada tahun 2009
ditempuh melalui pelonggaran suku bunga seperti tercermin dari penurunan suku bunga
acuan (BI rate) dari 9,25 persen pada Desember 2008 menjadi 6,50 persen pada Agustus
2009 dan terjaga pada tingkat yang sama hingga bulan April 2010.
Setelah melewati periode krisis global pada akhir tahun 2008 dan awal 2009, selama
tahun 2009 ketahanan sektor keuangan relatif cukup stabil. Pada tahun 2009, ketahanan
perbankan yang ditunjukkan oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio – CAR)
bank umum dapat mencapai 17,4 persen dan meningkat mencapai 19,2 persen pada
Februari 2010, jauh di atas ketentuan batas minimal yang sebesar 8,0 persen. Selanjutnya,
potensi kredit macet (non performing loan – NPL) bank umum yang sempat meningkat
hingga mencapai 4,1 persen pada bulan Mei 2009 berhasil diturunkan menjadi 3-3,5 persen
pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010, jauh di bawah persyaratan NPL yang sebesar
5,0 persen. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI yang sempat terpuruk
hingga mencapai 1.241,5 pada bulan November 2008 seiring dengan makin memburuknya
krisis keuangan global, secara bertahap membaik sehingga mencapai 1.332,7 pada bulan
Januari 2009. Hal ini dikarenakan oleh adanya sinergi kebijakan berbagai negara yang
I.3-75
terkena krisis. Walaupun pada bulan Februari 2009 IHSG sempat turun kembali menjadi
1.285,5 yang dikarenakan oleh munculnya sentimen negatif atas prospek pemulihan
ekonomi global, namun secara bertahap meningkat hingga mencapai 2.534,3 pada bulan
Desember 2009 dan mencapai 2.777,3 pada bulan Maret 2010 seiring dengan proses
pemulihan ekonomi global. Bahkan pada pertengahan April 2010 mampu mencetak rekor
baru dengan menembus angka 2.900 dan terus meningkat hingga mencapai 2.971,3 pada
akhir April 2010.
Upaya-upaya penurunan tingkat suku bunga acuan (BI rate) berdampak pada
menurunnya tingkat suku bunga kredit maupun simpanan. Tingkat suku bunga kredit turun
dari 15,2 persen (kredit modal kerja); 14,4 persen (kredit investasi) dan 16,4 persen (kredit
konsumsi) pada akhir 2008 menjadi 13,7 persen, 13,0 persen dan 16,4 persen pada tahun
2009. Namun demikian, meskipun tingkat suku bunga kredit mengalami penurunan,
dampak dari krisis ekonomi dunia menyebabkan pertumbuhan kredit perbankan nasional
mengalami perlambatan. Sampai dengan Desember 2009, kredit hanya tumbuh sebesar 10,1
persen dengan nilai Rp 1.446,8 triliun, jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahun
2008 sebeasr 30,8 persen (y-o-y). Pertumbuhan kredit di awal tahun 2010 terus melambat
menjadi 9,9 persen (y-o-y) pada bulan Februari 2010. Masih terkait dengan kredit,
ketangguhan perekonomian Indonesia dalam menghadapi resesi global, prospek
pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang sehat, dan perbaikan dalam manajemen
ekonomi makro telah meningkatkan peringkat kredit Indonesia. Hal ini tercermin dari
peningkatan peringkat kredit Moody’s Investors Service dan Standard & Poor’s (S&P).
Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service menaikkan peringkat utang negara
Indonesia untuk mata uang asing dan lokal dari Ba3 menjadi Ba2 pada bulan September
2009. Peringkat Ba2 untuk utang asing dan lokal tersebut merupakan peringkat tertinggi
bagi Indonesia pascakrisis pada tahun 1998 yang diberikan oleh Moody’s. Kenaikan
peringkat tersebut diikuti oleh lembaga pemeringkat S&P yang meningkatkan peringkat
utang Indonesia dari outlook stabil menjadi outlook positif sedangkan pada bulan Oktober
2009 dengan peringkat sovereign untuk utang valas dalam jangka panjang menjadi BB- dan
peringkat utang dalam rupiah menjadi BB+. Pada bulan Maret 2010, S&P menaikkan
kembali peringkat sovereign untuk utang valas dalam jangka panjang menjadi BB,
sedangkan untuk peringkat utang dalam rupiah tidak berubah.
Di sisi penghimpunan dana, meskipun terjadi penurunan suku bunga, pertumbuhan
simpanan masyarakat pada bank tetap positif dengan tumbuh 13,8 persen (y-o-y) dari Rp
1.682,1 triliun pada akhir 2008 menjadi Rp 1.913,6 triliun pada akhir tahun 2009, namun
pada akhir Februari 2010 melambat menjadi 10,0 persen (y-o-y) atau mencapai Rp 1.882,2
triliun. Seiring dengan perkembangan tersebut, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to
deposit ratio - LDR) turun dari 74,6 persen pada tahun 2008 menjadi 72,9 persen pada akhir
tahun 2009, namun mulai meningkat menjadi 74,0 persen pada Februari 2010.
Selain berbagai kebijakan yang diambil dalam bidang moneter, sampai saat ini
penyempurnaan perangkat hukum, organisasi, SDM, dan penganggaran, serta harmonisasi
peraturan perundang-undangan terkait dengan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti
Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Usaha Perasuransian, Undang-Undang
Dana Pensiun terus dilakukan.
I.3-76
NERACA PEMBAYARAN
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia menyebabkan permintaan akan barangbarang ekspor dalam negeri menurun. Dalam keseluruhan tahun 2009, total ekspor
mencapai US$ 119,5 miliar, atau turun 14,4 persen. Penurunan penerimaan ekspor tersebut
disebabkan oleh ekspor migas dan non-migas yang turun masing-masing sebesar 35,5
persen dan 8,2 persen. Selanjutnya, dalam tahun 2009, impor juga menurun menjadi US$
84,3 miliar, turun 27,7 persen dibandingkan tahun 2008. Penurunan ini disebabkan oleh
impor migas dan non-migas yang masing-masing turun sebesar 49,4 persen dan 22,2
persen. Dengan defisit jasa-jasa yang meningkat menjadi US$ 24,6 miliar, surplus neraca
transaksi berjalan pada tahun 2009 mencapai sekitar US$ 10,6 miliar, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2008.
