BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran Jasa
Industri jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar
dan tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh
pertumbuhan jenis jasa yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh
munculnya jenis jasa baru, sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan
teknologi. Dipandang dari konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan bisnis jasa
antar negara ditandai dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas Negara
serta terjadinya aliansi berbagai penyedia jasa di dunia. Perkembangan tersebut
pada akhirnya mampu memberikan tekanan yang kuat terhadap perombakan
regulasi, khususnya pengenduran proteksi dan pemanfaatan teknologi baru yang
secara langsung akan berdampak kepada menguatnya kompetisi dalam industry
(Lovelock, 2004 : 2). Kondisi ini secara langsung menghadapkan para pelaku
bisnis kepada permasalahan persaingan usaha yang semakin tinggi. Mereka
dituntut untuk mampu mengidentifikasikan bentuk persaingan yang akan
dihadapi, menetapkan berbagai standar kinerjanya serta mengenali secara baik
para pesaingnya.
Dinamika yang terjadi pada sektor jasa terlihat dari perkembangan
berbagai industri seperti perbankan, asuransi, penerbangan, telekomunikasi, retail,
konsultan dan pengacara. Selain itu terlihat juga dari maraknya organisasi nirlaba
seperti LSM, lembaga pemerintah, rumah sakit, perguruan tinggi yang kini
1
semakin menyadari perlunya peningkatan orientasi kepada pelanggan atau
konsumen. Perusahaan manufaktur kini juga telah menyadari perlunya elemen
jasa pada produknya sebagai upaya peningkatan competitive advantage bisnisnya
(Hurriyati, 2005: 41). Implikasi penting dari fenomena ini adalah semakin
tingginya tingkat persaingan, sehingga diperlukan manajemen pemasaran jasa
yang berbeda dibandingkan dengan pemasaran tradisional (barang).
Zeithaml and Bitner (2003 : 319) menyatakan bahwa pemasaran jasa adalah
mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga.
2.1.1 Pengertian Jasa
Kotler and Keller (2006 : 372) mengemukakan pengertian jasa (service)
sebagai berikut: “A service is any act or performance that one party can offer to
another that is essentially intangible and does not result in the ownership of
anything. Its production may or may not be tied to a physical product.” (Jasa
adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain
yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan
kepemilikan.
Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik).
Selanjutnya Stanton (2002 : 537) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut:
“Services are identifiable, intangible activities that are the main object of
atransaction designed to provide want-satisfaction to customers. By this definition
we exclude supplementary services that support the sale of goods or other
services.”
2
Zeithaml and Bitner (2003 : 3) mengemukakan definisi jasa sebagai
berikut:“Include all economic activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provided
added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or
health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”.
Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain
produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan,
memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli
pertamanya. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka jasa pada dasarnya
adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen
2. proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan
suatu produk fisik
3. jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan
4. terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.
2.1.2 Karakteristik Jasa
Menurut Zeithaml and Bitner (2003 : 20), jasa memiliki empat ciri utama
yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak berwujud. Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat,
mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka
membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari
informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, para penyedia
3
dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan serta
harga produk jasa tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen, yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud
b. Menekankan pada manfaat yang diperoleh
c. Menciptakan suatu nama merek (brand name) bagi jasa
d. Memakai nama orang terkenal untuk meningkatkan kepercayaan
konsumen.
2. Tidak terpisahkan (inseparability). Jasa tidak dapat dipisahkan dari
sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang menghasilkannya. Jasa diproduksi
dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika konsumen membeli jasa maka
ia akan berhadapan langsung dengan sumber atau penyedia jasa tersebut,
sehingga penjualan jasa lebih diutamakan untuk penjualan langsung
dengan skala operasi terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan
dapat menggunakan strategi-strategi, seperti bekerja dalam kelompok yang
lebih besar, bekerja lebih cepat, serta melatih pemberi jasa supaya mereka
mampu membina kepercayaan konsumen.
