PERTUMBUHAN TANAMAN POKOK CENDANA (Santalum album

advertisement
PERTUMBUHAN TANAMAN POKOK CENDANA
(Santalum album Linn.) PADA SISTEM AGROFORESTRI
DI DESA SANIRIN, KECAMATAN BALIBO,
KABUPATEN BOBONARO - TIMOR LESTE
JULIÃO DE ARAUJO
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
JULIÃO DE ARAUJO.Growth of Sandalwood (Santalum album Linn.) as
primary plant in agroforestry system in Sanirin Village, Balibo Subdistrict,
Bobonaro District.Supervised by Dr. Ir. NURHENI WIJAYANTO, MS.
ABSTRACT
One of Forest and Land Participatory Rehabilitation Program (RHLP) is the
implementation of agroforestry system. Agroforestry chosen as the solution of
optimal land utilization so it would provide additional output value of either
physical or financial results.This research aims to study more the growth of
Sandalwood (S. album) as primary tree in some agroforestry. Field activities done
at Sanirin Village, Balibo Sub District, and Bobonaro District. The observed
dimensions of main crop were height, diameter, length and width of the tree
canopy. Biophysical environmental conditions of soil properties and tree canopy
closure were also observed. Data was taken from several agroforestry patterns.
The data then analysed descriptively to the growth parameters of main crops
associated with the pattern of developed agroforestry and its management
techniques.
There are there types of agroforestry pattern, named AF1, AF2 and AF3.
Each of AFs has combination of crops such as AF1 combination of S.
album,Tectonagrandis L., Sweteniasp., Aquilariumsp., Cajanuscajan, Zeamays,
Cucurbitapepo, AF2 combination S. album,Sesbaniasp., Cajanuscajan, Zeamays,
Cucurbitapepo and AF3 is combination of S. album, Tectonagrandis L.,
Sweteniasp.,Zeamays, Manihotutilisima.The AF3 has worst performance in height
and diameter growth, while AF2 is having best performance in height and
diameter growth. In the crown covered, the AF2 type is gained highest percentage
compared to the others. The results showed that the growth of primary tree in
agroforestry pattern to produce cassava is the lowest thanto the others .The
availability of P and K elements suspected to be the cause of low growth of
primary crop. Land management activities are only focused on the productivity of
agricultural crops caused the crops and the main crop is uneven.
Keywords: Agroforestry, Santalum album Linn.,East Timor, Main Plants
Growth
JULIÃO DE ARAUJO.PertumbuhanTanamanPokokCendana (Santalum album
Linn.) padabeberapaPolaAgroforestri di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo,
Kabupaten Bobonaro. Dibimbingoleh Dr. Ir. NURHENI WIJAYANTO, MS.
ABSTRAK
Salah satubentuk program RehabilitasiHutandanLahanPartisipatif (RHLP)
adalahpenerapansistemagroforestri.Agroforestridipilihsebagaisolusiuntukpengelol
aanlahan
yang
optimal
agar
meningkatkanintensitaspanen
yang
akhirnyamampumemberikantambahanoutputbaikberupahasilfisikmaupunnilaifina
nsial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkajipertumbuhantanamanpokokcendana
(S. album) padabeberapapolaagroforestri. Penelitianinibertempat di Desa Sanirin,
Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro. Survei pendahuluan dilakukan untuk
menentukan
pola
agroforestri
yang
diteliti.
Data
dimensitanamanpokokdiambilsecarasensusterhadaptanamancendanapadamasingmasingpolaagroforestri
yang
terpilihberupatinggi,
diameter
danproyeksitajuk.Parameter
tanah
yang
diamatiberupasifatfisikdankimiadaricontohtanahmasing-masingpolaagroforetsri
yang kemudiandianalisis di Laboratorium.Sejarah pengelolaan lahan ditelusuri
dengan melakukan kegiatan wawancara terhadap petani pengelola masing-masing
pola agroforestri terpilih.Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Polaagroforestri
yang
dikembangkandiklasifikasimenjadipola
AF1
(cendana, jati, mahoni, gaharu, kacangturis, jagung, labu), AF2
(cendana,turi,kacangturis, jagung, labu), AF3 (cendana,jati, mahoni, jagung,
singkong).
Hasilpengamatanlapanganpolaagroforestri
AF3
menunjukkanpertumbuhandimensitinggidan
diameter
paling
rendah,
sedangkanpola
AF2
menunjukkanpertumbuhandimensi
yang
paling
tinggidibandingkandenganpola lain. Penutupantajukmenunjukkanpola AF2
memilikipersentasepenutupan paling besardibandingkanpola lain. Unsurfosfor (P)
padapolaagroforestri
AF
3
didugamenjadifaktorpembatasbagipertumbuhantanamanpokokcendana
yang
ditanamtanpatanamaninang.
Kata kunci : Agroforestri, Santalum album Linn., Timor Leste, Pertumbuhan
Tanaman Pokok.
PERTUMBUHAN TANAMAN POKOK CENDANA
(Santalum album Linn.) PADA SISTEM AGROFORESTRI
DI DESA SANIRIN, KECAMATAN BALIBO,
KABUPATEN BOBONARO - TIMOR LESTE
JULIÃO DE ARAUJO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pertumbuhan
Tanaman Pokok Cendana (Santalum album Linn.) pada Sistem Agroforestri di
Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro, Timor Leste” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Nurheni
Wijayanto, MS dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Julião de Araujo
NIM E44094801
Judul Skripsi : Pertumbuhan Tanaman Pokok Cendana (Santalum album Linn.)
pada Sistem Agroforestri di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo,
Kabupaten Bobonaro - Timor Leste.
Nama
: Julião de Araujo
NIM
: E44094801
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS)
NIP 19601024 198403 1 009
Mengetahui :
Ketua Departemen Silvikultur
(Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.)
NIP 19641110 199002 1 001
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
diSame,
Timor
Lestepadatanggal10Januari 1968 sebagai anak ketiga
dari empat bersaudara pasangan Mateus de Araujo dan
Imaculada de Jesus. Pada Tahun 1991 Penulis lulus dari
Sekolah Kehutanan Menengah Atas Kadipaten Jawa
Barat, pada tahun 2009 lulus DIII Kehutanan pada East
Timor Coffee Academy (ETICA) dan pada tahun yang
sama diterima masuk IPB melalui jalur khusus (MoU
antara
ETICA
dan
IPB).
Penulis
memilih
Progam
Studi
S1
Silvikultur,Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
yakni
sebagai
anggota
Komdis
pada
kegiatan
belantara
45MahasiswaFakultasKehutanan IPB tahun 2009dansebagaiseksiDanuspada BCR
2010.
Penulis mewakili mahasiswa luar negeri utusan IPB mengikuti Seminar
”International Youth Camp and Global Entrepreneurship Workshop 2010” di
Banten tanggal 6-10 November 2010 yang di sponsori oleh Kementerian Pemuda
dan Olah raga untuk seluruh mahasiswa asing di Indonesia juga pernah mengikuti
beberapapelatihan, antara lain jamurtiramdanreklamasilahanbekastambang di
SEAMEO
BIOTROP
pelaksana
TGC
(Tree
Grower
Community)
lingkupFakultasKehutanan
di
IPB
dalamrangkameningkatkanmutupengetahuanmahasiswa.
Penulis juga melakukan praktek kerja profesi (PKP) di lingkup Direktorat
Jenderal Kehutanan Kementrian Pertanian dan Perikanan Timor Leste pada bulan
Juli - Agustus 2010 di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.
Guna memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi
dengan
judul
”PertumbuhanTanamanPokokCendana
(S.album)
PadaSistemAgroforestri” di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten
Bobonaro, Timor Leste dibawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Penulismengucapkanpujisyukurkepada
sehinggadapatmenyelesaikankaryatulis
Yang
MahaKuasa,
yang
berjudul
“PertumbuhanTanamanPokokCendana (S.album) PadaSistemAgroforestri” di
Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro.
2. Dosen Penguji Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dari Departemen Teknologi
Hasil Hutan, Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MAdari Departemen
Manajemen Hutan, Ir. Edhi Sandra, MSi dari Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas segala saran dan arahannya.
3. BapakProf. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr., Dr.Ir. Basuki Wasis,
MS,DadanMulyana,
S.Hut,
MSi,
Dr.Ir.
NoorFarikahHaneda,
MS,KokomKomariah, SE, atas bantuan dan bimbingannyaselamaini.
4. BapakGermenino dos ReisAmaral, ketuayayasan LAHER dan Bapak
Ir. Lucio Marçal Gomes, Director ETICA sertakeluarga besar ETICA.
5. Eng. Miguel Noguera, CoordenadorGeral PADRTL CoperaçãoAgrícola
Portuguesa Timor Leste yang telahmemberikanlokasinyauntukpenelitian.
6. AdelinoRojario,
S.Hut.
selakupembimbinglapangan
yangselalumemberikanarahandanmasukan.
7. Seluruhstaf dan dosenpengajarDepartemenSilvikultur atas segalaarahan dan
bimbingan.
8. SpesialM. Rifa’i, Sergio,Sebastião, Agustinho, Natalia yang selalumembantu
di lapanganselamapenelitiandantabulasi data.
9. Adik-adik Silvikultur ’44 khususnya yang satu PS Dana, Dhinda, Anien,
Noroendan lainnya atas kebersamaan serta dukungan semangat pantang
menyerah selama kurang lebih satu setengah tahun menjalani kuliah ini, dan
juga teman-teman Fahutan angkatan 44 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
10. Rekan-rekan SVK angkatan 41, 42, 43 dan 45 atas kerjasama dan
persahabatan korps rimbawan yang indah selama di Fahutan IPB.
11. Para laboran Departemen Silvikultur (Bu Atikah, Bu Yani, Bu Ely, Bu Tutin,
Pak Wardana, Pak Tatang dan pak Yopi).
12. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pertumbuhan
Tanaman Pokok Cendana (Santalum album Linn.) pada Sistem Agroforestri” di
Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro - Timor Leste. Karya
ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengkaji pertumbuhan tanaman pokok cendana (Santalum album
Linn.) pada sistem agroforestri yang dikembangkan sebagai demplot proyek
percontohan agroforestri di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten
Bobonaro.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Heinz Loos selaku Team
Leader of RDP II GTZ Timor Leste, Bapak Ir. Cesar José da Cruz, M.T.
Anim.Sc., Bapak Luis Godinho, S.Hut., M.F.Sc., serta berbagai pihak yang telah
membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada alm. ayah, ibu, istri dan anak serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam penulisan ini, namun
demikian penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2011
Penulis,
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 LatarBelakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Agroforestri ........................................................................................... 4
2.2 Cendana (Santalum albumLinn.) .......................................................... 8
2.2.1 Taksonomidanmorfologi .............................................................. 8
2.2.2 Habitat danpenyebaran................................................................. 10
2.2.3 Tekniksilvikultur .......................................................................... 10
2.2.4 Pemanfaatan ................................................................................. 11
2.3 Pertumbuhandanperkembangan ............................................................ 12
III. BAHAN DAN METODE ...........................................................................
3.1 WaktudanTempatPenelitian ..................................................................
3.2 BahandanAlatPenelitian ........................................................................
3.3 MetodePengumpulan Data ....................................................................
3.3.1 Penentuanlokasiobjekpenelitian ...................................................
3.3.2 Pengambilantinggi, diameter dantajuk.........................................
3.3.3 Pengambilan data sifatfisikdankimiatanah ..................................
3.3.4Pengumpulan data sekunder .........................................................
3.4 Analisis Data .........................................................................................
14
14
15
15
15
15
16
18
18
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 19
4.1 LetakdanLuasbatasDesaSanirin ............................................................ 19
4.2 Topografi, Geologi, Iklimdan Tanah .................................................... 19
4.3 Tata Guna Lahan di Desa Sanirin ......................................................... 19
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi ....................................................................... 20
4.5 PolaAgroforestri di DesaSanirin ........................................................... 23
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 24
5.1 PertumbuhanDimensiTanamanCendana (Santalum album Linn). ....... 24
5.2 PenutupanTajuk .................................................................................... 26
5.3 Parameter Tanah ................................................................................... 28
ii VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 37
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 37
6.2 Saran ..................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38
LAMPIRAN ....................................................................................................... 41
iii DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Data luas wilayah Desa Sanirin menurut penggunaannya
................... 20
2.