Sementara itu, hingga akhir tahun 2009, investasi langsung asing (neto) mengalami
surplus sebesar US$ 2,3 miliar, investasi portfolio (neto) surplus sebesar US$ 10,1 miliar,
dan arus modal lainnya defisit sebesar US$ 8,8 miliar. Dengan perkembangan ini neraca
modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2009 mengalami surplus US$ 3,7 miliar. Pada
akhir Desember 2009, surplus neraca pembayaran mencapai US$ 12,5 milyar dan cadangan
devisa mencapai US$ 66,1 miliar, meningkat sebesar US$ 14,5 miliar dibandingkan tahun
2008.
KEUANGAN NEGARA.
Dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi dalam negeri dari resesi
dunia, kebijakan APBN pada tahun 2009 diarahkan lebih bersifat ekspansif dengan
memberi stimulus fiskal dalam kemampuan negara untuk membiayainya. Upaya tersebut
diwujudkan dengan dikeluarkannya paket kebijakan stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun,
yang ditujukan untuk (1) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat; (2)
menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (3)
meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan
infrastruktur padat karya. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan efisiensi dan
penghematan dalam belanja untuk menjaga defisit anggaran dalam batasan yang aman.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, realisasi belanja negara hingga 31 Desember
2009 hanya mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB) atau turun sebesar
Rp31,7 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN Tahun 2008. Penurunan tersebut
terutama didorong oleh turunnya belanja pemerintah pusat, dari sebelumnya Rp693,4 triliun
(14,0 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009.
Dengan demikian, meskipun transfer ke daerah mengalami peningkatan dari Rp292,4
triliun (5,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen PDB) di tahun
2009, secara keseluruhan belanja negara mengalami penurunan.
Dari sisi pendapatan negara dan hibah, sampai dengan 31 Desember 2009, realisasi
pendapatan negara dan hibah tahun 2009 hanya mencapai Rp866,8 triliun (16,3 persen
PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008.
I.3-77
Realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun 2009 ini sangat dipengaruhi oleh resesi
ekonomi dunia. Salah satu faktor yang berdampak cukup besar adalah lebih rendahnya
harga minyak Indonesia di pasar internasional karena turunnya permintaan global yang
mengakibatkan menurunnya penerimaan dari sumber daya alam minyak bumi dan gas
(SDA Migas). Selain itu, melambannya aktivitas perekonomian domestik telah menurunkan
kinerja penerimaan pajak bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian domestik,
defisit APBN meningkat menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya sebesar 0,1 persen PDB
tahun 2009. Walau defisit cukup tinggi, pemerintah mampu menjaga surplus pada
keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1 persen PDB) sehingga tingkat stok utang
pemerintah di akhir tahun 2009 berkurang menjadi sekitar 28 persen PDB.
Pada tahun 2010, perekonomian domestik diperkirakan mulai pulih dari pengaruh
krisis ekonomi global. Mulai pulihnya perekonomian domestik diperkirakan akan
memberikan dampak positif terhadap kinerja APBN. Pendapatan negara dan hibah
diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun (15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau
lebih tinggi Rp82,9 triliun dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Sementara itu dari sisi
pengeluaran negara, alokasi belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan
meningkat sebesar Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009.
Dengan perkembangan tersebut, defisit APBN tahun 2010 ditetapkan sebesar 1,6
persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB, APBN diharapkan mampu
memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian domestik. Peningkatan defisit
tersebut sebagian besar akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara. Namun
demikian, stok utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi sekitar 27
persen PDB di akhir tahun 2010.
PERTUMBUHAN EKONOMI.
Dalam tahun 2009, perekonomian tumbuh 4,5 persen melambat dibandingkan tahun
sebelumnya yang mencapai 6,0 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
terutama didorong oleh pengeluaran pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang masingmasing tumbuh 15,7 persen dan 4,9 persen. Sementara itu, pembentukan modal tetap bruto
tumbuh sebesar 3,3 persen, ekspor barang dan jasa serta impor barang dan jasa masingmasing tumbuh negatif sebesar 9,7 persen dan 15,0 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertambangan
dan penggalian yang tumbuh sebesar 4,4 persen serta sektor tersier terutama pengangkutan
dan komunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta bangunan yang masing-masing tumbuh
sebesar 15,5 persen; 13,8 persen, dan 7,1 persen. Adapun sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan non-migas masing-masing tumbuh 4,1 persen dan 2,5 persen .
Dengan ditingkatkannya koordinasi dan efektivitas kebijakan fiskal, moneter, dan
sektor riil terutama dalam mengatur permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi dalam
tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,8 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi dan ekspor
diharapkan tetap menjadi penggerak utama perekonomian dengan didorong oleh konsumsi
I.3-78
masyarakat. Sedangkan dari sisi produksi, industri pengolahan non-migas diharapkan
mampu tumbuh tinggi seiring dengan perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor
non-migas. Meskipun demikian pertumbuhan ekonomi 5,8 persen di tahun 2010 perlu
mencermati downside risk pada perkembangan ekonomi global berupa antara lain (i)
hutang negara maju yang meningkat sejalan dengan upaya peningkatan stimulus fiskal (ii)
tingkat pengangguran yang masih tinggi pada beberapa negara maju (iii) ketidakpastian
harga minyak di pasar dunia.
Dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut, dan berbagai kebijakan
ketenagakerjaan dan penanggulangan kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka menurun
dari 8,39 persen pada tahun Agustus 2008 menjadi 7,87 persen Agustus 2009 dan tingkat
kemiskinan menurun dari 15,4 persen di tahun 2008 menjadi 14,1 persen pada tahun 2009.
B.
LINGKUNGAN EKSTERNAL TAHUN 2011
Kondisi ekonomi tahun 2011 akan dipengaruhi oleh lingkungan eskternal yang
diperkirakan lebih baik dari tahun 2010. Pemulihan ekonomi akan lebih cepat, dan akan
mencakup pada hampir seluruh seluruh kawasan ekonomi. Tahun 2011 diperkirakan
pertumbuhan ekonomi dunia dan volume perdagangan meningkat masing-masing 4,3
persen dan 6,1 persen (World Economy Outlook, IMF, April 2010). Aliran modal
diperkirakan akan kembali masuk ke negara berkembang. Langkah-langkah yang ditempuh
oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global
yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik.
