2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetasi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi. Lamun umumnya hidup pada perairan dangkal di kawasan pesisir dekat terumbu serta mampu hidup hingga kedalaman maksimal 90 meter. Lamun merupakan tumbuhan yang mempunyai pembuluh secara struktur dan fungsinya hampir sama dengan tumbuhan daratan. Secara morfologi lamun juga memiliki akar, batang, daun, bunga dan buah (Azkab, 2006). Larkum et al. (2006) menyebutkan karakteristik lamun yang membuat lamun unik dibandingkan Angiospermae lainnya, yaitu: 1. Hidup di lingkungan muara atau laut, dan di tempat lain. 2. Penyerbukan di dalam air dengan serbuk sari “khusus”. 3. Menghasilkan benih di dalam air yang dapat disebarkan oleh agen biotik maupun abiotik. 4. Memiliki daun khusus dengan sedikit kutikula dan epidermis yang tidak memiliki stomata yang merupakan jaringan utama dalam proses fotosintesis. 5. Memiliki rhizome yang penting sebagai penahan. 6. Memiliki akar yang mampu hidup dalam kondisi anoksida dan tergantung pada transportasi oksigen dari daun dan rhizome, akar penting dalam transfer nutrisi. 7. Lamun mampu berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (Azkab, 2006). 5 Tomascik et al. (1997) menguraikan peranan penting lamun sebagai habitat pemeliharaan (nursery ground) bagi spesies komersil seperti udang, ikan dan moluska. Selain itu, lamun juga berperan sebagai penghubung dan penyangga antara ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Pentingnya lamun telah terangkum dalam satu set aksioma, yang sering disebut sebagai ‘jasa ekosistem (Costanza et al., 1997). Peranan lamun yang sangat penting antara lain adalah: 1. Lamun merupakan produsen primer yang penting bagi kehidupan di laut. 2. Lamun menyuplai makanan organik untuk berbagai organisme yang tergantung pada jejaring makanan (food webs). 3. Lamun dapat menstabilkan arus dan sedimen dasar laut. 4. Lamun menyusun dasar laut menjadi sebuah lingkungan yang kompleks dengan menyediakan tempat hidup bagi banyak organisme. 5. Lamun sebagai tempat pemeliharaan (nursery ground) bagi banyak spesies organisme dengan nilai ekonomis penting. 2.1.1. Keragaman vegetasi lamun Lamun tidak memiliki spesies yang cukup banyak di seluruh dunia, sekitar 50 spesies dalam 12 genera. Lamun diklasifikasikan ke dalam empat famili yaitu Posidoniaceae, Cymodoceaceae, Zosteraceae, dan Hydrocharitaceae (Kuo dan den Hartog, 2006). Sebagian besar spesies lamun lebih banyak terdapat di kawasan tropis dibandingkan di kawasan subtropis, meskipun sebaran lamun tidak terbatas hanya pada daerah tropis atau subtropis saja. Indonesia sebagai negara tropis terdapat tujuh genus lamun dari 12 genus yang ada di dunia yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila dari famili Hydrocharitaceae, serta empat genus lainnya 6 dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodoceae, Syringodium, Halodule dan Thalassodendron (Kuo dan den Hartog, 2006; Tomascik et al., 1997). Pada penelitian pertumbuhan dan produksi lamun ini difokuskan pada spesies Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dari genus Cymodoceae. Genus ini terdiri atas empat spesies yang sebagian besar tersebar di daerah tropis. Keempat spesies tersebut adalah Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Cymodocea nodosa dan Cymodocea angustata. Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata memiliki pola distribusi yang terpusat di daerah tropis Barat Indo-Pasifik. Cymodocea nodosa terdapat di kawasan subtropis, khususnya di perairan Mediterania sampai ke Atlantik Utara, Portugal hingga Senegal. Spesies yang keempat yaitu Cymodocea angustata merupakan spesies lamun yang endemik di Barat Laut Australia (Larkum et al., 2006). 