1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat.
Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara,
melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, dan tidak
ada negara dalam negara. Didalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu
pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang
tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada
tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu didalam negara
tersebut. Indonesia adalah negara yang menganut sistem desentralisasi dimana
didalam negara kesatuan ini diadakan pembagian daerah, tiap-tiap daerah itu
mendapat organisasi kenegaraan yang tegak sendiri. Pembagian daerah tersebut
misalnya pembagian dalam daerah-daerah baik itu daerah provinsi, daerah
kabupaten dan kota, yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Tiap-tiap daerah mempunyai pemerintah sendiri, yaitu disebut
pemerintah daerah.1
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) menyatakan
bahwa Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
1
Soehino, 1980, Ilmu negara, Liberty, Yogyakarta, h.224.
1
2
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom. Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
memberikan keleluasaan kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah,
dalam menyelenggarakan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam menghadapi
perkembangan baik didalam maupun diluar negeri, serta tantangan global,
dipandang menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang
diwujudkan dengan peraturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional,
serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.2
Daerah
otonom
mempunyai
wewenang
untuk
menyelenggarakan
pemerintahan didaerahnya atas inisiatif dan kebijaksanaan sendiri yang tidak
boleh bertentangan dengan pemerintah pusat. Dimana wewenang untuk
menyelenggarakan pemerintahan tersebut dituangkan dan diatur dalam suatu
produk hukum yaitu peraturan daerah. Peraturan daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Pada saat ini Peraturan Daerah
mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena diberikan landasan
2
H.A.W. Widjaja, 2005, Penyelenggara otonomi di Indonesia, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h.36.
3
konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
“Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan
Daerah berfungsi sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi
daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara dan sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan
daerah. Materi muatan peraturan daerah menyangkut seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung
kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
Salah satu manfaat peraturan daerah yaitu sebagai alat pembangunan
dalam meningkatkan kesejahteraan daerah dan kegiatan pembangunan pada
masing-masing daerah. Kegiatan pembangunan yang dimaksud disini pada
hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam menggali dan mengolah sumber daya
alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi air, udara, tanah dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya. Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Untuk
tercapainya
kesejahteraan
dan
kemakmuran
rakyat
Indonesia
maka
diselenggarakan berbagai macam kegiatan usaha dan produksi yang menunjang
4
pembangunan. Salah satu kegiatan usaha yang menunjang pembangunan di
Indonesia adalah sektor pertambangan.
Usaha
pertambangan
merupakan
kegiatan
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam tambang atau (bahan galian) yang terdapat dalam
bumi Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 angka 1 disebutkan pertambangan
adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam
rangka penelitian,
pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kekayaan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Berdasarkan pengertiannya usaha pertambangan merupakan salah satu
kegiatan pembangunan yang paling mempengaruhi kesejahteraan suatu daerah
yang mana sumber daya alamnya menghasilkan hasil tambang, contohnya batu
bara, minyak bumi, maupun pertambangan batuan. Kegiatan usaha pertambangan
ini merupakan kegiatan dimana hasilnya sangat berlimpah ruah dan bermanfaat
bagi pembangunan apabila dikelola secara baik dan tepat. Dimana di Indonesia ini
salah satu daerah yang menghasilkan hasil tambang adalah berada di Provinsi Bali
yaitu daerah Kabupaten Gianyar yang kegiatan usaha pertambangannya adalah
usaha pertambangan batuan.
Adapun hasilnya yang sangat bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan
daerah, diaturlah kegiatan usaha pertambangan
tersebut sebagai kegiatan pembangunan yang berada dibawah peraturan
perundang-undangan yang artinya kegiatan usaha pertambangan tersebut
dilindungi oleh pemerintah.