C.
TANTANGAN POKOK
Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2009 dan masalah yang diperkirakan
masih dihadapi pada tahun 2010, tantangan pokok yang dihadapi tahun 2011 adalah sebagai
berikut:
1. MENDORONG
PERTUMBUHAN
EKONOMI
BERKELANJUTAN.
Tantangan yang dihadapi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan
adalah kecenderungan investasi dan ekspor yang melambat; dan pertumbuhan
sektor industri pengolahan non-migas yang terus melemah. Sementara itu masih
terdapat kendala di dalam negeri menghambat peningkatan investasi dan ekspor
non migas; dan terus menurunnya pertumbuhan industri non-migas. Pada tahun
2009 pertumbuhan investasi 3,3 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang
mencapai 11,9 persen. Demikian pula dengan pertumbuhan ekspor barang dan jasa
yang tumbuh negatif 9,7 persen melambat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai
9,5 persen. Pertumbuhan industri non migas terus melambat sejak tahun 2005.
I.3-79
2. MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Tantangan dalam menjaga stabilitas
ekonomi adalah adanya potensi gejolak moneter internasional yang terkait dengan
ketidakseimbangan global, tingginya harga minyak dunia, yang pada gilirannya
dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas
moneter di dalam negeri. Secara internal tantangan yang dihadapi adalah
ketersediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat melalui peningkatan produksi dan
penyempurnaan sistem distribusi.
3. MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI YANG INKLUSIF DAN
BERKEADILAN. Tantangan yang dihadapi adalah berupaya menurunkan
pengangguran dan kemiskinan. Dengan jumlah angkatan kerja yang semakin
bertambah, kualitas pertumbuhan perlu terus ditingkatkan. Kegiatan ekonomi akan
didorong agar mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan mengurangi
jumlah penduduk miskin.
D.
ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO
Tema pembangunan pada tahun 2011 adalah PERCEPATAN PERTUMBUHAN
EKONOMI YANG BERKEADILAN DIDUKUNG OLEH PEMANTAPAN TATAKELOLA DAN
SINERGI PUSAT DAERAH.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014,
kebijakan ekonomi makro tahun 2011 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas, menjaga stabilitas ekonomi, menciptakan pembangunan ekonomi yang
inklusif dan berkeadilan. Untuk itu pembangunan ekonomi yang pro poor, pro job dan pro
growth akan terus dilaksanakan.
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan menjaga tingkat konsumsi
masyarakat, meningkatkan investasi dan ekspor serta mendorong industri pengolahan.
Terjaganya tingkat konsumsi masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pasokan barang
dan jasa serta terjangkaunya harga bahan pokok. Peningkatan investasi dan ekspor tetap
diupayakan dengan meningkatkan daya tarik investasi baik di dalam maupun di luar negeri;
mengurangi hambatan prosedur perijinan, harmonisasi kebijakan baik pusat-daerah maupun
lintas sektor, meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, mendorong komoditi nonmigas yang
bernilai tambah tinggi dan mendorong fasilitas ekspor.
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menciptakan lapangan kerja
dan mengurangi kemiskinan juga terus didorong. Perbaikan iklim ketenagakerjaan akan
ditingkatkan dengan menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan, mendorong pelaksanaan
negosiasi bipartit, serta penyusunan standar kompetensi. Perhatian juga diberikan pada
penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Upaya untuk
menurunkan jumlah penduduk miskin juga akan didorong oleh berbagai program yang
diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas
I.3-80
cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat
miskin terhadap pelayanan dasar. Disamping itu, berbagai kebutuhan pokok masyarakat
khususnya yang berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat miskin akan dijamin
ketersediaannya dengan akses dan harga yang terjangkau.
Dari sisi produksi, pembangunan pertanian dan pembangunan perdesaan didorong
melalui peningkatan produksi pangan, produktivitas pertanian secara luas, diversifikasi
ekonomi pedesaan, pembaharuan agraria nasional, serta pengembangan kota kecil dan
menengah pendukung ekonomi perdesaan. Lebih lanjut, upaya mendorong pertumbuhan
industri dilakukan dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan
struktur industri, dan peningkatan produktivitas usaha industri.
Stabilitas ekonomi dijaga melalui pengamanan pasokan bahan makanan,
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter, dan ketahanan fiskal. Pasokan bahan makanan
diupayakan dengan meningkatkan produksi bahan pokok dengan penyempurnaan sistem
distribusi sehingga kebutuhan pokok rakyat dapat tersedia. Kebijakan moneter akan
dilaksanakan secara berhati-hati dan pelaksanaan kebijakan fiskal akan diarahkan secara
kesinambungan fiskal dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan
ekonomi. Di sisi pengelolaan keuangan negara, ketahanan fiskal yang membaik harus terus
dipertahankan. Ketahanan fiskal harus terus diperkuat demi mendukung pencapaian
stabilitas ekonomi. Di sisi penerimaan negara, berbagai upaya untuk peningkatan
penerimaan pajak perlu terus dilanjutkan,sedangkan di sisi belanja negara, arah dan besaran
pengeluaran perlu terus dipertajam seiring dengan peningkatan alokasi anggaran untuk
belanja pegawai serta tansfer ke daerah meningkat.
Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan yang menyertakan semua
kelompok masyarakat dan golongan tetap dilanjutkan guna menyelesaikan berbagai
persoalan kesenjangan. Berbagai perumusan dan pengimplementasian kebijakan yang
mendukung pembangunan ekonomi yang berkeadilan seperti di bidang ketenagakerjaan,
pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan kemiskinan harus
melibatkan para pemangku kepentingan. Kebijakan yang afirmatif harus dijalankan untuk
mengatasi kesenjangan, ketertinggalan, maupun kemiskinan yang masih mewarnai
kehidupan sebagian besar bangsa Indonesia.
E.
SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2011
Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan
lingkungan eksternal, sasaran ekonomi tahun 2011 adalah sebahai berikut:
1. PERTUMBUHAN EKONOMI BERKELANJUTAN .
Tahun 2011, perekonomian diperkirakan tumbuh 6,3 persen. Dari sisi pengeluaran,
investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa diperkirakan
tumbuh masing-masing sebesar 11,0-11,2 persen dan 11,3-11,5 persen. Dengan
meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tetap tinggi dengan
pertumbuhan sebesar 12,5-12,7 persen. Dalam keseluruhan tahun 2011, konsumsi
I.3-81
masyarakat diperkirakan tumbuh 5,3-5,5 persen, sedangkan pengeluaran pemerintah
diperkirakan tumbuh 6,3-6,5 persen. Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan
tumbuh 4,4-4,6 persen yang didorong oleh kondisi iklim dan musim tanam yang baik.
Adapun industri pengolahan non-migas diperkirakan mampu tumbuh 5,7-5,9 persen antara
lain didorong oleh perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas.
2. STABILITAS EKONOMI YANG KOKOH
Seiring dengan membaiknya perekonomian global dan iklim usaha dan investasi
domestik pada tahun 2011, ekspor dan arus masuk modal luar negeri semakin membaik.
Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang
terjaga, laju inflasi diperkirakan relatif stabil. Dengan semakin stabilnya laju inflasi dan
nilai tukar Rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan semakin stabil pula dan pada
gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.
Penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp. 1.097,6 triliun pada tahun
2011, yang didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp. 845,4 triliun dan penerimaan
bukan pajak sebesar Rp. 248,9 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai
Rp. 1.217,2 triliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 851,7 triliun dan
transfer ke daerah sebesar 5,2 persen PDB.
Dengan perkiraan penerimaan dan belanja tersebut, ketahanan fiskal yang tetap
mampu memberikan dorongan terhadap perekonomian diperkirakan tetap terjaga. Pada
tahun 2011, defisit APBN diupayakan sekitar sebesar Rp. 119,6 triliun (sekitar 1,7 persen
PDB), yang akan ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Ketahanan fiskal
yang terjaga juga tercermin dari stok utang pemerintah yang ditargetkan menurun menjadi
26,6 persen PDB di akhir tahun 2011.
Untuk mencapai sasaran-sasaran di atas, arah kebijakan sektor keuangan negara
secara umum adalah sebagai berikut:
(1)
Penyeimbangan antara peningkatan alokasi anggaran dan upaya untuk memantapkan
kesinambungan fiskal;
(2)
Peningkatan penerimaan negara terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan dan
administrasi perpajakan dan kepabeanan, serta optimalisasi PNBP, baik dari jenisnya
maupun perbaikan administrasinya;
(3)
Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara;
(4)
Peningkatan pengelolaan pinjaman pemerintah yang diarahkan untuk menurunkan
stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap PDB, tetapi juga secara absolut.
3. PEMBANGUNAN EKONOMI YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN
Dengan berbagai kegiatan pembangunan yang terkait dengan prioritas untuk
mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan
pengangguran terbuka diperkirakan menurun masing masing menjadi 11,5-12,5 persen dan
I.3-82
7,0 persen pada tahun 2011. Membaiknya iklim ketenagakerjaan akan meningkatkan
kembali penciptaan kesempatan kerja yang lebih luas di berbagai sektor ekonomi.
F.
KEBUTUHAN
INVESTASI
PEMBANGUNAN
DAN
SUMBER
PEMBIAYAAN
Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen pada tahun 2011
dibutuhkan investasi sebesar Rp 2.144,5 triliun. Sebagian besar dari kebutuhan investasi
tersebut (Rp 1.870 triliun atau sekitar 87 persen dari total kebutuhan investasi) diupayakan
berasal dari masyarakat,sedangkan sisanya berasal dari pemerintah.
G.
PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH
Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Kebijakan pengalokasian
transfer ke daerah tahun 2011 tetap diarahkan untuk mendukung pelaksanaan
program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan di daerah dengan tetap
menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang
penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dengan tujuan: a)
meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan
daerah dan antardaerah; b) menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah sesuai
pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; c)
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan
publik antar daerah; d) meningkatkan daya saing daerah; e) mendukung kesinambungan
fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; f) meningkatkan kemampuan
daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; g) meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumberdaya nasional; dan h) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan
nasional dan rencana pembangunan daerah.
DANA PERIMBANGAN
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi
Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan
pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain karena sifatnya saling mengisi dan melengkapi.
I.3-83
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) yang
terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara
pemerintah pusat dan daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Sumbersumber penerimaan negara yang dibagihasilkan terdiri dari penerimaan dari pajak (pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan
cukai hasil tembakau) dan penerimaan dari sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam,
pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH menjadi kewenangan
pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan
di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, yang penggunaannya
telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses
penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap
dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang
diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas dan
efektivitas penggunaannya. Alokasi DBH untuk daerah otonom baru hasil pemekaran
daerah akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan
disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat
daerahnya.
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum
(DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk meningkatkan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan
dalam APBN. DAU bersifat “block grant” yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam
penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. DAU terdiri dari DAU untuk daerah
provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan
untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi
dan kabupaten/kota. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan
formula dan mekanisme yang diatur dalam UU No. 33/2004 dan PP No. 55/2005. Alokasi
DAU untuk daerah otonom baru dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang
berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan
dilantik pejabat daerahnya. Langkah-langkah untuk menyempurnakan formula alokasi,
proses penghitungan, dan penetapan alokasi akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui
peningkatan koordinasi dan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari
instansi yang berwenang dan meningkatkan akuntabilitas penggunaannya.
Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK)
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam rangka
mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Alokasi
DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Kriteria Umum,
yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah; b) Kriteria
Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
I.3-84
kekhususan daerah; dan c) Kriteria Teknis, yang disusun berdasarkan indikator-indikator
teknis yang didukung data-data teknis.
Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2011 adalah: a) meningkatkan pagu
nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung pencapaian prioritas nasional; b)
mendukung program yang menjadi prioritas nasional dalam RKP 2011 sesuai kerangka
pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran
berbasis kinerja (performance based budgeting); c) membantu daerah-daerah yang
memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; dan
d) meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan
terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai
APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di
daerah.