3. Bervariasi (variability). Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah
tergantung siapa yang menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa
tersebut dilakukan. Ini mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa
berdasarkan suatu standar. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan dapat
menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu
sebagai berikut:
4
a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang
baik.
b. Melakukan standarisasi proses produksi jasa.
c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan,
survei pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan
yang kurang baik dapat diketahui dan diperbaiki.
4. Mudah musnah (perishability). Jasa tidak dapat disimpan sehingga tidak
dapat dijual pada masa yang akan datang. Keadaan mudah musnah ini bukanlah
suatu masalah jika permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan
persiapan pelayanan sebelumnya. Jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan
akan menghadapi masalah yang sulit dalam melakukan persiapan pelayanannya.
Untuk itu perlu dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta program
promosi yang tepat untuk mengantisipasi ketidaksesuaian antara permintaan dan
penawaran jasa.
2.2 Perilaku Konsumen
2.2.1 Definisi Perilaku Konsumen
Ujang Sumarwan (2004:32) pun mendefinisikan prilaku konsumen sebagai
berikut: Prilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika
membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa setelah melakukan hal
hal tersebut diatas atau kegiatan mengevaluasi. Berdasarkan teori diatas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa prilaku konsumen menyangkut suatu proses
5
keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Prilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti prilaku
lain pada umumnya. Prilaku manusia merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan, begitu pula dengan prilaku konsumen.Menurut Djasmin Saladin
(2002:151) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi konsumen :
1. Faktor kebudayaan (Cultural Factors)
a. Budaya (Culture). adalah faktor penentu keinginan dan prilaku
seseorang yang paling mendasar.
b. Sub budaya (Sub culture). Merupakan bagian dari kebudayaan.
c. Kelas sosial (social class). Adalah sekelompok yang relatif
homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang
tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan setiap anggota jenjang
memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
2. Faktor sosial (social Factors)
a. Kelompok referensi (reference groups). Adalah kelompok yang
memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap
dan prilaku seseorang.
b. Keluarga (Family). Adalah suami, istri dan anak-anak yang dapat
memberikan pengaruh kuat terhadap prilaku pembelian.
6
c. Peranan dan status (roles and statuses). Adalah kedudukan
seseorang dalam setiap kelompok
3. Faktor pribadi (personal Factors)
a. Usia dan tahap daur hidup (age and life-cycle stage). Adalah ciriciri kepribadian yang dimiliki seseorang
b. Pekerjaan (Accupation). Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang
juganmempengaruhi keputusan pembelian Keadaan ekonomi
(economic circumstances). Terdiri atas pendapatan yang dapat
dibelanjakan, tabungan dan memiliki kekayaan kemampuan
meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran lawan menabung.
c. Gaya hidup (life style). Adalah pola hidup seseorang sehari-hari
yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat. Bagaimana
prilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang
sederhana, ada yang boros dan ada pula yang pelit.
d. Kepribadian dan konsep diri (personality and self-concept). Adalah
ciri prikologis yang membedakan secara relatif tetap dan bertahan
dengan lingkungan.
4. Faktor Psikologis ( psychological factors)
a. Motivasi (Motivation). Adalah suatu dorongan yang cukup kuat
yang mendesak untuk mengarahkan seseorang agar dapat
memenuhi kepuasan terhadap kebutuhan.
b. Persepsi
(perception).
Adalah
seseorang terhadap suatu situasi.
7
penerimaan
atau
tanggapan
c. Belajar (Learning). Adalah penggambaran perubahan prilaku
seseorangnyang bersumber dari pengalaman. nKepercayaan dan
sikap (beliefs and attitudes). Kepercayaan adalah suatu gagasan
deskriptif yang dianut seseorang tentang sesuatu. Sikap adalah
penilaian kognitif yang baik atau tidak, perasaan emosional dan
kecenderungan berbuat selama waktu tertentu terhadap beberapa
objek atau gagasan.
