TINJAUAN PUSTAKA Tumor Definisi Tumor Tumor atau neoplasma menurut Priosoeryanto (1994) adalah gangguan pertumbuhan yang dicirikan adanya proliferasi yang berlebihan, abnormal, dan tidak terkendali akibat transformasi atau perubahan satu atau lebih unsur penting di dalam tubuh hospes, dan seringkali terjadi pada satu atau lebih tempat metastatik. Smith dan Jones (1961) mendefinisikan tumor sebagai pertumbuhan sel baru yang berproliferasi terus menerus tanpa terkendali, mempunyai kemiripan dengan sel normal darimana tumor itu berasal, tidak mempunyai keteraturan struktur, dan tidak mempunyai fungsi maupun penyebab yang jelas. Menurut Warshawsky dan Landolph (2006), tumor merupakan istilah yang umum untuk menunjukkan adanya massa atau pertumbuhan jaringan yang abnormal. Pada dasarnya, tumor mengarah pada sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terkendali, tidak terbatas, dan tidak normal. Pertumbuhan ini tidak terkoordinasi dengan jaringan lain sehingga berbahaya bagi tubuh (Mardiana 2007). Etiologi Tumor Penyebab tumor sangat kompleks, dan penyebab umum tidak diketahui. Secara sederhana, penyebabnya dibagi dua, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Berdasarkan data statistik, kemungkinan 80% dari seluruh kematian yang terjadi akibat kanker berhubungan dengan faktor ekstrinsik yang bisa dikendalikan atau dicegah, sedangkan 5-10% merupakan faktor herediter (Warshawsky dan Landolph 2006). Faktor ekstrinsik berasal dari lingkungan, meliputi agen biologik, agen fisik, dan agen kimia. Agen biologik meliputi parasit dan virus. Contoh parasit yang dapat menyebabkan tumor adalah Spirocerca lupi, cacing nematoda pada anjing yang secara fisik memberikan rangsangan kronis pada dinding esofagus sehingga terjadi proliferasi secara berlebihan. Virus terbagi menjadi virus DNA dan RNA. Beberapa tipe virus DNA (adenovirus, herpesvirus, papovavirus, hepadnavirus) dapat menyebabkan tumor dan menimbulkan transformasi sel, sedangkan virus RNA hanya satu tipe, yaitu retrovirus. Penyisipan genom virus ke dalam genom sel hospes pada saat terjadi replikasi menimbulkan beberapa mutasi gen yang mengarah pada terjadinya tumor (Spector dan Spector 1993). Menurut Warshawsky dan Landolph (2006), agen fisik meliputi radiasi ionisasi (sinar X, radium, uranium) dan radiasi nonionisasi (sinar UV). Tumor dapat juga diinduksi secara iatrogenik, misalnya melalui transplantasi organ. Agen kimia meliputi senyawa organik dan senyawa inorganik. Contoh senyawa organik diantaranya hidrokarbon aromatik polisiklik, amina, amina aromatik, bifenil, hidrokarbon klorinasi, eter, dan lain-lain. Senyawa inorganik meliputi logam berat dan metaloid, seperti timbal, nikel, mangan, kromium, kadmium, arsen, merkuri, dan sebagainya. Faktor intrinsik meliputi diet, stimulasi hormonal, genetik, dan usia tua. Diet merupakan faktor penting yang mendukung perkembangan sel tumor dalam tubuh, meskipun diet tidak menjadi penyebab secara langsung. Makanan berlemak, berkolesterol, dan berprotein tinggi, tetapi rendah serat dapat menjadi pemicu timbulnya tumor. Daging yang diawetkan baik dengan nitrit atau pengasapan juga dapat menyebabkan tumor (Mardiana 2007). Bahan alam yang bersifat karsinogenik dapat mengkontaminasi makanan, contohnya aflatoksin (Theilen dan Madewell 1987). Stimulasi hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron, atau prolaktin berkaitan dengan kejadian tumor, terutama pada kelenjar mamaria dan prostat. Hormon ini menginduksi terjadinya tumor yang disebabkan oleh karsinogen, tetapi bukan merupakan penyebab langsung. Faktor genetik sangat penting dalam beberapa jenis kanker karena perubahan dalam informasi genetik (DNA) merupakan dasar neoplasia dan dapat diwariskan. Usia tua pada umumnya merupakan salah satu faktor predisposisi