AKTIVITAS ANTIRADANG EKSTRAK BIJI PETAI CINA (Leucaena leucochepala) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI Oleh : SELFIA MONA PEGGYSTIA NIM. 050214A004 FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN FEBRUARI, 2017 HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi berjudul : AKTIVITAS ANTIRADANG EKSTRAK BIJI PETAI CINA (Leucaena leucochepala) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR Disusun oleh : SELFIA MONA PEGGYSTIA NIM. 050214A004 FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS NGUDI WALUYO telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan diperkenankan untuk diujikan. Ungaran, Februari 2017 Pembimbing Utama Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M. Kes NIDN. 0610066102 AKTIVITAS ANTIRADANG EKSTRAK BIJI PETAI CINA (Leucaena leucochepala) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR Jatmiko Susilo1, Agitya Resti Erwiyani2 Program Studi Farmasi [email protected] ABSTRAK Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid, tannin dan mimosin. Flavonoid dalam biji petai cina dapat mengobati penyakit seperti peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktivitas ekstrak biji petai cina dalam menurunkan udem yang sebanding dengan Natrium Diklofenak. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan pre and post test group design menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tikus putih sebanyak 25 ekor dibagi secara acak ke dalam empat kelompok perlakuan dengan lima ulangan. Kelompok kontrol positif, kontrol negatif, kadar ekstrak biji petai cina 10%, kadar ekstrak biji petai cina 20% dan kadar ekstrak biji petai cina 40%. Parameter uji dalam penelitian ini adalah udema yang diukur dengan menggunakan alat pletismometer selama 5 jam. Induksi edema dibuat dengan menggunakan karagenin 1% secara subplantar. Berdasarkan pengukuran volume udem kaki tikus dengan menggunakan alat pletismometer diperoleh selisih rata-rata penurunan udem kaki tikus. Kelompok perlakuan kontrol positif dengan rata-rata 27,07% ± 3,19%, kemudian diikuti kelompok perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 40% sebesar 22,06 ± 1,89%, kadar 20% sebesar 17,89 ± 2,46%, kadar 10% sebesar 10,07 % ± 0,85% dan yang paling terendah pada kontrol negatif sebesar 8,70% ± 1,59%. Hal ini menunjukkan perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 20% v/v dan 40% b/v dapat menurunkan volume udem Kata Kunci : Biji Petai Cina (Leucaena leucocephala), flavonoid, ekstrak, antiinflamasi, karagenin. ABSTRACT The leaves of petai cina contain active substances such as alkaloids, saponins, flavonoids, tannin and mimosin. Flavonoid in petai cina seed can treat diseases such as inflammation. This study aimed to prove the activity of extracted petai cina seed to lessen swelling comparable to the sodium diklofenac. This type of research are performed is a research lab with pure pre and post test group design using a random complete. Rats white as many as 25 cases were divided randomly into five groups of treatment with five test. The positive control, negative control, the extract of petai china seed levels of 10%, the extract of petai china seed levels of 20% and the extract of petai china seed levels of 40%. Parameter’s test in this study is udema, as measured using a pletismometer for 5 hours. Induction can udema be made using the karagenin 1% in subplantar. Based on the measurement of the swelling volume in the feet of the mice using pletismometer obtained the difference of mean of decreasing swelling in the feet. The treatment group of positive control got the mean in the flat rate 27,07% ± 3,19%, then followed by a group of the extract of the petai china seed of 40% as many as 22,06 ± 1,89%, level of 20% as many as 17,89% ± 2,46%, level of 10% as many as 10,07% ± 0,85% and the lowest of the control negative as many as 8,70% ± 1,59%. This showed that the extract of the petai china seed in the levels of 20% v/v and 40% b/v could reduce the volume of udem. Key Words : The petai china seed (Leucaena leucocephala), flavonoids, extract, anti-inflammatory, karagenin. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam, terutama tanaman yang bisa dimanfaatkan menjadi sayur-mayur, tanaman hias dan sebagai obat herbal yang sudah banyak sekali digunakan oleh masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan adanya penelitian-penelitian yang mengacu pada pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dalam kehidupan sehari-hari. Petai cina merupakan tanaman obat yang sudah banyak dimanfaatkan sebagai pengobatan yang dipercaya oleh masyarakat dalam mengatasi penyakit. Daun petai cina mengandung zat aktif alkaloid, saponin, flavonoid, tannin dan mimosin (Hagerman, 2002). Peradangan merupakan reaksi tubuh yang disebabkan oleh cedera atau luka yang berasal dari trauma, virus, parasit ataupun radiasi yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen cedera maupun jaringan yang cedera itu. Cedera yang dialami akan terasa panas, perih, dan berwarna merah sehingga terjadi gangguan fungsi yang menyebabkan pembengkakan (Dorland, 1998). Bengkak bisa terjadi secara langsung dan ada juga yang terjadi berminggu, bulan, bahkan tahunan (Price dan Wilson, 1995). Terapi farmakologi antiinflamasi yang biasa digunakan adalah golongan antiinflamasi non steroid (NSAID). Namun terkadang masyarakat lebih memilih menggunakan obat-obat herbal yang dipercayai menyembuhkan penyakit seperti peradangan. Menurut Raden dkk (2012), ekstrak daun petai cina efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri Stapylococcus epidermis, selain itu juga memiliki kemampuan yang serupa dengan obat luka komersil (betadine) dengan menunjukkkan hasil penyembuhan luka pada mencit. Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa petai cina memiliki zat aktif flavonoid yang berpotensi menyembuhkan peradangan. Flavonoid merupakan salah satu jenis komponen yang terkandung dalam tanaman, dan dapat ditemukan pada tanaman petai cina. Flavonoid berfungsi sebagai agen dalam mencegah inflamasi dan menangkap serta menetralkan radikal bebas. Flavonoid memiliki ikatan difenilpropana (C6-C3-C6) yang diketahui sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik. Selain itu juga flavonoid mempunyai sifat antiinflamasi, antihepatotoksik, antitumor, antimikroba dan antivirus (Subiyanti, 2013 cit Sarker dan Nahar, 2009). Mekanisme flavonoid sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase dan lipooxygenase, sehingga asam arakhidonat tidak melepaskan senyawa mediator inflamasi (Rahmat, 2009). Oleh karena itu, flavonoid dalam biji petai cina dipilih untuk mengobati penyakit seperti peradangan. Salah satu terapi farmakologi bagi inflamasi adalah dengan pemberian OAINS (Obat Antiinflamasi Non Steroid) per oral. Obat golongan non steroid (AINS) mempunyai mekanisme kerja yaitu dengan cara menghambat produksi enzimatik prostaglandin. Obat ini mempunyai efektivitas yang cepat dalam mengurangi nyeri dan inflamasi terutama bila diberikan segera setelah serangan. Obat-obat golongan non steroid menyebabkan efek samping seperti iritasi lambung (Gunawan dan Mulyani, 2004). Oleh karena itu, penggunaan obat tradisional dipilih untuk pengobatan herbal dalam mengurangi inflamasi karena memiliki efek samping yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan obat kimia. Dari uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak biji petai cina memiliki aktivitas antiradang dan untuk mengetahui kadar yang efektif untuk menurunkan udem yang sebanding dengan Natrium Diklofenak. Pada penelitian ini, yang akan diuji adalah Aktivitas Antiradang Ekstrak Biji Petai Cina (Leucaena leucochepala) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan pre and post test group design menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tikus putih sebanyak 25 ekor dibagi secara acak ke dalam empat kelompok perlakuan dengan lima ulangan. Variabel bebas merupakan variabel yang berada bersama variabel lain dan variabel ini dapat berubah dalam variasinya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji petai cina dengan kadar 10% v/v, 20% v/v dan 40% b/v. Variabel tergantung merupakan variabel yang dapat berubah karena adanya variabel bebas. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah volume udem telapak kaki tikus yang berwarna kemerahan. Variabel terkendali adalah variabel yang keberadaanya merupakan pra syarat bagi bekerjanya suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung. Alat Alat pembuatan ekstrak : alat-alat gelas, mortir dan stemper, blender, cawan penguap, batang pengaduk, waterbath, rotating evaporator, penangas air, timbangan hewan uji, timbangan digital, gelas ukur, beker glass, labu takar, spuit oral, pipet volume, corong, dan kain flanel. Alat untuk uji anti inflamasi : suntikkan 0,1 ml secara subplantar, timbangan, stopwatch, kandang tikus, FDC Red dan pletismometer. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji petai cina (Leucaena leucochepala). Hewan uji yaitu tikus putih galur wistar dengan berat badan 180-200 gram. Bahan uji farmakologi yang digunakan adalah karagenin, natrium diklofenak, dan akuades. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tahapan berikut : 1. Pembuatan Ekstrak Biji Petai Cina Ekstrak biji petai cina (Leucaena leucochepala) dibuat dengan metode maserasi dilakukan dengan cara ditimbang 300 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam panci kemudian diberi etanol 70% sebanyak 3000 ml. Maserasi dilakukan selama 7 hari dalam ruangan yang terlindung dari sinar matahari sambil berulangulang diaduk, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan kain flanel. 2. Uji Bebas Etanol Uji bebas etanol dilakukan dengan menambahkan 2 tetes H2SO4 pekat dan 1 ml larutan kalium dikromat. Adanya kandungan etanol dalam ekstrak ditandai dengan terjadinya perubahan warna mula-mula dari jingga menjadi hijau kebiruan (Oktavia, 2016). 3. Pembuatan Karagenin 1% b/v Larutan karagenin 1 % dibuat dengan menimbang 0,1 gram karagenin kemudian dilarutkan dalam NaCl 0,9% hingga volume 10,0 ml sehingga didapatkan larutan karagenin dengan kadar 1 ml. 4. Pembuatan Natrium Diklofenak Perhitungan dosis bahan uji didapatkan dari konversi dosis manusia kepada tikus dengan asumsi berat badan seluruh tikus 200 gram. Faktor konversi dosis untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada tikus dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Paget dan Bames, 1964). Dosis terapi natrium diklofenak pada orang dewasa 75-150 mg/ hari terbagi dua atau tiga dosis (Anonim, 2000). 5. Pemilihan Hewan Uji Hewan yang digunakan adalah hewan uji tikus putih jantan galur wistar, umur 2 bulan hingga 3 bulan dengan berat 180 sampai 200 gram. Hewan uji diadaptasikan selama 5 hari sebelum dilakukan perlakuan. Hewan uji dikelompokkan secara random dan dibuat dalam 5 kelompok. 6. Uji Anti Inflamasi Hewan uji yang digunakan adalah 25 ekor tikus, kemudian hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Masing-masing hewan uji diberi tanda pada batas mata kaki kanan belakang kemudian diukur volume normal kaki menggunakan alat pletismometer. Kaki tikus sebelah kanan diinjeksi dengan larutan 0,1 ml larutan karagenin 1% b/v pada semua kelompok perlakuan secara subplantar. Setelah 3 jam, diukur volume udem maksimal kaki tikus pada alat pletismometer sebagai data pretest. Masing-masing kelompok perlakuan mendapat perlakuan kontrol positif diberikan Natrium Diklofenak dengan dosis 3,78 mg / 200 g BB, perlakuan kontrol negatif diberikan akuades, perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 10% v/v, perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 20% v/v dan perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 40% b/v. Setelah 2 jam, volume udem kaki kanan tikus diukur menggunakan pletismometer sebagai data post test. 7. Analisis Data Setiap kelompok tikus dihitung persentase penghambatan radang rata-rata untuk setiap dosis zat uji dengan rumus (Turber, 1965). % Radang = Keterangan : Vt adalah volume telapak kaki tikus setelah induksi Vo adalah volume telapak kaki tikus setelah perlakuan Data yang didapat dianalisis dengan SPSS 10.0 For Window dengan taraf 95% kepercayaan, dilanjutkan dengan uji Shapiro-wilk untuk mengetahui normalitas data karena jumlah sampel kecil (<50). Kemudian dapat dinyatakan terdistribusi normal karena data p > 0,05. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Levene’s test untuk mengetahui homogenitas data. Nilai p > 0,05 berarti data yang diuji homogen. Data homogen dan terdistribusi normal, berarti data dianalisis menggunakan statistik parametrik ANAVA satu jalan dan dilanjutkan dengan uji LSD (Dahlan, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1 Hasil Uji Bebas Etanol Uji Senyawa Hasil Keterangan Ekstrak Biji Petai Cina + H2SO4 pekat dan 1 ml Hijau Kebiruan Bebas Etanol K2Cr2O7 Hasil uji bebas etanol ekstrak biji petai cina ditandai dengan terjadinya perubahan warna mula-mula dari jingga menjadi hijau kebiruan. Tabel 4.2 Persentase Penghambatan Radang Kelompok Variabel Mean Perlakuan % Penghambatan Kontrol Positif 27,07 Udem Kontrol Negatif 8,70 Kadar 10% 10,07 Kadar 20% 17,89 Kadar 40% 22,06 SD 3,19 1,59 0,85 2,46 1,89 Keterangan : Mean : Nilai Rata-rata SD : Standar Deviasi Hasil tabel di atas menunjukkan bahwa hasil rata-rata persentase penghambatan radang paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan kontrol positif dengan rata-rata 27,07% ± 3,19%, kemudian diikuti kelompok perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 40% sebesar 22,06 ± 1,89%, kadar 20% sebesar 17,89 ± 2,46%, kadar 10% sebesar 10,07% ± 0,85% dan yang paling rendah pada kontrol negatif sebesar 8,70 ± 1,59%. Tabel 4.3 Uji Normalitas Saphiro Wilk Kelompok Perlakuan p-value Kesimpulan Kontrol Positif 0,778 Normal Kontrol Negatif 0,786 Normal Kadar 10% 0,661 Normal Kadar 20% 0,656 Normal Kadar 40% 0,748 Normal Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas variabel persentase penghambatan udem untuk kelompok kontrol positif, kontrol negatif, ekstrak biji petai cina kadar 10%, kadar 20% dan kadar 40% berturut-turut sebesar 0,778, 0,786, 0,661, 0,656, 0,748. Semua hasil uji normalitas memiliki signifikasi > 0,05 sehingga dikatakan terdistribusi normal. Levene Statistic 1,233 Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varian Df1 Df2 4 20 p-value 0,329 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji homogenitas varian menggunakan Levene Test diperoleh p-value 0,329 (>0,05), menunjukkan bahwa data-data yang diperoleh memiliki varian yang homogen. Tabel 4.5 Perbedaan Persentase Penghambatan Udem Berdasarkan Kelompok Perlakuan Variabel dependen Persentase Penghambatan Udem F hitung 66,185 p-value 0,000 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari hasil uji ANOVA diperoleh F hitung = 66,185 dengan p-value 0,000. Oleh karena F hitung 66,185 > F tabel 3,01 atau p-value 0,000 < α (0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan efek dari kelima kelompok perlakuan yang diberikan terhadap persentase penghambatan udem. Untuk mengetahui perlakuan-perlakuan mana yang memiliki persentase penghambatan udem yang berbeda, dilakukan uji Post Hoc Tests menggunakan uji LSD. Tabel 4.6 Uji LSD Kelompok Perlakuan p-value Kesimpulan Kontrol Negatif vs Kontrol Positif 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Negatif vs Kadar 10% 0,324 Berbeda tidak signifikan Kontrol Negatif vs Kadar 20% 0.000 Berbeda signifikan Kontrol Negatif vs Kadar 40% 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Positif vs Kadar 10% 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Positif vs Kadar 20% 0,000 Berbeda signifikan Kontrol Positif vs Kadar 40% 0,001 Berbeda signifikan Kadar 10% vs Kadar 20% 0,000 Berbeda signifikan Kadar 10% vs Kadar 40% 0.000 Berbeda signifikan Kadar 20% vs Kadar 40% 0,006 Berbeda tidak signifikan Keterangan : Jika p-value <0,05 = Berbeda signifikan Jika p-value >0,05 = Berbeda tidak signifikan Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa dari hasil uji LSD ekstrak biji petai cina kadar 10% memiliki efek yang berbeda tidak signifikan dengan kontrol negatif terhadap persentase penghambatan udem dengan p-value 0,324 > (0,05). Sedangkan ekstrak biji petai cina kadar 20% dan kadar 40% memiliki efek yang berbeda signifikan dengan kontrol negatif terhadap persentase penghambatan udem dengan p-value masing-masing 0,000 dan 0,000 (<0,05). Uji Antiinflamasi Pengujian aktivitas antiradang ekstrak biji petai cina pada penelitian ini menggunakan metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dalam penelitian ini adalah metode pembentukan edema buatan (Rat Hind Paw Oedema) menggunakan larutan karagenin 1% sebagai induktor edema karena metode ini sederhana dan dapat dengan mudah melihat profil kenaikan volume edema kaki belakang tikus. Pengamatan dilakukan dengan mengukur volume udem kaki tikus setelah pemberian induktor edema secara subplantar sebanyak 0,1 ml pada telapak kaki hewan uji sebelah kanan bagian belakang. Pemilihan karagenin sebagai induktor edema karena karagenin dapat menggambarkan kondisi inflamasi akut secara klinis (Panda dkk., 2011). Selain itu karagenin juga tidak menimbulkan efek sistemik pada jaringan sekitar inflamasi dan edema yang dihasilkan bersifar reversibel. Juga karena edema yang dihasilkan tidak menimbulkan bekas dan memberikan efek edema yang baik daripada penginduksi radang lainnya (Hidayati dkk., 2008). Alat yang digunakan untuk pengukuran edema yaitu pletismometer. Kelebihan dari alat pletismometer yaitu volume edema dari kaki tikus bisa terukur jelas dengan alat pletismometer karena ada pipet ukurnya, pengukuran volume edema ini menggunakan air raksa sebagai cairannya karena air raksa memiliki sifat yang sensitif jika ada pergerakan atau sedikit guncangan, sehingga akurasi data dapat tercapai. Kekurangan alat pletismometer sulit saat proses pengkalibrasian jika ada gelembung pada cairan FDC Red. Pengukuran subjektif karena jika salah membaca maka salah dalam pengukuran volume edema. Pengamatan dilakukan selama 5 jam dengan interval waktu pengamatan pada jam pertama 3 jam setelah induksi karagenin dan 2 jam setelah perlakuan kelompok kontrol dan ekstrak biji petai cina. Pengamatan dilakukan selama 5 jam karena waktu yang digunakan untuk mengembalikan ke volume yang mendekati volume normal kaki tikus membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Waktu 5 jam ini diperoleh dari hasil orientasi yang telah dilakukan sehingga dilakukan pengamatan selama 5 jam (Dawud dan Widya, 2014). Penggunaan kontrol positif (natrium diklofenak) bertujuan untuk membandingkan aktivitas ekstrak biji petai cina dengan natrium diklofenak yang poten sebagai antiinflamasi. Selain sebagai antiinflamasi, natrium diklofenak juga memiliki aktivitas analgesik dan antipiretik yang kuat. Natrium diklofenak juga memiliki daya antiinflamasi lebih kuat dari pada AINS lainnya berdasarkan waktu paruhnya dan efek samping natrium diklofenak. Mekanisme dari natrium diklofenak bekerja menghambat aktivitas enzim siklooksigenase yang berperan dalam metabolisme asam arakhidonat menjadi prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi (Kertia, 2009). Dosis natrium diklofenak yang digunakan yaitu 3,78 mg/ 200 g BB. Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah akuades. Kelompok kontrol negatif dimaksudkan untuk melihat hasil kesembuhan yang negatif. Adanya kadar konsentrasi ekstrak biji petai cina pada tiga kelompok perlakuan dimaksudkan untuk melihat adanya peningkatan ataupun penurunan konsentrasi dapat mempercepat atau memperlambat penurunan udem. Juga untuk mengetahui pada dosis tertentu dapat menyembuhkan udem. Kelompok ekstrak biji petai cina kadar 40% b/v, kelompok ekstrak biji petai cina kadar 20% v/v dan ekstrak biji petai cini kadar 10% v/v. Semua kelompok perlakuan diberikan setelah injeksi 3 jam subplantar dengan karagenin. Kaki tikus yang sudah disuntikkan larutan karagenin 1% b/v, ditunggu 3 jam kemudian diukur volume udem maksimal kaki tikus dengan alat pletismometer dengan cara mencelupkan kaki kanan belakang tikus kedalam air raksa sehingga volume udem dapat diketahui. Kemudian diberikan perlakuan kontrol positif dan ketiga kadar konsentrasi, ditunggu 2 jam kemudian diukur volume penurunan udem kaki tikus. Berdasarkan pengukuran volume udem kaki tikus dengan menggunakan alat pletismometer diperoleh selisih rata-rata penurunan udem kaki tikus dapat dilihat pada tabel sebelumnya. Hasil tabel di atas menunjukkan bahwa hasil