makalah landasan filosofi dan asas-asas filosofis kajian kurikulum

advertisement
MAKALAH LANDASAN FILOSOFI
DAN ASAS-ASAS FILOSOFIS
KAJIAN KURIKULUM DAN BUKU TEKS AKUNTANSI
DISUSUN OLEH :
Ika Budiarti
09403244
Rizki Ngesti Wayah
09403244016
Andika A
09403244
Ika M.
09403244
PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek
kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung
terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian
manusia. Pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia.
Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkan. Kurikulum sebagai
rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh
kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan
kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan.
Penyusunan kurikulum membutuhkan asas-asas dan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Para pemegang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang
apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan
kurikulum yang tidak menentu. Oleh karena itu Disini akan dijelaskan tentang
landasan dan asas-asas filosofis tentang kurikulum pendidikan di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana landasan filosofis dalam pendidikan?
2. Apa saja yang aliran filosofi yang terdapat dalam asas-asas kurikulum?
3. Apakah kegunaan filsafat pendidikan?
4. Bagaimana filsafat pendidikan yang diterapkan di Indonesia?
5. Seperti apa Pancasila sebagai dasar pendidikan di Indonesia?
6. Apa tujuan pendidikan di Indonesia?
2
C. TUJUAN
1. Mengetahui landasan filosofis dalam pendidikan.
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis aliran filosofi yang terdapat
dalam asas-asas kurikulum.
3. Mengetahui kegunaan filsafat pendidikan.
4. Mengetahui dan memahami filsafat pendidikan yang diterapkan di
Indonesia.
5. Mengetahui kedudukan Pancasila sebagai dasar pendidikan di Indonesia.
6. Mengetahu tujuan pendidikan di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN FILOSOFI
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang
cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Kurikulum sangat penting, oleh karena itu tidak dapat
dikerjakan
secara
sembarangan.
Ada
beberapa
landasan
utama
dalam
pengembangan suatu kurikulum yaitu landasan filosofi, landasan psikologi,
landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Secara harfiah filosofi berarti “cinta akan kebijakan”. Orang belajar
filosofi agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Secara
akademik, filosofi adalah upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu
pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semeta dan kedudukan
manusia di dalamnya. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia,
berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan
mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Ada tiga cabang besar
filosofi, yaitu metafisika yang membahas segala yang ada dalam alam ini,
epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi yag membahas nilai.
Filosofi membahas segala permasalah yang dihadapi oleh manusia
termasuk masalah pendidikan yang disebut filosofi pendidikan. Dalam hal ini,
salah satu pandangan tentang filosofi pendidikan yaitu dari pandangan John
Dewey.
1. Dasar-Dasar Filosofi Dewey
Ciri utama filosofi Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu
berubah, mengalir, atau on going-ness. Filosofi ini lebih berkenaan dengan
epistemologi dan tekanannya kepada proses berpikir yang merupakan satu
4
dengan pemecahan yang bersiat tentatif, antara ide dengan fakta, antara
hipotesis engan kejadian hasil. Dewey sangat menghargai peranan
pengalaman karena merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan.
Pengalaman selain merupakan sumber dari pengetahuan, juga sumber dari
nilai. Tujuan perkembangan manusia adalah self realization yang berarti
sesuatu yang konkret bersifat empiris tidak dapat dipisahkan dari pengalaman
dan lingkungan.
2. Teori Pendidikan Dewey
Bagi Dewey, Education is Growth, Development, and Life. Ini berarti
proses pendidikan itu mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam
pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan reorganisasi dan rekonstruksi
yang konstan dari pengalaman. Pada setiap saat ada tujuan perbuatan
pendidikan
selalu
ditujukan
untuk
mencapai
tujuan.
Setiap
fase
perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak, masa pemuda, dan masa
dewasa semuanya merupakan fase pendidikan. Semua yang dipelajari pada
fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman.
Pendidikan
merupakan
suatu
lembaga
yang
konstruktif
untuk
memperbaiki masyarakat. Realisasi pendidikan dalam bentuk perkembangan
bukan hanya perkembangan anak dan pemuda, melainkan juga perkembangan
masyarakat. Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai satu kehidupan
yang demokratis bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup
bersama sebagai way of life.
Untuk mengetahui bagaimanakah proses belajar terjadi pada anak, baiklah
kita lihat bagaimana syarat-syarat untuk tumbuh. Pendidikan sama dengan
pertumbuhan.
Syarat
pertumbuhan
adalah
adanya
kebelumdewasaan
(immaturity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity ada 2
sifat. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan
sosial dan ini akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan sosial.
Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk berubah, ini juga
berarti habitat yaitu kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai
alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif mengubah lingkaungan. John
5
Dewey menganggap bahwa proses belajar dimulai sejak lahir dan berakhir
pada saat kematian.
Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Aktif berarti berusaha, mencoba,
dan mengubah. Pasif berarti menerima dan mengikuti saja. Belajar dari
pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan
pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Pengalaman yang efektif adalah
pengalaman reflektif. Ada lima langkah berfikir reflektif menurut Dewey,
yaitu:
a. Merasakan keraguan dan kebingungan yang menimbulkan masalah.
b. Mengadakan interprestasi tentatif (merumuskan hipotesis)
c. Mengadakan penelitain/pengumpulan data yang cermat
d. Memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif
e. Hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat
Dalam
penyusunan
bahan
ajaran
menurut
Dewey
hendaknya
memperhatikan: bahan ajar hendaknya konkret dan pengetahuan yang telah
diperoleh sebagai hasil belajar hendaknya ditempatkan dalam kedudukan
yang berarti. Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan,
harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat, dan harus memberikan
rangsangan pada anak untuk bereksperimen.
Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus yang memiliki fungsi-fungsi,
antara lain:
a. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan.
b. Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik.
c. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam
lingkungan.
B. ASAS-ASAS FILOSOFIS
Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam – dalamnya, yakni sampai
akarnya tentang hakikat sesuatu. Kini terdapat beberapa aliran filsafat yakni :
6
1. Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau “perennial” yang
ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang
dihimpun dalam The Great Books atau Buku Agung. Kurikulum yang
diinginkan aliran ini terdiri atas subjek atau mata pelajaran yang terpisah
sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS.
2. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari atas, dari dunia
supranatural dari Tuhan. Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang
berorientasi religius.
3. Aliran Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui
pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam.
Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar
menaruh minat terhadap pelajaran akademis.
4. Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan
berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan
pengalamannya.
Aliran
pragmatisme
sering
sejalan
dengan
aliran
rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada pada
garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat.
5. Aliran Eksistensialime
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa
yang baik dan benar. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik
anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak
otoritas orang lain.
1. KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar
manfaatnya bagi kurikulum yakni :
7
1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus
dibentuk.
3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan itu
4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepaslepas.
5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah tercapai
6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila
jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
2. FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA
Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh
filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara.
Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak sistem
pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita, yaitu
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN
Dalam Undang-Undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah, bab III pasal 4, tercantum :
“Pendidikan dan Pengajaran berasarkan asas –asas yang termaktub
dalam Pancasila, Undang – undang dasar Negara Republik Indonesia dan atas
kebudayaan kebangasaan Indonesia”. Asas-asas itu sebaiknya diwujudkan dalam
pendidikan di sekolah maupun di luar rumah.
8
Sila Ke-Tuhananan yang Maha Esa
Menurut ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan
“Ekaprasetia Pancakarsa”, menjelaskan tentang uraian kelima pasal dalam
Pancasila. Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa yaitu :
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan
hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Sila Kemanusiaan yangAdil dan Beradab
Nasionalisme
yang
melewati
batas,
yakni
"chauvinisme"
dapat
mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang
rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering
menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerjasama antarbangsa
rnenjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari
permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan
menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha
memelihara perdamaian dunia. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan
sebagai berikut :
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. (Tak) semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
9
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Sila Persatuan Indonesia
Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air
kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting
dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan
syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita
diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sila
Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut :
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan
Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. CintaTanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka
Tunggal Ika.
Sila
Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan Perwakilan.
Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga
negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia
mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan
untuk dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau
ekonomis, melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Sila ini selanjutnya
diuraikan sebagai berikut :
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada oranglain.
10
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan tanggung jawab menerima dan melaksanakan.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup.
Setiap orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang
cukup, pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumahsendiri, menyekolahkan
anak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan
menikmati hari tua yang tenang. Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut :
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersikap boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
11
4. TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
DalamTap. MPRNo.II /MPR/ 1988 tentangGBHN tercantum: “Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti Iuhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.”
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan
Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3 mengatakan:
1. Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang
ber-Pancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dari rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas
dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tenggangrasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2. Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi
Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan
unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada
Generasi Muda.
Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih lanjut
dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu jenis
sekolah tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional urnum ialah agar
lulusannya:
a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat
lahir dan batin.
b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari
pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkatPertarna.
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang
lebih tinggi.
12
d. Memiliki
bekal
untuk
terjun
kemasyarakat
dengan
mengambil
keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan
minatnya dan kebutuhan masyarakat.
Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan
yang ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai
penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih
kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh
tiap tingkatan dan jenis sekolah.
5. BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA
Tahun 1859, Herbert Spencer menganjurkan hal-hal berikut untuk
menjawab pertanyaan penting seperti pengetahuan apa yang paling berharga.
a. Self preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan
hidup.
b. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan hidup dengan melakukan pekerjaan.
c. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung
jawab atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.
d. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara
hubungan baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajiannya terhadap
negara.
e. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk
menikmatinya dengan kegiatan-kegiatan yangn menyenangkan.
Hal-hal yang dikemukan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah abad
yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum.
13
Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal
Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut:
a. Health (kesehatan).
b. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan
fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung).
c. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga).
d. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan).
e. Citizenshop (kewarganegaraan).
f. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara
bermanfaat).
g. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan).
Tujuan pendidikan menurut Educational Policies Commission (1938):
a. Self realization, perwujudan pribadi.
b. Human relationship, hubungan antar manusia.
c. Economic efficiency, efisiensi ekonomi.
d. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara.
Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan
perbandingan dengan kurikulum kita.
14
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang mempunyai kedudukan
yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu
kurikulum, yaitu landasan filosofis (filsafat) yaitu pendidikan yang berintikan
interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik untuk mencapai
tujuan pendidikan. Ada tiga cabang besar filsafat, yaitu metafisika yang
membahas segala yang ada dalam ala mini, epistemologi yang membahas
kebenaran dan aksiologi yang membahas nilai. landasan psikologis yaitu, proses
pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, antara peserta didik dengan
pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Kondisi
psikologis merupakan karakteristik psiko-phisik seseorang sebagai individu, yang
dinyatakan
dalam
berbagai
bentuk
perilaku
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya. Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan
tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan
faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya serta bergantung pada konteks,
peranan, dan status individu di antara individu-individu yang lainnya. landasan
sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi akan dibahas pada bab
selanjutnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Nana S., Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1997.
16
Download