1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam negara. Didalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu didalam negara tersebut. Indonesia adalah negara yang menganut sistem desentralisasi dimana didalam negara kesatuan ini diadakan pembagian daerah, tiap-tiap daerah itu mendapat organisasi kenegaraan yang tegak sendiri. Pembagian daerah tersebut misalnya pembagian dalam daerah-daerah baik itu daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tiap-tiap daerah mempunyai pemerintah sendiri, yaitu disebut pemerintah daerah.1 Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara 1 Soehino, 1980, Ilmu negara, Liberty, Yogyakarta, h.224. 1 2 pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dalam menyelenggarakan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam menghadapi perkembangan baik didalam maupun diluar negeri, serta tantangan global, dipandang menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan peraturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.2 Daerah otonom mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan didaerahnya atas inisiatif dan kebijaksanaan sendiri yang tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat. Dimana wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut dituangkan dan diatur dalam suatu produk hukum yaitu peraturan daerah. Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Pada saat ini Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena diberikan landasan 2 H.A.W. Widjaja, 2005, Penyelenggara otonomi di Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.36. 3 konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan Daerah berfungsi sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara dan sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah. Materi muatan peraturan daerah menyangkut seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Salah satu manfaat peraturan daerah yaitu sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah dan kegiatan pembangunan pada masing-masing daerah. Kegiatan pembangunan yang dimaksud disini pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi air, udara, tanah dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka diselenggarakan berbagai macam kegiatan usaha dan produksi yang menunjang 4 pembangunan. Salah satu kegiatan usaha yang menunjang pembangunan di Indonesia adalah sektor pertambangan. Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang atau (bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 angka 1 disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kekayaan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Berdasarkan pengertiannya usaha pertambangan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang paling mempengaruhi kesejahteraan suatu daerah yang mana sumber daya alamnya menghasilkan hasil tambang, contohnya batu bara, minyak bumi, maupun pertambangan batuan. Kegiatan usaha pertambangan ini merupakan kegiatan dimana hasilnya sangat berlimpah ruah dan bermanfaat bagi pembangunan apabila dikelola secara baik dan tepat. Dimana di Indonesia ini salah satu daerah yang menghasilkan hasil tambang adalah berada di Provinsi Bali yaitu daerah Kabupaten Gianyar yang kegiatan usaha pertambangannya adalah usaha pertambangan batuan. Adapun hasilnya yang sangat bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan daerah, diaturlah kegiatan usaha pertambangan tersebut sebagai kegiatan pembangunan yang berada dibawah peraturan perundang-undangan yang artinya kegiatan usaha pertambangan tersebut dilindungi oleh pemerintah. 5 Setiap daerah yang menghasilkan hasil tambang akan diatur dalam suatu peraturan daerah, sebagai contoh yaitu daerah Kabupaten Gianyar yang pada tanggal 18 Juni 2014 mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan mengacu pada peraturan yang dimiliki oleh pemerintah pusat yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana baru-baru ini pada tanggal 30 September 2014 UU Pemerintahan Daerah tersebut direvisi menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kaitan itu ada beberapa perubahan kewenangan-kewenangan antara UU yang lama dan yang baru, seperti Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 membagi klasifikasi urusan pemerintahan yang menimbulkan beberapa permasalahan berkaitan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 karena adanya konflik norma terhadap keberadaan produk hukum pelaksanaannya di daerah. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penelitian dengan judul “Implikasi Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan Di Kabupaten Gianyar” menjadi menarik untuk dikaji. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa permasalahan terkait dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 6 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan batuan di Kabupaten Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan kewenangan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah? 2. Bagaimana implikasi yuridis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan yang diatur pada Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi hanya mengenai implikasi yuridis pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap kewenangan pemerintah Kabupaten Gianyar dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Adapun kaitan yang dibahas hanya sebatas Implikasi yuridis yang dimaksud berkaitan pula mengenai keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan batuan di Kabupaten Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan kewenangan pada Pasal 9 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014. 1.4 Orisinalitas Penelitian Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 2 (dua) skripsi ilmu hukum terdahulu melalui penelusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum 7 Universitas Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan untuk menghindari terjadinya plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini memang hasil karya dan pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis maksud adalah : Tabel Orisinalitas : No Judul 1 Konsep Otonomi Daerah Berdasarkan Perkembang PerundangUndangan Tentang Pemerintahan Daerah Di Indonesia 2 Problematika Pasal 150 Peraturan Daerah Provinsi Bali No.16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029 Terhadap Nama Penulis Ngurah Agung Rai Candra I Made Ariwidya Yowana Rumusan Masalah Perbedaan 1. Bagaimanakah kajian teoritis terhadap prinsip atau ide konsep otonomi daerah yang diterapkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia? 2. Bagaimanakah prinsip otonomi daerah berdasarkan perkembangan perundangundangan di Republik Indonesia Tentang Pemerintahan Daerah? 1. Bagaimanakah kekuatan hukum Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Badung No.29 Tahun 1995 setelah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Dalam skripsi ini lebih mengkaji secara teoritis terhadap prinsip konsep otonomi daerah apakah yang diterapkan di Indonesia sedangkan penelitian ini mengacu pada keberadaan UU maupun perda secara yuridis. Dalam skripsi ini lebih mempertajam pada problematika dalam suatu produk hukum, sedangkan penelitian ini lebih mengacu pada 8 No Judul Pembangunan di Kabupaten Badung 1.5 Nama Penulis Rumusan Masalah Bali No.16 Tahun 2009? 2. Bagaimanakah akibat hukum ditegakkannya Pasal 150 Peraturan Daerah Provinsi Bali No.16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029 terhadap pembangunan di Kabupaten Badung? Perbedaan bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah setelah berlakunya UndangUndang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan Penelitian Setiap karya tulis ilmiah pada intinya mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Adapun tujuan umum dan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan umum yang hendak dicapai adalah untuk mengembangkan ilmu hukum dalam hukum pemerintahan khususnya hukum Pemerintahan Daerah melalui pemahaman tentang Implikasi Yuridis Pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Perda Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 9 1.5.2 Tujuan Khusus Adapun dua tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perihal implikasi yuridis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 2. Untuk mengetahui keberadaan kewenangan pengelolaan usaha pertambangan batuan di Kabupaten Gianyar dikaitkan dengan pembagian urusan kewenangan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 1.6 Manfaat Penelitian Dalam setiap penulisan skripsi ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan. Manfaat dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. 1.6.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yaitu manfaat karya ilmiah yang terkait dengan pengembangan wawasan keilmuan peneliti, masukan bagi pengembang ilmu hukum dan pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum sehingga manfaat toritis dari penelitian ini adalah : 10 1. Sebagai upaya pengembangan ilmu dalam bidang ilmu hukum pemerintahan, khususnya pengkajian terhadap Undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah. 2. Sebagai pedoman untuk lebih memahami mengenai implikasi yuridis Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 1.6.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan membawa manfaat. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk kepentingan penyelesaian studi pada program Studi Ilmu Hukum, dan mendapat pengalaman yang sangat berharga untuk menambah pengetahuan dan wawasan, guna menunjang pelaksanaan tugastugas di masa yang akan datang. Manfaat bagi pemerintah yaitu dapat digunakan sebagai pedoman dalam rangka untuk dapat mengetahui bagaimana implikasi yuridis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 1.7 Landasan Teoritis Landasan teori merupakan bagian yang menjadi acuan dalam suatu penulisan skripsi, dimana akan ada teori-teori atau konsep-konsep yang akan dibahas. Adapun teori dan konsep yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain : 11 1.7.1 Konsep Negara Hukum Negara Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti Negara Indonesia dalam melaksanakan aktivitas kenegaraannya harus berlandaskan hukum yang berlaku, atau dengan kata lain bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada hukum yang berlaku, bukan berdasarkan pada kekuasaan. Didalam suatu Negara hukum maka setiap peraturan yang dibuat harus mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan hukum yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Sebagai Negara hukum Negara Republik Indonesia tidak hanya berperan dan berfungsi sebagai layaknya penjaga malam atau polisi, melainkan ia juga harus mampu untuk berperan secara aktif positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dengan semakin banyaknya campur tangan pemerintah atau Negara dalam berbagai kehidupan masyarakat tersebut, yang bagi Negara hukum modern (Negara kesejahteraan/ welfare state)3, seperti Indonesia, jelas harus dilandasi dengan aspek-aspek hukum agar segala sesuatu tindakan atau perbuatan pemerintah/ negara tersebut tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. Istilah Negara hukum di Indonesia sering diterjemahkan rechstaat atau rule of law. Paham negara hukum pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum 3 Muktie Fadjar, 2004, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, h.5-6. 12 Eropa Kontinental. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum eropa kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik didalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”.4 Paham-paham rechstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Stahl (1802-1861).5 Paham rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common Law sistem ialah dimana hukum didasarkan atas “putusan-putusan hakim/ pengadilan” sebagai sumber hukum.6 Konsepsi Negara hukum yang dikemukan oleh Immanuel Kant ialah mengenai konsep Negara hukum liberal Immanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan Negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.7 Dalam konsep Negara hukum semua tindakan pemerintah harus menurut dan didasarkan atas hukum, begitu pula dengan Negara Republik Indonesia yang menganut konsep Negara hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan sehingga kosekwensi lebih lanjutnya maka dalam setiap tindakan pemerintah haruslah didasarkan atas hukum begitu juga dalam hal penerbitan atau pembuatan suatu produk hukum baik yang seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang 4 R. Abdoel Djamali, 1984, Penghantar Hukum Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.69. 5 Mariam Budihardjo, 1983, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, cet. Vii, Jakarta, h.57. 6 R. Abdoel Djamali, op cit, h.71. 7 M Tahir Azhari, 1992, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, h.73-74. 13 Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Usaha Pengelolaan Pertambangan Batuan. Selain itu juga harus didasari dengan asas-asas yang berkaitan dengan asas-asas yang berkaitan dengan pembuatan produk bahan hukum tersebut. 1.7.2 Hierarki Norma (Stuffenbau Theorie) Teori hukum yang digunakan dalam menata Peraturan Perundangundangan adalah “teori pertanggaan peraturan perundang-undangan” atau “Theorie Stuffenbau Des Rechts Ordnung”. Ilmu tentang norma-norma hukum negara sebagaimana dikembangkan oleh Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen. Dikemukakan bahwa norma-norma hukum positif negara tersebut berada dalam tata susunan atau tingkatan dari atas ke bawah sebagai berikut : a. Norma fundamental negara (staats fundamental norm) yang isinya ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau UndangUndang Dasar dari suatu negara. Aturan dasar negara atau aturan pokok negara (staats grund gesetz). Norma ini biasanya dituangkan dalam batang tubuh suatu undang-undang atau konstitusi tertulis. Undang-undang formal (formell gesetz), ialah norma hukumdalam Undang-undang dibentuk oleh lembaga tinggi negara presiden dengan persetujuan lembaga tinggi negara Dewan Perwakilan Rakyat. Peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom (verordnung dan autonome satzung).8 b. c. d. Asas prefensi yang dapat dijadikan acuan untuk menyelesaikan ketidak sesuaian / konflik norma menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut :9 8 A. Hamid S Attamini, 1990, Peranan Keputusan Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, h.287-288. 9 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.256. 14 1. Asas lex superiori derogate legi inferiori; artinya perundang-undangan yang dibuat aparat pemerintah yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. 