5
Setiap daerah yang menghasilkan hasil tambang akan diatur dalam suatu
peraturan daerah, sebagai contoh yaitu daerah Kabupaten Gianyar yang pada
tanggal 18 Juni 2014 mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Pembentukan Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan mengacu
pada peraturan yang dimiliki oleh pemerintah pusat yaitu Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana baru-baru ini pada tanggal
30 September 2014
UU Pemerintahan Daerah tersebut direvisi menjadi UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kaitan itu ada
beberapa perubahan kewenangan-kewenangan antara UU yang lama dan yang
baru, seperti Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 membagi klasifikasi urusan
pemerintahan yang menimbulkan beberapa permasalahan berkaitan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 karena adanya konflik
norma terhadap keberadaan produk hukum pelaksanaannya di daerah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penelitian dengan judul “Implikasi
Pemberlakuan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah terhadap Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan
Di Kabupaten Gianyar” menjadi menarik untuk dikaji.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa permasalahan terkait dengan
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014
6
tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan batuan
di Kabupaten Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan kewenangan pada
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah?
2.
Bagaimana implikasi yuridis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 terhadap kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan yang diatur pada Peraturan
Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014?
1.3
Ruang Lingkup Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi hanya
mengenai implikasi yuridis pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah terhadap kewenangan pemerintah
Kabupaten Gianyar
dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Adapun kaitan yang dibahas
hanya sebatas Implikasi yuridis yang dimaksud berkaitan pula mengenai
keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan batuan di Kabupaten
Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan kewenangan pada Pasal 9 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014.
1.4
Orisinalitas Penelitian
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 2 (dua) skripsi ilmu hukum
terdahulu melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum
7
Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan
untuk menghindari terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini
memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis
maksud adalah :
Tabel Orisinalitas :
No
Judul
1 Konsep Otonomi
Daerah
Berdasarkan
Perkembang
PerundangUndangan
Tentang
Pemerintahan
Daerah Di
Indonesia
2 Problematika
Pasal 150
Peraturan
Daerah Provinsi
Bali No.16 Tahun
2009 Tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah
Provinsi Bali
2009-2029
Terhadap
Nama
Penulis
Ngurah
Agung Rai
Candra
I Made
Ariwidya
Yowana
Rumusan Masalah
Perbedaan
1. Bagaimanakah
kajian teoritis
terhadap prinsip
atau ide konsep
otonomi daerah
yang diterapkan
dalam Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia?
2. Bagaimanakah
prinsip otonomi
daerah
berdasarkan
perkembangan
perundangundangan di
Republik
Indonesia
Tentang
Pemerintahan
Daerah?
1. Bagaimanakah
kekuatan hukum
Peraturan Daerah
Kabupaten
Daerah tingkat II
Badung No.29
Tahun 1995
setelah
ditetapkannya
Peraturan Daerah
Provinsi
Dalam skripsi
ini lebih
mengkaji
secara teoritis
terhadap
prinsip konsep
otonomi
daerah apakah
yang
diterapkan di
Indonesia
sedangkan
penelitian ini
mengacu pada
keberadaan
UU maupun
perda secara
yuridis.
Dalam skripsi
ini lebih
mempertajam
pada
problematika
dalam suatu
produk hukum,
sedangkan
penelitian ini
lebih mengacu
pada
8
No
Judul
Pembangunan di
Kabupaten
Badung
1.5
Nama
Penulis
Rumusan
Masalah
Bali No.16
Tahun 2009?
2. Bagaimanakah
akibat hukum
ditegakkannya
Pasal 150
Peraturan
Daerah Provinsi
Bali No.16
Tahun 2009
tentang
Rencana Tata
Ruang Wilayah
Provinsi Bali
2009-2029
terhadap
pembangunan
di Kabupaten
Badung?
Perbedaan
bagaimana
kewenangan
Pemerintah
Daerah
setelah
berlakunya
UndangUndang
No.23 Tahun
2014 tentang
Pemerintahan
Daerah.
