BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah Tiongkok (IDF, 2014). Sedangkan di dunia, Indonesia menempati urutan ke tujuh dengan jumlah penderita terbanyak setelah Tiongkok, India, USA, Brazil, Russia, dan Mexico (IDF, 2013). Peningkatan penyandang DM di Indonesia telah diprediksikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 dari 8,4 juta pada tahun 2000 (PERKENI, 2011). Tahun 2013, jumlah penderita DM di Indonesia sebanyak 8,5 juta jiwa. Angka ini terus naik sehingga pada tahun 2014 sebanyak 9,1 juta jiwa dan diprediksikan pada tahun 2035 sebanyak 14,1 juta jiwa (IDF, 2014). Sedangkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi DM di Indonesia berdasarkan wawancara adalah 2,1 persen. Hal ini menggambarkan telah terjadi peningkatan prevalensi pada tahun 2007 yakni 1,1 persen. Meski angka prediksi tersebut berbeda, namun secara keseluruhan memprediksikan hal yang sama, yakni akan terjadi peningkatan penderita DM di masa yang akan datang. Dilaporkan oleh International Diabetes Federation (IDF) bahwa 382 juta orang di seluruh dunia mengalami DM dan 5,1 juta orang meninggal akibat penyakit ini (IDF, 2013). Amerika Serikat telah menghabiskan lebih banyak dana asuhan kesehatan untuk DM dibandingkan penyakit tunggal lainnya (Mayer et al, 2011). Anggaran yang dikeluarkan untuk pengobatan penyakit metabolik ini 1 2 mencapai sebesar 548 miliar dolar Amerika dan akan bertambah menjadi 627 miliar dolar Amerika pada tahun 2035 (IDF, 2013). Besarnya anggaran ini sangat mungkin mengingat komplikasi yang bisa muncul akibat penyakit Diabetes Melitus. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan yang serius untuk menangani penyakit tersebut. Pengelolaan pasien diabetes melitus tidak hanya melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain namun perlu dihadirkan pula peran pasien serta keluarga. Hal ini akan meningkatkan pemahaman atau edukasi terhadap pasien dan keluarga berkaitan dengan perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM, sehingga akan sangat membantu dalam peningkatan hasil pengelolaan pasien. Beberapa ahli memperkirakan hampir 99% hasil akhir perawatan diabetes bergantung pada perawatan sendiri oleh pasien (Mayer et al, 2011). Edukasi merupakan salah satu dari empat pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus. Pilar lainnya adalah terapi gizi, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2011). Terapi gizi yang dimaksud adalah Terapi Nutrisi Medis (TNM), dimana salah satu penilaian hasil terapinya adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan terapi serta untuk menyesuaikan dosis obat yang akan digunakan. Artinya jika terapi nutrisi medis yang mempertimbangkan asupan dan obat terkontrol dengan baik, maka kadar glukosa darah pasien akan menunjukkan hasil yang baik pula. Latihan jasmani atau olahraga pada pasien diabetes melitus difungsikan untuk mengurangi timbunan lemak serta menstabilkan berat badan. Selain itu, olahraga juga mampu memperbaiki kepekaan insulin serta pengendalian glukosa 3 darah (Arisman, 2013). Oleh karena itu, penderita diabetes perlu melakukan olah raga secara teratur 3-4 kali dalam seminggu dengan waktu tiap kali beraktifitas fisik kurang lebih 30 menit (PERKENI, 2011). Pasien Diabetes Melitus akan mengidap penyakitnya seumur hidup. Apabila pasien pernah memeriksakan diri di fasilitas pelayanan kesehatan, maka untuk selanjutnya pasien dianjurkan melakukan perawatan pasca rumah sakit guna melakukan pemantauan terhadap glukosa darah serta mencegah komplikasi akibat diabetes tersebut. Dalam hal ini kebutuhan dari perawatan yang akan dipilih menjadi keputusan pasien dan keluarga dengan mempertimbangkan keadaan pasien. Saat ini telah tersedia pelayanan home care sebagai salah satu alternatif untuk melanjutkan perawatan pasca rumah sakit. Home care berkembang hampir diseluruh rumah sakit besar, klinik, juga beberapa puskesmas. Home care merupakan pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas terhadap pasien di lingkungan rumahnya yang disediakan secara intermitten atau part time (DEPKES, 2006). Perawatan home care merupakan bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan yang bersifat berkesinambungan. Pelayanan ini diberikan kepada pasien maupun keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan meningkatkan, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan (Permenkes, 2014). Tenaga kesehatan akan datang ke rumah pasien sesuai dengan kesepakatan sehingga kondisi pasien khususnya penderita diabetes akan terkontrol dengan baik tanpa sering berkunjung ke rumah sakit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Azizah (2008), bahwa keuntungan dari pelayanan home care adalah mampu meringankan biaya perawatan dan mengurangi frekuensi kontrol ke rumah sakit. 4 Perawatan home care yang dilakukan dirumah, diharapkan mampu memberikan dukungan sosial yang baik dari keluarga. Menurut penelitian Tang et al (2008) yang dilakukan pada pasien diabetes melitus tipe 2 (amerika kulit hitam), kepuasan terhadap dukungan sosial di dalam keluarga dapat memberikan dampak positif pada kualitas hidup dan hasil glukosa darah pasien. Penelitian Jones et al (2008) pada pasien amerika kulit hitam yang menderita DM tipe 2 menjelaskan bahwa keluarga dan teman sebaya sangat memberikan pengaruh terhadap manajemen DM tipe 2 tersebut. Meski home care mulai marak dikalangan masyarakat, namun penelitian mengenai home care masih sulit untuk ditemukan. Sedikitnya referensi penelitian mengenai home care pada pasien khusunya diabetes melitus membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai hubungan aktivitas fisik, asupan makan, dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus yang melakukan perawatan home care. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yaitu, “Apakah terdapat hubungan aktivitas fisik, asupan makan dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus yang mendapatkan pelayanan home care?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan aktivitas fisik, asupan makan dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus yang mendapatkan pelayanan home care. 5 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui tingkat aktivitas fisik pasien diabetes melitus pada pelayanan home care; b. Mengetahui jumlah asupan makan pasien diabetes melitus pada pelayanan home care; c. Mengetahui kadar glukosa darah penderita diabetes melitus pada pelayanan home care; d. Mengetahui hubungan aktivitas fisik, asupan makan dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus yang mendapatkan pelayanan home care. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah kajian dan memperkaya keilmuan mengenai diabetes melitus pada pasien home care. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan referensi untuk menambah wawasan kesehatan, terutama mahasiswa gizi kesehatan dalam hal gambaran hubungan aktivitas fisik, asupan makan, dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus dengan pelayanan home care. 6 b. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Bagi institusi pelayanan kesehatan dapat menambah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan serta evaluasi dalam memberikan pelayanan pada pasien diabetes melitus dengan perawatan home care. c. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tentang perawatan pasien diabetes melitus dengan home care sehingga dapat menjadi pertimbangkan ketika keluarga atau diri sendiri mengalami hal serupa. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai diabetes melitus dan home care. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik, asupan makan, dengan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus yang mendapatkan pelayanan home care belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Azizah (2008) dengan penelitian yang berjudul “Kebutuhan pelayanan home care pada pasien diabetes melitus lanjut usia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS Panti Rapih Yogyakarta.” Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini 7 dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS Panti Rapih terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan, serta klub diabetik RS PKU Muhammadiyah. Hasil pada penelitian ini adalah memaparkan pelayanan home care yang dibutuhkan oleh pasien diabetes melitus usia lanjut meliputi pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang medik, pelayanan penunjang non medik, serta saranan pelayanan. 2. Rahmawati et al (2011) dengan penelitian berjudul “Pola makan dan aktifitas fisik dengan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.” Penelitian yang dilakukan di poli endokrin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar melibatkan sampel sejumlah 81 orang. Jenis penelitian ini adalah Survei Analitik dengan desain cross sectional study. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan pola makan dengan kadar glukosa darah. Responden yang memiliki pola makan kurang, kemungkinan 6,14 kali lebih besar memiliki risiko kadar glukosa darah tidak terkontrol dan responden yang memiliki pola makan yang tinggi kemungkinan 3,02 kali lebih besar mempunyai risiko kadar glukosa darah tidak terkontrol. Begitu juga dengan aktifitas fisik, responden yang memiliki intensitas aktifitas fisik yang kurang memiliki kemungkinan 6,75 kali lebih besar beresiko kadar glukosa darah tidak terkontrol. 3. Ali (2014) dengan penelitian berjudul “Hubungan pengetahuan, pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 di UPTD diabetes center Kota Ternate”. Penelitian tersebut dilakukan di UPTD Diabetes center Kota Ternate dengan jenis penelitian observasional dan menggunakan rancangan cross-sectiona. Hasil dari 8 penelitian ini adalah terdapat hubungan antara asupan energi, KH, lemak, asupan sayur dan buah serta aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pasien. Sedangkan pengetahuan dan asupan protein tidak berhubungan dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 di Kota Ternate. 4. Kang et al (2010) dengan penelitian berjudul “Comparison of family partnership intervention care vs. conventional care in adult patients with poorly controlled type 2 diabetes in a community hospital: A randomized controlled trial.” Penelitian tersebut dilakukan pada komunitas pasien rawat jalan di rumah sakit pendidikan Taipe. Desain penelitiannya menggunkana randomisasi control trial dengan jumlah sampel masingmasing kelompok sebanyak 28 pasien . Hasil pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan HbA1C dan profil plasma lipid yang signifikan. Namun pengetahuan dan sikap pada kelompok yang melibatkan keluarga mengalami peningkatan.