2.1.2. Cymodocea rotundata Morfologi Cymodocea rotundata ramping mirip dengan Cymodocea serrulata (Gambar 1). Bentuk daun seperti garis lurus dengan panjang 6-15 cm dan lebar 2-4 mm, lurus tidak menyempit sampai ujung daun dengan ujung daun membulat dan halus. Cymodocea rotundata memiliki rhizome yang halus dengan diameter 1-2 mm dan panjang antar ruas 1-4 cm. Tunas muncul pada setiap node rhizome, terdapat 2-5 daun pada setiap tunas. Muncul bekas luka (scars) yang merupakan perkembangan dari pelepah daun membentuk cincin sepanjang batang (stem) (Waycott et al., 2004). 7 Gambar 1. Cymodocea rotundata (Waycott et al., 2004) Buah berbulu tanpa tangkai, berada dalam seludang daun. Buah berbentuk setengah lingkaran dan agak keras, bagian bawah berlekuk dengan 3-4 geligi runcing. Tumbuh pada substrat pasir berlumpur atau pasir dengan pecahan karang pada daerah pasang surut, terkadang bercampur dengan jenis lamun yang lain. Klasifikasi Cymodocea rotundata menurut Kuo dan den Hartog (2006) adalah: Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Potamogetonales Famili : Cymodoceaceae Genus : Cymodocea Spesies : Cymodocea rotundata 2.1.3. Cymodocea serrulata Karakteristik morfologi Cymodocea serrulata mirip dengan karakteristik morfologi Cymodocea rotundata, memiliki bentuk daun yang ramping dan halus. Panjang daun sekitar 5-15 cm dan lebar 4-10 mm, ujung daun bulat dengan sedikit gerigi. Cymodocea serrulata memiliki rhizome yang kuat dan sedikit tebal 8 dengan diameter 2-3 mm dan panjang antar ruas 2-5 cm. Pada setiap internoda tumbuh tunas tegak yang tumbuh secara vertikal sebagai daun, setiap antar ruas terdapat 2-4 daun (Waycott et al., 2004). Morfologi Cymodocea serrulata ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2. Cymodocea serrulata (Waycott et al., 2004) Lamun jenis ini memiliki buah yang berbulu dengan panjang 7-10 mm. Bentuk bulat panjang dan agak keras. Habitat lamun ini tumbuh pada substrat pasir berlumpur atau pasir dari pecahan karang pada daerah pasang surut. Lamun ini biasa terdapat pada komunitas yang bercampur dengan jenis lamun yang lain. Klasifikasi Cymodocea serrulata menurut Kuo dan den Hartog (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Potamogetonales Famili : Cymodoceaceae Genus : Cymodocea Spesies : Cymodocea serrulata 9 2.2. Morfologi Lamun Lamun memiliki organ dan jaringan yang sama dengan tumbuhan berbunga yang umum dijumpai di daratan. Hampir semua tumbuhan berbunga yang telah dewasa, memiliki morfologi tersendiri untuk bagian di atas tanah (above ground) dan bagian di bawah tanah (below ground). Bagian di bawah tanah, umumnya terdiri atas akar untuk penjangkaran dan rhizome sebagai struktur penyangga. Bagian di atas tanah biasanya merupakan tunas yang berkembang menjadi beberapa daun. Selembar daun biasanya memiliki pelepah/seludang daun yang berfungsi untuk melindungi apikal meristem dan perkembangan daun (Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006). Lamun sebagian besar merupakan tumbuhan berumah dua, artinya dalam satu individu atau tegakan hanya ada bunga betina saja atau bunga jantan saja. Sistem penyerbukan lamun berlangsung secara khas, yaitu terjadi di dalam air dan buahnya terendam air (Azkab, 2006). Morfologi lamun secara umum seperti yang tersaji pada Gambar 3. Gambar 3. Morfologi lamun (Hemminga dan Duarte, 2000) 10 2.2.1. Akar lamun Akar lamun terbentuk mulai dari bawah permukaan rhizome dan pada umumnya tepat berada di setiap ruas (Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006). Morfologi luar akar memiliki ciri-ciri yang berbeda pada setiap genera yang berbeda, namun tidak sepenuhnya berhubungan dengan tipe substrat secara spesifik. Misalnya pada Enhalus spp memiliki akar yang beberapa kasar, lembut, tidak bercabang dengan sedikit rambut akar, dan hidup pada substrat berlumpur. Kelompok Cymodoceaceae meliputi Syringodium, Cymodocea, dan Halodule memiliki akar bercabang dan berambut pada setiap ruas rhizome (Hemminga dan Duarte, 2000; Kuo dan den Hartog, 2006). Kelompok ini umumnya hidup pada tipe substrat pasir karang (Kuo dan den Hartog, 2006). 