Potensi tegakan kayu rakyat padademplot Agroforestri di Desa Sanirin.... 20
3.
Jumlah penduduk Desa Sanirin berdasarkan jenis kelamin ........................ 21
4.
Jumlahpendudukberdasarkan agama yang dianut ....................................... 21
5.
Saranaperibadatan di DesaSanirin .............................................................. 22
6.
Mata pencaharianpendudukDesaSanirin ..................................................... 22
7.
Saranapendidikan di DesaSanirin ............................................................... 23
8.
Jenis komoditas tanaman agroforestri di Desa Sanirin ............................... 23
9.
Rata-rata pertumbuhantanamanS. album Linn.pada3 (Tiga) polaagroforestri
24
10. Rata-rata ukurantajukpada3 (tiga) polaagroforestri .................................... 27
11. Hasilanalisissifatfisikatanahpada3 (tiga)polaagroforestri ........................... 28
12. Hasilanalisissifatkimiatanahpada3 (tiga)polaagroforestri ........................... 32
iv DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. PetaLokasiPenelitianAgroforestridiDesa Sanirin .......................................... 14
2. ProyeksitajukPohon yang diukur................................................................... 16
3. Titik pengambilan contoh tanah individu ...................................................... 18
4. Perbandingannilai rata-ratabulk densitypada3 (tiga)polaagroforestri…. 29
5. Hubungannilaibulk densitydenganporositasdankadar air dalamtanahpada3
(tiga)polaagroforestri di DesaSanirin-Timor Leste ....................................... 31
v DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
PetaAdministrasi Timor Leste .................................................................... 42
2.
PetaTanah di Desa Sanirin .......................................................................... 43
3.
PetaAdministrasiDesa Sanirin..................................................................... 44
4.
Layout Polaagroforestri 1 ............................................................................ 45
5.
Layout Polaagroforestri2 ............................................................................. 46
6.
LayoutPolaagroforestri 3 ............................................................................. 47
7.
Kuesionerpenelitian .................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Jumlah penduduk yang meningkat sangat cepat telah menyebabkan
peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan dan papan serta kebutuhan
lainnya. Menurut data sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Timor Leste
mencapai 1.066.582 jiwa terjadi peningkatan sebesar 266.582 jiwa dari jumlah
penduduk tahun 1999 dengan jumlah 800.000 jiwa. Sebagai negara agraris,
kegiatan bidang pertanian merupakan bagian yang sangat penting untuk
menunjang kehidupan masyarakat. Secara geografis Timur Leste memiliki luas
wilayah sekitar 15.000 km² yang terletak pada koordinat 8°17’ LS dan 125°20’ BT
dan di antara dua buah benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Pulau Timor
terdiri dari Timor Leste dan Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT, Indonesia)
merupakan wilayah yang dikenal sebagai daerah penghasil kayu cendana (S.
album). Cendana merupakan salah satu jenis tanaman tropik bernilai ekonomis
tinggi yang mempunyai wilayah pesebaran alami di daerah tropik dan sub tropik
termasuk pulau Timor. Kayu cendana dimanfaatkan sebagai bahan industri
kerajinan, kosmetik, obat-obatan dan digunakan dalam upacara adat atau
keagamaan (Putri 2008).
Nilai ekonomis yang sangat tinggi dari kayu cendana menyebabkan
tingginya exploitasi bagi jenis tanaman ini tanpa memperhatikan aspek
kelestariaanya, sehingga populasi cendana di habitat aslinya mengalami
penurunan yang drastis. Tantra (1983) dalam Wawo dan Adulhadi (2006)
menyatakan bahwa cendana merupakan jenis kayu yang kritis sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan. Kayu cendana juga terdaftar ke dalam International
Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori rawan (vurnarable)
yang artinya berada pada kondisi beresiko tinggi untuk mengalami kepunahan di
alam (Wiriadinata 2001 dalam Wawo dan Abdulhadi 2006). Faktor lain yang
menyebabkan tingginya resiko kepunahan cendana adalah rusaknya hutan sebagai
habitat asli, kebakaran hutan dan berbagai praktek konversi hutan menjadi lahan
pertanian secara tradisional.
2
Masyarakat petani pedesaan di Kabupaten Bobonaro, Timor Leste
sebagian masih ada yang memiliki kebiasaan bercocok tanam secara tradisional.
Praktek budidaya pertanian dilakukan dengan sistem ladang berpindah dimana
areal hutan dibuka sebagai lahan pertanian yang baru dan ketika produktivitasnya
menurun, maka lahan tersebut ditinggalkan kemudian membuka lagi lahan baru
di areal hutan lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus dari
tahun ke tahun tanpa memikirkan alternatif lain dan sehingga menyebabkan lahan
kritis dari tahun ke tahun semakin meningkat, pada tahun 2009 mencapai 177.107
hektar dari total luas areal hutan 1.113.275 hektar (Statística Floresta, 2009).
Pemilihan kombinasi tanaman yang dibudidayakan dalam program
rehabilitasi hutan dan lahan partisipatif (RHLP) Desa Sanirin memungkinkan
terjadinya perbedaan respon bagi pertumbuhan tanaman pokok. Rehabilitasi
sumberdaya hutan merupakan kegiatan yang sangat penting dilaksanakan untuk
mengembalikan fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan sekaligus
menyelamatkan berbagai tanaman dari ancaman kepunahan. Pemerintah Ditjen
Kehutanan Kementerian Pertanian dan Perikanan Timor Leste telah menetapkan
agroforestri sebagai alternatif terbaik untuk dikembangkan dengan tujuan
meminimalkan permasalahan perladangan berpindah di lahan hutan dan
khususnya di daerah dataran tinggi. Agroforestri merupakan suatu cara mengelola
hutan yang sekaligus dapat meningkatkan produksi hasil pertanian sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
Salah satu bentuk program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif
(RHLP) adalah penerapan sistem agroforestri. Agroforestri dipilih sebagai solusi
untuk pengelolaan lahan yang optimal agar meningkatkan intensitas panen yang
pada akhirnya mampu memberikan tambahan output baik berupa hasil fisik
maupun nilai finansial. Pemilihan jenis-jenis tanaman yang layak diusahakan
petani merupakan permasalahan dalam penentuan pola agroforestri. Pola-pola
agroforestri
akan
terbentuk
sesuai
dengan
kombinasi
tanaman
yang
dikembangkan. Pola agroforestri yang berbeda memungkinkan terjadinya
perbedaan respon bagi pertumbuhan tanaman pokok. Hal ini disebabkan masingmasing individu tanaman pada sistem agroforestri berinteraksi yang bisa
berdampak positif maupun negatif.
3
Sebagai wujud pelaksanaan dari konsep dan kebijakan tersebut
maka
melalui Direktorat Jenderal Kehutanan telah membangun 19 demplot proyek
percontohan agroforestri di 8 Kabupaten, Timor Leste. Tanaman pokok yang
dikembangkan salah satunya adalah tanaman cendana (S. album) di Kabupaten
Bobonaro, Timor Leste. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji adalah aspek
pertumbuhan tanaman pokok cendana yang ditanam pada lahan agroforestri.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan tanaman pokok
cendana (S. album) pada sistem agroforestri yang dikembangkan sebagai demplot
proyek percontohan agroforestri di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten
Bobonaro.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat mutlak untuk memperoleh gelar
sarjana pada Mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
2. Bagi petani sebagai bahan informasi yang bermanfaat dalam melakukan
kegiatan percontohan agroforestri/usahatani yang baik dan intensif.
3. Bagi kalangan akademik, sebagai bahan masukan ilmu pengetahuan untuk
dikembangkan dan diteliti lebih lanjut.
4. Bagi pemerintah kehutanan Timor Leste, sebagai sumbangan ilmiah yang
dapat menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan proyek percontohan
agroforestri di Timor Leste kedepan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri
Definisi agroforestri menurut ICRAF yang diacu dalam Wiersum (1998)
adalah suatu istilah paduan untuk aneka sistem penggunaan lahan yang
didalamnya pohon dikembangkan di atas sebidang tanah yang sama, seperti tanah
pertanian atau ternak, dalam beberapa bentuk pengaturan ruang dalam
kesatuannya. Dalam beberapa sistem agroforestri tanaman kayu-kayuan
berinteraksi secara ekologis dan ekonomis dengan tanaman pertanian dan/atau
ternak. Agroforestri merupakan nama bagi sistem-sistem dan teknologi
penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem,
bambu, kayu, dan lain-lain) serta tanaman pangan dan/atau pakan ternak berumur
pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang
atau waktu (ICRAF 2000). Dalam sistem-sistem agroforestri terjadi interaksi
ekologis dan ekonomis antar unsur-unsurnya. Huxley (1999) yang diacu dalam
Hairiah et al. (2003) menyatakan bahwa agroforestri adalah sistem penggunaan
lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan
dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan
(pasture). Kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah dan
ikan), sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman
berkayu dengan komponen lainnya.
Lundgren dan Raintree (1982) diacu dalam Hairiah et al. (2003),
merumuskan definisi agrofrestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan
teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada
satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,
palem bambu dan lain-lain.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak),
yang dilakukan pada waktu yang bersaman atau bergiliran sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada. Definisi
agrofrestri tersebut menitikberatkan dua karakter pokok, yang umumnya dipakai
pada seluruh bentuk agroforestri yaitu agrisilvikultur (kombinasi antara tanaman
berkayu dengan tanaman pertanian atau non kayu), silvopastural (kombinasi
5
antara komponen berkayu dengan pertanian sekaligus peternakan dalam unit
manajemen lahan yang sama yang membedakan dengan sistem penggunaan lahan
lainnya.
Andayani (2005) menyatakan bahwa agroforestri dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem nilai masyarakat yang
berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu,
agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk seperti :
1.
Agrisilvikultur,
yaitu
penggunaan
lahan
secara
sadar
dan
dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian
dari hutan.
2.
Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk
menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.
3.
Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk memproduksi
hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus
memelihara hewan ternak.
4.
Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai
jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi
juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak.
Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan
Raintree (1982) diacu dalam Hairiah et al. (2003) :
1.
Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman
dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.
2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
3.
Ada interaksi (ekonomis dan ekologis) antara tanaman berkayu dengan
tanaman tidak berkayu.
4.
Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya
pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
5.
Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya
pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat
berkumpulnya keluarga/masyarakat.
6
6.
Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri
tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama
dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
7.
Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan
fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya
monokultur.
Sistem-sistem agroforestri dipandang dari segi ekologi dan ekonomi lebih
kompleks dari pada sistem-sistem monokultur. Suatu sistem agroforestri
produksinya selalu beraneka ragam, yang saling bergantung satu sama lainnya.
Sekurang-kurangnya satu komponen merupakan tanaman keras berkayu, sehingga
siklusnya selalu lebih dari satu tahun. Sistem agroforestri juga bersifat lokal,
karena harus cocok dengan kondisi-kondisi ekologi dan sosial-ekonomi setempat
(Kartasubrata 1991).
Pamulardi (1991) diacu dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa konsep
dasar dari sistem agroforestri adalah menanam tanaman selingan di antara
tanaman pokok selama pertumbuhannya tidak mempengaruhi dan dipengaruhi
tanaman pokok. Tanaman selingan yang digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain :
a.
Berumur lebih pendek dari tanaman pokok.
b.
Tidak menjadi pesaing tanaman pokok dalam memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhan.
c.
Mampu menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan
tanaman pokok.
d.
Mampu memperbaiki kesuburan tanah dan sifat fisik tanah.
e.
Teknologi budidayanya tidak menciptakan
kondisi lingkungan yang
merugikan pertumbuhan tanaman pokok.