2.3 Pengambilan Keputusan Pembelian
Sebelum
merencanakan
pemasaran,
suatu
perusahaan
perlu
mengidentifikasi konsumen, sasarannya dan proses keputusan mereka. Walaupun
banyak keputusan pembelian melibatkan hanya satu pengambilan keputusan,
keputusan yang lain mungkin melibatkan beberapa pesarta yang memerankan
peran, pencetus ide, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli dan
pemakai. Di sini tugas pemasar adalah mengidentifikasi peserta pembelian lain,
kriteria pembelian mereka dan pengaruh mereka terhadap pembeli. Program
pemasaran harus dirancang untuk menarik dan mencapai pesasrta kunci seperti
halnya pembeli.
Keinginan untuk membeli timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin
memakai produk yang dilihatnya, menurut Howard dan Shay (dalam Basu
Swastha Dharmmesta, 1998) proses membeli (buying intention) akan melalui lima
tahapan, yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan (need)
8
2. Pemahaman kebutuhan (recognition)
3. proses mencari barang (search)
4. Proses evaluasi (evaluation)
5.
Pengambilan keputusan pembelian (decision)
Suatu keputusan-keputusan yang mendasari tindakan merupakan suatu proses
kognitif. Ada tiga proses kognitif yang terkandung dalam dalam proses
pengambilan keputusan pembelian, yaitu pemberian arti terhadap berbagai
informasi yang relevan untuk menciptakan suatu pengetahuan atau makna.
Penggabungan pengetahuan untuk mengevaluasi dan menentukan pilihan dan
menggunakan kembali pengetahuan yang tersimpan dalam memori untuk
digunakan dalam proses integrasi dan interprestasi. Pengambilan keputusan
membeli merupakan bagian penting dalam tingkah laku konsumen secara umum
dan merupakan titik awal dari keseluruhan proses mengkomunikasi.
2.3.1 Definisi Pengambilan Keputusan Pembelian
Memahami prilaku konsumen tidaklah mudah karena konsumen
memutuskan pembelian tertentu yang dapat berbeda setiap hari dan sangat
bervariasi dalam usia, pendapatan, tingkah laku, tingkat pendidikan dan selera.
Menurut
Kotler
(2002:204)
yang
diterjemahkan
oleh
A.B.
Susanto
mengemukakan bahwa:” keputusan pembelian konsumen adalah suatu keputusan
yang diambil oleh seorang calon pembeli menyangkut kepastian akan membeli
atau tidak”.
9
2.3.2 Karakteristik Pengambilan Keputusan Pembelian
Dilihat
dari
karakteristiknya,
Schiffman
dan
Kanuk
(2000:215)
pengambilan keputusan pembelian sebagai suatu penyelesaian masalah dapat
dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Extended problem sulving (EPS). EPS merupakan proses pengambilan
keputusan yang mendetail dan membutuhkan ketelitian. Biasanya produk
yang diproses secara luas adalah produk yang dianggap bernilai mahal,
penting dan cenderung dipakai untuk jangka waktu yang lama, seperti:
barang elektronik, mobil, rumah dan perangkat penting lainnya.
2. Limited Problem Solving (LPS). LPS merupakan pengambilan keputusan
yang jauh lebih sederhana dari pada EPS, dengan tingkat keterlibatan
rendah, biasanya menyangkut produk kebutuhan sehari-hari , seperti:
sabun, pasta gigi, dan mie instan. Tak jarang pilihan jatuh pada merek
yang harganya paling murah dan biasanya konsumen tidak berkeberatan
mencoba merek baru untuk mendapatkan yang paling sesuai dengan apa
yang diinginkan.
3. Routinized Problem Solving (RPS). Pada pengambilan keputusan ini,
biasanya konsumen sudah pernah membeli atau dengan kata lain memiliki
pengalaman terdahulu dengan produk atau merek yang sama. Pengambilan
keputusan ini menyangkut pembelian yang bersifat rutin atau sudah
menjadikan kebiasaan. Dalam hal ini konsumen hanya membutuhkan
10
sedikit informasi tambahan atau bahkan tidak sama sekali melibatkan
proses kognitif.
2.3.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2002:204) ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses
keputusan pembelian. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai dengan adanya kesadaran konsumen atau suatu
masalah atau suatu kebutuhan. Konsumen merasakan adanya perbedaan
antara kondisi nyata yang dihadapinya dan kondisi yang diharapkan.