Tujuan Penelitian
Setiap karya tulis ilmiah pada intinya mempunyai suatu tujuan yang ingin
dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Adapun tujuan umum dan
tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang hendak dicapai adalah untuk mengembangkan ilmu
hukum dalam hukum pemerintahan khususnya hukum Pemerintahan Daerah
melalui pemahaman tentang Implikasi Yuridis Pemberlakuan UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Perda Kabupaten Gianyar
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
9
1.5.2
Tujuan Khusus
Adapun dua tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui perihal implikasi yuridis pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan
Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha
Pertambangan Batuan.
2.
Untuk mengetahui keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan
batuan di Kabupaten Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan
kewenangan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
1.6
Manfaat Penelitian
Dalam setiap penulisan skripsi ada manfaat yang dapat diambil dari
penelitian yang dilakukan. Manfaat dalam penulisan skripsi ini terdiri dari
manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
1.6.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat karya ilmiah yang terkait dengan
pengembangan wawasan keilmuan peneliti, masukan bagi pengembang ilmu
hukum dan pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum sehingga manfaat
toritis dari penelitian ini adalah :
10
1. Sebagai upaya pengembangan ilmu dalam bidang ilmu hukum pemerintahan,
khususnya pengkajian terhadap Undang-undang yang mengatur pemerintahan
daerah.
2. Sebagai pedoman untuk lebih memahami mengenai implikasi yuridis
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
1.6.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan membawa manfaat. Manfaat
praktis dari penelitian ini adalah untuk kepentingan penyelesaian studi pada
program Studi Ilmu Hukum, dan mendapat pengalaman yang sangat berharga
untuk menambah pengetahuan dan wawasan, guna menunjang pelaksanaan tugastugas di masa yang akan datang. Manfaat bagi pemerintah yaitu dapat digunakan
sebagai pedoman dalam rangka untuk dapat mengetahui bagaimana implikasi
yuridis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
1.7
Landasan Teoritis
Landasan teori merupakan bagian yang menjadi acuan dalam suatu
penulisan skripsi, dimana akan ada teori-teori atau konsep-konsep yang akan
dibahas. Adapun teori dan konsep yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini
antara lain :
11
1.7.1 Konsep Negara Hukum
Negara Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal
ini berarti Negara Indonesia dalam melaksanakan aktivitas kenegaraannya harus
berlandaskan hukum yang berlaku, atau dengan kata lain bahwa segala tindakan
yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada hukum
yang berlaku, bukan berdasarkan pada kekuasaan. Didalam suatu Negara hukum
maka setiap peraturan yang dibuat harus mencerminkan rasa keadilan dan
kepastian hukum serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
hukum yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Sebagai Negara hukum Negara
Republik Indonesia tidak hanya berperan dan berfungsi sebagai layaknya penjaga
malam atau polisi, melainkan ia juga harus mampu untuk berperan secara aktif
positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yaitu masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dengan semakin banyaknya campur
tangan pemerintah atau Negara dalam berbagai kehidupan masyarakat tersebut,
yang bagi Negara hukum modern (Negara kesejahteraan/ welfare state)3, seperti
Indonesia, jelas harus dilandasi dengan aspek-aspek hukum agar segala sesuatu
tindakan atau perbuatan pemerintah/ negara tersebut tidak menimbulkan konflik
dikemudian hari.
Istilah Negara hukum di Indonesia sering diterjemahkan rechstaat atau
rule of law. Paham negara hukum pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum
3
Muktie Fadjar, 2004, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia,
Bandung, Citra Aditya Bakti, h.5-6.
12
Eropa Kontinental. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum eropa
kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan
dalam peraturan-peraturan yang yang berbentuk undang-undang dan tersusun
secara sistematik didalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”.4 Paham-paham
rechstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti
Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Stahl (1802-1861).5 Paham rule of law
bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common Law sistem ialah
dimana hukum didasarkan atas “putusan-putusan hakim/ pengadilan” sebagai
sumber hukum.6 Konsepsi Negara hukum yang dikemukan oleh Immanuel Kant
ialah mengenai konsep Negara hukum liberal Immanuel Kant mengemukakan
paham Negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada
staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan Negara
diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
masyarakat.7
Dalam konsep Negara hukum semua tindakan pemerintah harus menurut
dan didasarkan atas hukum, begitu pula dengan Negara Republik Indonesia yang
menganut konsep Negara hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan sehingga