Agroforestri merupakan salah satu alternatif bentuk penggunaan lahan yang
terdiri dari campuran pepohonan, semak, dengan atau tanpa tanaman semusim dan
ternak dalam satu bidang lahan. Melihat komposisinya yang beragam, maka
agroforestri memiliki fungsi dan peranan yang lebih dekat pada hutan
dibandingkan dengan pertanian, perkebunan dan lahan kosong atau lahan
terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peranan
7
yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi.
Agroforestri merupakan salah satu sistim penggunaan lahan yang diyakini oleh
banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan Huxley
(1999). Agroforestri adalah wujud kegiatan yang menjanjikan dalam penggunaan
teknologi untuk pemanfaatan lahan dimana sudah membuktikan hasil yang
diharapkan oleh para petani di beberapa negara, untuk memastikan hasil produksi
pertanian yang berkelanjutan bagi para petani khususnya dipedesaan dalam
meningkatkan kebutuhan akan pangan. Di dalam mengintegrasikan
produksi
pertanian dan konservasi sumberdaya alam melalui kombinasi tanaman
kehutanan, pertanian dan perkebunan dalam satu unit manajemen lahan yang
sama. Melalui kombinasi pepohonan dalam kebun dan daerah yang mudah
tererosi, sistem manajemen sumberdaya alam ini akan selalu berkembang dan
bertahan dalam memperoleh hasil produksi tahunan di dalam meningkatkan
sosial, ekonomi dan manfaat lingkungan bagi para pengguna lahan dipedesaan.
Dalam praktek agroforestri akan sangat dimugkinkan terjadinya interaksi
baik positif maupun negatif antara pohon, tanah, dan tanaman semusim. Interaksi
tersebut terutama ditekankan pada pengaruhnya terhadap produksi tanaman
semusim dalam jangka pendek (Hairiah et al. 2002). Pada prinsipnya ada tiga
macam interaksi di dalam sistem agroforestri yaitu :
1.
Interaksi positif (complementary) : bila peningkatan produksi satu jenis
tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman yang lainnya.
2.
Interaksi netral : bila kedua tanaman tidak saling mempengaruhi, peningkatan
produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau
peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim
3.
Interaksi negatif (kompetisi/persaingan) : apabila peningkatan produksi satu
jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya, ada
kemungkinan pula terjadi penurunan produksi keduanya.
8
2.2 Cendana (Santalum album Linn.)
2.2.1. Taksonomi dan morfologi
Lawrence (1946) yang diacu dalam Hermawan (1993) mengklasifikasikan
Cendana (Santalum album Linn.) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Lamiales
Family
: Santalaceae
Genus
: Santalum
Spesies
: Santalum album Linn.
Cendana merupakan pohon berukuran sedang yang selalu hijau, tinggi ratarata mencapai 12-15 m (Rahayu et al. 2002; Hermawan 1993; Hamzah 1976).
Rahayu et al. (2002) menyebutkan diameter batang cendana sekitar 20-35 cm
dengan kulit batang berwarna putih keabu-abuan. Hal ini berbeda dengan
Hermawan (1993) yang menyebutkan bahwa batang pohon cendana tegak dan
bentuk bulat panjang dengan diameter rata-rata 40 cm serta cabang yang banyak,
kulit batang kasar berwarna kelabu sampai coklat merah.
Pohon cendana mempunyai daun tunggal berbentuk elips sampai lanset
dengan ujung yang runcing. Panjang daun 4-8 cm, lebar 2-4 cm dan panjang
tangkai daun 1-1,5 cm. Kedudukan daun berhadapan kadang-kadang berseling dan
tidak mempunyai daun penumpu (Rahayu et al. 2002; Hermawan 1993; Hamzah
1976). Bunga majemuk tersusun dalam bentuk malai terdapat di ujung tangkai
atau ketiak daun (Rahayu et al. 2002; Hermawan 1993; Hamzah 1976). Lebih
lanjut Hermawan (1993) dan Hamzah (1976) menyebutkan bahwa kebanyakan
bunga cendana berukuran kecil, warna putih kehijau-hijauan sampai coklat kotor
dan baunya sedap serta berkelamin dua.
Buah merupakan tipe buah batu, bentuknya bulat berbiji satu dan berukuran
sebesar kacang polong, garis tengah sekitar 3-8 mm, saat muda berwarna hijau
dan apabila masak berwarna hitam keunguan. Kulit buah tipis dan keras dengan
tiga jalur dari atas sampai tengah. Biji berbentuk sederhana, tidak mempunyai
9
rasa, mengandung endosperma yang berdaging, dan tanpa kulit biji (Rahayu et al.
2002; Hermawan 1993; Hamzah 1976). Sistem perakaran cendana adalah akar
tunjang yang jelas dengan banyaknya akar-akar cabang yang kuat. Akar yang
muda mempunyai sedikit rambut akar. Akar cabang bentuknya panjang dan
ramping, mempunyai kemampuan menjelajah tanah sejauh 30-40 m dan mencapai
inangnya (Rahayu et al. 2002; Hermawan 1993; Hamzah 1976).
Cendana adalah jenis tanaman yang bersifat setengah parasit (semi parasit),
sehingga membutuhkan tanaman inang untuk memasok beberapa unsur hara yang
digunakan untuk pertumbuhan (Rahayu et al. 2002 dan Hermawan 1993). Lebih
lanjut Rahayu et al. (2002) menyebutkan bahwa unsur hara yang diambil dari
inang adalah Nitrogen (N), Pospor (P), Kalium (K) dan asam amino, sedangkan
unsur Kalsium (Ca) diambil sendiri dari dalam tanah. Tumbuhan inang juga
berfungsi sebagai peneduh ketika cendana masih dalam tingkat semai.
Parasitisme cendana dengan inangnya terjadi melalui kontak akar. Setelah
kontak akar terjadi, maka nutrisi dari akar inang mengalir ke akar cendana.
Parasitisme ini secara morfologi dapat dilihat dari adanya titik sambung akar.
Kontak tersebut diawali dengan terbentuknya houstorium yang tumbuh pada bulubulu akar cendana. Houstorium adalah modifikasi akar cendana yang menempel
pada akar tanaman inang yang digunakan sebagai alat untuk menyerap unsur hara
dari tanaman inangnya (Rahayu et al. 2002). Lebih lanjut disebutkan bahwa
houstorium pada cendana dewasa berbentuk piramida sedangkan pada tanaman
muda berbentuk bola berwarna hijau kekuningan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1992) menyatakan bahwa
cendana mempunyai kisaran inang yang sangat luas, lebih dari 300 jenis telah
diketahui sebagai inang cendana. Rahayu et al. (2002) menyebutkan bahwa jenis
inang pada cendana dikelompokkan menjadi inang primer atau semi permanen
dan inang sekunder atau permanen. Inang primer adalah inang yang diperlukan
cendana pada tingkat awal pertumbuhan yaitu pembibitan. Jenis inang primer
yang dapat digunakan antara lain Kaliandra (Caliandra callothyrsus), Knamok
(Cassia timorensis), Gude atau kacang turis (Cajanus cajan), Lamtoro (Leucaena
glauca), Cabe (Capsicum annum) dan Turi (Sesbania grandiflora).
10
Inang sekunder adalah inang yang mendampingi cendana dalam waktu yang
lama. Terdapat lebih dari 50 jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai inang
sekunder cendana. Suatu tanaman dikatakan sebagai inang sekunder apabila
tanaman tersebut memberntuk formasi dengan cendana atau berada di sekitar
cendana. Tanaman inang sekunder yang cocok untuk cendana antara lain Cemara
laut (Casuarina equisetifolia L.), Johar (Cacia siamea), Akasia (Acacia spp.),
Petes merah (Acasia filosa) dan Kaliandra (Caliandra callothyrsus) (Rahayu et
al., 2002).
2.2.2. Habitat dan penyebaran
Tanaman cendana menyukai daerah semak belukar yang kering, terlebih lagi
bila sekitarnya terdapat savana atau padang rumput. Tanaman ini tumbuh dan
tersebar di daerah tropis dan sub tropis (daerah semi arid) dengan musim kemarau
yang nyata. Tipe iklim yang sesuai untuk cendana dalah tipe D dan E berdasarkan
klasifikasi tipe iklim Schmidt-Ferguson dengan rata-rata suhu 10-35°C dan
kelembaban udara 65%, curah hujan rata-rata 625-1625 mm/tahun. Kondisi tanah
yang optimal adalah tanah sarang/berdrainase baik dengan batuan induk kapur
atau vulkanik dan terletak pada ketinggian 50-1200 m dpl (Hermawan 1993;
Sinaga dan Buharman 1996). Daerah yang paling banyak ditumbuhi cendana
adalah India, Indonesia dan Timor Leste. Di Indonesia sebagian besar tumbuh di
NTT dan sebagian kecil di Bali, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
2.2.3. Teknik silvikultur
Pada umumnya tanaman cendana mempunyai daya yang besar sekali untuk
pembentukan tunas akar dan tunas tunggak. Dari percobaan yang dilakukan oleh
Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Timur di Persemaian Aer Nona (Kupang), ada
tanda-tanda yang menunjukkan bahwa cendana dapat dikembangbiakkan dengan
stek batang, menggunakan ranting yang berdiameter 3-5 mm dan panjang 30 cm
(Hamzah 1976 dan Hermawan 1993). Lebih lanjut Hermawan (1993)
menyebutkan bahwa penanaman dengan stek akar tidak dianjurkan karena
persentase tumbuhnya tidak lebih dari 20%.
Tanaman cendana bisa juga dibudidayakan melalui bijinya. Bahan untuk
keperluan biji dikumpulkan dari tegakan yang baik agar dihasilkan keturunan
11
yang baik juga. Biji dikumpulkan dengan cara dipetik pada saat masih di pohon
atau
dikumpulkan
dari
bawah
pohon
yang
baru
jatuh
namun
daya
berkecambahnya lebih rendah daripada yang dipetik dari pohon. Buah yang
dikumpulkan selanjutnya diekstraksi dengan cara buah diremas-remas kemudian
dicuci dengan air sampai biji bersih dari daging buah. Biji atau benih dapat
dilakukan penyimpanan pada wadah kedap udara dan diletakkan di refrigerator
pada suhu 4 °C atau ruang ber AC suhu 20 °C (Pramono dan Buharman 2003).
Benih yang akan dikecambahkan diberi perlakuan pendahuluan dengan cara
melukai kulit buahnya dan selanjutnya direndam dalam air selama 12 jam, atau
dalam asam giberelic 0,005% selama 1 jam. Benih ditanam pada media pasir yang
telah disterilkan dengan kedalaman 1 cm. Kondisi penaburan yang optimal adalah
pada suhu 25-27 °C dan ternaungi. Bibit yang sudah berumur 2 bulan atau telah
berdaun 4 siap untuk dipindahkan dari bak/bedeng tabur ke kantong semai
bersama-sama dengan inang primer. Selain itu pembuatan bibit cendana bisa
dilakukan dengan cara benih ditanam langsung di kantong semai. Media semai
adalah campuran tanah dan pasir, perbandingan tanah dan pasir adalah 3:1 dan
ditambah dengan pupuk kandang (5%) untuk jenis tanah yang kurang subur.
Benih cendana yang di tanam pada media semai langsung ditanam pula inang
primer misalnya benih cabai. Bibit cendana dipersemaian memerlukan naungan
selama 2 bulan bila bibit berasal dari bak/bedeng tabur, atau selama 4 bulan bila
benih disemaikan langsung dikantong semai. Sebelum penanaman di lapangan
sebaiknya dilakukan pemilihan lokasi dan penanaman inang sekunder terlebih
dulu (Pramono dan Buharman 2003).
2.2.4. Pemanfaatan
Kayu cendana dapat diolah menjadi berbagai barang kerajinan. Salah satu
industri kecil di Kupang telah menghasilkan barang cinderamata dengan
pengelolaan yang sederhana. Selain barang cinderamata, usaha ini juga
menghasilkan limbah kayu berupa serpihan-serpihan yang dapat diolah lebih
lanjut menjadi produk seperti hio, dupa atau wewangian yang lain (Bagia et al.