kejadian kanker menurut studi epidemiologis (Spector dan Spector 1993). Sifat Khas Tumor Tumor dapat bersifat jinak (benign) atau ganas (malignant). Tumor jinak tumbuh lambat, berbatas nyata dari jaringan sekitarnya, terdiri atas sel-sel yang tidak dapat dibedakan dari sel asalnya, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar, tidak mengalami metastasis, dan tidak mengancam jiwa kecuali jika mengganggu fungsi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Tumor ganas atau kanker, tumbuh cepat, batas dengan jaringan sekitarnya tidak jelas, terdiri atas sel-sel yang berbeda dengan sel asal, menginfiltrasi jaringan sekitar dan bermetastasis ke organ-organ yang jauh, serta selalu berakhir dengan kematian dimanapun tumor itu tumbuh (Spector dan Spector 1993). Tabel 1 Kriteria untuk membedakan tumor jinak dan ganas Kriteria Tumor jinak (benign) Tumor ganas (malignant) Ukuran sel Uniform (seragam) Pleomorfik Nukleolus Normal Besar, biasanya multipel Kromatin, DNA Biasanya dalam jumlah Hiperkromatik, sering normal poliploid Sedikit Biasanya banyak, termasuk Mitosis patologis Rasio nuklear-sitoplasmik Lebih rendah Lebih tinggi Struktur Terdiferensiasi Anaplastik Cara pertumbuhan Biasanya ekspansif dan Infiltratif dan ekspansif, membentuk kapsul tidak membentuk kapsul Kecepatan pertumbuhan Biasanya lambat Cepat Jalannya pertumbuhan Dapat terhenti Jarang terhenti Efek terhadap hospes Biasanya tidak Berbahaya akibat berbahaya, tidak ada pertumbuhan infiltratif metastasis destruktif, cenderung rekurens dan metastasis Sumber : Theilen dan Madewell 1987 Klasifikasi Tumor Salah satu alasan dilakukannya klasifikasi tumor adalah untuk merencanakan dan mengevaluasi pengobatan yang tepat. Klasifikasi tumor bersifat multidimensional, multitemporer, dan arbitrarius. Tumor atau neoplasma dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, meliputi pemeriksaan klinis terhadap perluasan penyakit (derajat klinis), klasifikasi hospes dan penyakit, pemeriksaan histologis dan klasifikasi sel tumor (Theilen dan Madewell 1987). Baik tumor jinak maupun tumor ganas diklasifikasikan menurut tipe jaringan dimana mereka ditemukan. Berdasarkan asal sel, ada dua kelas utama dari tumor, yaitu epitelial dan nonepitelial. Untuk sebagian besar nama tumor benign diberi akhiran –oma dengan awalan nama jaringan darimana mereka berasal. Tumor malignan epitelial dinamakan karsinoma. Sebagian besar jaringan epitel dalam tubuh adalah stratified squamous atau glandular sehingga kebanyakan tumor epitelial diberi nama squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma. Tumor malignan nonepitelial umumnya dinamakan sarkoma (Suindra 2005). Tabel 2 Klasifikasi tumor Jaringan asal Benign Malignan Epitel Adenoma Karsinoma Papiloma Naevus berpigmen Melanoma malignan Fibroma Fibrosarkoma Miksoma Miksosarkoma Otot polos Leiomioma Leiomiosarkoma Otot skelet Rabdomioma Rabdomiosarkoma Kartilago Khondroma Khondrosarkoma Lemak Lipoma Liposarkoma Tulang Osteoma Osteosarkoma Pembuluh darah Angioma Angiosarkoma Jaringan limfoid - Limfoma Jaringan hemopoietik - Leukemia Mesotel - Mesotelioma Meningen Meningioma - Sel glia SSP - Glioma Selubung saraf Neurofibroma Neurofibrosarkoma Mesenkim Jaringan pengikat Sumber : Spector dan Spector 1993 Pengobatan Tumor Ada beberapa cara pengobatan tumor yang telah dicoba, diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Pembedahan Pembedahan dapat berjalan dengan baik apabila tumor bersifat benign karena massa tumor terlokalisir dan mudah diangkat secara keseluruhan. Sebaliknya pada tumor malignan, pembedahan seringkali gagal karena biasanya sudah terjadi metastasis dan sel tumor yang masih tertinggal bisa menyebabkan rekurens. Efek samping pembedahan dapat berupa imunosupresi, efek sistemik, dan efek tumor terhadap persembuhan luka dan keseimbangan cairan tubuh (Theilen dan Madewell 1987). Penyebaran tumor atau metastasis dapat terjadi dengan cara perpindahan sel tumor melalui pembuluh darah yang terbuka pada saat pembedahan. 