kosekwensi lebih lanjutnya maka dalam setiap tindakan pemerintah haruslah
didasarkan atas hukum begitu juga dalam hal penerbitan atau pembuatan suatu
produk hukum baik yang seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
4
R. Abdoel Djamali, 1984, Penghantar Hukum Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h.69.
5
Mariam Budihardjo, 1983, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, cet. Vii, Jakarta,
h.57.
6
R. Abdoel Djamali, op cit, h.71.
7
M Tahir Azhari, 1992, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, h.73-74.
13
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun
2014 tentang Usaha Pengelolaan Pertambangan Batuan. Selain itu juga harus
didasari dengan asas-asas yang berkaitan dengan asas-asas yang berkaitan dengan
pembuatan produk bahan hukum tersebut.
1.7.2 Hierarki Norma (Stuffenbau Theorie)
Teori hukum yang digunakan dalam menata Peraturan Perundangundangan adalah “teori pertanggaan peraturan perundang-undangan” atau
“Theorie Stuffenbau Des Rechts Ordnung”. Ilmu tentang norma-norma hukum
negara sebagaimana dikembangkan oleh Hans Nawiasky, salah seorang murid
Hans Kelsen. Dikemukakan bahwa norma-norma hukum positif negara tersebut
berada dalam tata susunan atau tingkatan dari atas ke bawah sebagai berikut :
a.
Norma fundamental negara (staats fundamental norm) yang isinya ialah
norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau UndangUndang Dasar dari suatu negara.
Aturan dasar negara atau aturan pokok negara (staats grund gesetz).
Norma ini biasanya dituangkan dalam batang tubuh suatu undang-undang
atau konstitusi tertulis.
Undang-undang formal (formell gesetz), ialah norma hukumdalam
Undang-undang dibentuk oleh lembaga tinggi negara presiden dengan
persetujuan lembaga tinggi negara Dewan Perwakilan Rakyat.
Peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom (verordnung dan
autonome satzung).8
b.
c.
d.
Asas prefensi yang dapat dijadikan acuan untuk menyelesaikan ketidak
sesuaian / konflik norma menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut :9
8
A. Hamid S Attamini, 1990, Peranan Keputusan Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia,
h.287-288.
9
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.256.
14
1.
Asas lex superiori derogate legi inferiori; artinya perundang-undangan yang
dibuat aparat pemerintah yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi pula.
2.
Asas lex posterior derogate legi priori; artinya peraturan perundangundangan yang berlaku belakangan mengesampingkan perundang-undangan
yang berlaku lebih dahulu, dalam hal substansi terkait.
3.
Asas lex special derogate lex legi generalis; artinya perundang-undangan
yang mengatur hal-hal khusus mengesampingkan perundang-undangan yang
mengatur substansi secara umum.
1.7.3 Teori Kepastian Hukum
Dalam suatu Negara, hukum mempunyai posisi strategis dan dominan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam upaya
penegakan hukum, para pejabat berwenang maupun aparat penegak hukum
bertitik tolak pada tiga unsur yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Kepastian hukum oleh semua orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum
dalam terjadinya peristiwa kongkrit.10 Penekanan pada kepastian hukum dalam
upaya penegakan hukum memperhatikan norma-norma hukum tertulis dari hukum
positif yang ada.
Indonesia dalam menyelenggarakan negara menganut asas kepastian
hukum sebagai mana yang tertuang dalam Pasal 3 angka 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
10
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.42.
15
dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Dalam penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud
dengan “Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, keputusan, dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggara negara”. Bagi sistem pemerintahan di
Indonesia, asas kepastian sangat penting peranannya demi menjamin perlindungan
hukum bagi pihak administrabele.11 Terdapat bahwa asas kepastian hukum
mengalami pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan atau
mengubahnya atas dasar kerugian yang dirasakan oleh pihak-pihak terkait.