2005). Hermawan (1993) menyebutkan bahwa bahan-bahan sintesis belum
mampu menggeser kedudukan cendana dalam industri parfum maupun industri
barang ukir-ukiran, kipas, patung dan lain sebagainya.
12
Kayu cendana berkhasiat sebagai penghalus kulit, peluruh keringat, pereda
kejang, pencegah mual dan daunnya untuk obat sakit demam. Untuk
menghaluskan kulit dipakai kayu cendana yang sudah kering diserut halus lalu
ditumbuk dan ditambah air hingga menyerupai pasta, kemudian dilulurkan ke
seluruh badan, kemudian dibilas dengan air. Dalam bidang keagamaan, kayu
cendana ada hubungannya dengan pengaruh agama Hindu dan Budha, sebab
digunakan untuk membangun candi dan kuil serta membakar mayat orang-orang
menurut agama Hindu (Hermawan 1993).
Timor sebagai penghasil kayu cendana yang berkualitas tinggi (lebih
wangi), aroma wangi tersebut berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam
kayu terasnya. Minyak atsiri mengandung 80-90% senyawa santalol. Kandungan
santalol sangat tergantung pada umur tanaman (Rahayu et al. 2002). Teras batang
mengandung minyak 4,50-4,75%, sedangkan akar mengandung 5,50-5,70% tetapi
kadar santalol teras batang lebih tinggi dari pada teras akar (Hermawan 1993).
Daun, akar dan batang cendana memiliki kandungan kimia berupa saponin dan
flavanoida. Selain itu pada bagian daun mengandung antrakinon, akarnya
mengandung polifenol dan batangnya mengandung tanin.
2.3 Pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan tanaman sering didefinisikan sebagai pertambahan ukuran,
berat dan/atau jumlah sel. Ukuran tanaman sebagai indikator pertumbuhan dapat
dilihat secara satu dimensi misalnya mengukur tinggi tanaman (Lakitan 1996).
Perkembangan tanaman lebih terlihat dari proses pembentukan jaringan dan
bentuk morfologi yang khas. Perkembangan tanaman tidak difokuskan pada
pertambahan ukuran dan beratnya, walaupun tentu saja selama proses
pembentukan jaringan dan organ tersebut akan diikuti pertambahan berat dan
ukurannya.
Selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan membentuk
bermacam-macam organ. Secara umum organ tanaman terdiri dari organ vegetatif
dan organ generatif. Akar, batang dan daun dikelompokkan sebagai organ
vegetatif. Organ-organ vegetatif akan terbentuk lebih awal daripada organ
generatif. Fase dimana tanaman hanya membentuk organ-organ vegetatif disebut
fase pertumbuhan vegetatif. Pertumbuhan vegetatif tanaman dicirikan dengan
13
berbagai aktivitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berhubungan
dengan pembentukan dan pembesaran daun, pembentukan meristem apikal atau
lateral dan pertumbuhannya menjadi cabang-cabang.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.
Penelitian dilaksanakan selama dua bulan sejak bulan September hingga
Oktober 2010 bertempat di demplot proyek percontohan agroforestri
Desa
Sanirin Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro, Timor Leste. Peta lokasi
penelitian agroforestri di Desa Sanirin disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian agroforestri di Desa Sanirin.
15
3.2 Bahan dan Alat Penelitian.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lahan demplot proyek
percontohan agroforestri dengan tanaman pokok cendana (S. album). Alat yang
digunakan dalam penelitian adalah phiband (pita diameter), caliper, kompas,
GPS, patok, tali rafia atau tambang, golok atau parang, milimeter block, tally
sheet, ring tanah, bor tanah, kantong plastik, alat tulis, lembar kuisioner, alat
hitung/kalkulator, kamera digital dan komputer/laptop.
3.3 Metode Pengumpulan Data.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi tinggi, diameter, panjang dan
lebar tajuk tanaman pokok, parameter sifat fisik dan kimia tanah serta data tentang
sistem pengelolaan lahan pada demplot proyek percontohan agroforestri tanaman
cendana. Pengumpulan data primer pada penelitian ini meliputi:
3.3.1 Penentuan lokasi objek penelitian.
Demplot lahan agroforestri yang akan dijadikan sebagai objek penelitian
ditentukan terlebih dahulu dengan cara melakukan orientasi atau survei
pendahuluan terhadap lokasi yang dijadikan sebagai demplot proyek agroforestri
cendana. Pola agroforestri yang dipilih adalah lokasi yang memiliki tanaman
pokok cendana (S. album) yang berumur sekitar satu tahun. Lahan yang dipilih
memiliki luasan yang hampir sama dimana terdapat pola kombinasi tanaman
tumpang sari yang teratur dan dominan, setelah sebelumnya mendapat
rekomendasi dari pihak Kehutanan Timor Leste.
3.3.2 Pengukuran tinggi, diameter, panjang dan lebar tajuk tanaman pokok
Dimensi tanaman pokok yang diamati adalah tinggi, diameter, panjang dan
lebar tajuk tanaman cendana. Pengukuran tinggi, diameter dan lebar tajuk
tanaman pokok cendana (S. album) dilakukan dengan cara sensus terhadap
masing-masing demplot percontohan agroforestri yang ditentukan. Plot-plot yang
dijadikan
sebagai
obyek
penelitian
ditentukan
berdasarkan
informasi
pembangunan demplot percontohan agroforestri yang dikembangkan oleh
Instituição Portuguesa Apoio ao Dezemvolvimento (IPAD) sebagai pengelola di
16
Timor Leste. Luas plot yang dijadikan objek penelitian memiliki luasan yang
seragam dengan jenis tanaman pokok cendana yang ditanam menggunakan pohon
inang dan tanpa pohon inang. Tanaman inang yang digunakan adalah jenis
tanaman legum (polong) berupa tanaman turi (Sesbania spp) dan Gude atau
kacang turis (Cajanus cajan). Tinggi tanaman cendana diukur menggunakan
bantuan galah dan pita ukur, sedangkan diameter tanaman diukur menggunakan
pita diameter (phiband) dan caliper. Pengukuran diameter dilakukan pada
ketinggian setinggi dada atau sekitar 10 cm dari permukaan tanah untuk semai.
Panjang dan lebar tajuk diukur dengan pita meter pada tajuk tanaman
cendana yang diamati. Panjang tajuk merupakan tajuk terpanjang dari tanaman
cendana yang diukur pada garis proyeksinya yang tegak lurus ke tanah. Lebar
tajuk yang diukur adalah tajuk terlebar dari tanaman cendana yang garis
proyeksinya tegak lurus dengan garis imajiner dari proyeksi tajuk terpanjang yang
sudah diukur.
Pengukuran dilakukan dengan cara berdiri disamping tanaman dan menarik
pita meter pada tajuk terpanjang dan hal yang sama dilakukan lagi pada tajuk
terpendek pada arah proyeksi tajuk tanaman cendana. Ilustrasi proyeksi tajuk
pohon yang diukur disajikan pada Gambar 2.
Tajuk pohon
Batang pohon
Garis proyeksi
Tajuk terlebar
Tajuk terpanjang
Proyeksi tajuk
Gambar 2. Proyeksi tajuk pohon yang diukur
3.3.3 Pengukuran sifat fisik dan kimia tanah.
Pegukuran sifat fisik tanah dilakukan dengan menggunakan metode tanah
tidak terusik dengan menggunakan ring tanah. Pengambilan contoh tanah untuk
penentuan sifat fisika tanah ini dilakukan pada masing-masing lokasi demplot
17
proyek percontohan agroforestri yang sudah ditentukan. Sifat fisika tanah yang
diamati antara lain tekstur tanah, berat isi, ruang pori dan kadar air contoh tanah.
Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut :
a.
Lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik
lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah.
b.
Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop.
c.
Tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung.
d.
Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah.
e.
Tabung lainnya diletakkan tepat di atas tabung pertama, kemudian ditekan
kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira
1 cm.
f.
Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah yang berlebihan
pada bagian atas dan bawah tabung dibersihkan.
g.
Tabung ditutup dengan tutup plastik.
Sifat kimia tanah seperti pH tanah, kandungan bahan organik, nitrogen, serta
unsur-unsur hara yang lain diamati dengan cara mengambil contoh tanah
menggunakan metode yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah (2004)
yaitu sebagai berikut:
a.
Titik pengambilan contoh tanah pada masing-masing petak pengamatan
dilakukan secara sistematis dengan permulaan acak sebanyak 10 titik yang
tersebar merata pada lokasi yang dianggap mewakili. Penyebaran titik-titik
pengambilan contoh tanah disajikan pada Gambar 3.
b.
Permukaan tanah dibersihkan dari rumput, batu, atau kerikil, dan sisa-sisa
tanaman atau bahan organik segar atau serasah.
c.
Tanah dicangkul sedalam lapisan olah (±20 cm), kemudian pada sisi yang
tercangkul, tanah diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan sekop atau
cangkul. Berat contoh tanah yang diambil adalah 500 gram dari setiap petak
pengamatan.
d.
Contoh tanah individu tersebut (10-15 contoh) dicampur dan diaduk dalam
satu tempat (ember atau hamparan plastik), kemudian diambil kira-kira 1 kg,
dan dimasukkan ke dalam kantong plastik (ini merupakan contoh tanah
komposit).
18
e.
Contoh tanah komposit diberi label yang berisi keterangan: tanggal dan kode
pengambilan
(nama
pengambil),
nomor
contoh
tanah,
lokasi
(desa/kecamatan/kabupaten), dan kedalaman contoh tanah.
Gambar 3. Titik pengambilan contoh tanah individu
3.3.4 Pengumpulan data sekunder.
Pengumpulan data sekunder diambil dari instansi-instansi pemerintah yang
terkait serta studi pustaka (pengumpulan data yang berdasarkan pada buku-buku
literatur, hasil penelitian, dan jurnal) yang dapat mendukung kegiatan penelitian.
Data sekunder yang dikumpulkan berupa data kondisi biofisik lingkungan lokasi
penelitian seperti suhu, kelembaban, curah hujan dan kondisi lingkungan tegakan
cendana.
3.4 Analisis Data.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif terhadap parameter
pertumbuhan tanaman pokok cendana (S. album) yang dikembangkan secara
agroforestri serta bagaimana pengelolaan yang diterapkan.
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Batas Desa Sanirin.
Menurut data ALGIS MAF (2010), secara geografis Desa Sanirin terletak di
Kecamatan Balibo, sebelah barat Kabupaten Bobonaro. Desa Sanirin memiliki
luas wilayah 3.967,9 ha. Secara geografis terletak pada koordinat 08o 52’ 31” - 8o
56’ 17” LS dan124o 54’ 52” - 125o 3’ 8” BT dan secara administrasi pemerintahan
Desa Sanirin terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun Palaca, Dusun Subaleço dan
Dusun Coca. Adapun batas-batas administratif Desa Sanirin, yaitu sebelah Utara
dibatasi oleh Laut, sebelah Barat dibatasi oleh Desa Batugede, sebelah Selatan
dibatasi oleh Balibo dan sebelah Timur dibatasi oleh Desa Leolima. Jarak desa
dengan ibu kota kecamatan adalah 21 km; jarak dengan ibu kota kabupaten 46
km; jarak dengan ibu kota negara 105 km. Lokasi penelitian di Desa Sanirin
disajikan pada Lampiran 1.
4.2 Topografi, Geologi, Iklim dan Tanah.
Topografi di Desa Sanirin datar 0 - 8 % dengan ketinggian 0 – 100 meter
dari permukaan laut dan kedalaman efektif lahan < 50 cm dengan tekstur kasar
dan tingkat kepekaan terhadap erosi termasuk peka. Rata-rata curah hujan 507
mm/tahun dengan tipe iklim D oleh Smith Ferguson, (1994) dengan bulan basah
sebanyak 5 (lima) bulan dan bulan kering selama 7 (tujuh) bulan. Suhu rata-rata
di Desa Sanirin berkisar antara 15,8-29,4 °C. Jenis tanah di Desa Sanirin adalah
terbagi ke dalam 3 tipe tanah yaitu Vertisols, Inceptisols, Entisols dan tepatnya di
lokasi penelitian adalah tipe tanah Entisols, menurut hasil klasifikasi USDA
(ALGIS MAF, 2010).