Bidang DAK tahun 2011 ditentukan berdasarkan identifikasi kebutuhan DAK untuk
mendukung pencapaian prioritas nasional 2011, dengan memperhatikan kebijakan DAK
dalam RPJMN 2010-2014. Untuk mendukung tema RKP 2011 yaitu Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkeadilan Didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi
Pusat-Daerah, maka bidang yang dinilai layak didanai DAK dikelompokkan dalam 3
klaster bidang DAK, yaitu: a) DAK untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meliputi:
i) Infrastruktur Jalan, ii) Sarana Perdagangan, iii) Transportasi Perdesaan, iv) Sarana dan
Prasarana Kawasan Perbatasan, v) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, vi) Pertanian,
vii) Infrastruktur Irigasi, viii) Listrik Perdesaan , dan ix) Kelautan dan Perikanan; b) DAK
untuk mendukung pelayanan dasar, meliputi: i) Pendidikan, ii) Kesehatan, iii) Keluarga
Berencana, iv) Infrastruktur Air Minum, v) Infrastruktur Sanitasi, vi) Prasarana
Pemerintahan Daerah, vii) Perumahan dan Permukiman, dan viii) Keselamatan
Transportasi Darat; dan c) DAK untuk mendukung lingkungan hidup, meliputi: i)
Lingkungan Hidup, dan ii) Kehutanan.
Arah kebijakan DAK masing-masing bidang adalah sebagai berikut:
1. Infrastruktur Jalan: untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan fiskal
rendah atau sedang dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan
dan pembangunan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota yang telah menjadi urusan
daerah, mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi,
kabupaten dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa,
serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri,
dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, dan
menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan. Lingkup kegiatannya
adalah: pemeliharaan berkala/periodik jalan dan jembatan provinsi/kabupaten/kota dan
peningkatan prasana jalan dan jembatan provinsi/kabupaten/kota. Sasaran tahun 2011
adalah penambahan jumlah jalan provinsi dengan kondisi mantap sepanjang 1.173 km
sehingga jalan provinsi dengan kondisi mantap meningkat dari 40,73 persen menjadi
41,26 persen atau sepanjang 20.217 km dan penambahan jumlah jalan kabupaten/kota
dengan kondisi mantap sepanjang 2.857 km sehingga jalan kabupaten/kota dengan
kondisi mantap meningkat dari 49,37 persen menjadi 50,69 persen atau sepanjang
146.016 km.
I.3-85
2. Sarana Perdagangan: untuk meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan untuk
memperlancar arus barang antar wilayah dan meningkatkan ketersediaan dan kestabilan
harga bahan pokok, meningkatkan tertib ukur dalam upaya perlindungan konsumen di
daerah serta memberikan alternatif pembiayaan bagi petani dan UKM melalui Sistem
Resi Gudang. Lingkup kegiatannya adalah: a) pembangunan dan pengembangan pasar
tradisional; b) pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal; dan c)
pembangunan gudang komoditas pertanian dalam rangka penerapan Sistem Resi
Gudang. Sasaran tahun 2011 adalah terbangunnya pasar tradisional di 175
kabupaten/kota, tersedianya unit pengawasan Alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya (UTTP) dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) dan
pelayanan tera/tera ulang UTTP serta pos ukur ulang di 16 kabupaten/kota, serta
terbangunnya gudang, fasilitas dan peralatan penunjangnya di 15 kabupaten/kota.
3. Transportasi Perdesaan: untuk meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses
masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta pengembangan sarana dan prasarana
transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan.
Lingkup kegiatannya adalah: a) pembangunan jalan poros desa; dan b) penyediaan
angkutan perdesaan (pemberian bantuan sarana transportasi angkutan barang yang
sesuai dengan karakteristik daerah). Sasaran tahun 2011 adalah meningkatnya
ketersediaan dan kemudahan aksesibilitas masyarakat di perdesaan terhadap pelayanan
transportasi dari sentra-sentra produksi menuju outlet-outlet pemasaran.
4. Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan: untuk mengurangi keterisolasian
kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang aktivitas
ekonomi-perdagangan dengan negara tetangga dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional. Lingkup
kegiatannya adalah: a) pembangunan/rehabilitasi jaringan jalan di luar jalan provinsi
dan kabupaten/kota; b) pembangunan/rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu
di kecamatan perbatasan atau kawasan pulau kecil terluar berpenduduk; dan c) moda
transportasi perairan/kepulauan untuk mendukung mobilisasi angkutan orang dan
barang. Sasaran tahun 2011 adalah berkurangnya keterisolasian wilayah di kecamatan
perbatasan atau kawasan pulau kecil terluar berpenduduk di 8 kabupaten perbatasan.
5. Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal: untuk
melakukan percepatan
pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian
daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan
ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah
tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar
ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju. Daerah
tertinggal yang dimaksud tidak termasuk daerah tertinggal yang memiliki kawasan
perbatasan. Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan moda transportasi
perairan/kepulauan; b) penyediaan moda transportasi darat; c) pembangunan dan
rehabilitasi jalan di luar jalan provinsi dan kabupaten/kota; d) pembangunan dan
rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu, khususnya dermaga kecil atau
I.3-86
tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; dan
e) penyediaan/pembangunan pembangkit energi listrik perdesaan yang memanfaatkan
sumber energi mikrohidro dan pikohidro. Sasaran tahun 2011 adalah meningkatnya
ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pengentasan daerah tertinggal
menjadi non tertinggal yang diprioritaskan untuk 118 kabupaten tertinggal yang tidak
memiliki kawasan perbatasan negara, tidak termasuk Daerah Otonom Baru (DOB),
serta termasuk kategori agak tertinggal dan tertinggal.
6. Pertanian: untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung
pencapaian prioritas nasional ketahanan pangan melalui perluasan areal pertanian dan
penyediaan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan perdesaan. Lingkup
kegiatannya adalah: a) perluasan areal pertanian, meliputi: pencetakan sawah,
pembukaan lahan kering/perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan; b) penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan air, antara
lain: pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani, jaringan irigasi tersier
desa, tata air mikro, irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam,
pompanisasi, dam parit dan embung; c) pengelolaan lahan melalui
pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani dan jalan produksi, optimasi lahan,
peningkatan kesuburan tanah, konservasi lahan, serta penyediaan Unit Pengolahan
Pupuk Organik (UPPO); d) pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Kecamatan; e)
penyediaan lumbung/gudang pangan masyarakat/pemerintah; f) penyediaan sarana dan
prasarana
Balai
Perbenihan/Perbibitan
Kabupaten
untuk
tanaman
pangan/hortikultura/perkebunan; dan g) pembangunan/rehabilitasi pusat/pos pelayanan
kesehatan hewan dan inseminasi buatan. Sasaran tahun 2011 adalah perluasan areal
pertanian, pengelolaan lahan, dan pengelolaan air serta pembangunan dan rehabilitasi
sarana dan prasarana pertanian di tingkat desa/tingkat usaha tani, yang diprioritaskan
pada daerah-daerah yang berpotensi untuk dilakukan perluasan lahan pertanian pangan,
daerah sentra produksi pangan, serta daerah yang mempunyai potensi produksi pangan
tinggi.