Konsekwensi dari adanya asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah
diperoleh berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun suatu hari baru
diketahui bahwa keputusan itu ternyata salah.
1.7.4 Konsep Otonomi Daerah
Dalam perkembangan di Indonesia otonomi itu selain mengandung arti
“perundangan” (regelling), juga mengandung arti “pemerintah” (bestuur). Oleh
karena itu, dalam membahas desentralisasi berarti secara tidak langsung
membahas pula mengenai otonomi.12 Hal ini disebabkan kedua hal tersebut
merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan, apalagi dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia dengan wilayahnya yang cukup luas dan
jumlah penduduknya yang banyak serta dengan tingkat heterogenetas yang begitu
kompleks, tentu tidak mungkin pemerintah pusat dapat secara efektif menjalankan
fungsi-fungsi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat daerah dan menyerahkan
11
Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, h.78.
12
Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, h.22.
16
beberapa kewenangannya kepada daerah otonomi untuk melaksanakan fungsifungsi pemerintahan dimaksud, salah satunya diperlukan desentralisasi disamping
dekonsentrasi.13
Amrah Muslimin pun melihat bahwa dalam melakukan pemerintahan
secara luas, pemerintahan (dalam arti luas) berpegang pada dua macam asas, yaitu
asas keaslian dan asas kedaerahan. Asas kedaerahan mengandung dua macam
prinsip pemerintahan, yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi.14 Pentingnya
desentralisasi bagi Negara-negara modern merupakan sebagai kebutuhan yang
mutlak dan tidak dapat dihindari dalam rangka efisiensi-efektifitas, pendidikan
politik, stabilitas politik, kesetaraan politik, dan akuntabilitas publik.15
Konsep desentralisasi dikenal bermacam-macam jenis: ada desentralisasi
politik, fungsional, dan kebudayaan.16 Adapun yang membagi desentralisasi
kedalam
dekonsentrasi
dan
desentralisasi
ketatanegaraan.
Desentralisasi
ketatanegaraan dibagi dua yaitu : desentralisasi teritorial dan desentralisasi
fungsional. Desentralisasi teritorial dikenal dua bentuk, yaitu “otonomi” dan
madebewind atau zelfbestuur”.17
Otonomi
mempunyai
makna
kebebasan
atau
kemandirian
(zelfstandingheid), tetapi bukan kemerdekaan (onafhankelijkheid). Kebebasan
yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud kemandirian itu adalah wujud
13
Josef Riwu Kaho,1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Rajawali Pers, Jakarta,
h.33.
14
Amrah Muslimin, 1982, Aspek-aspek Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, h.4.
Syaukani, HR et.el.,2002, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, h.21-31.
16
Juanda, op.cit, h.23.
17
Juanda, loc.cit.
15
17
pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.18 Ditinjau dari
perimbangan pemberian otonomi dan tugas pembantuan kepada kota, desa, atau
daerah yaitu dalam rangka melaksanakan dasar kedaulatan rakyat dan keperluan
setempat yang berlainan. Dasar dari pemberian otonomi bukan sekedar pemecaran
penyelenggaraan pemerintahan untuk
mencapai
efisiensi
dan efektifitas
pemerintahan. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah
daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.
Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efesiensi dalam pelayanan
kepada masyarakat.19
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan tugas ini antara lain
menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya
saing daerah dalam proses pertumbuhan.20 Oleh karena itu, didalam sistem
pemerintahan daerah berdasarkan UUD 1945 berikut peraturan perundangundangan yang pernah berlaku, sendi-sendi atau asas desentralisasi dan otonomi
selalu menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, walau dalam
lingkup substansi dan perwujudannya masih terlihat sedang mencari bentuk serta
mengalami berbagai perkembangan.
1.8
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk dapat
18
Juanda, loc.cit.
H.A.W. Widjaja, op.cit, h.17.