4.3 Tata Guna Lahan di Desa Sanirin.
Luas Desa Sanirin adalah 3.967,9 ha, selain untuk pemukiman dan
perumahan penduduk lahan desa sebagian besar digunakan untuk budidaya
pertanian. Bidang pertanian yang dikembangkan meliputi pertanian lahan kering,
pertanian lahan basah, perkebunan dan hutan rakyat. Pertanian lahan kering yang
dimaksud adalah sistem budidaya pertanian dengan cara perladangan atau hanya
20
bergantung pada air hujan dan irigasi setengah teknis, sedangkan pertanian lahan
basah berupa sistem pertanian dengan memanfaatkan irigasi atau sering disebut
persawahan.
Pertanian lahan kering penggunaan lahan seluas 400 ha, demplot yang
dibangun oleh IPAD (RDP II komponen kehutanan) mencapai 106,9 ha dengan
berbagai jenis tanaman kayu. Potensi kayu rakyat yang paling dominan
dikembangkan adalah jenis Cendana (S. album), Jati (Tectona grandis), Gaharu
(Aquilaria sp.), mahoni (Swietenia sp.) sedangkan hutan negara seluas 2.000 ha
dengan species rimba campuran. Areal penggunaan lainnya
mencapai seluas
1.150 ha karena akan diadakan rencana tata Desa. Data tentang luas wilayah dan
tata guna lahan serta potensi kayu rakyat di Desa Sanirin disajikan pada Tabel 1
dan Tabel 2.
Tabel 1. Data luas wilayah Desa Sanirin menurut penggunaannya.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penggunaan
Pemukiman dan perumahan
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan basah
Danau
Demplot Hutan rakyat (IPAD)
Hutan Negara
Penggunaan lain
Luas (ha)
300
400
6
5
106,9
2.000
1.150
Jumlah
3.967,9
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
Tabel 2. Potensi tegakan kayu rakyat di Demplot Agroforestri di Desa Sanirin.
No.
Jenis kayu rakyat
1.
2.
3.
4.
5.
Cendana
Jati
Jambu mete
Mahoni
Gaharu
Luas (ha)
15,3
40,2
35,1
14,5
1,8
Jumlah tanaman
(batang)
9.542
25.109
13.959
9.059
720
Sumber : Instituição Portuguesa Apoio ao Dezemvolvimento (2010)
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi.
Menurut data Desa Sanirin, (2009), jumlah penduduk di Desa Sanirin
mencapai 2.064 jiwa atau 448 KK yang terdiri dari penduduk laki-laki mencapai
21
1.062 jiwa dan penduduk perempuan mencapai 1.002 jiwa. Jumlah penduduk di
Desa Sanirin tersebut mengalami penurunan cukup besar
jika dibandingkan
dengan data statistik Kabupaten Bobonaro tahun 2008. Berdasarkan data
sebelumnya menyebutkan bahwa pada tahun 2008 jumlah penduduk di Desa
Sanirin berjumlah 3.982 jiwa yang terdiri dari 2.098 jiwa penduduk laki-laki dan
1.884 jiwa penduduk perempuan. Penurunan jumlah penduduk sebanyak 1.918
jiwa tersebut terjadi karena adanya mobilisasi ke luar Desa terutama laki-laki,
maupun ratio kematian yang lebih tinggi dari pada kelahiran di Desa Sanirin
dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Data tentang jumlah penduduk disajikan
pada Tabel 3.
Penduduk di Desa Sanirin mayoritas beragama Katolik (2.064 orang) dan
tidak ada penduduk yang memeluk agama Kristen Protestan, Muslim, Hindu dan
Budha. Sarana peribadatan yang sudah ada di Desa Sanirin antara lain Kapela
(1 buah). Data tentang keagamaan dan tempat ibadah disajikan pada Tabel 4 dan
Tabel 5.
Tabel 3. Jumlah penduduk Desa Sanirin berdasarkan jenis kelamin.
No.
1.
2.
Indikator
Jumlah penduduk laki-laki
Jumlah penduduk perempuan
Jumlah
Jumlah (orang)
Th.2008
Th. 2009
2.098
1.062
1.884
1.002
3.982
2.064
Keterangan
1.036
882
1.918
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut.
No.
Agama yang dianut
1.
Katholik
2.
Kristen Protestan
3.
Islam
4.
Hindu
5.
Budha
Jumlah penduduk total
Jumlah penganut (orang)
2.064
2.064
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
22
Tabel 5. Sarana peribadatan di Desa Sanirin.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sarana ibadah
Gereja
Kapela
Masjid
Mushola
Vihara
Pura
Jumlah (unit)
1
-
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
Penduduk Desa Sanirin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian
besar mengandalkan dari sektor pertnaian. Mata pencaharian penduduk yang
paling dominan adalah sebagai petani. Komoditas pertanian yang diusahakan
antara lain jagung, padi, singkong, dan sebagainya yang dikombinasikan dengan
beberapa tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan. Data tentang mata pencaharian
penduduk Desa Sanirin disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Mata pencaharian penduduk Desa Sanirin.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis mata pencaharian
Karyawan/PNS
Wiraswasta
Petani
Pensiunan
Nelayan
Jumlah (orang)
25
7
2.032
-
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
Masyarakat Desa Sanirin yang tamat TK sebanyak 29 jiwa, Sekolah Dasar
702 jiwa, SLTP 149 jiwa, SLTA 141 jiwa dan Perguruan Tinggi 13 jiwa atau jum
lah seluruhnya yang pernah menikmati bangku pendidikan sebanyak 1.034 jiwa
dan sisanya 1.030 jiwa adalah buta huruf. Kemajuan pola pikir masyarakat sangat
ditentukan oleh kemajuan dari sektor pendidikan. Pendidikan merupakan salah
satu syarat dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia yang selanjutnya
mempunyai peran penting dalam pembangunan. Kemajuan pendidikan tidak bisa
dilepaskan dari fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa sarana pendidikan yang
ada di Desa Sanirin disajikan pada Tabel 7.
23
Tabel 7. Sarana pendidikan di Desa Sanirin.
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tingkat sekolah
Taman kanak-kanak
Sekolah Dasar
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
Unit
1
1
-
Jumlah
Gedung
1
3
-
Guru
2
8
-
Murid
50
300
-
Sumber : Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos (2009)
4.5 Pola Agroforestri di Desa Sanirin.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, para kelompok tani menerapkan
pola tanam agroforestri dengan sistem agrisilvikultur, dimana pada sistem ini
tanaman kayu-kayuan dikombinasikan dengan tanaman semusim, perkebunan,
hortikultura dan buah-buahan. Jarak tanam untuk tanaman kayu-kayuannya adalah
4 m x 4 m; untuk tanaman perkebunan 5 m x 5 m; dan 10 m x 10 m.
Pola tanam sistem agroforestri di Desa Sanirin rata-rata hampir mirip di
setiap petani pengelola. Komoditas usaha tani agroforestri yang diusahakan di
lokasi penelitian ada 26 jenis tanaman yaitu cendana, gmelina, jati, gaharu,
mahoni, singkong, pisang, jagung, padi gogo, kacang tanah, labu, kelapa, jambu
mete, kacang panjang, kacang hijau, cabe, lengkuas, jahe, tomat, terong, timun,
semangka, nangka, mangga, jeruk dan pepaya. Pengelompokkan berdasarkan jenis
tanaman yang ada pada lahan mereka masing-masing pola berbeda, dimana pola
yang diterapkan berdasarkan pada kebiasaan dan keberhasilan petani lainnya.
Jenis komoditas tanaman agroforestri yang dikembangkan di Desa Sanirin
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Jenis komoditas tanaman agroforestri di Desa Sanirin.
Jenis Tanaman
Tanaman Kehutanan
Tanaman Semusim
Tanaman Perkebunan
Tanaman Hortikultura
Tanaman Buah-buahan
Keterangan
cendana, gmelina, jati, gaharu dan mahoni
singkong, pisang, jagung, padi gogo
kacang tanah dan labu
kelapa, jambu mete
kacang panjang, kacang hijau, cabe,
lengkuas, tomat, terong, timun, semangka,
jahe.
nangka, mangga, jeruk dan pepaya
Sumber : Instituição Portuguesa Apoio ao Dezemvolvimento (2010)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pertumbuhan Dimensi Tanaman Cendana (S. album).
Hasil penelitian orientasi dan informasi yang diberikan oleh Instituição
Portuguesa Apoio ao Dezemvolvimento dan otoritas kehutanan Timor Leste
menunjukkan ada tiga pola agroforestri yang saat ini dijadikan demplot
percontohan di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro, Timor
Leste. Tanaman cendana yang dibudidayakan pada tiga pola kombinasi tanaman
tersebut terdiri dari demplot tanaman cendana yang tidak menggunakan inang dan
demplot cendana yang menggunakan inang. Pola penanaman cendana pada sistem
agroforestri tersebut terdiri atas kombinasi tanaman yang teratur dan mempunyai
luasan yang hampir seragam. Layout pola-pola agroforestri yang dijadikan sebagai
objek penelitian disajikan pada lampiran 4, 5 dan 6. Pertumbuhan tanaman
cendana pada 3 (tiga) pola agroforestri tersebut berbeda-beda baik dari tinggi
tanaman maupun diameternya. Rata-rata pertumbuhan dimensi tanaman cendana
pada beberapa pola agroforestri tersebut disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata pertumbuhan tanaman S. album pada 3 (tiga) pola agroforestri.
No
Pola Agroforestri
1
AF 1
Rata-rata Tinggi (T)
Total
Bebas cabang
(cm)
(cm)
102,52
51,54
2
AF 2
126,46
64,55
1,46
3
AF 3
90,39
47,95
0,98
Rata-rata Diameter
(cm)
1,18
Keterangan :
Pola AF1 : cendana, jati, mahoni, gaharu, jagung, gude/kacang turis, labu.
Pola AF2 : cendana, turi, jagung, gude/kacang turis, labu.
Pola AF3 : cendana, jati, mahoni, jagung, singkong.
Pola agroforestri 3 (AF 3) dengan kombinasi tanaman cendana,
jati,
mahoni, jagung dan singkong menunjukkan pertumbuhan dimensi tinggi dan
diameter paling rendah dibandingkan dengan pola agroforestri yang lain. Rata-rata
diameter tanaman cendana pada pola tersebut adalah 0,98 cm, sedangkan tinggi
rata-rata tanaman cendana adalah 90,39 cm. Pola agroforestri AF 2 mempunyai
25
nilai pertumbuhan yang paling baik dibandingkan dengan pola agroforestri yang
lain. Pola AF 2 mempunyai parameter pertumbuhan tinggi dan diameter rata-rata
yang paling baik dibandingkan dengan pola lain yaitu 126,46 cm untuk tingginya,
sedangkan untuk dimensi diameternya sebesar 1,46 cm.
Pertumbuhan tanaman pada masing-masing lokasi memiliki kecepatan yang
berbeda-beda. Tanaman-tanaman yang masih muda akan memiliki laju
pertumbuhan yang sangat cepat kemudian menurun seiring bertambahnya umur
tanaman. Tanaman yang masih muda mempunyai sel-sel yang masih aktif
membelah sehingga mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, sedangkan pada
tanaman yang sudah tua pembelahan sel menurun sehingga pertumbuhan akan
menurun dan akhirnya berhenti. Secara teknis pertumbuhan tanaman sangat
dipengaruhi oleh benih (bibit), perlakuan sejak di persemaian, penanaman,
pemeliharaannya dan tempat tumbuh (kesesuaian lahan). Perbedaan pertumbuhan
tanaman cendana pada masing-masing pola juga dipengaruhi oleh adanya
interaksi antar komponen tanaman. Interaksi yang positif pada pola agroforestri
akan menghasilkan peningkatan produksi dari semua komponen tanaman yang
ada pada pola tersebut, akan tetapi apabila bentuk interaksi yang terjadi adalah
negatif maka peningkatan produksi salah satu jenis tanaman akan menyebabkan
penurunan produksi tanaman yang lain (Hairiah et al. 2002).