7. Infrastruktur Irigasi: untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan
fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan
jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya
daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program prioritas
pemerintah bidang ketahanan pangan. Lingkup kegiatannya adalah: peningkatan,
rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi, sedangkan dana untuk Operasional dan
Pemeliharaan (OP) jaringan irigasi dialokasikan dari APBD masing-masing pemerintah
daerah penerima DAK bidang irigasi. Sasaran tahun 2011 adalah terehabilitasinya
bangunan/jaringan irigasi seluas 52.000 hektar, meningkatnya jaringan irigasi seluas
10.000 hektar, dan terbangunnya jaringan irigasi seluas 25.000 hektar yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah.
8. Listrik Perdesaan: untuk meningkatkan jangkauan pelayanan dengan memberikan
prioritas pada pemanfaatan energi terbarukan setempat untuk memperluas jangkauan
I.3-87
pelayanan energi dan ketenagalistrikan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan energi
alternatif selain BBM (terutama energi terbarukan) serta memanfaatkan sebesarbesarnya tenaga kerja, barang dan jasa produksi dalam negeri untuk memberikan nilai
tambah (value added) bagi perekonomian dalam negeri terutama mendorong
pengembangan industri dan teknologi dalam negeri untuk daerah yang tidak termasuk
daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Lingkup kegiatannya adalah: pembangunan
pembangkit energi baru terbarukan untuk penyediaan energi listrik dengan
memanfaatkan potensi energi lokal yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT)
yaitu konstruksi pembangkit skala kecil EBT berbasis surya (solar cell), mikro hidro,
atau pembangkit EBT lainnya. Sasaran tahun 2011 adalah terpenuhinya kebutuhan
tenaga listrik dan meningkatnya rasio elektrifikasi dan rasio elektrifikasi desa,
terwujudnya penyediaan dan pengelolaan EBT dan konservasi energi, yang
diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kawasan potensi EBT dan belum
mempunyai akses listrik dari PLN.
9. Kelautan dan Perikanan: untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi,
pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, pengawasan perikanan, serta penyediaan
sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang
memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan
(minapolitan), yang didukung dengan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan dan
penguatan statistik perikanan. Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan sarana dan
rehabilitasi prasarana produksi perikanan tangkap; b) penyediaan sarana dan rehabilitasi
prasarana produksi perikanan budidaya; c) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan
prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan; d) penyediaan
dan rehabilitasi infrastruktur dasar dan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di
pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi perairan, yang terkait dengan
wisata bahari dan pengembangan perikanan; e) penyediaan dan rehabilitasi prasarana
Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN)/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan
(SPBN); f) penyediaan sarana dan prasarana pengawasan; g) penyediaan sarana dan
prasarana penyuluhan perikanan; dan h) penyediaan sarana dan prasarana
pengembangan statistik perikanan. Sasaran tahun 2011 adalah berkembangnya kawasan
minapolitan di kabupaten/kota; meningkatnya pendapatan dan kesejahteraaan nelayan,
pembudidaya, pengolah dan pemasar produk hasil perikanan, serta masyarakat pesisir
lainnya, terutama di pulau-pulau kecil, serta tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya;
meningkatnya tingkat pemahaman, kesadaran, keperdulian dan tanggung jawab
masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumberdaya ikan
yang bertanggung jawab; meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang cara-cara
penangkapan dan budidaya, pengolahan dan pemasaran perikanan yang benar dan
ramah lingkungan; berkurangnya tingkat pelanggaran pengelolaan (pemanfaatan
sumberdaya ikan, pengolahan dan pemasaran) perikanan; meningkatnya infrastruktur
dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi perairan; meningkatnya
kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan guna pelestarian plasma nutfah
sumberdaya perikanan; dan tersedianya data statistik sebagai basis perencanaan.
I.3-88
10. Pendidikan: untuk meningkatkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dapat mengikuti
pendidikan dasar yang bermutu, dan meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui
penyediaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk
memenuhi SPM, serta secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Lingkup kegiatannya diprioritaskan untuk rehabilitasi ruang kelas SD/SDLB dan SMP/
SMPLB yang rusak sedang dan berat. Sasaran tahun 2011 adalah untuk menunjang
ketercapaian: persentase kabupaten dengan APM SD/SDLB
≥ 94 persen menjadi 78
persen; persentase kota dengan APM SD/SDLB
≥ 96 persen menjadi 75 persen,
persentase kabupaten dengan APK SMP ≥ 90 persen menjadi 67 persen; persentase kota
dengan APK SMP≥ 115 persen menjadi 57 persen; meningkatnya Angka Partisipasi
Murni (APM) jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB menjadi 83,01 persen dan 56,8
persen dan meningkatnya persentase ruang kelas SD/SDLB dan SMP/SMPLB dalam
kondisi 100 persen baik.