Keadaan yang mendorong kebutuhan atau minat tertentu dalam diri
konsumen harus mampu dibaca atau diidentifikasikan oleh seorang
pemasar.
2. Pencarian Informasi
Setelah mengenali masalah yang dihadapinya, konsumen mungkin saja
berusaha mencari informasi lebih lanjut dan mungkin pula tidak. Jika
dorongan yang ada pada diri konsumen kuat dan barang atau jasa yang
diinginkan tersedia, maka ia akan membelikannya. Tetapi jika tidak,
keinginan itu akan disimpan dalam memorinya. Selanjutnya konsumen
tidak akan melakukan pencarian lebih lanjut. Mencari sedikit informasi,
atau bisa juga sungguh-sungguh perusahaan mendapatkan informasi yang
sesuai dengan kebutuhan tersebut. Bila konsumen mencari informasi,
11
maka dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, perhatian yang
kuat, sehingga konsumen tersebut akan lebih tanggap terhadap informasi
tentang barang tertentu, dan yang kedua, melakukan pencarian aktif,
sehingga ia akan berusaha mencari semua sumber informasi yang mungkin
atas suatu produk tertentu. Sumber informasi yang digunakan adalah:
a. Sumber pribadi, misalnya: keluarga, teman, tetangga
b. Sumber niaga, misalnya: penjual, pameran, iklan
c. Sumber publik, misalnya: media massa
d. Sumber pengalaman, misalnya: penanganan, pengkajian dan
pemakaian produk Melalui usaha pencarian informasi ini,
konsumen akan mengenal sejumlah pilihan merek yang tersedia
dari pasaran dan keunggulan-keunggulannya.
3. Evaluasi Alternatif Setelah pencarian informasi, konsumen akan
menghadapi sejumlah merek yang dapat dipilih. Pemilihan alternatif ini
melalui suatu proses evaluasi tertentu. Sejumlah konsep tertentu akan
membantu memahami proses ini, yaitu:
a. Konsumen akan mempertimbangkan berbagai sikap produk. Pemasar
jangan memasuki ciri-ciri yang menonjol dari suatu produk sebagai
suatuyang paling penting. Pemasar harus lebih mempertimbangkan
kegunaan ciri-ciri tersebut, bukan penonjolannya.
b. Konsumen biasanya membangun seperangkat kepercayaan merek
sesuai dengan ciri-cirinya.
12
c. Konsumen diasumsikan memiliki sebuah fungsi utulitas atas tiap ciriciri.
Fungsi
utulitas
menggambarkan
bagaimana
konsumen
mengharapkan kepuasan dari suatu produk yang bervariasi pada
tingkat yang berbeda beda pada masing-masing ciri.
d. Selanjutnya konsumen akan tiba pada sikap atas alternatif merek
melalui sejumlah prosedur evaluasi.
4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk suatu
kecenderungan diantara sejumlah merek dalam sejumlah pilihan konsumen
yang membentuk suatu kecenderungan untuk membeli dan mengarah kepada
pembelian yang paling disukai. Ada beberapa faktor yang bias mempengaruhi
kecenderungan seseorang atas pilihan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu:
a. Sikap orang lain
Sikap orang lain akan mempengaruhi kecenderungan seseorang atau suatu
pilihan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: intensitas sikap negatif
seseorang terhadap alternatif pilihan dan motivasi konsumen dalam
menerima harapan orang lain.
b. Faktor situasi yang tidak terantisipasi. Faktor ini dapat muncul dan
mengubah niat pembelian.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat
kepuasan dan ketidakpuasan. Tugas seorang pemasar tidak berhenti setelah
terjadi pembelian, tetapi berlanjut sampai masa pasca pembelian.
13
Berikut adalah gambar model proses pembelian lima tahap tersebut :
2.4 Kualitas Produk
Produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar
untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan
keinginan atau kebutuhan . Konsumen akan menyukai produk yang menawarkan
kualitas, kinerja, dan pelengkap inovatif yang terbaik (Hadi, 2002). Produk yang
berkualitas adalah produk yang mampu memberikan hasil yang lebih dari yang
diharapkan.