20
H.A.W. Widjaja, loc.cit.
19
18
memahami objek dari skripsi ini, maka digunakanlah suatu pendekatan dan
metode tertentu sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Adapun metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian secara
hukum normatif. Penelitian secara hukum normatif adalah penelitian terhadap
suatu masalah yang didasarkan pada aspek hukum dari masalah yang
bersangkutan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
daerah.21
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan di dalam penelitian yang dilakukan
secara hukum normatif dalam skripsi ini adalah jenis pendekatan yang lebih
mengacu pada jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan
jenis pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach). Jenis
pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan melakukan penelitian
pada Peraturan Perundang-undangan dan mengkajinya secara sistematika.
Peraturan Perundang-undangan tersebut tidak hanya diteliti secara teknis saja,
melainkan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat didalam
peraturan perundang-undangan tersebut.22 Dalam memahami kewenangan21
Amirudin dan H.Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.163.
22
Ibid, h.127.
19
kewenangan pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten,
disini penulis meneliti atau mengkaji sistem Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Usaha Pengelolaan Pertambangan Batuan sebagai
landasan atau dasar hukumnya bagi penulis skripsi ini.
Jenis pendekatan analisis konsep hukum adalah mengkaji serta
menganalisis konsep-konsep hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
Konsep-konsep hukum yang digunakan adalah menerapkan asas-asas hukum,
teori-teori hukum, dan doktrin dari para sarjana serta memilih dan menganalisis
pasal-pasal yang berisikan kaedah-kaedah hukum yang berhubunganan dengan
Pemerintahan Daerah.23
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, karena menggunakan penelitian secara normatif
maka data yang dipergunakan hanyalah sumber bahan hukum sekunder. Sumber
bahan hukum sekunder merupakan sumber bahan hukum yang diperoleh
berdasarkan kajian kepustakaan atau bahan-bahan pustaka.24 Sumber bahan
hukum sekunder ini terdiri dari bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tertier.
1.
Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan
mengikat diantaranya Peraturan Perundang-perundangan yang terkait dengan
pemerintahan daerah. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
23
Ibid, h.123.
Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta , h.12.
24
20
Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
2.
Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil
penelitian, atau pendapat pakar hukum yang berkaitan dengan pemerintahan
daerah.
3.
Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus (hukum), ensiklopedia yang membahas mengenai hukum pemerintahan
daerah.25
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan melakukan studi
dokumen atau studi kepustakaan. Studi dokumen atau studi kepustakaan
dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen atau bahan-bahan sekunder
yang ada dan dilaksanakan dengan memilih bahan-bahan hukum yang relevan
dengan objek penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer, sekunder,
dan
tertier.
Prosedur
pengumpulannya
dilakukan
dengan
menempatkan
kategorisasi hukum terhadap kualifikasi hukum yang ditentukan dalam usulan
penelitian seperti bahan hukum menyangkut pemerintahan daerah.
25
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, op.cit, h.119.
21
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Pengolahan dan analisis bahan hukum pada dasarnya tergantung pada jenis
bahan hukumnya. Didalam skripsi ini penulis menggunakan teknik pengolahan
dan analisis bahan hukum dengan teknik interprestasi. Teknik interprestasi yaitu
penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum, dalam mengolah dan
menganalisis bahan hukum tersebut, tidak bisa terlepas dari berbagai penafsiran
yang dikenal dalam ilmu hukum.
Disini penulis menggunakan teknik penafsiran hukum secara sistematis.
Dimana penelitian ini dilakukan pada peraturan perundangan tertentu atau hukum
tertulis yang tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap
pengertian-pengertian pokok atau dasar dalam hukum.26 Penulis melakukan
identifikasi terhadap beberapa pasal UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Tentu saja pasal yang lebih diidentifikasi adalah pasalpasal yang berkaitan dengan implikasi yuridis terhadap Perda Kabupaten Gianyar
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.
26
Bambang Sunggono, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.96.
Download