11. Kesehatan: untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan primer,
sekunder, dan tersier dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak,
perbaikan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit, penyehatan lingkungan,
melalui peningkatan sarana dan prasarana di Puskesmas dan jaringannya termasuk
poskesdes, rumah sakit dan laboratorium kesehatan provinsi/kabupaten/kota, serta
penyediaan dan pengelolaan obat generik dan perbekalan kesehatan, terutama untuk
pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil,
perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatannya adalah: a) Pelayanan Kesehatan
Dasar,meliputi: i) pembangunan, peningkatan, dan perbaikan Puskesmas dan
jaringannya; ii) pembangunan pos kesehatan desa; iii) pengadaan peralatan kesehatan
untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya; iv) pengadaan
peralatan promosi kesehatan; b) Pelayanan Kesehatan Rujukan, meliputi: i) peningkatan
fasilitas tempat tidur kelas III rumah sakit; ii) pembangunan, perbaikan Bank Darah
Rumah Sakit (BDRS) dan peralatan Unit Transfusi Darah (UTD); iii) pembangunan dan
pengadaan peralatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit (IGDRS); iv) pembangunan
dan pengadaan peralatan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif
Rumah Sakit (PONEK RS); v) pemenuhan peralatan di laboratorium kesehatan daerah
dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota; vi) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
dan c) Pelayanan Kefarmasian, meliputi: i) penyediaan obat generik dan perbekalan
kesehatan; ii) pembangunan dan perbaikan instalasi farmasi di provinsi/kabupaten/kota;
dan iii) pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi di provinsi/kabupaten/kota.
Sasaran tahun 2011 adalah: a) meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat
preventif yang terpadu; b) meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin
menjadi sebesar 85 persen; c) meningkatnya persentase RS yang melayani pasien
penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi sebesar 80 persen; d)
meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi
penduduk miskin menjadi sebesar 8.608 puskesmas; dan e) menurunnya angka
kesakitan akibat penyakit menular.
I.3-89
12. Keluarga Berencana: untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari
program prioritas nasional yang telah menjadi urusan daerah dan tetap disesuaikan
dengan kemampuan keuangan negara dalam rangka: a) meningkatkan komitmen
pemerintah daerah tentang pentingnya keluarga berencana; b) membantu pemerintah
daerah dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan KB kepada
masyarakat; c) meneguhkan kembali pelaksanaan Program KB Nasional beserta sarana
dan prasarana fisik pendukungnya dalam rangka pengendalian jumlah penduduk dan
peningkatan kesejahteraan keluarga; d) meningkatkan akses dan kualitas informasi dan
pelayanan kontrasepsi, terutama bagi keluarga prasejahtera (pra-KS) dan keluarga
sejahtera I (KS-I); dan e) menunjang percepatan pencapaian program KB di daerah
dengan tingkat fertilitas masih tinggi, angka pemakaian kontrasepsi/contraceptive
prevalence rate (CPR) masih rendah, serta proporsi keluarga pra-KS dan KS-I besar.
Lingkup kegiatannya adalah: a) penyediaan kendaraan bermotor roda dua dan sarana
kerja bagi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Penyuluh Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB)/Pengawas Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB); b)
penyediaan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) berupa Intra Uterine Device
(IUD) kit/sterilisator, obgyn bed, dan implant kit; c) pembangunan/renovasi balai
penyuluhan KB kecamatan; d) pembangunan gudang penyimpanan alat dan obat
kontrasepsi (alokon) di kab/kota; e) penyediaan Laparascopy; f) penyediaan Bina
Keluarga Balita (BKB) kit; dan g) penyediaan Mobil Unit Penerangan (MUPEN) KB,
pengadaan public address, serta pengadaan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
kit. Sasaran tahun 2011 adalah tersedianya 3.000 sepeda motor bagi 3.000
PKB/PLKB/PPLKB; terpenuhinya 60 MUPEN KB bagi Satuan Kerja Perangkat
Daerah Pengelola KB (SKPD-KB) kab/kota; terpenuhinya 77 MUYAN KB Keliling
bagi SKPD-KB kab/kota; tersedianya sarana klinik KB yang mencakup 4.985 IUD
kit/sterilisator, 2.250 Obgyn Bed, dan 6.000 unit implant kit; terpenuhinya BKB kit bagi
18.020 kelompok BKB di tingkat desa/kelurahan; tersedianya Public Adress bagi
sekitar 3.000 kecamatan; tersedianya KIE kit di 4.000 desa/kelurahan; tersedianya 135
gudang penyimpanan alokon di 135 kab/kota; tersedianya Laparoscopy di 110 kab/kota;
terlaksananya pembangunan/renovasi balai penyuluhan KB kecamatan di 260
kecamatan; dan terpenuhinya sarana petugas lapangan KB bagi 5.987
PKB/PLKB/PPLKB.
13. Infrastruktur Air Minum: untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum,
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan memenuhi SPM penyediaan air
minum. Lingkup kegiatannya adalah pembangunan baru dan peningkatan SPAM
terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sasaran tahun 2011 adalah
mendukung tersedianya akses air minum bagi 70 persen penduduk pada akhir tahun
2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum nonperpipaan terlindungi 38 persen.
14. Infrastruktur Sanitasi: untuk meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan
memenuhi SPM penyediaan sanitasi. Lingkup kegiatannya adalah: a) pengembangan
I.3-90
prasarana dan sarana air limbah komunal; b) pengembangan fasilitas pengurangan
sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle); dan c) pengembangan prasarana
dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Namun, diutamakan bagi
pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal. Jika daerah kabupaten/kota
tersebut sudah bebas dari kondisi buang air besar sembarangan (BABS), maka
kabupaten/kota dapat menggunakan alokasi DAK untuk membiayai pengembangan
fasilitas pengurangan sampah dan pengembangan prasarana dan sarana drainase
mandiri. Sasaran tahun 2011 adalah mendukung sasaran pembangunan sanitasi dalam
RPJMN 2010-2014 yaitu: terwujudnya kondisi stop BABS hingga akhir tahun 2014,
tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 persen rumah tangga di daerah
perkotaan, dan menurunnya luas genangan sebesar 22.500 hektar di 100 kawasan
strategis perkotaan.
15. Prasarana Pemerintahan Daerah: untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah
dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang
terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang
prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah
pemekaran
tahun
2008
dan
2009.
Lingkup
kegiatannya
adalah:
pembangunan/perluasan/rehabilitasi kantor Gubernur, Bupati dan/atau Walikota, kantor
DPRD, gedung kantor SKPD di daerah otonom baru/pemekaran dan yang mengalami
dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009, serta pada daerah-daerah lainnya yang
prasarana pemerintahannya seperti kantor Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD dan
kantor SKPD-nya sudah tidak layak lagi, khususnya pada daerah-daerah yang belum
mendapat alokasi DAK Prasarana Pemerintahan pada tahun sebelumnya. Sasaran tahun
2011 adalah tersedianya prasarana pemerintahan yang layak bagi daerah otonom baru
dan daerah induk yang terkena dampak pemekaran serta daerah lainnya yang sudah
tidak layak dan/atau usia pakainya telah habis, terutama pada daerah-daerah yang telah
ditetapkan untuk menjadi prioritas pengalokasian DAK Prasarana Pemerintahan tahun
2011.
