1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan yang tidak normal akibat hilangnya mekanisme kontrol sel. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya mekanisme kontrol sel tersebut di antaranya virus dan beberapa proses fisika dan kimia termasuk reaksi radikal bebas. Akibat adanya serangan dari faktor-faktor tersebut, suatu sel normal dapat mengalami transformasi menjadi sel kanker. Sel kanker yang terbentuk dapat membelah diri dan selanjutnya membentuk sel kanker yang lain (Rina dan Udin, 2010). Di Amerika Serikat, setiap tahunnya dijumpai 1.000.000 kasus baru kanker ganas dengan mortalitas sebesar 22% (Pasaribu, 2006). Data yang didapatkan dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008 menyatakan estimasi insiden kanker payudara di Indonesia mencapai 26 per 100.000 wanita (Chandra, 2009). Pengobatan penyakit kanker sering dilakukan dengan operasi, pembedahan, penyinaran atau radiasi, kemoterapi serta yang sekarang berkembang adalah imunoterapi. Pengobatan ini ditujukan untuk membunuh sel-sel kanker sehingga tidak dapat berkembang dan membahayakan tubuh. Mengingat mahalnya biaya pengobatan, perlu dicari pengobatan alternatif dengan memanfaatkan tanaman obat (Djajanegara dan Wahyudi, 2009). Srikaya merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sumber pengobatan. Rahayu (1993) menyebutkan bahwa hasil pengujian fitokimia ekstrak heksan, kloroform dan metanol dari seluruh bagian tanaman srikaya memberikan reaksi positif terhadap adanya senyawa fenol terutama pada bunga, akar, dan kulit batang. Djajanegara (2009) menyatakan bahwa ekstrak etanol 70% dan fraksi kloroform daun srikaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 sebesar 7,6948 µg/mL untuk ekstrak etanol dan 4,5467 µg/mL untuk fraksi 1 2 kloroform. Tanaman ini mengandung beberapa senyawa aktif, antara lain flavonoid, borneol, camphor, alkaloid, terpen, saponin, tannin, polifenol, dan senyawa poliketida. Ekstrak etanol biji srikaya yang difraksinasi menggunakan petroleum eter, kloroform, dan butanol terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik yang di dalamnya terkandung senyawa aktif asetogenin (Yang et al., 2008). Penyelidikan menunjukkan bahwa senyawa-senyawa asetogenin, 2,4-cis-mosinon A, 2,4-trans-mosinon A, anoretikuin-9-on, mosin B, dan mosin C, memperlihatkan aktivitas sitotoksik yang selektif terhadap sel tumor pankreas manusia, PACA-2, masing-masing 10-100 kali lebih besar dibandingkan dengan adriamisin (Hoop et al., 1997). Penelitian-penelitian sebelumnya pada bagian-bagian tanaman srikaya seperti buah, daun dan biji yang menunjukkan adanya aktivitas antikanker. Kulit batang diharapkan memiliki aktivitas antikanker karena dimungkinkan memiliki kandungan kimia yang sama dengan bagian lain dari tanaman srikaya. Oleh karena itu dalam penelitian ini diteliti mengenai aktivitas sitotoksik ekstrak etanol kulit batang srikaya terhadap sel kanker payudara T47D. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan : 1. Apakah ekstrak etanol kulit batang srikaya (Annona squamosa L.) mempunyai efek sitotoksik terhadap sel T47D? 2. Golongan senyawa kimia apakah yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang srikaya (Annona squamosa L.) tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan pada penelitian ini adalah: 1. Menentukan aktivitas sitotoksik ekstrak etanol kulit batang srikaya ( Annona squamosa L. ) terhadap sel T47D dengan menentukan IC50nya menggunakan metode MTT assay. 3 2. Mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang srikaya ( Annona squamosa L. ) menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Srikaya (Annona squamosa Linn) a. Klasifikasi Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Anak kelas : Magnoliidae Bangsa : Magnoliales Suku : Annonaceae Marga : Annona Jenis : Annona squamosa L. ( Cronquist, 1981 ) b. Nama Daerah Annona squamosa L. (Famili Annonaceae) di Indonesia umumnya dikenal dengan nama srikaya. Di samping itu tumbuhan ini dikenal pula dengan nama daerah seperti, seperti delima bintang, serba bintang (Aceh), delima srikaya (Melayu), seraikaya (Lampung), sarikaya (Sunda), serkaya, surikaya (Jawa), sarkaya, serekaya, sirikaya (Madura,Gorontalo,Buru), ata (Timor), sirkaya (Bali), srikaya kebo (Sumbawa), nagametawata (Sumba), garoso (Bima), atis (Sulawesi utara, Ternate, Tidore), atisi dan hirikaya (Halmahera) (Achmad et al., 2007). c. Morfologi Tumbuhan Batang dari tanaman srikaya berkayu dan keras. Daunnya berbentuk elliptis, memanjang sampai bentuk lanset tumpul dengan ukuran 6-17 x 2,5-7,5 cm bagian tepi rata. Bunganya 1-2 berhadapan atau di samping daun, dan kelopaknya berbentuk segitiga waktu kuncup bersambung secara tutup. Mahkota terluar berdaging tebal. Panjang 2-2,5. Warnanya putih kekuningan. Daun mahkota yang terdalam sangat 4 kecil kadang-kadang tidak tampak, dasar bunga dipertinggi, benang sari banyak dan berwarna putih. Penghubung ruang sari diperpanjang dan melebar menutupi ruang sarinya. Bakal buahnya banyak berwarna ungu tua. Kepala putik duduk, melekat jadi satu dan mudah rontok. Buahnya majemuk, berbentuk bola dengan diameter 5-10 cm. Anak buah dengan ujung yang melengkung, pada waktu masak akan melepaskan diri satu dengan yang lain. Daging buah berwarna putih. Buah yang telah masak mengandung biji yang berkulit keras dan berwarna hitam mengkilap dengan ukuran 0,5-1,5 cm. Akar serabut, banyak rambut akar (Steenis, 1981). d. Kegunaan Tanaman srikaya telah lama digunakan untuk pengobatan. Daun srikaya secara tradisional di Indonesia digunakan untuk mengatasi encok, batuk, salesma, demam, rematik, gangguan saluran pencernaan seperti diare, disentri, dan penyakit kulit serta menurunkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah. Bijinya digunakan untuk gangguan pencernaan dan cacingan, juga digunakan sebagai insektisida, antelmintik, dan memacu pencernaan. Sedangkan buah tumbuhan ini digunakan pula untuk gangguan pencernaan seperti diare dan disentri. Selanjutnya, akar dan kulit batangnya digunakan utuk mengatasi gangguan saluran pencernaan (Achmad et al., 2007). Beberapa senyawa asetogenin yang ada dalam kulit batang srikaya yang berasal dari Annonaceae memperlihatkan aktivitas antitumor 40-300 kali lebih kuat dibandingkan dengan taksol (Achmad et al., 2007). Penyelidikan menunjukkan bahwa senyawa-senyawa asetogenin, 2,4-cis-mosinon A, 2,4-trans-mosinon A, anoretikuin-9-on, mosin B, dan mosin C, memperlihatkan aktivitas sitotoksik yang selektif terhadap sel tumor pankreas manusia, PACA-2, masing-masing 10-100 kali lebih besar dibandingkan dengan adriamisin (Hoop et al., 1997). e. Kandungan Kimia Biji, kayu, dan daun tumbuhan A.squamosa mengandung senyawa kimia golongan alkaloid dan non alkaloid. Daun dan kayu tumbuhan ini merupakan sumber yang kaya akan alkaloid apomorfin. Alkaloid apomorfin dari A.squamosa yang 5 berhasil ditemukan, dicontohkan oleh senyawa anonain, roeramin, anoloin, xilopin, glaucin, norkoridin, koridin, dan iskoridin. Beberapa senyawa benziltetrahidroisokuinolin yang berhasil diisolasi dari A.squamosa ialah higenamin, O-metilarmepavin, dan retikulin. Hampir semua senyawa alkaloid yang dihasilkan oleh Annona squamosa mempunyai struktur isokuinolin, seperti senyawa benziltetrahidroisokuinolin, aporfin, dan oksoaporfin (Achmad et al., 2007). Asetogenin merupakan senyawa kimia yang tekandung dalam bangsa Annonaceae yang berpotensi memiliki aktivitas antikanker, parasitisidal, dan antimikroba (Pardhasaradhi, 2004). 2. Kanker Kanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terus-menerus (proliferasi). Akibatnya adalah pembengkakan atau benjolan yang kemudian disebut tumor atau neoplasma. Sel-sel kanker ini menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Gejala umum utama adalah nyeri yang sangat hebat, penurunan berat badan mendadak, kepenatan total (cachexia) dan berkeringat malam. Kanker disebabkan oleh terganggunya siklus sel akibat mutasi dari gen-gen yang mengatur pertumbuhan (Tjay dan Rahardja, 2007). Salah satu tipe dari kanker adalah kanker payudara. Kanker payudara berasal dari jaringan epitelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Awalnya terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan atipatik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat teraba (kira-kira berdimeter 1 cm). pada ukuran tersebut kira-kira 25% kanker payudara telah bermetastasis (Price, 2006). Penatalaksanaan kanker dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi. Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. 6 3. Sel T47D Sel T47D merupakan continous cell line yang diisolasi dari jaringan tumor duktal payudara seorang wanita. Continous cell line sering dipakai dalam penelitian kanker secara in vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas, homogenitas yang tinggi serta mudah diganti dengan frozen stock jika terjadi kontaminasi (Burdall et al., 2003 cit Anonim, 2012). Sel T47D pada adenokarsinoma payudara manusia, secara in vitro melepaskan partikel seperti virus dan protein yang terlarut, terdapat kemiripan yang terbatas secara imunologis antara gp25 MMTV (Mouse Mammary Tumor Virus) dan protein pada sel T47D. Hal ini berarti bahwa sel T47D yang merupakan sel kanker payudara manusia, memiliki kemiripan dengan MMTV, sejenis tumor yang menyerang payudara tikus (Segev et al., 1985). 4. Uji Sitotoksik Metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah MTT assay yang berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium (MTT) menjadi formazan dalam mitokondria sel hidup. Reagen MTT (3-(4,5-dimethiltiazol-2-yl)-2,5-diphenil tetrazolium bromide) merupakan garam tetrazolium yang larut dalam air dengan menghasilkan larutan berwarna kuning. Garam tersebut dapat dipecah menjadi formazan oleh sistem succinate tetrazolium reductase yang terdapat pada jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel hidup. Enzim mitokondria pada sel aktif tersebut yang memetabolisme garam tetrazolium sehingga terjadi pemutusan cincin tetrazolium oleh enzim dehidrogenase yang menyebabkan tetrazolium berubah menjadi formazan yang tidak larut dan berwarna ungu (Mostmann, 1983 cit Yuniasri, 2010). Uji sitotoksisitas digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan pertumbuhan sel 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel (Da’i, M., 2007). 7 E. Landasan Teori Senyawa dalam srikaya telah diteliti memiliki aktivitas sitotoksik. Salah satu senyawa yang telah diteliti aktivitasnya adalah asetogenin. Asetogenin yang diisolasi dari ekstrak etanol biji srikaya menunjukkan efek yang signifikan terhadap aktivitas sitotoksik dengan mekanisme kerja menghambat produksi ATP dengan mengganggu komplek I mitokondria dan menghambat NADH oksidase dari membran plasma pada sel tumor (Yang et al., 2008). Asetogenin dari Annonaceae yang diisolasi dari biji Annona atemoya menunjukkan sitotoksisitas pada sel kanker HepG2, KB, CCM2, dan CEM. Squamosin, derivat asetogenin yang lain menunjukkan efek antiproliferatif pada sel kanker HL-60 dengan mengaktivasi caspase-3 (Phardasaradhi et al., 2005). Secara kimia, senyawa asetogenin merupakan derivat dari golongan asam lemak rantai panjang (Alali et al., 1999). Komponen lain dalam kulit batang srikaya yang telah berhasil diidentifikasi adalah alkaloid. Menurut Achmad et al (2007) komponen utama kulit batang srikaya adalah alkaloid apomorfin. Alkaloid jenis apomorfin yang berhasil ditemukan dari A.squamosa dicontohkan oleh senyawa anonain, roeramin, anolobin, xilopin, glaucin, norkoridin, norisikoridin, koridin, dan iskoridin. Rahayu (1993) menyebutkan bahwa hasil pengujian fitokimia ekstrak heksan, kloroform dan metanol dari seluruh bagian tanaman srikaya memberikan reaksi positif terhadap adanya senyawa polifenol terutama pada bunga, akar, dan kulit batang. Penelitian-penelitian sebelumnya digunakan bagian-bagian tanaman lain dari srikaya yang menunjukkan adanya aktivitas antikanker. Djajanegara (2009) menyatakan bahwa ekstrak etanol 70% daun srikaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 sebesar 7,6948 µg/mL. Penelitian Yang et al. (2008) menyatakan ekstrak etanol biji srikaya yang difraksinasi menggunakan petroleum eter, kloroform, dan butanol terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik yang di dalamnya terkandung senyawa aktif asetogenin. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang srikaya juga mempunyai efek sitotoksik terhadap sel T47D. 8 F. Hipotesis Ekstrak etanol kulit batang srikaya (Annona squamosa L.) memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D dan mengandung senyawa alkaloid dan polifenol.