MAKALAH LANDASAN FILOSOFI DAN ASAS-ASAS FILOSOFIS KAJIAN KURIKULUM DAN BUKU TEKS AKUNTANSI DISUSUN OLEH : Ika Budiarti 09403244 Rizki Ngesti Wayah 09403244016 Andika A 09403244 Ika M. 09403244 PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2011 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkan. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan asas-asas dan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Para pemegang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak menentu. Oleh karena itu Disini akan dijelaskan tentang landasan dan asas-asas filosofis tentang kurikulum pendidikan di Indonesia. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana landasan filosofis dalam pendidikan? 2. Apa saja yang aliran filosofi yang terdapat dalam asas-asas kurikulum? 3. Apakah kegunaan filsafat pendidikan? 4. Bagaimana filsafat pendidikan yang diterapkan di Indonesia? 5. Seperti apa Pancasila sebagai dasar pendidikan di Indonesia? 6. Apa tujuan pendidikan di Indonesia? 2 C. TUJUAN 1. Mengetahui landasan filosofis dalam pendidikan. 2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis aliran filosofi yang terdapat dalam asas-asas kurikulum. 3. Mengetahui kegunaan filsafat pendidikan. 4. Mengetahui dan memahami filsafat pendidikan yang diterapkan di Indonesia. 5. Mengetahui kedudukan Pancasila sebagai dasar pendidikan di Indonesia. 6. Mengetahu tujuan pendidikan di Indonesia. 3 BAB II PEMBAHASAN A. LANDASAN FILOSOFI Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kurikulum sangat penting, oleh karena itu tidak dapat dikerjakan secara sembarangan. Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum yaitu landasan filosofi, landasan psikologi, landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi. Secara harfiah filosofi berarti “cinta akan kebijakan”. Orang belajar filosofi agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Secara akademik, filosofi adalah upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semeta dan kedudukan manusia di dalamnya. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Ada tiga cabang besar filosofi, yaitu metafisika yang membahas segala yang ada dalam alam ini, epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi yag membahas nilai. Filosofi membahas segala permasalah yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah pendidikan yang disebut filosofi pendidikan. Dalam hal ini, salah satu pandangan tentang filosofi pendidikan yaitu dari pandangan John Dewey. 1. Dasar-Dasar Filosofi Dewey Ciri utama filosofi Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu berubah, mengalir, atau on going-ness. Filosofi ini lebih berkenaan dengan epistemologi dan tekanannya kepada proses berpikir yang merupakan satu 4 dengan pemecahan yang bersiat tentatif, antara ide dengan fakta, antara hipotesis engan kejadian hasil. Dewey sangat menghargai peranan pengalaman karena merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan. Pengalaman selain merupakan sumber dari pengetahuan, juga sumber dari nilai. Tujuan perkembangan manusia adalah self realization yang berarti sesuatu yang konkret bersifat empiris tidak dapat dipisahkan dari pengalaman dan lingkungan. 2. Teori Pendidikan Dewey Bagi Dewey, Education is Growth, Development, and Life. Ini berarti proses pendidikan itu mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan reorganisasi dan rekonstruksi yang konstan dari pengalaman. Pada setiap saat ada tujuan perbuatan pendidikan selalu ditujukan untuk mencapai tujuan. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak, masa pemuda, dan masa dewasa semuanya merupakan fase pendidikan. Semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman. Pendidikan merupakan suatu lembaga yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat. Realisasi pendidikan dalam bentuk perkembangan bukan hanya perkembangan anak dan pemuda, melainkan juga perkembangan masyarakat. Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai satu kehidupan yang demokratis bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama sebagai way of life. Untuk mengetahui bagaimanakah proses belajar terjadi pada anak, baiklah kita lihat bagaimana syarat-syarat untuk tumbuh. Pendidikan sama dengan pertumbuhan. Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelumdewasaan (immaturity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity ada 2 sifat. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial dan ini akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan sosial. Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk berubah, ini juga berarti habitat yaitu kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif mengubah lingkaungan. John 5 Dewey menganggap bahwa proses belajar dimulai sejak lahir dan berakhir pada saat kematian. Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Aktif berarti berusaha, mencoba, dan mengubah. Pasif berarti menerima dan mengikuti saja. Belajar dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Pengalaman yang efektif adalah pengalaman reflektif. Ada lima langkah berfikir reflektif menurut Dewey, yaitu: a. Merasakan keraguan dan kebingungan yang menimbulkan masalah. b. Mengadakan interprestasi tentatif (merumuskan hipotesis) c. Mengadakan penelitain/pengumpulan data yang cermat d. Memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif e. Hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat Dalam penyusunan bahan ajaran menurut Dewey hendaknya memperhatikan: bahan ajar hendaknya konkret dan pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti. Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat, dan harus memberikan rangsangan pada anak untuk bereksperimen. Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus yang memiliki fungsi-fungsi, antara lain: a. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan. b. Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. c. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. B. ASAS-ASAS FILOSOFIS Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam – dalamnya, yakni sampai akarnya tentang hakikat sesuatu. Kini terdapat beberapa aliran filsafat yakni : 6 1. Aliran Perennialisme Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau “perennial” yang ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam The Great Books atau Buku Agung. Kurikulum yang diinginkan aliran ini terdiri atas subjek atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. 2. Aliran Idealisme Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari atas, dari dunia supranatural dari Tuhan. Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. 3. Aliran Realisme Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis. 4. Aliran Pragmatisme Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat. 5. Aliran Eksistensialime Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. 1. KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya bagi kurikulum yakni : 7 1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. 