16. Perumahan dan Permukiman: untuk meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana
dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan dan permukiman sebagai stimulan untuk
pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah
dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah. Lingkup kegiatannya adalah:
pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan dan
permukiman yaitu: a) penyediaan jaringan pipa air minum; b) septik tank komunal; c)
jaringan distribusi listrik; dan d) penerangan jalan umum. Sasaran tahun 2011 adalah
terpenuhinya rumah layak huni bagi MBM/R yang dilengkapi prasarana, sarana, dan
utilitas perumahan dan permukiman yang memadai yang diprioritaskan pada 37
kabupaten/kota.
17. Keselamatan Transportasi Darat: untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama
keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di kabupaten/kota guna menurunkan
I.3-91
tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan dalam rangka melaksanakan rencana
aksi road map to zero accident. Lingkup kegiatannya adalah: pengadaan dan
pemasangan fasilitas dan peralatan keselamatan jalan, antara lain: a) rambu jalan; b)
marka jalan; dan c) pagar pengaman jalan. Sasaran tahun 2011 adalah menurunkan
tingkat kecelakaan lalu lintas fatal mencapai 40 persen per tahun hingga tahun 2011 dan
menurunkan laju angka kematian dari 5,8 persen hingga 3,4 persen per tahun selama
lima tahun ke depan
18. Lingkungan Hidup: untuk mendukung pencapaian target prioritas nasional yaitu
penurunan beban pencemaran dan penurunan tingkat polusi sebesar 50 persen dengan
mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran air, udara dan limbah padat di
daerah serta memperkuat pelaksanaan SPM bidang lingkungan hidup daerah.
Disamping itu kegiatan bidang Lingkungan Hidup diarahkan untuk mendukung
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Lingkup kegiatannya adalah: a) pemantauan
kualitas air melalui kegiatan: i) pembangunan gedung laboratorium; ii) penyediaan
sarana prasarana pemantauan kualitas air; dan iii) pembangunan laboratorium
lingkungan bergerak; b) pengendalian pencemaran air melalui kegiatan: penerapan
teknologi sederhana untuk pengurangan limbah (seperti biogas, 3R, Ruang Terbuka
Hijau (RTH), Particulate Matter (PM10), taman kahati, Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) medik dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); dan c) pengendalian
polusi udara melalui kegiatan: i) pengadaan alat pemantau kualitas udara; ii) penerapan
teknologi tepat guna/sederhana untuk mengurangi polusi udara (alat pembuatan asap
cair, briket arang, dan lain-lain). Sasaran tahun 2011 adalah melengkapi sarana dan
prasarana fisik pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam rangka peningkatan
kualitas lingkungan hidup, mendukung penurunan beban pencemaran air, penurunan
polusi udara dan limbah padat hingga 50 persen pada tahun 2014, dan mendukung
penurunan emisi GRK.
19. Kehutanan: untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air,
serta mendukung mitigasi perubahan iklim. Kebijakan tersebut dicapai dengan
mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan, tanah air yang berada
dalam DAS dengan melaksanakan rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan kawasan hutan
yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota/provinsi, termasuk pengembangan
kebun bibit desa dan konservasi lahan gambut. Lingkup kegiatannya adalah: a)
kegiatan RHL yang terdiri dari kegiatan vegetatif dan konservasi tanah dan air; b)
pengembangan sarana prasarana keamanan hutan; c) pengembangan sarana prasarana
penyuluhan kehutanan. Sasaran tahun 2011 adalah terehabilitasinya lahan kritis di
dalam dan luar kawasan hutan serta hutan lindung, Taman Hutan Raya, hutan kota,
kawasan mangrove, pengembangan kebun bibit desa dan konservasi lahan gambut
yang diprioritaskan pada kabupaten/kota/provinsi yang termasuk dalam DAS prioritas
nasional (108 DAS) dan kabupaten konservasi.
I.3-92
DANA OTONOMI KHUSUS
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undangundang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
dialokasikan Dana Otonomi Khusus.
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Dana Otonomi Khusus
(Otsus) Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan,
yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari total pagu DAU nasional dan berlaku
selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otsus Papua dan Papua Barat tersebut
diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Papua dan Papua Barat, dengan dasar
pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional.
Pengelolaan Dana Otsus Papua dan Papua Barat tetap mengacu kepada peraturan
perundangan yang berlaku.
Dana Otsus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, penanggulangan kemiskinan,
serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otsus Aceh berlaku untuk jangka waktu
20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan
tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu DAU nasional, dan
untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen
dari pagu DAU nasional.
DANA PENYESUAIAN
Dana penyesuaian merupakan komponen dana transfer ke daerah yang bertujuan
untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat,
penguatan desentralisasi fiskal, dan membantu mendukung percepatan pembangunan di
daerah. Dana penyesuaian diberikan kepada daerah yang layak dengan memenuhi kriteriakriteria teknis tertentu.
Sesuai dengan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan,
penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah. Sehubungan dengan itu, pada
tahun 2011 dana BOS yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas), akan dipindahkan ke dana penyesuaian, dimana dana
BOS tersebut akan disalurkan langsung dari kas Negara ke kas daerah, kemudian akan
disalurkan ke rekening sekolah dengan mengikuti mekanisme APBD. Pemberian dana BOS
bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan
beban biaya bagi siswa yang lain sehingga siswa memperoleh layanan pendidikan yang
lebih bermutu sampai tamat (menyelesaikan SMP-MTs) dalam rangka penuntasan Wajib
Belajar Sembilan Tahun. Dana BOS merupakan stimulus bagi daerah dan bukan pengganti
(substitute) dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Sehubungan
dengan itu, pemberian dana BOS akan diikuti dengan perkuatan monitoring dan evaluasi
I.3-93
untuk menghindari terjadinya penyimpangan sekaligus memastikan bahwa Daerah tidak
mengurangi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan BOS Daerah (BOSDA).
I.3-94
Download