2.2.2. Rhizome dan stem lamun Rhizome merupakan sistem pertumbuhan lamun secara horizontal yang biasa disebut dengan horizontal rhizome (Hogarth, 2007). Lamun memiliki sistem perakaran atau sistem rhizome yang luas sehingga dapat terbentuk padang lamun. Rhizome merupakan sistem reproduksi lamun secara vegetatif yaitu dengan fragmentasi rhizome (Hall et al., 2006 in Hogarth, 2007). Rhizome memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyeimbang antara hasil fosintesis maksimum (P max ) dan respirasi pada daun (Hemminga, 1998). Rhizome dan akar merupakan faktor yang sangat menentukan pertumbuhan lamun karena berfungsi sebagai penahan vegetasi dan penyerap unsur hara dalam sedimen (Arber, 1920 in den Hartog, 1970). Jenis lamun yang kecil atau halus memiliki rhizome yang lentur sedangkan jenis lamun yang berukuran lebih besar, seperti Enhalus acoroides dan Posidonia oceanica 11 memiliki rhizome yang relatif lebih kaku dan keras, bahkan ada yang mengandung lignin dan menyerupai kayu (den Hartog, 1970 in Hemminga dan Duarte, 2000). Tingkat lignifikasi rhizome lebih dikaitkan terhadap umur rhizome, bukan dengan ukurannya (cf. Klap et al., 2000 in Hemminga dan Duarte, 2000). Rhizome lamun terdiri dari internoda atau ruas, yang terdapat titik sisipan tempat tumbuhnya daun pada fragmen diantara dua ruas. Sebagian jenis lamun memiliki dua jenis rhizome, yaitu rhizome vertikal (stem) yang ukuran internodanya lebih pendek dan rhizome horizontal yang internodanya lebih panjang. Bila jaringan meristem yang memproduksi daun telah mati, rhizome vertikal akan tetap ada dan meninggalkan bekas berupa kumpulan ruas yang disebut bekas luka daun (leaf scar) seperti yang terlihat pada Gambar 3 (Hemminga dan Duarte, 2000). 2.2.3. Daun lamun Sebagian besar spesies lamun memiliki bentuk daun panjang dan relatif sempit seperti umumnya daun tumbuhan monokotil. Beberapa genus memiliki bentuk daun yang berbeda, seperti Halophila yang memiliki bentuk daun membulat dan Syringodium daunnya yang silindris. Daun lamun memiliki kisaran panjang yang lebar mulai dari 1 cm, pada beberapa spesies Halophila, hingga mencapai 1 m untuk Zostera asiatica dan Enhalus acoroides (Hemminga dan Duarte, 2000). Daun lamun dihasilkan dari node rhizome (Hemminga dan Duarte, 2000), yang biasanya berawal dari puncak samping node seperti pada Enhalus, Halophila, Posidonia, dan Zosteraceae. Pada kelompok Thalassia dan Cymodoceaceae, daun terbentuk dari puncak pada tegakan stem (Kuo dan den 12 Hartog, 2006). Daun lamun umumnya muncul pada setiap node rhizome sebagai tunas lamun (Azkab, 2006). Setiap jenis lamun memiliki jumlah daun yang berbeda-beda, mulai dari hanya satu helai daun per tunas seperti pada Syringodium, hingga 10 daun per tunas pada Amphibolis (Hemminga dan Duarte, 2000). 2.3. Pertumbuhan Lamun Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang bagian-bagian tertentu seperti daun dan rhizoma dalam kurun waktu tertentu. Dibandingkan pertumbuhan daun, pertumbuhan rhizome lebih sulit diukur khususnya untuk jenis-jenis lamun tertentu. Hal tersebut mempengaruhi lebih maraknya kajian pertumbuhan daun lamun (Hemminga dan Duarte, 2000). Pertumbuhan rhizome mempengaruhi pertumbuhan lamun secara ekstensif, baik horizontal mapun vertikal, untuk membentuk padang lamun. Rhizome horizontal merupakan penentu pertumbuhan lamun secara horizontal. Rhizome vertikal dapat memproduksi rhizome horizontal bila jaringan meristem apikal asli dari rhizome horizontal telah mati (dari cabang rhizome vertikal), sehingga rhizome horizontal yang baru memiliki kapasitas untuk melanjutkan pertumbuhan lamun secara horizontal (Hemminga dan Duarte, 2000). Rhizome vertikal mampu untuk menembus hingga permukaan substrat. Bahkan pada beberapa jenis lamun dapat menembus hingga kolom perairan, misalnya pada