Kualitas sebagai mutu dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan
dari dalam produk dan jasa yang bersangkutan. Kualitas biasanya berhubungan
dengan manfaat atau kegunaan serta fungsi dari suatu produk. Kualitas merupakan
faktor yang terdapat dalam suatu produk yang menyebabkan produk tersebut
bernilai sesuai dengan maksud untuk apa produk itu diproduksi. Kualitas
ditentukan oleh sekumpulan kegunaan atau fungsinya, termasuk di dalamnya daya
tahan, ketergantungan pada produk atau komponen lain, eksklusive, kenyamanan,
wujud luar (warna, bentuk, pembungkus dan sebagainya). Kualitas mempunyai
14
peranan penting baik dipandang dari sudut konsumen yang bebas memililh tingkat
mutu atau dari sudut produsen yang mulai memperhatikan pengendalian mutu
guna mempertahankan dan memperluas jangkauan pemasaran. Kualitas diukur
menurut pandangan pembeli tentang mutu dan kualitas produk tersebut.
Peningkatan kualitas produk dirasakan sangat perlu dengan demikian produk
perusahaan semakin lama semakin tinggi kualitasnya. Jika hal itu dapat
dilaksanakan oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan dapat tetap
memuaskan para konsumen dan dapat menambah jumlah konsumen. Dalam
perkembangan suatu perusahaan, persoalan kualitas produk akan ikut menentukan
pesat tidaknya perkembangan perusahaan tersebut. Apabila dalam situasi
pemasaran yang semakin ketat persaingannya, peranan kualitas produk akan
semakin besar dalam perkembangan perusahaan.
Kualitas produk (product quality) merupakan kemampuan produk untuk
menunjukkan berbagai fungsi termasuk di dalamnya ketahanan, handal, ketepatan,
dan kemudahan dalam penggunaan .
Menurut David Garvin, untuk menentukan dimensi kualitas produk, dapat
melalui delapan dimensi sebagai berikut (Umar, 2002 : Lupiyoadi, 2001) :
1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam
membeli barang tersebut.
2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
15
3. Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan
suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam
periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan.
5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan
atau masa pakai barang.
6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk
perbaikan barang.
7. Asthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilainilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi individual.
8. Perceived quality, konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap
mengenai atribut-atribut produk. Namun demikian, biasanya konsumen
memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung.
Untuk mendefinisikan kualitas (quality), digunakan beberapa macam pendekatan
(Garving dalam Gaspersz, 2001) dalam Budi Sudaryanto (2006), yaitu:
a. Trancendent (quality as excellence)
16
Pendekatan ini lebih bersifat subyektif dalam membedakan antara kualitas
baik dan buruk. Unsur kesempurnaan (excellency) suatu benda dijadikan
parameter kualitas benda tersebut.
b. Product-based
Kualitas benda diindikasikan oleh kehadiran tampilan-tampilan spesifik
(specific feature ) atau sifat (attribute) pada benda tersebut.
c. User-based (fitness for use)
Kualitas diukur dari apakah benda yang digunakan dapat memuaskan
pemakainya.
d. Manufacturing-based (quality as conformance to specification)
Produk yang dibuat sesuai dengan spesifikasi desain merupakan produk
yang berkualitas tinggi.
e. Value-based (quality as value for the price)
Kualitas suatu barang diindikasikan oleh kerelaan pengguna untuk
membeli barang tersebut (willingness to pay).
2.5 Hubungan Kualitas Produk dengan Keputusan Pembelian
Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual
produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya
hal tersebut membentu perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan
berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Melihat
hal tersebut pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dijadikan
17
suatu hipotesis bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan
pembelian konsumen.
2.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan dua variabel
yaitu kualitas produk keputusan pembelian dalam penggunaan jasa laboratorium
klinik Prodia.
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
kerangka pemikiran adalah :
Performance (X1)
Feature (X2)
Reability (X3)
Conformance (X4)
Durability (X5)
Serviceability (X6)
Keputusan
pembelian
18
Download