CHILING AND FREEZING Bahan pangan hasil pertanian seperti sayur dan buah pada umunya merupakan bahan pangan perriversibel atau mudah rusak. Hal tersebut terjadi karena sayur dan buah memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Kandungan air tersebut dapat memicu aktivitas ezimatis dan mikroorganisme. Sehingga sayur dan buah masa simpannya pendek. Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1997). Untuk meningkatkan masa simpan sayur dan buah dapat dilakukan dengan pengolahan dan pengawetan dengan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis, dan pertumbuhan mikroba. Sehingga bahan pangan tidak mudah rusak. Penyimpanan dingin (chilling) umunya merupakan suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. suhu yang digunakan pada penyimpanan dingin (cilling) yaitu 5oC sampai 10oC. Perubahan-perubahan pada makanan baik yang enzimatis maupun mikrobiologis tidak dapat dicegah, tetapi hanya diperlambat saja (Effendi (2012). Sedangakan penyimpanan beku menurutEffendi (2012) merupakan cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut.mutu atau kualitas bahan pangan dapat dipertahankan karena dengan bekunya sebagian ansungan air bahan pangan dengan terbentuknya es sehingga ketersediaan air menuru, maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan. 1. Wortel Secara umum semua sampel wortel baik itu A1, A2, B1, B2, dan B3 mengalami susut bobot atau penurunan berat. Sampel A1 pada awalnya memiliki berat 57,3 gram, sampel A2 37,7 gram, B1 33 gram, B2 47 gram, dan B3 16 gram. Namun setelah disimpan di dalam rak kulkas (A1, A2, B1 dan B2) dan di dalam freezer (B3) beratnya jadi berkurang. Wortel A1 beratnya 57,2 gram, A2 36,8 gram, B1 31,4 gram, B2 46,6 gram dan B3 15,3 gram. Terjadinya susut bobot pada sampel yang telah dilakuan chilling dan freezing disebabkan karena terjadinya dehidrasi dan pengerutan sel selama pendingan. Sehingga air menguap dan berkurangnya kadar air pada wortel tersebut menyebabkan berkurangnya berat atau susut bobot. 2. Tomat Tomat A1 (plastik berlubang mengalami susut bobot sebesar 2,3 gram, mengalami perubahan warna yang semula berwarna kuning bercak hijau setelah mengalami chilling dengan suhu 10oC warnanya menjadi merah bercak kuning, namun tidak terjadi perubahan pada aroma dan tekstur. Terjadinya perubahan warna pada tomat ini bisa disebabkan oleh aktivitasgas etilen yang tetap bekerja walaupun daam lingkungan dengan suhu yang dingin. Sementara susut bobot terjadi karena dehidrasi dan pengerutan sel selama pendingan. Hal sebaliknya justru terjadi pada tomat B1 dan B2 mengalami kenaikan berat B1 naik 0,9 gram dan B2 naik 4,6 gram. Hal tersebut terjadi karena adanya penyerapan kadar ari dari luar kedalam tomat itu sendiri. Tetapi tidak terjadi perubahan aroma pada kedua sampel tomat. 3. Pisang Pisang A (pisang yang dimasukkan ke dalam plastik berlubang dan disimpan dalam kulkas di bagian rak)mengalami susut bobot sebesar 1,2 gram dari berat awal. Tidak terjadi perubahan aroma dan tekstur, namun terjadi perubahan warna menjadi kuning kehitaman sedikit. Hal tersebut disebut dengan chilling injuring yaitu kerusakan bahan pangan yang terjadi karena sayur atau buah di simpan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimalnya. Pisan B (pisang yang dimasukkan ke dalam plastik berlubang dan di simpan pada suhu ruang) mengalami susut bobot sebanyak 1,3 gram dari berat awal. Hal ini terjadi karena proses respirasi sehingga air dari dalam pisang menguap. Tekstur menjadi lebih lembek sebagai akibat dari proses resprasi. 4. Mentimun Mentimun A (tidak dikemas dalam plastik) mengalami susut bobot, dimana pada hari k-0 memiliki berat 119 gram pada hari k-7 82,8 gram. Tidak ada perubahan aroma, namun secara fisik mentimun A teksturnya lembek dan sangat keriput. Hal tersebut terjadi karena chilling injuring yaitu kerusakan bahan pangan yang terjadi karena sayur atau buah di simpan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimalnya. Sebaliknya mentimun justru mengalami kenaikan bobot, yaitu naik 0,3 dan tapi mentimun C mengalami susut bobot 0,7 gram. Mentimun B dan C tidak mengalami perubahan tekstur, namun warna keduanya menjadi pucat. Hal tersebut merupakan pengaruh dari suhu dingin selama penyimpanan. 5. Daging Sampel daging A1, A2, dan B2mengalami susut bobot, hanya B1yang mengalami kenaikan erat. Tidak ada perubahan yang cukupsignifikan. Hanya dari kesegaraannya daging ayam yang dimasukkan kedalam frezer lebih segar dibanding dengan daging ayam yang di siman di chiler. Hal tersebut terjadi karena pada pegimpanan dingin (chilling) reakri enzimatis dan mikrobiologis masih bisa terjadi namun hanya dihambat saja oleh suhu yang rendah sementara pada penyimpanan beku (freezing) semua reaksi enzimatis dan mikrobiologis tidak dapat terjadi. Sehingga daging ayam akan lebih mudah rusak bila disimpan di chiler dibanding di frezer. Pada hakikatnya penyimpanan bahan pangan seperti buah, sayur, maupun daging memerlukan temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Karena jika disimpan pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur optimumnya dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injuring). Setiap bahan pangan emiliki suhu optimun tersendiri yang memunginkan metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Adapun kondisi optimum untuk buah dan sayur serta daging ayam adalah sebagai berikut: Komoditi Suhu Optimum Wortel 0-1°C Mentimun 7oC Tomat 10-15°C Pisang 11-20oC Daging -2-7°C KESIMPULAN 1. Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satucara pengolahan dan pengawetan bahan pangan untuk mempertahankan kualitasnya. 2. Penyimpangan suhu rendah dapat dilakukan dengan cara chilling dan freezing. 3. Padasuhu rendah kualitas bahan pangan dapat dipertahnkan karena suhu rendah dapat menghambat proses reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis dan aktivitas mikrobilogis yang dapat merusak kualitas bahan pangan tersebut. 4. Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah harus memperhatikan suhu optimumnya agar bahan pangan tidak mengalami chilling injuring. DAFTAR PUSTAKA Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.