Cymodocea, Thalassodendron, Amphibolis, Halodule dan Syringodium (Marba dan Duarte, 1994 in Hemminga dan Duarte, 2000). Pengukuran pertumbuhan lamun dapat mengacu bagian akar, rhizome, daun, maupun pada keseluruhan tumbuhan ataupun populasinya. Pengukuran 13 pertumbuhan rhizome lamun dengan mengukur pertambahan internoda pada rhizome atau leaf scar. Internoda ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan umur dari tunas lamun (Patriquin, 1973 in Hemminga dan Duarte, 2000). Kemampuan untuk memperkirakan usia lamun ini juga merupakan cara sederhana untuk mengestimasi pertumbuhan rhizome. Rasio antara rhizome dengan panjang tunas dan perbedaan umur keduanya, merupakan representasi dari jangka waktu terbentuknya potongan rhizome, serta memberikan perkiraan laju pertumbuhan horizontal lamun (Duarte et al., 1994 in Hemminga dan Duarte, 2000). Tingkat pertumbuhan lamun sangat bervariasi, mulai dari hanya beberapa sentimeter per tahun seperti pada Posidonia oceanica, hingga lebih dari 5 meter per tahun pada Halophila ovalis (Marba dan Duarte, 1998; Duarte, 1991 in Hemminga dan Duarte 2000). Pertumbuhan lamun akan terhenti sementara pada saat musim yang merugikan untuk pertumbuhan, yang ditandai oleh adanya internoda yang sangat pendek dan leaf scar yang terlalu padat (Bell, 1991 in Hemminga dan Duarte, 2000). 2.4. Produksi Lamun Produktivitas yaitu kecepatan produksi yang merupakan hasil dari produksi per satuan waktu, biasanya digunakan rata-rata kecepatan pada waktu tertentu misalnya satuan hari atau tahun. Produktivitas lamun sering dinyatakan dalam gram berat kering per m2 per hari (gbk/m2/hari). Produktivitas merupakan salah satu aspek ekologi lamun. Lamun memiliki produksi primer yang tinggi yang berfungsi sebagai stabilisator daerah pantai pesisir dan estuaria. Hal ini menunjukkan bahwa lamun merupakan unsur utama dalam proses-proses siklus yang rumit serta memelihara tingginya produktivitas di daerah pantai dan estuari 14 (Azkab, 2000). Wood et al. (1969) in Azkab (2000) menyimpulkan tentang peranan lamun sebagai produsen primer antara lain yaitu: lamun mempunyai produktivitas dan kecepatan tumbuh yang tinggi, daun lamun menyumbangkan sejumlah besar organisme epifit yang biomassanya setara biomassa daun lamun, beberapa organisme memakan langsung daun lamun dan beberapa memakan langsung epifit serta serasah lamun yang dikonsumsi sebagai detritus. Keberadaan lamun hanya sekitar 0,15% dari permukaan laut (CharpyRoubaud dan Sournia, 1990 in Duarte dan Chiscano, 1999) dan memberikan produksi primer sedikitnya 1% dari laut secara global (Duarte dan Cebrian, 1996 in Duarte dan Chiscano, 1999). Produksi lamun umumnya dipisahkan menjadi produksi di atas substrat (daun dan stem) dan produksi di bawah substrat (akar dan rhizome) (Short dan Duarte, 2001), yang berkorelasi secara signifikan antara produksi dengan produksi di atas substrat dan produksi di bawah substrat (Hemminga dan Duarte, 2000). Produktivitas rata-rata baik bagian atas maupun bagian bawah lamun memiliki perbedaan nyata antar setiap spesies (Duarte dan Chiscano, 1999; Hemminga dan Duarte, 2000). 2.5. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lamun 2.5.1. Arus Peranan arus dalam pertumbuhan lamun yaitu membantu dalam distribusi nutrien, suhu, dan salinitas di perairan. Arus juga dapat merubah bentuk permukaan substrat secara perlahan yang membawa substrat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini akan menjadi masalah bagi jenis lamun yang berukuran kecil karena dapat menyebabkan lamun terkena sedimentasi dan tidak dapat melakukan fotosintesis. 15 2.5.2. Kedalaman Kedalaman berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun dilihat dari kebutuhan lamun untuk mendapatkan intensitas cahaya yang cukup dalam proses fotosintesis. Kedalaman yang sesuai untuk pertumbuhan lamun tergantung pada intensitas cahaya yang masuk. Kedalaman perairan yang menjadi tempat tumbuhnya lamun adalah daerah pasang surut hingga mencapai kedalaman 90 meter (Larkum et al., 2006). 