2 Cryosurgery Menurut NCI (2003), cryosurgery adalah suatu tindakan pembedahan dengan menggunakan ekstrim dingin yang dihasilkan oleh nitrogen cair (atau gas argon) untuk merusak jaringan abnormal. Cryosurgery biasanya digunakan untuk tumor eksternal seperti pada kulit, namun dapat juga untuk tumor internal. Kelebihannya adalah hanya melibatkan sedikit insisi atau insersi cryoprobe melalui kulit, sehingga rasa sakit, perdarahan, dan komplikasi pembedahan dapat diminimalisir. Biayanya lebih murah dan waktu penyembuhan lebih cepat. Kekurangannya adalah teknik ini masih perlu dipelajari lebih lanjut, dan efektivitas jangka panjangnya belum diketahui. 3 Radioterapi Radioterapi merupakan suatu metode pengobatan tumor menggunakan sinar radioaktif, contohnya sinar X, elektron, dan sinar gamma. Pada prinsipnya, apabila berkas sinar radioaktif atau partikel dipaparkan ke jaringan akan terjadi berbagai peristiwa, antara lain peristiwa ionisasi molekul air yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas di dalam sel yang kemudian dapat menyebabkan kematian sel. Lintasan sinar juga menimbulkan kerusakan akibat tertumbuknya DNA (deoxy ribonucleic acid) yang dapat diikuti kematian sel. Hal ini dapat terjadi baik pada sel tumor maupun sel normal, tetapi sebagian besar jenis tumor memperlihatkan kepekaan yang lebih tinggi terhadap radioaktif dibandingkan selsel normal (Siswono 2002). 4 Kemoterapi Kemoterapi merupakan suatu jenis terapi dengan menggunakan obat- obatan untuk merusak sel tumor (NCI 2007). Saat ini, kemoterapi merupakan pendekatan terapi yang paling efektif karena bersifat sistemik. Hasil yang diberikan adalah dapat meringankan gejala penyakit, memperpanjang hidup, bahkan menyembuhkan (Theilen dan Madewell 1987). Sayangnya, kemoterapi dirancang untuk membunuh sel yang tumbuh cepat, sehingga selain membunuh sel tumor dapat juga mengenai sel tubuh normal yang aktif membelah, seperti yang terdapat pada mulut, usus, sumsum tulang belakang, dan folikel rambut. Kemoterapi dapat memperkecil ukuran tumor sebelum operasi atau radioterapi (neo-adjuvant chemotherapy), menghancurkan sel tumor yang masih tertinggal setelah operasi atau radioterapi (adjuvant chemotherapy), menghasilkan efektivitas yang lebih baik jika dikombinasikan dengan imunoterapi (Crow 2008), serta menghancurkan sel tumor yang mengalami rekurens dan metastasis. 5 Terapi hormonal Terapi hormonal merupakan bagian dari kemoterapi dengan penggunaan hormon tertentu untuk pengobatan tumor yang proliferasinya sangat dipengaruhi hormonal, seperti tumor mamaria dan prostat (Theilen dan Madewell 1987). 6 Imunoterapi Tumor dapat menyebabkan imunosupresi. Terapi konvensional seperti bedah, radioterapi, dan kemoterapi dapat memperburuk keadaan ini sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan tumor yang progresif atau timbulnya rekurens. Oleh karena itu, imunoterapi dilakukan dengan tujuan merangsang sistem imunitas (Cornain et al. 1986). Imunoterapi meliputi interferon, interleukin, colony-stimulating factor (CSF), antibodi monoklonal, vaksin, dan nonspesific immunomodulating agents. Interferon menghambat pertumbuhan sel tumor dan beberapa diantaranya menstimulasi sel NK, sel T, dan makrofag, memperkuat fungsi imun antitumor. Interleukin menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas sel imun seperti limfosit, yang dapat menghancurkan sel tumor. CSF merangsang sumsum tulang belakang menghasilkan sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit (NCI 2006). CSF dapat mengatasi efek neutropenia yang disebabkan oleh kemoterapi (Repetto dan Accettura 2003). Antibodi monoklonal dan vaksin memberikan kekebalan melawan sel tumor. Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan levamisol merupakan contoh nonspesific immunomodulating agents yang dapat meningkatkan produksi sitokin dan imunoglobulin (NCI 2006). 7 Inhibitor angiogenesis Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang prosesnya dikendalikan oleh senyawa kimia tertentu yang dihasilkan oleh tubuh. Inhibitor angiogenesis atau agen antiangiogenik bertujuan menghambat pertumbuhan maupun penyebaran sel tumor. Inhibitor angiogenesis tidak bersifat toksik, dan tidak menimbulkan resistensi seperti yang terjadi pada kemoterapi. Terapi ini hanya mengendalikan tetapi tidak membunuh sel tumor, dan terapi jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung, sistem imun, dan sistem reproduksi (NCI 2008). 8 Metode lainnya Menurut Theilen dan Madewell (1987), metode lain yang dapat digunakan adalah hipertermia (terapi panas) dan fototerapi (terapi cahaya). Sel Lestari Tumor Sel lestari tumor merupakan sel yang berasal dari tumor atau jaringannya yang sudah dibiakkan secara berkala, ditumbuhkembangkan dan dipelihara serta disimpan dalam nitrogen cair. Keistimewaannya adalah bersifat immortal karena dapat hidup pada kondisi media yang minimal (Suindra 2005). Reaksi neoplastik pada kultur sel telah diobservasi sebaik pada jaringan in vivo hewan. Hal ini penting karena mengindikasikan bahwa proses neoplastik mungkin berlangsung lokal dan tidak memerlukan peralihan sistemik yang melibatkan keseluruhan organisme (Ackerman dan Regato 1947). Transformasi yang terjadi pada kultur sel sangat berguna untuk suatu studi tentang tumor karena sifatnya yang mudah berkembang biak dan mudah diprediksi (Theilen dan Madewell 1987). Sel Lestari Tumor MCA-B1 Sel lestari tumor MCA-B1 berasal dari sel tumor epulis akantomatosis oral dari seekor anjing ras Akita berumur 10 tahun. Massa tumor berukuran 2 mm x 2 mm sampai 1.5 cm x 3.5 cm; secara patologi anatomis berwarna putih, solid dengan permukaan kasar dan beberapa area hemoragik. Kultur sel dari biopsi pertama ditumbuhkan dan memperlihatkan bentuk bulat sampai poligonal, memiliki nukleus yang besar dan sering memperlihatkan dua atau lebih nukleolus yang jelas. Sel yang tumbuh pada permukaan gel berbentuk bulat, sedangkan yang tumbuh di dalam matriks kolagen berupa koloni tiga dimensi berukuran besar dengan pola bercabang. Secara histokimia, sel-sel bereaksi kuat dengan antibodi anti-keratin dan bereaksi ringan dengan antibodi anti-vimentin. Pemeriksaan ultrastruktural sel menguatkan sifat alami epitelialnya. Jumlah kromosom 72 dan waktu rataan untuk penggandaan populasi adalah enam jam. Sel lestari tumor MCA-B1 masih memiliki karakteristik morfologikal yang sama dengan sel tumor asalnya. Sel ini digunakan sebagai model untuk mempelajari tumor khususnya epulis akantomatosis (Priosoeryanto et al. 1995a). Sel Lestari Tumor MCM-B2 Sel lestari tumor MCM-B2 diisolasi dari sel benign mixed tumor kelenjar mamaria anjing pemburu betina berumur 10 tahun dengan cara pembedahan, dengan massa tumor berukuran 3 cm x 5 cm. Massa tumor ini telah muncul sejak dua tahun sebelumnya dan hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya metastasis pada paru-paru. Secara mikroskopis kultur sel menunjukkan koloni monolayer. Sel yang tumbuh di dalam matriks gel kolagen membentuk koloni tiga dimensi berukuran besar dengan pola bercabang. Secara histokimia, sel ini bereaksi kuat dengan antiserum anti-vimentin, bereaksi ringan dengan antiserum anti-desmin, dan bereaksi lemah dengan antiserum anti-keratin. Pemeriksaan ultrastruktural memperlihatkan nukleus yang besar, organel-organel intrasitoplasmik dan filamen-filamen intermediat, yang bervariasi di antara sel. Sel tumor ini memiliki jumlah kromosom abnormal yaitu rataan 80 per sel. Secara histologis, hasil transplantasi tumor dari sel kultur ini serupa dengan karsinoma anaplastik. Beberapa penemuan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sel lestari tumor ini berasal dari sel induk (stem cell) atau sel atipikal. Sel lestari ini digunakan sebagai model untuk mempelajari diferensiasi sel dan proliferasi pada tumor mamaria anjing (Priosoeryanto et al. 1995b). Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Tanaman temulawak merupakan tanaman asli Indonesia (Ketaren 1988) dan memiliki nama daerah koneng gede (Sunda) dan temo labak (Madura) (Santosa dan Gunawan 2003). Klasifikasi tanaman temulawak menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae divisi : Spermatophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Monocotyledoneae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Sumber: www.bio-asli.com Gambar 1 Tanaman temulawak (kiri) dan rimpang temulawak yang berkhasiat obat (kanan) Deskripsi Tanaman Temulawak banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah gembur sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar (Mahendra 2005). Tanaman temulawak digolongkan ke dalam tanaman terna menahun. Batangnya adalah batang semu yang merupakan metamorfosis dari daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m bahkan lebih. Daun berbentuk lanset berwarna hijau tua dengan garis-garis coklat di bagian tulang daunnya. Pada bagian ibu tulang daun (bagian tengah daun) berwarna ungu. Jumlah helaian daun 2-9 helai. Lebar tiap helaian 10-18 cm dan panjang daunnya 31-84 cm. Panjang tangkai daun (termasuk helaian daun) 4380 cm. Perbungaan temulawak bersifat lateral. Tangkai bunga ramping dan berbulu dengan panjang 4-37 cm. Bunga berbentuk bulir, bulat memanjang yang panjangnya mencapai 23 cm. Bunga tanaman ini memiliki banyak daun pelindung yang panjangnya melebihi atau terkadang sebanding dengan panjang mahkota bunga. Mahkota bunga berwarna putih sampai kuning dan bagian ujungnya berwarna merah dadu atau merah. Bunga temulawak memiliki benang sari dan putik sehingga setelah terjadi fruitset maka akan terbentuk buah. Buah yang terbentuk merupakan buah yang berbulu dengan panjang 2 cm. Rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna coklat kemerahan atau kuning tua. Daging rimpang berwarna oranye tua atau kecoklatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya pahit. Khasiat dan Kegunaan Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat (Mahendra 2005). Menurut Wijayakusuma (2005b), temulawak memiliki khasiat antiradang, antibakteri, peluruh haid, perangsang ASI, kholagogum (memperlancar pengeluaran empedu dan mengalirkannya ke usus halus), hipolipidemik (menurunkan kadar kolesterol), tonikum (penguat), peluruh kemih, dan hepatoprotektor (melindungi sel hati dari pengaruh toksik). Komposisi dan Kandungan Kimia Rimpang temulawak terdiri dari zat warna kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral (Ketaren 1988). Minyak atsiri dalam rimpang mengandung senyawa kamfer, mirsen, xanthorizol, β-kurkumin, arkurkurmin, isofuranogermakren, dan p-toluil metil karbinol (Purseglove et al. 1981). Menurut Santosa dan Gunawan (2003), rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, mirsen, a-felandren, kurkumin, atlanton, β-kurkumin, borneol, dkamfer, desmetoksikurkumin, isofuranogermakren, l-sikloisoprenmirsen, monodesmetoksikurkumin, p-toluil metil karbinol, amilum, turmeron, xanthorizol, zingiberen, dan zingiberol. Tabel 3 Komposisi rimpang temulawak Komposisi Rimpang Kadar (%) Zat warna kuning kurkumin 1,55 Minyak atsiri 4,90 Pati 58,24 Protein 2,90 Lemak (fixed oil) 12,10 Serat kasar 4,20 Abu 4,92 Mineral (N, P, K, Na) 4,29 Sumber: Ketaren 1988