rata- rata persentase penghambatan radang paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan kontrol positif dengan rata-rata 27,07% ± 3,19%, kemudian diikuti kelompok perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 40% sebesar 22,06 ± 1,89%, kadar 20% sebesar 17,89 ± 2,46%, kadar 10% sebesar 10,07% ± 0,85% dan yang paling rendah pada kontrol negatif sebesar 8,70 ± 1,59%. Hal ini menunjukkan perlakuan ekstrak biji petai cina kadar 20% v/v dan 40% b/v dapat menurunkan volume udem. Ekstrak biji petai cina kadar 10% memiliki efek yang berbeda signifikan dengan kontrol positif terhadap persentase penghambatan udem dengan p-value 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak biji petai cina kadar 10% memiliki efek yang lebih rendah secara signifikan dengan kontrol positif terhadap persentase penghambatan udem. Pada kadar 10% v/v tidak mempunyai efek penurunan volume udem yang sama dengan kontrol positif. Pada ekstrak biji petai cina 20% v/v dan 40% b/v mempunyai efek penurunan volume udem, tetapi tidak sebanding dengan kontrol positif. Konsentrasi yang semakin besar pada ekstrak biji petai cina, efek penurunan volume udem pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena kandungan zat aktif yang paling besar berupa flavonoid yang merupakan senyawa berkhasiat sebagai antiinflamasi dengan mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakuakan dapat disimpulkan ekstrak biji petai cina (Leucaena leucocephala) memiliki aktivitas antiradang pada tikus putih jantan galur wistar. Ekstrak biji petai cina (Leucaena leucocephala) pada kadar 20% v/v dan 40% b/v memiliki aktivitas antiradang yang mampu menurunkan udem. SARAN Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai isolasi senyawa flavonoid biji petai cina (Leucaena leucocephala). DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Acuan Sediaan Herbal, Edisi I. Departemen Kesehatan RI. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Cindhy, O.P., 2016. Efek Konsentrasi Buah Nangka Muda (Artocarpus Heterophyllus Lamk.) Dalam Pasta Gigi Terhadap Karakteristik Fisik Dan Daya AntibakterI Streptococcus Mutans, Skripsi, Ungaran Dahlan, S., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, 62-64, Salemba Medika, Jakarta. Dawud, F., Widdhi, B., Widya, A. L. 2014. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl) Terhadap Edema Kaki Tikus Putih Jantan. Fakultas Farmasi UNSRAT Manado. Dorland., 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, ed.25, EGC, Jakarta. Hagerman, A.E., 2002, Tanin http://www.users.mouhio.edu/hagerman/tanin.pdf. Mei 2002. Chemistry, Hidayati, N. A., Listyawati, S., Setyawan, A. D. 2008. Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana cemara L. pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. Bioteknologi. Kertia, Nyoman., 2009. Aktivitas Anti-Inflamasi Kurkuminoid Ekstrak Rimpang Kunyit. Jurnal. Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Panda, S. K., Dass, D., Tripathy, N. K. 2011. Anti-Inflammatory Potential of Chlorophytum borvilianum S. Root Tuber. Journal Global Trends in Pharmaceutical Sciences. 2 (2) : 242-251. Price, S. A., Wilson, L. M., 1995. Clinical Concept of Disease Processess. 4thedition. EGC, Jakarta. Rahmat, H., 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bandung. Subiyati, 2013. Uji Daya Antifungi Fraksi Etil Asetat dan Fraksi N-butanol Daun Dewa (Gynura pseudochina (Lour) DC) Terhadap Pertumbuhan Jamur Malassezia Fulfur Beserta Metode Bioatografi Kontak, Skripsi, Prodi Farmasi Sekolah Tinggi Kesehatan Ngudi Waluyo, Ungaran. Sumarni, R., dan Rahayu, L., 1994. Perbandingan Efek Anti-Inflamasi Antara Jahe Biasa, Jahe Gajah, dan Jahe Merah, Buletin FFUP Fakultas Farmasi Pancasila, I (I), 7-10. Sumarny, R., Simanjuntak, P., dan Syamsudin., Efek Hipoglikemik Senyawa Bioaktif Biji Petai Cina (Leucaena leucochepala) (lmk) De Wit Dengan Menggunakan Metode Toleransi Gluosa Oral Pada Mencit. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta. Suralkar., A., A., 2008. In-vivo Animal Models for Evaluation of Antiinflammatory Activity. Vol 6, Artcle Review, Issue 2.