2.5.3. Suhu Pada daerah tropis, lamun dapat tumbuh pada suhu 28-30 °C (Zimmerman et al., 1987; Phillips dan Menez, 1988; Nybakken 1993 in Zulkifli 2003). Perubahan suhu dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. pengaruh suhu bagi lamun di perairan sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologis, yaitu proses fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologis tersebut akan menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal. 2.5.4. Salinitas Lamun tumbuh pada daerah air asin atau yang memiliki salinitas tinggi, pada daerah subtidal lamun mampu menyesuaikan diri pada salinitas sekitar 35‰, dan juga mampu bertahan pada daerah estuari atau perairan payau. Secara umum, lamun bersifat uerihalin atau memiliki kisaran salinitas yang lebar yaitu berkisar 10-45 ‰. Jika berada pada kondisi hiposalin (<10 ‰) atau hipersalin (>45 ‰), lamun akan mengalami stress dan mati (Hemminga dan Duarte 2000). 16 2.5.5. Kecerahan Proses fotosintesis merupakan hal terpenting dalam pertumbuhan lamun sebagai produsen primer dalam kehidupan laut. Lamun membutuhkan sinar matahari untuk berfotosintesis. Kecerahan perairan mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan. Perairan dengan kecerahan tinggi maka intensitas cahaya yang masuk ke kolom air akan semakin dalam dan jika tingkat kecerahan perairan rendah, intensitas cahaya yang masuk akan dangkal. Faktor yang mempengaruhi kecerahan yaitu kekeruhan atau material tersuspensi, perairan dengan substrat lumpur akan memiliki tingkat kecerahan rendah dan tingkat kekeruhan tinggi. Sebaliknya pada perairan dengan substrat pasir atau batu akan memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dan kekeruhan yang rendah. Pada perairan pantai yang keruh, cahaya menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan lamun. Kurangnya penetrasi cahaya dapat menimbulkan gangguan terhadap produksi primer lamun (Dahuri, 2003). 2.5.6. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut atau dissolved oxigen (DO) merupakan salah satu parameter perairan yang sangat penting bagi pertumbuhan lamun. Oksigen terlarut digunakan untuk respirasi akar dan rhizome lamun, respirasi biota air dan proses nitrifikasi dalam siklus nitrogen di padang lamun (Efriyeldi, 2003).Oksigen terlarut di perairan berasal dari hasil fotosintesis lamun serta difusi dari udara. 2.5.7. Nutrien Nutrien merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan lamun yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Lamun mampu tumbuh dengan subur pada daerah oligotrofik seperti daerah dekat terumbu karang. Seperti halnya 17 tumbuhan produsen primer akuatik lainnya, lamun hanya membutuhkan nutrien yaitu nitrogen dan fosfat (Duarte 1995 in Hogarth 2007). Fiksasi nitrogen pada lamun terjadi pada daun dan di dalam sedimen. Sumber nitrogen yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis lamun tersedia dari kadar anoxia dalam tanah dan keseimbangan proses nitrogen dalam tanah. Sedangkan fosfat diperoleh dari komposisi sedimen atau substrat lamun. Pada daerah sedimen yang mengandung karbonat, seperti sedimen yang mengandung karbonat dari karang, fosfat akan bereaksi dengan karbonat sehingga fosfat bebas menjadi sedikit (Hogarth 2007). 2.5.8. Substrat Substrat merupakan tempat tumbuhnya tanaman yang terkandung mineral organik dan inorganik di dalamnya, pori-pori substrat mengandung air antara (interstitial water) yang mengandung unsur hara. Berdasarkan ukuran, substrat dikelompokkan menjadi kerikil (>2 mm), pasir (0,05-2 mm), lumpur (silt) (0,0020,05 mm) dan lempung (<0,002 mm). substrat yang menjadi tempat hidup lamun adalah lumpur, pasir, karang mati (rubble), campuran dari dua jenis substrat tersebut atau campuran ketiganya (Kiswara dan Azkab, 2000).