2. Asas lex posterior derogate legi priori; artinya peraturan perundangundangan yang berlaku belakangan mengesampingkan perundang-undangan yang berlaku lebih dahulu, dalam hal substansi terkait. 3. Asas lex special derogate lex legi generalis; artinya perundang-undangan yang mengatur hal-hal khusus mengesampingkan perundang-undangan yang mengatur substansi secara umum. 1.7.3 Teori Kepastian Hukum Dalam suatu Negara, hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam upaya penegakan hukum, para pejabat berwenang maupun aparat penegak hukum bertitik tolak pada tiga unsur yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Kepastian hukum oleh semua orang dapat terwujud dengan ditetapkannya hukum dalam terjadinya peristiwa kongkrit.10 Penekanan pada kepastian hukum dalam upaya penegakan hukum memperhatikan norma-norma hukum tertulis dari hukum positif yang ada. Indonesia dalam menyelenggarakan negara menganut asas kepastian hukum sebagai mana yang tertuang dalam Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas 10 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.42. 15 dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Dalam penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan “Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, keputusan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara”. Bagi sistem pemerintahan di Indonesia, asas kepastian sangat penting peranannya demi menjamin perlindungan hukum bagi pihak administrabele.11 Terdapat bahwa asas kepastian hukum mengalami pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan atau mengubahnya atas dasar kerugian yang dirasakan oleh pihak-pihak terkait. Konsekwensi dari adanya asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun suatu hari baru diketahui bahwa keputusan itu ternyata salah. 1.7.4 Konsep Otonomi Daerah Dalam perkembangan di Indonesia otonomi itu selain mengandung arti “perundangan” (regelling), juga mengandung arti “pemerintah” (bestuur). Oleh karena itu, dalam membahas desentralisasi berarti secara tidak langsung membahas pula mengenai otonomi.12 Hal ini disebabkan kedua hal tersebut merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan, apalagi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia dengan wilayahnya yang cukup luas dan jumlah penduduknya yang banyak serta dengan tingkat heterogenetas yang begitu kompleks, tentu tidak mungkin pemerintah pusat dapat secara efektif menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat daerah dan menyerahkan 11 Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.78. 12 Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, h.22. 16 beberapa kewenangannya kepada daerah otonomi untuk melaksanakan fungsifungsi pemerintahan dimaksud, salah satunya diperlukan desentralisasi disamping dekonsentrasi.13 Amrah Muslimin pun melihat bahwa dalam melakukan pemerintahan secara luas, pemerintahan (dalam arti luas) berpegang pada dua macam asas, yaitu asas keaslian dan asas kedaerahan. Asas kedaerahan mengandung dua macam prinsip pemerintahan, yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi.14 Pentingnya desentralisasi bagi Negara-negara modern merupakan sebagai kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindari dalam rangka efisiensi-efektifitas, pendidikan politik, stabilitas politik, kesetaraan politik, dan akuntabilitas publik.15 Konsep desentralisasi dikenal bermacam-macam jenis: ada desentralisasi politik, fungsional, dan kebudayaan.16 Adapun yang membagi desentralisasi kedalam dekonsentrasi dan desentralisasi ketatanegaraan. Desentralisasi ketatanegaraan dibagi dua yaitu : desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial dikenal dua bentuk, yaitu “otonomi” dan madebewind atau zelfbestuur”.17 Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian (zelfstandingheid), tetapi bukan kemerdekaan (onafhankelijkheid). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud kemandirian itu adalah wujud 13 Josef Riwu Kaho,1991, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Rajawali Pers, Jakarta, h.33. 14 Amrah Muslimin, 1982, Aspek-aspek Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, h.4. Syaukani, HR et.el.,2002, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.21-31. 16 Juanda, op.cit, h.23. 17 Juanda, loc.cit. 15 17 pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.18 Ditinjau dari perimbangan pemberian otonomi dan tugas pembantuan kepada kota, desa, atau daerah yaitu dalam rangka melaksanakan dasar kedaulatan rakyat dan keperluan setempat yang berlainan. Dasar dari pemberian otonomi bukan sekedar pemecaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pemerintahan. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efesiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.19 Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan tugas ini antara lain menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.20 Oleh karena itu, didalam sistem pemerintahan daerah berdasarkan UUD 1945 berikut peraturan perundangundangan yang pernah berlaku, sendi-sendi atau asas desentralisasi dan otonomi selalu menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, walau dalam lingkup substansi dan perwujudannya masih terlihat sedang mencari bentuk serta mengalami berbagai perkembangan. 1.8 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk dapat 18 Juanda, loc.cit. H.A.W. Widjaja, op.cit, h.17. 20 H.A.W. Widjaja, loc.cit. 19 18 memahami objek dari skripsi ini, maka digunakanlah suatu pendekatan dan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian secara hukum normatif. Penelitian secara hukum normatif adalah penelitian terhadap suatu masalah yang didasarkan pada aspek hukum dari masalah yang bersangkutan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berkaitan tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.21 1.8.2 Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan di dalam penelitian yang dilakukan secara hukum normatif dalam skripsi ini adalah jenis pendekatan yang lebih mengacu pada jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan jenis pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach). Jenis pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan melakukan penelitian pada Peraturan Perundang-undangan dan mengkajinya secara sistematika. Peraturan Perundang-undangan tersebut tidak hanya diteliti secara teknis saja, melainkan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan tersebut.22 Dalam memahami kewenangan21 Amirudin dan H.Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.163. 22 Ibid, h.127. 19 kewenangan pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten, disini penulis meneliti atau mengkaji sistem Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Usaha Pengelolaan Pertambangan Batuan sebagai landasan atau dasar hukumnya bagi penulis skripsi ini. Jenis pendekatan analisis konsep hukum adalah mengkaji serta menganalisis konsep-konsep hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Konsep-konsep hukum yang digunakan adalah menerapkan asas-asas hukum, teori-teori hukum, dan doktrin dari para sarjana serta memilih dan menganalisis pasal-pasal yang berisikan kaedah-kaedah hukum yang berhubunganan dengan Pemerintahan Daerah.23 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian ini, karena menggunakan penelitian secara normatif maka data yang dipergunakan hanyalah sumber bahan hukum sekunder. Sumber bahan hukum sekunder merupakan sumber bahan hukum yang diperoleh berdasarkan kajian kepustakaan atau bahan-bahan pustaka.24 Sumber bahan hukum sekunder ini terdiri dari bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tertier. 1. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat diantaranya Peraturan Perundang-perundangan yang terkait dengan pemerintahan daerah. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 23 Ibid, h.123. Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta , h.12. 24 20 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum yang berkaitan dengan pemerintahan daerah. 3. Bahan hukum tertier Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia yang membahas mengenai hukum pemerintahan daerah.25 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan melakukan studi dokumen atau studi kepustakaan. Studi dokumen atau studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen atau bahan-bahan sekunder yang ada dan dilaksanakan dengan memilih bahan-bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Prosedur pengumpulannya dilakukan dengan menempatkan kategorisasi hukum terhadap kualifikasi hukum yang ditentukan dalam usulan penelitian seperti bahan hukum menyangkut pemerintahan daerah. 25 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, op.cit, h.119. 21 1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Pengolahan dan analisis bahan hukum pada dasarnya tergantung pada jenis bahan hukumnya. Didalam skripsi ini penulis menggunakan teknik pengolahan dan analisis bahan hukum dengan teknik interprestasi. Teknik interprestasi yaitu penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum, dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut, tidak bisa terlepas dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. Disini penulis menggunakan teknik penafsiran hukum secara sistematis. Dimana penelitian ini dilakukan pada peraturan perundangan tertentu atau hukum tertulis yang tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok atau dasar dalam hukum.26 Penulis melakukan identifikasi terhadap beberapa pasal UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tentu saja pasal yang lebih diidentifikasi adalah pasalpasal yang berkaitan dengan implikasi yuridis terhadap Perda Kabupaten Gianyar Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. 26 Bambang Sunggono, 2003, Metodelogi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.96.