RINGKASAN ASEP SUNENDAR. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan di Kawasan Barat Indonesia (Periode Tahun 2008-2010) (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Pembangunan Nasional adalah upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana telah dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi termasuk petani melalui pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Salah satu agenda utama pembangunan nasional adalah “Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Indonesia” dengan sasaran program prioritas, diantaranya “Penanggulangan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan”. Berkaitan dengan agenda utama dan program prioritas nasional yang ingin dicapai, pemerintah menyusun prioritas dan arah kebijakan pembangunan, salah satunya melalui “Revitalisasi Pertanian”. Hasil pembangunan pertanian selain dilihat dari data pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, juga diperlukan data pengukuran terhadap tingkat kesejahteraan petani. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan rasio dari indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Secara konsep, NTP digunakan untuk mengukur kemampuan nilai tukar produk pertanian terhadap produk barang dan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan untuk keperluan memproduksi produk pertanian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan perkembangan nilai tukar petani tanaman pangan di Kawasan Barat Indonesia pada tahun 2008-2010 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar petani tanaman pangan di Kawasan Barat Indonesia pada tahun 2008-2010. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisisi regresi panel data dengan pendekatan model Fixed Effect. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting di dalam memajukan perekonomian Kawasan Barat Indonesia (KBI), yaitu sebagai penyumbang PDRB ke-3 terbesar dengan rata-rata 17,31% selama tahun 2008-2010. Subsektor tanaman pangan sebagai penyumbang terbesar PDRB sektor pertanian KBI, yaitu rata-rata sebesar 51,58% ternyata memiliki rata-rata Nilai Tukar Petani terendah jika dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya, yaitu sebesar 98,04 selama periode tahun 2008-2010. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan tidak memberikan perubahan terhadap peningkatan kesejahteraan petani tanaman pangan di KBI. Rendahnya indeks Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP), dipengaruhi oleh rendahnya rata-rata indeks harga yang diterima petani (It), yaitu sebesar 116,54 dan tingginya rata-rata indeks harga yang dibayar petani (Ib), yaitu sebesar 118,77. Rendahnya It, dipengaruhi oleh masih rendahnya nilai tukar komoditi padi (116,03), sedangkan tinggginya Ib dipengaruhi oleh masih tingginya biaya konsumsi masyarakat (118.73) (terutama konsumsi bahan makanan (121,94) dan perumahan (118,38)) dan Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) (119,25) (terutama untuk biaya produksi obat-obatan dan pupuk (122,21) dan upah buruh tani (120,59)). Hasil estimasi model regresi panel data menunjukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar petani tanaman pangan di Kawasan Barat Indonesia pada tahun 2008-2010, yaitu (1) produktivitas padi, harga gabah GKP di tingkat petani, dan panjang jalan berhubungan positif terhadap pembentukan NTPP dan (2) luas lahan sawah irigasi, harga pupuk urea, posisi kredit bank umum sektor pertanian, dan luas layanan daerah irigasi berhubungan negatif terhadap pembentukan NTPP. Melalui penelitian ini diharapkan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pertanian tidak hanya fokus terhadap peningkatan jumlah produksi komoditi pertanian, akan tetapi harus memperhatikan tingkat kesejahteraan petani. Adapun saran yang diberikan penulis dengan melihat hasil dari penelitian, yaitu : (1) intervensi dari pemerintah sangat diperlukan dalam menciptakan kestabilan harga output pertanian (gabah) dan harga input faktor produksi pertanian terutama pupuk untuk menjaga dan meningkatkan nilai tukar petani, (2) kebijakan HET dan subsidi pupuk perlu dievaluasi efektivitasnya, dikarenakan harga pupuk di tingkat petani masih relatif tinggi dan pemerintah membentuk badan pengawas sistem distribusi di tingkat produsen, pelaku distribusi, dan pengguna pupuk, supaya tidak terjadi salah sasaran penerima subsidi, (3) petani diharapkan mengusahakan peningkatan kualitas gabah dengan proses pengeringan yang lebih baik dari GKP menjadi GKG, (4) lembaga keuangan khususnya perbankan diharapkan mampu menciptakan akses petani terhadap modal dengan bunga kredit yang relatif rendah supaya petani mampu melakukan berbagai inovasi dalam usaha taninya, dan (5) pemerintah selaku pengatur dan pembuat kebijakan struktural harus berupaya menciptakan situasi dan kondisi infrastuktur pendukung sektor pertanian yang baik.