Pertumbuhan tanaman pokok cendana yang paling baik pada pola AF 2
dibandingkan dengan pola yang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan pada pola tersebut bisa jadi disebabkan oleh
masalah kesuburan lokal pada pola tersebut, kualitas bibit, kegiatan pemeliharaan
dan interaksinya dengan tanaman inang dan tanaman tumpang sari yang
dibudidayakan. Tanaman pokok cendana memperoleh tambahan unsur hara untuk
pertumbuhan dari interaksi akar yang ada di dalam tanah. Pola agroforestri AF 3
menunjukkan tingkat pertumbuhan cendana yang paling rendah dibandingkan
dengan pola agroforestri yang lain. Hal ini diduga karena tingkat kesuburan lokal
dan teknik penanaman tanaman cendana tanpa inang. Pertumbuhan tanaman
sangat ditentukan oleh ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh akar.
Tanaman cendana merupakan tanaman semi parasit yang memerlukan tanaman
26
inang dalam membantu penyerapan beberapa unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhannya (Rahayu et al. 2002; Hermawan 1993; Hamzah 1976).
Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menurun adalah
akibat adanya interaksi dengan tanaman lain yang merupakan implikasi dari
kompetisi antar komponen tanaman dalam pola agroforestri yang dikembangkan.
Kompetisi antar tanaman dalam pola agroforestri terjadi sebagai akibat adanya
keterbatasan faktor pertumbuhan seperti air, unsur hara dan cahaya. Kekurangan
unsur hara di suatu lahan mungkin saja terjadi karena kesuburan alami yang
memang rendah, atau karena besarnya proses kehilangan hara pada lahan tersebut.
Kehilangan unsur hara ini bisa terjadi karena proses pencucian (leaching),
penguapan dan bahkan bisa terjadi karena penggunaan yang berlebihan oleh jenis
tanaman tertentu dalam pola agroforestri tersebut (Rifai 2010).
5.2 Penutupan Tajuk
Proses pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan proses pembentukan
dan pembelahan sel baru dalam tanaman. Sel-sel baru terbentuk dari adanya asam
amino yang dihasilkan dari proses fotosintesis dalam organ daun tanaman.
Sitompul (2002) menyatakan bahwa produksi biomasa tanaman termasuk bagian
yang bernilai ekonomis (bagian yang dipanen) tersusun sebagian besar dari hasil
fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses yang memanfaatkan energi cahaya
matahari untuk membentuk karbohidrat dari karbon dioksida dan air serta
melepaskan oksigen sebagai hasil sampingan (Taiz & Zeiger 2002). Produksi
tanaman bisa dilihat sebagai suatu konversi dari energi cahaya menjadi energi
kimia yang dapat disimpan dan didistribusikan. Proses reaksi konversi itulah yang
disebut fotosintesis (Nair 1993).
Fotosintesis sangat penting peranannya bagi pertumbuhan dan produktivitas
tanaman. Pada proses fotosintesis tidak semua cahaya matahari yang sampai pada
permukaan bumi bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Taiz dan Zeiger (2002),
menyatakan radiasi cahaya matahari yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman hanya
radiasi yang terletak pada batas gelombang 400-700 mm atau yang lebih dikenal
dengan istilah PAR (Photosynthetically Active Radiation). Fotosintesis merupakan
proses alami satu-satunya yang diketahui dapat merubah bahan anorganik menjadi
bahan organik. Kegunaan karbohidrat dalam pertumbuhan tanaman tidak hanya
27
sebagai bahan penyusun struktur tubuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber
energi metabolisme yaitu energi yang digunakan untuk mensintesis dan
memelihara biomasa tanaman (Sitompul 2002).
Tanaman cendana yang ditanam sebagai tanaman pokok pada beberapa pola
agroforestri di Desa Sanirin-Timor Leste menunjukkan perbedaan pada ukuran
tajuknya. Besar atau kecilnya ukuran tajuk ini biasa digunakan untuk menduga
besarnya laju fotosintesis dan respirasi yang terjadi pada tanaman. Tanaman
cendana dengan tajuk yang besar mempunyai kemungkinan tingkat fotosintesis
yang lebih besar dari tanaman cendana dengan tajuk yang lebih kecil. Perbedaan
penutupan tajuk pada masing-masing pola agroforestri yang diamati disajikan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata ukuran tajuk pada 3 (tiga) pola agroforestri.
Pola
Agroforestri
AF 1
Rata-rata panjang
tajuk (cm)
49,34
Rata-rata lebar
tajuk (cm)
41,22
AF 2
53,56
44,93
AF 3
43,94
37,13
Live Crown Ratio
(LCR)
0,49
0,50
0,47
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pola AF 3 memiliki ukuran
tajuk yang paling kecil dibandingkan dengan pola agroforestri yang lain. Hal ini
bisa dijadikan dasar pendugaan bahwasannya laju fotosintesis tanaman cendana
pada AF 3 paling kecil dibandingkan dengan pola agroforestri yang lain. Laju
fotosintesis yang rendah berakibat terhambatnya produksi asam amino untuk
penambahan dan pembesaran sel tanaman. Sehingga laju pertumbuhannya
menjadi paling rendah dibandingkan dengan pola agroforestri lainnya. Daun atau
tajuk pohon merupakan organ utama dalam proses fotosintesis pada pohon.
Permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkan penangkapan cahaya
semaksimal mungkin per satuan volume (Gardner et al. 1991). Proses fotosintesis
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan daerah perakaran dan bagian pohon yang
lainnya. Kegiatan fotosintesis yang terhambat oleh luasan daun dan kondisi tajuk
vertikal yang rendah menyebabkan pertumbuhan daerah perakaran terhambat.
Tajuk melalui proses fotosintesis menyediakan karbohidrat untuk akar dan akar
menyerap air dan hara dari dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tajuk.
28
5.3 Parameter Tanah.
Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas serta mempunyai sifat dan perilaku yang dinamis.
Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim dan jasad hidup
terhadap bahan induk, yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan
waktu. Tanah sebagai produk alami yang heterogen dan dinamis, maka ciri dan
perilaku tanah berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan berubah dari waktu ke
waktu. Tanah sebagai sumberdaya untuk pertanian mempunyai dua fungsi yaitu
(1) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan
serta (2) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan (Arsyad 2006).
Masing-masing pola agroforestri yang dikembangkan memiliki tingkat
kesuburan tanah yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sifat tanah
yang heterogen dan dinamis seperti yang sudah dijelaskan di atas. Kesuburan
tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi
sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar
aktif tanaman (Notohadiprawiro et al. 2006). Hasil penelitian di lapangan pada
beberapa pola agroforestri di Desa Sanirin-Timor Leste menunjukkan perbedaan
sifat tanah baik secara fisika maupun secara kimia. Data tentang parameter tanah
tersebut didapatkan dari pengambilan contoh tanah secara acak pada masingmasing lokasi penelitian yang selanjutnya dianilisis di laboratorium. Parameter
sifat tanah yang diamati adalah beberapa sifat fisik dan kimia tanah. Data hasil
analisis sifat fisika tanah dari lokasi penelitian di Desa Sanirin-Timor Leste
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisis sifat fisika tanah pada 3 (tiga) pola agroforestri.
Tekstur
Pasir
Debu
Liat
BD
(g/cm3)
PR
(%)
Kadar Air
Air
(% Volume)
Tersedia
pada Pf
(%)
Pf 2,54 Pf 4,2
32,48
19,79
12,69
No
Lokasi
1
AF 1
..............(%).............
18,55 27,11 54,34
1,24
53,39
2
AF 2
18,94
30,43 50,63
1,52
42,79
28,79
20,74
11,18
3
AF 3
23,64
34,86 42,10
1,41
46,65
27,86
18,63
9,23
Sumber : Laboratorium Departemen Ilmu Tanah IPB (2010)
Sifat-sifat fisika tanah seperti pori-pori tanah, tekstur tanah, struktur tanah,
drainase tanah, bulk density, warna tanah dan konsistensi tanah adalah faktor yang
29
perlu diperhatikan dalam usaha pengelolaan tanah. Parameter sifat fisika tanah
yang dianalisis di laboratorium adalah bulk density (BD), porositas (PR), kadar air
dan air tersedia. Bulk density biasa diartikan sebagai kerapatan atau bobot isi yang
menunjukkan perbandingan antara berat kering tanah dengan volume tanah
termasuk pori-pori tanah. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah
(Hardjowigeno 2003).
Secara umum dari hasil analisis sifat fisika tanah di laboratorium
menunjukkan bahwasannya pada ketiga lokasi penelitian nilai bulk density
tanahnya berada pada kisaran yang hampir seragam. Hal ini menunjukkan pada
ketiga lokasi tersebut sifat fisik tanahnya tidak terlalu berbeda. Hanya pada lokasi
AF 2 kerapatan tanahnya paling tinggi diantara lokasi yang lainnya sehingga poripori tanahnya memiliki nilai yang paling rendah. Bulk density yang tinggi
menyebabkan makin kecil ruangan strukturnya dan semakin kecil ruang porinya.
Kondisi demikian menyebabkan pertumbuhan akar akan terhambat dan
berdampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Bulk density yang tinggi
jelas mempengaruhi daya tembus akar tanaman dalam tanah, dan laju difusi O2 di
dalam pori-pori tanah sehingga respirasi akar terganggu (Leywakabessy et al.
2003). Perbandingan nilai bulk density pada masing-masing pola agroforestri di
Desa Sanirin-Timor Leste disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Perbandingan nilai rata-rata bulk density pada 3 (tiga) pola
Agroforestri.
30
Porositas tanah pada lokasi penelitian secara umum tidak menunjukkan
perbedaaan yang tajam atau berada pada kisaran nilai yang seragam. Nilai
porositas tanah pada lokasi penelitian tidak bisa dilepaskan dari nilai bulk density
atau kerapatan tanah pada ketiga lokasi tersebut. Porositas tanah sangat
dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah yang
ada pada lokasi tersebut. Tanah-tanah dengan struktur granular (remah)
mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur
massive (pejal). Tanah dengan kelas tekstur pasir yang banyak memiliki pori-pori
makro yang dominan sehingga sulit menahan air. Porositas tanah tinggi terjadi
karena adanya bahan organik yang tinggi (Hardjowigeno 2003). Bulk density dan
porositas tanah merupakan suatu fungsi yang berlawanan, bulk density tanah yang
tinggi menyebabkan berkurangnya ruang pori tanah yang menyebabkan
porositasnya menjadi rendah. Bulk density dan porositas tanah bisa digunakan
untuk menduga ketersediaan air yang ada di dalam tanah. Porositas tanah yang
tinggi menyebabkan kemampuan tanah menahan air berkurang sehingga tanah
mengalami kehilangan air dalam jumlah yang banyak.
Lokasi penelitian yang memiliki nilai bulk density tinggi porositas tanahnya
rendah, sehingga memiliki kemampuan menahan atau menyediakan air tinggi.
Pola agroforetri AF 2 yang memiliki nilai bulk density tertinggi memiliki
porositas tanah yang paling rendah, sehingga memiliki kemampuan menahan air
paling tinggi. Pada tingkat semai, cendana sangat peka terhadap suhu tinggi
sehingga tanaman ini memerlukan naungan 40-50 %. Kadar air tanah ditentukan
oleh masukan yaitu infiltrasi di permukaan tanah dan keluaran yang terdiri dari
evaporasi, transpirasi dan drainase (Suprayogo et al. 2002). Evaporasi dan
drainase merupakan faktor yang tidak bisa dilepaskan dari adanya pori-pori tanah
(porositas). Ketersediaan air dalam tanah akan semakin kecil pada tanah yang
memiliki porositas yang tinggi karena evaporasi apabila masukan air konstan.
Hubungan antara bulk density dengan porositas dan kandugan air dalam tanah
disajikan pada Gambar 5.
31
Gambar 5. Hubungan nilai bulk density dengan porositas dan kadar air dalam
tanah pada 3 (tiga) pola agroforestri.