2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk. 3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu 4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepaslepas. 5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai 6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai. 2. FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. 3. PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN Dalam Undang-Undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, bab III pasal 4, tercantum : “Pendidikan dan Pengajaran berasarkan asas –asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang – undang dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangasaan Indonesia”. Asas-asas itu sebaiknya diwujudkan dalam pendidikan di sekolah maupun di luar rumah. 8 Sila Ke-Tuhananan yang Maha Esa Menurut ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”, menjelaskan tentang uraian kelima pasal dalam Pancasila. Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa yaitu : a. Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan hidup. c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. Sila Kemanusiaan yangAdil dan Beradab Nasionalisme yang melewati batas, yakni "chauvinisme" dapat mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerjasama antarbangsa rnenjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan sebagai berikut : 1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. 2. Saling mencintai sesama manusia. 3. Mengembangkan sikap tenggang rasa. 4. (Tak) semena-mena terhadap orang lain. 5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. 9 6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 7. Berani membela kebenaran dan keadilan. 8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. Sila Persatuan Indonesia Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sila Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut : 1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. 3. CintaTanah Air dan Bangsa. 4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia. 5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan untuk dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau ekonomis, melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Sila ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut : 1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. 2. Tidak memaksakan kehendak kepada oranglain. 10 3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. 5. Dengan itikad baik dan tanggung jawab menerima dan melaksanakan. 6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup. Setiap orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang cukup, pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumahsendiri, menyekolahkan anak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan menikmati hari tua yang tenang. Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut : 1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. 2. Bersikap adil. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak-hak orang lain. 5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. 6. Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain. 7. Tidak bersikap boros. 8. Tidak bergaya hidup mewah. 9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. 10. Suka bekerja keras. 11. Menghargai hasil karya orang lain. 12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. 11 4. TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DalamTap. MPRNo.II /MPR/ 1988 tentangGBHN tercantum: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti Iuhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.” Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3 mengatakan: 1. Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dari rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggangrasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. 2. Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda. Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih lanjut dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu jenis sekolah tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional urnum ialah agar lulusannya: a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir dan batin. b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkatPertarna. c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi. 12 d. Memiliki bekal untuk terjun kemasyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan kebutuhan masyarakat. Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh tiap tingkatan dan jenis sekolah. 5. BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA Tahun 1859, Herbert Spencer menganjurkan hal-hal berikut untuk menjawab pertanyaan penting seperti pengetahuan apa yang paling berharga. a. Self preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan hidup. b. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan pekerjaan. c. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung jawab atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga. d. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara hubungan baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajiannya terhadap negara. e. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk menikmatinya dengan kegiatan-kegiatan yangn menyenangkan. Hal-hal yang dikemukan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah abad yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. 13 Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut: a. Health (kesehatan). b. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung). c. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga). d. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan). e. Citizenshop (kewarganegaraan). f. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara bermanfaat). g. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan). Tujuan pendidikan menurut Educational Policies Commission (1938): a. Self realization, perwujudan pribadi. b. Human relationship, hubungan antar manusia. c. Economic efficiency, efisiensi ekonomi. d. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara. Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan perbandingan dengan kurikulum kita. 14 BAB III PENUTUP SIMPULAN Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofis (filsafat) yaitu pendidikan yang berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga cabang besar filsafat, yaitu metafisika yang membahas segala yang ada dalam ala mini, epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi yang membahas nilai. landasan psikologis yaitu, proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-phisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya serta bergantung pada konteks, peranan, dan status individu di antara individu-individu yang lainnya. landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi akan dibahas pada bab selanjutnya. 15 DAFTAR PUSTAKA Sukmadinata, Nana S., Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997. 16