Sifat kimia tanah yang dicerminkan oleh kandungan unsur hara, pH (reaksi
tanah), Kapasitas Tukar Kation (KTK) maupun kejenuhan basa menjadi bagian
yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Tumbuhan hijau untuk dapat
hidup memerlukan air, udara, beberapa unsur hara mineral dan cahaya. Unsur hara
dalam tanah berfungsi sebagai bahan dasar untuk pabrik raksasa di dalam tubuh
tanaman (Leywakabessy et al. 2003). Unsur hara yang ada di dalam tanah tidak
seluruhnya dibutuhkan oleh tanaman dalam porsi yang sama pentingnya. Unsur
hara yang penting bagi tanaman disebut unsur hara esensial, yaitu unsur hara yang
sangat diperlukan oleh tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat
digantikan oleh unsur lain. Unsur hara esensial apabila tidak terdapat dalam
jumlah yang cukup di dalam tanah menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh
dengan normal (Hardjowigeno 2003).
Gardner et al. (1991) menyatakan, ada dua kriteria yang digunakan untuk
menetapkan pentingnya suatu unsur hara; keduanya mengandung keterbatasan dan
kualifikasi tertentu. (1) Suatu unsur dinyatakan esensial apabila tumbuhan gagal
tumbuh dan melengkapi daur hidupnya dalam kondisi medium tanpa unsur
tersebut, dibandingkan dengan pertumbuhan dan reproduksi normal dalam kondisi
medium yang mengandung unsur hara tersebut. (2) Suatu unsur dikatakan esensial
apabila unsur tersebut merupakan penyusun metabolit yang diperlukan, seperti
32
unsur belerang (S) dalam asam amino metionin. Unsur hara yang diperlukan
tanaman bisa berasal dari tanah, air maupun dari udara. Secara umum unsur hara
esensial yang dibutuhkan oleh tanaman ada dua golongan yaitu unsur hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah banyak. Unsur hara makro terdiri atas unsur C, H, O, N,
P, K, Ca, Mg dan S. Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Unsur hara mikro terdiri atas unsur Fe,
Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl dan Co. (Hardjowigeno 2003).
Parameter sifat kimia tanah seperti pH, KTK, dan beberapa unsur hara
diamati dari contoh tanah yang diambil dari lapangan dengan metode tanah
terusik. Tanah yang dianalisis di laboratorium merupakan tanah hasil
pencampuran (komposit) dari beberapa titik pengambilan tanah pada masingmasing pola lokasi penelitian. Data hasil analisis sifat kimia tanah dari lokasi
penelitian di Desa Sanirin-Timor Leste disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil analisis sifat kimia tanah pada lokasi penelitian di Desa SanirinTimor Leste
pH 1:1
No
Lokasi
H2O
KCl
Walkley
& Black
C-org
Kjeldhal
Bray I
N NH4OAc pH 7,0
N-Total
P
K
KTK
C/N
Ratio
..(%)..
0,12
(ppm)
15,7
(me/100g)
0,31
(me/100g)
24,49
11.25
1
AF 1
6,00
5,30
..(%)..
1,35
2
AF 2
6,20
5,50
1,65
0,14
27,0
0,42
20,82
11.79
3
AF 3
6,30
5,50
1,75
0,14
11,5
0,53
18,31
12.50
Sumber : Laboratorium Departemen Ilmu Tanah IPB (2010)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kesuburan tanah pada masingmasing lokasi penelitian di Desa Sanirin-Timor Leste mempunyai tingkat
kemasaman pada kisaran netral. Reaksi tanah (pH) dapat mempengaruhi tanaman
karena pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara. Data pada Tabel 12
menunjukkan nilai reaksi tanah (pH) pada masing-masing lokasi berada pada
kisaran 6. Kondisi tanah tersebut berada pada kategori yang baik untuk
pertumbuhan tanaman jika dibandingkan dengan tanah-tanah yang bereaksi
masam. Ispandi dan Munip (2005) menyatakan reaksi tanah atau pH tanah yang
terlalu rendah (masam) menyebabkan tidak tersedianya unsur hara tanaman di
33
dalam tanah, seperti hara P, K, Ca, Mg dan unsur mikro yang menyebabkan
tanaman mengalami kahat unsur hara sehingga hasil tanaman tidak optimal.
Pertumbuhan tanaman pada suatu lahan sangat ditentukan oleh kandungan
unsur hara yang mampu diambil dari tanah. Teori hukum Liebig menjelaskan
kemampuan tanaman tumbuh secara optimal ditentukan oleh faktor pembatasnya.
Faktor
pembatas
tersebut
merupakan
faktor-faktor yang
mempengaruhi
pertumbuhan yang ditemukan dalam jumlah paling kecil dibandingkan dengan
faktor lainnya (Hardjowigeno 2003). Data hasil analisis laboratorium untuk
beberapa unsur hara yang disajikan pada Tabel 12 menunjukkan beberapa unsur
hara berada dalam kisaran yang seragam, hanya pada unsur hara P dan K yang
nilai berbeda antara masing-masing lokasi penelitian.
Unsur nitrogen (N) merupakan unsur hara yang berperan penting bagi
pertumbuhan vegetatif tanaman. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik
tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pemupukan dan juga dari air
hujan. Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen,
protein dan nukleoprotein (Gardner et al. 1991). Zubachtirodin dan Subandi
(2008) menyatakan, tanaman tidak dapat melakukan metabolisme jika kekurangn
unsur hara N. Tanaman harus mengandung N untuk membentuk sel-sel baru
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Fotosintesis menghasilkan
karbohidrat dari CO2 dan H2O, namun proses tersebut tidak dapat berlangsung
untuk menghasilkan protein dan asam nukleat apabila N tidak tersedia. Dengan
demikian, kekurangan N dapat menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi.
Kegiatan fotosintesis yang terjadi pada tanaman sepenuhnya memanfaatkan
CO2 dari udara dan air. Hasil fotosintesis berupa karbohidrat yang kemudian
terakumulasi menjadi biomassa setelah melalui proses perombakan dalam sel
tanaman. Serasah daun dan ranting tanaman serta sisa panen yang masuk ke dalam
tanah diduga bisa meningkatkan jumlah C dalam tanah. Hairiah et al. (2002)
menyatakan, ada 3 pool utama pemasok C ke dalam tanah yaitu: (1) tajuk tanaman
semusim yang masuk ke dalam tanah sebagai serasah, (2) akar tanaman, melalui
akar tanaman yang mati, ujung-ujung akar dan respirasi akar, (3) biota tanah.
Kehilangan unsur C dari dalam tanah juga memepengaruhi jumlah unsur tersebut
34
secara keseluruhan. Unsur C dapat hilang melalui respirasi tanah, respirasi
tanaman, terangkut panen, dipergunakan biota dan karena erosi.
Unsur N dan C yang ditemukan pada tanah bisa digunakan untuk
memperkirakan besarnya kandungan bahan organik dalam tanah (BOT). Bahan
organik tanah sangat penting karena bisa memberikan pengaruh yang
menguntungkan pada sifat tanah baik sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Nisbah
C/N rendah menunjukkan kandungan bahan organik tanah yang tinggi, karena
bahan organik merupakan sumber N yang utama dalam tanah. Tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK
lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau
tanah-tanah berpasir. Tanah dengan nilai KTK yang tinggi mampu menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah
(Hardjowigeno 2003).
Unsur fosfor (P) pada pola agroforestri AF 3 diduga menjadi faktor
pembatas bagi pertumbuhan tanaman pokok cendana. Hasil analisis sifat kimia
tanah menunjukkan kandungan unsur P pada pola AF 3 mempunyai jumlah yang
paling kecil dibandingkan dengan pola agroforestri yang lain yaitu pada kisaran
11,5 ppm. Unsur P mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman
yaitu,
pembelahan
sel,
perkembangan
akar,
menyimpan
dan
memindahkan energi, metabolisme karbohidrat dan lain-lain. Jumlah unsur P yang
sedikit dalam tanah pada pola AF 3 diduga mengakibatkan perkembangan akar
cendana terganggu. Akar-akar tanaman pokok cendana tidak mampu menjangkau
unsur hara lain seperti N dan juga air sehingga pertumbuhannya terhambat. Akar
tanaman pokok yang tidak berkembang dengan baik juga berakibat pada sifat fisik
tanah seperti pembentukan pori-pori tanah. Jumlah pori tanah yang sedikit
menyebabkan peningkatan pemadatan tanah (bulk density) sehingga berpengaruh
juga bagi pertumbuhan tanaman.
Unsur P dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang dan sisa
tanaman), pupuk buatan dan dari mineral-mineral dalam tanah. Unsur P dalam
tanah memiliki jumlah yang sedikit, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang
tidak dapat diambil oleh tanaman. Tanaman yang kahat hara P, selain akan
mengganggu proses metabolisme dalam tanaman juga sangat menghambat
35
serapan hara-hara yang lain termasuk hara K. Pola penanaman cendana pada
lokasi AF 3 diduga juga menyebabkan rendahnya serapan hara P oleh tanaman
cendana. Tanaman cendana pada lokasi AF 3 ini tidak ditanam menggunakan
tanaman inang, padahal tanaman cendana adalah jenis tanaman yang bersifat
setengah parasit (hemi parasit), sehingga membutuhkan tanaman inang untuk
memasok beberapa unsur hara yang digunakan untuk pertumbuhan (Rahayu et al.
2002; Hermawan 1993). Lebih lanjut Rahayu et al. (2002) menyebutkan bahwa
unsur hara yang diambil dari inang adalah Nitrogen (N), Pospor (P), Kalium (K)
dan asam amino, sedangkan unsur Kalsium (Ca) diambil sendiri dari dalam tanah.
Tumbuhan inang juga berfungsi sebagai peneduh ketika cendana masih dalam
tingkat semai.
Unsur K dalam tanaman berperan penting dalam proses pengaturan fungsi
stomata dan aktivasi enzim dalam tanaman. Data pada Tabel 12 menunjukkan
jumlah unsur K tersedia pada masing-masing pola agroforestri berada pada
kisaran yang cukup seragam kecuali pada AF 3. Ketersediaan unsur K dalam
tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor, selain karena proses pemanenan
oleh tanaman bisa juga unsur K hilang melalui pencucian (leaching). Selain itu
ketersediaan unsur K dalam tanah ini sangat tergantung pada kondisi kesuburan
alami lokasi tersebut yang bisa diduga dari kondisi batuan penyusun tanahnya.
Unsur P dan K merupakan unsur yang sangat penting selain unsur N sehingga
untuk memenuhi kebutuhan tanaman sangat diperlukan kegiatan pemupukan pada
tanah-tanah yang mengalami defisit unsur tersebut. Sedangkan unsur N bisa
diusahakan secara alamiah melalui pemanfaatan tanaman inang penambat
Nitrogen (Sesbania spp) untuk meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan
tanaman cendana.
Luas lahan yang dimiliki kelompok tani pola agroforestri adalah seragam
yaitu 2.500m2 tiap lokasi, dimana sistem pengolahan tanahnya dilakukan secara
manual dengan menggunakan peralatan seperti cangkul, linggis, dan parang. Bibit
tanaman kehutanan seperti cendana (S album), jati (Tectona grandis), mahoni
(Swetenia sp.), gaharu (Aquilaria sp.) disiapkan sendiri oleh kelompok tani di
persemaian mulai dari penaburan benih, penyapihan bibit, pemeliharaan
dipersemaian, pengangkutan kelapangan, persiapan lokasi tanam, penanaman dan
36
pemeliharaan di bawah bimbingan tenaga teknik dari Instituição Portuguesa
Apoio ao Dezemvolvimento (IPAD).
Dari ke 3 pola agroforestri ini mempunyai kombinasi tanaman yang berbeda
sehingga memberikan hasil yang berbeda. Jarak tanam untuk tanaman pokok yang
dipakai yaitu 4m x 4m dan untuk tanaman perkebunan seperti kelapa dengan jarak
tanam 10m x 10m. Kegiatan pengolahan lahan pada masing-masing pola
agroforestri berbeda-beda dan sangat tergantung pada ketekunan anggota
kelompok tani. Berdasarkan hasil penelitian dan jawaban responden untuk pola
AF1 dan AF2 pengolahan tanah seperti penyiangan, pendangiran dan pembersihan
gulma dilakukan 6 kali dalam satu musim panen dan untuk pola AF3 hanya 3 kali
dalam satu musim panen. Kegiatan pemeliharaan sangat diperlukan dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Penyiangan gulma dan pendangiran
dilakukan dengan tujuan untuk mengemburkan tanah-tanah disekitar pohon agar
akar tanaman bergerak bebas. Hasil penelitian dan wawancara dengan kelompok
tani di beberapa pola agroforestri mereka tidak pernah melakukan kegiatan
pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia karena dari IPAD sendiri tidak
memperbolehkan (Instituição Portuguesa Apoio ao Dezemvolvimento, 2010).
Pendangiran yang dilakukan memberikan manfaat untuk perbaikan sifatsifat tanah. Pendangiran bisa membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama
perbaikan siklus udara. Tanah-tanah yang diolah menyebabkan tata udara menjadi
lebih
baik
sehingga
penghancuran
bahan
organik
berlangsung
cepat
(Hardjowigeno 2003). Bahan organik yang cepat hancur akan membantu
meningkatkan kesuburan tanah sehingga membantu pertumbuhan tanaman.
Leiwakabessy et al. (2003) menyatakan bahwa pengolahan tanah merubah
ketersediaan unsur K karena terjadi perubahan aerasi, suhu, kelembaban dan
ketersediaan K yang ditambahkan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pertumbuhan tanaman pokok cendana (S. album) terbaik ditemukan pada
pola agroforestri AF 2 (S. album, Sesbania sp.,
Cajanus cajan, Zea mays,
Cucurbita pepo) yang ditanam bersamaan dengan tanaman inang Sesbania sp. dan
Cajanus cajan, sedangkan pertumbuhan tanaman pokok terendah ditemukan pada
pola agroforestri AF 3 (S. album, Tectona grandis L., Swetenia sp., Zea mays,
Manihot utilisima.) yang ditanam tanpa tanaman inang Sesbania sp. dan Cajanus
cajan. Kandungan unsur hara yang rendah khususnya unsur P pada pola AF 3
diduga menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman pokok cendana yang
ditanam tanpa tanaman inang.
6.2 Saran.
1. Perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam tentang karakteristik tanaman
inang yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya cendana secara agroforestri
dan sistem tanaman tumpang sari perlu pengaturan pola dan komposisi
tanamnya.
2. Kegiatan pemeliharaan tanaman terutama pemupukan pada masing-masing
pola agroforestri perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan
tanaman pokok dan produksi tanaman tumpang sari yang optimal.
3. Perlu dilakukan penanaman inang (Sesbania sp. dan Cajanus cajan) secara
bersamaan dengan anakan cendana pada saat dipindahkan ke lapangan
untuk ditanam.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani W. 2005. Ekonomi Agroforestri. Yogyakarta: Debut Press.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1992. Perkembangan Penelitian
dan Pengembangan di Nusa Tenggara. Kupang: Balai Penelitian Kehutanan
Kupang.
Bagia N, Harijono, Parsa IM. 2005. Alat Pemotong Serpihan Limbah Kayu
Cendana. Kupang: Universitas Nusa Cendana.
Dadus. 2009. Statística Direcção Nacional de Floresta. Timor Leste.
Direcção Nacional de Apoio Á Administração do Sucos. 2009. Livro Dadus
População do Suco : (Formato : B.1).
Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Susilo H, penerjemah; Jakarta. UI Press. Terjemahan dari: Physiology of
Crop Plants.
Hairiah K, van Noordwijk M, Suprayogo D. 2002. Intetraksi antara pohon-tanahtanaman semusim: Kunci keberhasilan kegagalan dalam sistem agroforestri.
Di dalam: Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor. Wanulcas:
Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor: International Centre for
Research in Agroforestry. hlm 19-42.
Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S.. 2003. Pengantar Agroforestry. Bahan
Ajaran 1. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).
Hamzah, Z. 1976. Sifat Silvika dan Silvikultur Cendana (Santalum album L.) Di
Pulau Timor (Silvical Characteristics and Silviculture of Sandal Wood
(Santalum album L.) In The Island of Timor). Laporan. Departemen
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Lembaga
Penelitian Hutan, Bogor. 65 hal.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hermawan R. 1993. Pedoman Teknis Budidaya Kayu Cendana (Santalum album
Linn.). Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Huxley P. 1999. Tropical Agroforestry. Oxford: Blackwel Science Ltd.
39
[ICRAF] International Centre for Research in Agroforetry. 2000. Ketika kebun
berupa hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat.
Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).
Instituição Portuguesa Apoio Ao Dezemvolvimento. 2010. Componentes Floresta
em Timor Leste : RDP II.
Isphandi A, Munip A. 2005. Efektifitas pengapuran terhadap serapan hara dan
produksi beberapa klon ubikayu di lahan kering masam. Jurnal Ilmu
Pertanian 12:125-139.
Kartasubrata J. 1991. Agroforestry. Bogor: Pusat Studi Pembangunan Lembaga
Penelitian. Institut Pertanian Bogor.
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah IPB. 2010. Data Hasil Analisis Tanah.
Bogor.
Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Leywakabessy FM, UM Wahyudin, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor:
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Ministry of Agriculture and Fisheries. 2010. Agriculture Land use Geographic
Information System. East Timor.
Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Dordrecht-Netherlands:
Kluwer Academic Publishers.
Notohadiprawiro T, Soekodarmodjo S, Sukana E. 2006. Pengelolaan kesuburan
tanah dan efisiensi pemupukan. Di dalam: Ceramah pada Pertemuan Alih
Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Dati 1 Jawa Tengah.
Pati, 20-22 Agu 1984. Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.
Pramono AA, Buharman. 2003. Cendana (Santalum album Linn.). Di dalam:
Nurhasybi et al., editor. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Vol. 3.
Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Putri AI. 2008. Pengaruh media organik terhadap indeks mutu bibit cendana.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 21:1-8
Puslitbang Tanah Departemen Pertanian. 2004. Cara Pengambilan Contoh Tanah
untuk Analisis (Uji Tanah). http://www.soil-climate.ir.id/uii_tanah.htm. [25
November 2008].
40
Rahayu S, Wawo AH, van Noordwijk M, Hairiah K. 2002. Cendana; Deregulasi
dan Strategi Pengembangannya. Bogor: World Agroforestry Centre
(ICRAF).
Rifai M. 2010. Pertumbuhan tanaman pokok gmelina (Gmelina arborea Roxb.)
pada beberapa pola agroforestry di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Salam AK, A Iswati, S Yusnaini dan A Niswati. 1997. Status kesuburan tanah
dalam pertanaman singkong (Manihot esculenta Crantz) di Gunung Batin
Lampung Utara: 1. Tingkat ketersediaan unsur hara. J Agrotrop. 2:35-41.
Sinaga, M. dan Buharman. 1996. Teknologi Budidaya Cendana (Santalum album
Linn) Dan Kajian Kelembagaan. Sylva Tropika No. 04, Oktober 1996.
http://www2.bonet.co.id/dephut/st1096.htm - 16k. Di akses tanggal 13
Januari 2005.
Siregar EBM. 2005. Potensi budidaya jati. [terhubung berkala]
http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-edi%20batara10.pdf. [20 Des
2009].
Sitompul SM. 2002. Radiasi dalam sistem agroforestri. Di dalam: Hairiah K,
Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor. Wanulcas : Model Simulasi untuk
Sistem Agroforestri. Bogor: International Centre for Research in
Agroforestry. H. 79-103.
Suprayogo D, Widianto, Lusiana B, van Noordwijk M. 2002. Neraca air dalam
sistem agroforestri. Di dalam: Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B,
editor. Wanulcas: Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor:
International Centre for Research in Agroforestry. H. 125-136.
Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology, 3rd edition. Sinauer Associates. 690 H.
Wawo AH dan Abdulhadi R. 2006. Agroforestri Berbasis Cendana: Sebuah
paradigma konservasi flora berpotensi di lahan kering NTT. Jakarta: LIPI
Press.
Zubachtirodin, Subandi. 2008. Peningkatan efisiensi pupuk N, P, K, dan
produktivitas jagung pada lahan kering ultisol Kalimantan Selatan.
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27:32-36.
LAMPIRAN
42 Lampiran 1: Peta Administrasi Timor Leste.
43 Lampiran2:PetaTanah LokasiPenelitian di Desa Sanirin.
44 Lampiran 3 : PetaAdministrasiDesa Sanirin.
45
Lampiran4 :LayoutPolaA
L
Agroforestrii AF1
46
Lampiran 5 : LayoutPolaaagroforestri AF2
L
47
Lampiran6 :LayoutPolaaagroforestriA
AF3
48
Lampiran 7 : Kuisioner Penelitian.
KUISIONER PENELITIAN
PERTUMBUHAN TANAMAN POKOK CENDANA (Santalum album Linn) PADA
SISTEM AGROFORESTRI DI DESA SANIRIN, KECAMATAN BALIBO,
KABUPATEN BOBONARO – TIMOR LESTE
I. Identitas Responden
1. Nama responden
: ..................................................................
2. Pendidikan
: ..................................................................
3. Alamat
: ..................................................................
...................................................................
4. Jumlah anggota keluarga
: ..................................................................
Jumlah anak
: ..................orang
5. Jumlah hari kerja dalam
: ...........................................hari
Seminggu
II. Informasi Lahan
1. Status dan luas lahan
Status Lahan(1)
Asal Lahan(2)
Luas yang dimiliki
(m2)
Keterangan : (1) a. Milik sendiri
(2) a. Warisan
b. Sewa
c. Lain-lain.......
b. Pembelian
2. Pola agroforestri yang dikembangkan :
a. Tanaman Pokok/kayu
b. Tanaman Perkebunan
c. Tanaman Semusim
d. Tanaman Hortikultura
e. Tanaman Buah
f. Lain-lain
: (1) ..................
(3) ..................
(2) ..................
(4) ..................
: (1) ...................
(3) ..................
(2) ...................
(4) ..................
: (1) .................. ..
(3) ..................
(2) .................. ..
(4) ..................
: (1) .................. ..
(3) ..................
(2) ................. ..
(4) ..................
: (1) ................. ..
(3) ..................
(2) ................. ..
(4) ..................
: ................................
49
III. Kegiatan Pengelolaan Lahan
1. Kegiatan persiapan lahan
(a) Manual :..................
(b) Mekanis : ...................
..................
....................
(c) Lain-lain : ................
.................
..................
....................
.................
...................
....................
.................
Keterangan :
2. Pengadaan bibit/benih tanaman
No.
Jenis tanaman
Jumlah bibit/benih
Harga
(batang/kg)
bibit/benih
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3. Tehnik penanaman yang dikembangkan :
No.
Jenis tanaman
1.
Tanaman kayu
2.
Tanaman
perkebunan
3.
Tanaman
hortikultura
4.
Tanaman
semusim
5.
Tanaman Buah
6.
Lain-lain
Jarak tanam
Ukuran lubang
(m)
tanam (cm)
Keterangan
50
4. Kegiatan pemeliharaan
A. Pemupukan
No
Jenis tanaman
Jenis pupuk
Satuan
Frekwensi
(Kg)
Biaya
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B. Penanganan hama-penyakit
No
Jenis tanaman
Jenis pestisida
Satuan
Frekwensi
(L)
Biaya
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C. Penyulaman :
No
1.
2.
3.
Jenis
Jumlah
tanaman
(tan/ha)
Frekwensi
Biaya
(Rp)
Keterangan
51
D. Penyiangan
a. Alat
: ........................
b. Tehnik
: .........................
c. Waktu
: .........................
d. Frekwensi : .........................
e. Lain-lain
: .........................
E. Kegiatan lainnya : ............................
5. Kegiatan Pemanenan
No.
Jenis Tanaman
Jumlah
Harga
Sistem
Frekuensi
Produk per
Produk
Penjualan
(2)
Panen
(Rp)
Produk(1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Keterangan tambahan : ............................
Download