III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dapat dihasilkan secara lebih efisien dan mengimpor komoditas yang lebih mahal dalam penggunaan sumber daya. Lahirnya teori perdagangan internasional dimulai dengan munculnya tulisantulisan mengenai perdagangan internasional di beberapa negara seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Portugal, dan Belanda. Pada abad ke-17 hingga abad ke-18, sekelompok orang (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah, bahkan fislsuf) telah menulis esai dan pamflet yang kemudian menjadi dasar dari doktrin merkantilisme. Secara singkat, paham ini berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan menghasilkan surplus ekspor sebesarbesarnya (melakukan sebanyak mungkin ekspor dan melakukan impor sesedikit mungkin). Namun, karena setiap negara tidak secara simultan mampu menghasilkan surplus ekspor, maka keuntungan perdagangan bagi penganut paham merkantilisme hanya dapat diperoleh dengan mengorbankan negara lain (zero sum game). Pada akhir abad ke-18, pandangan tersebut digantikan oleh beberapa teori-teori yang cenderung mendukung perdagangan bebas seperti teori Adam Smith tentang (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif) dan Haberler (Biaya Oportunitas) yang menyatakan bahwa kepentingan suatu bangsa dan kepentingan dunia akan lebih baik bila dilayani apabila setiap individu dibiarkan melakukan perdagangan seperti yang mereka inginkan. (Salvatore, 1997). Teori Adam Smith tentang keunggulan absolut merupakan suatu teori yang mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value). Kelebihan dari asumsi teori keunggulan absolut ini adalah terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda akan menyebabkan terjadinya interaksi ekspor dan impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Pada tahun 1817, David Ricardo memperkenalkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) yang hingga kini merupakan salah satu teori yang paling penting dalam hukum perdagangan internasional dan merupakan hukum ekonomi yang belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dan prakteknya. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi selama harga komparatif di kedua negara berbeda walaupun salah satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut. Ricardo berpendapat bahwa setiap negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi-komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan tersebut. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional tetap dapat saling menguntungkan meskipun salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relatif berbeda. Teori keunggulan komparatif milik David Ricardo yang berdasarkan pada teori nilai tenaga kerja kemudian disempurnakan oleh Habeler dengan teori biaya oportunitas. Teori nilai tenaga kerja ini dinilai terlalu menyederhanakan sebab teori ini beranggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen dan merupakan satusatunya faktor produksi. Padahal dalam kenyataannya, tenaga kerja sifatnya tidak homogen, faktor produksi juga tidak hanya satu, serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Teori biaya oportunitas oleh Habeler tidak mengasumsikan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi dan homogen. Keunggulan komparatif pada teori ini diterangkan dengan jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi tambahan satu unit komoditi pertama. Teori selanjutnya adalah teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Teori ini menyatakan bahwa Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional pada dasarnya adalah manfaat yang diperoleh karena perbedaan biaya produksi. Perbedaan ini terjadi karena adanya endowment faktor (faktor bawaan alam) sehingga mendorong masing-masing negara menjadi spesialis dari proporsi penggunaan faktor-faktor produksi dari hadiah alam tersebut. Heckser-Ohlin dalam teori yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997). 3.1.2 Analisis Keseimbangan Parsial Analisis keseimbangan parsial adalah analisis yang menggunakan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk satu komoditas tertentu sedangkan analisis keseimbangan umum merupakan analisis yang melibatkan dua atau lebih komoditas dan menggunakan kurva tawar-menawar (offer curves) untuk analisis dua komoditas. Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore (1997) Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Pada kondisi autarki (tidak ada pengaruh dari negara lain), kurva 1 menunjukkan keseimbangan negara I berada di titik A dengan harga keseimbangan tersebut sebesar P1 dan pada kurva negara II, titik keseimbangan terjadi di titik A’ dengan tingkat harga P3. kondisi ini terjadi dengan asumsi bahwa harga domestik di negara I lebih rendah dibanding dengan harga di negara II (PA < PA’). Pada kondisi harga di atas PA, di negara I mengalami peningkatan penawaran dan berada di atas tingkat permintaan negara tersebut, sehingga menyebabkan kelebihan penawaran suatu komoditas (excess supply) di negara I. Sementara, bila harga berada di bawah PA’ maka negara II akan mengalami kenaikan tingkat permintaan karena konsumen akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif lebih rendah. Hal tersebut mengakibatkan permintaan melebihi tingkat penawaran (excess demand) di negara II. 3.1.3 Gravity Model Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang dibentuk berdasarkan kinerja hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah sukses secara empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masingmasing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara (Bergstrand, 1985). Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan internasioanal oleh Tinbergen (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan persamaan gravitasi dari perkembangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas. Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya seperti Produk Domestik Bruto (GDP). Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu ”interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”. Dengan F adalah volume ekspor, M adalah ukuran ekonomi untuk kedua negara, D adalah jarak antara kedua negara, dan G adalah konstanta. Dengan menggunakan logaritma, persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier untuk analisis ekonometrik menjadi: Log (Aliran perdagangan bilateral) = a + ß1 Log (GDP negara 1) + ß2 Log (GDP negara 2) + ß3 Log (Jarak) + e (Konstanta G menjadi bagian dari a) Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut: Log Xij = ß0 + ß1 log Yi + ß2 log Yj + ß3 log Dij + eij Keterangan : Xij = Volume komoditi yang diperdagangkan dari negara i ke negara j Yi = GDP/PDB negara i Yj = GDP/PDB negara j Dij = Jarak antara negara i dengan negara j eij = Random error β0 = Konstanta (intersep) β0 = Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 5 Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP (per kapita) negara asal ekspor, GDP (per kapita) negara tujuan ekspor yang mewakili pendapatan dan jumlah industri, jarak antar negara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor. Dengan demikian persamaan gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dinyatakan sebagai berikut : Xij = β0Yi β1Yj β2Nj β3Pj β4Dij β5ERij β6εij Keterangan : Xij = Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan (kg) GDPi = GDP/PDB per kapita negara Indonesia (US$) GDPj = GDP/PDB per kapita negara tujuan ekspor (US$) Pj = Harga kepiting Indonesia di negara tujuan (US$/kg) Dij = Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km) ERij = Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor (domestik/Rp) εij = Random error β0 = Konstanta (intersep) βn = Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 6 Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu: 1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (Yi dan Yj) 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor (Xij). 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan (Dij dan Pj). Berdasarkan hasil studi tinjauan terdahulu dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang akan digunakan dalam gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita negara tujuan, harga komoditas kepiting di negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar rupiah. A. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2003). Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. GDP per kapita merupakan nilai total GDP yang telah dibagi dengan jumlah penduduk. Nilai GDP per kapita umumnya digunakan untuk menilai penghasilan dan daya beli rata-rata dari penduduk di negara tersebut. GDP per kapita suatu negara juga mengindikasikan kapasitas rata-rata penduduk untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Oleh sebab itu, GDP per kapita negara produsen dan GDP per kapita negara tujuan ekspor akan mempengaruhi volume perdagangan. Bagi negara pengimpor, peningkatan GDP dapat dilihat sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakatnya. Semakin besar daya beli tentunya akan meningkatkan jumlah permintaan di negara tersebut yang akan mendorongnya untuk melakukan impor. Sedangkan bagi negara pengekspor, peningkatan GDP per kapita di negara tersebut justru akan mengurangi volume ekspornya. Seperti yang kita ketahui sebekumnya, semakin meningkatnya GDP per kapita di suatu negara mengindikasikan adanya kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada meningkatnya permintaan di negara tersebut sehingga mengurangi volume komoditas yang akan diekspor. B. Harga Komoditas Harga komoditas merupakan salah satu faktor penentu bagi sebuah negara sebelum melakukan perdagangan. Harga merupakan refleksi dari keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kedua negara dan menjadi dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Semakin besar selisih antara harga di pasar domestik dengan harga di pasar internasional akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan ekspor. Sebaliknya bagi negara pengimpor, harga komoditas memiliki korelasi negatif dengan jumlah komoditas yang akan diimpor olehnya. Semakin tinggi harga suatu komoditas maka akan semakin sedikit pula permintaan komoditasnya dan sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditas maka akan semakin banyak pula komoditas yang akan diminta. C. Jarak antara Indonesia dengan Negara Tujuan Variabel jarak merupakan salah satu variabel utama di dalam analisis aliran perdagangan gravity model yang merupakan variabel asli dari persamaan gravitasi Newton. Variabel jarak merupakan indikasi adanya biaya transportasi di dalam melakukan suatu perdagangan. Jarak dari titik produksi ke titik konsumsi atau dari negara pengekspor ke negara pengimpor cenderung sama atau konstan dari waktu ke waktu, namun yang membedakannya adalah biaya transportasi. Oleh sebab itu, dalam penelitian kali ini, variabel jarak sebagai proksi dari biaya transportasi merupakan hasil dari pengalian jumlah jarak dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Hal ini bertujuan agar variabel jarak menjadi dinamis terhadap perubahan waktu. Adanya biaya transportasi akan dibebankan langsung kepada produk yang diperdagangkan melalui kenaikan ataupun peningkatan harga pada negara importir. Semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan maka akan berdampak pada penurunan dalam produksi yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan volume perdagangan. D. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah Nilai tukar perdagangan suatu negara merupakan rasio antara harga komoditi ekspor suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah harga dimana kedua negara saling melakukan perdagangan. Kondisi penawaran dan permintaan pada keseimbangan parsial aliran perdagangan juga turut mempengaruhi nilai tukar perdagangan dan volume perdagangan. Ketika permintaan dan penawaran pada keseimbangan parsial mengalami perubahan maka kurva keseimbangan parsial akan mengalami pergeseran dan pergeseran kurva tersebut dapat merubah nilai tukar dan volume perdagangan negara bersangkutan. Nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi (commodity term of trade). Peningkatan ataupun perbaikan nilai tukar perdagangan yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan menguntungkan bagi negara itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh harga yang diperoleh dari harga ekspornya akan lebih tinggi dan meningkat secara relatif terhadap harga barang ataupun komoditi yang harus dibayarkan untuk mendapatkan produk atau komoditi impor. Nilai tukar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan internasional. Tinggi rendahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara. Dari sisi permintaan, kondisi dimana terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap mata uang negara asal ekspor mengakibatkan harga suatu komoditi di luar negeri atau di pasar internasional relatif lebih murah dibandingkan harga komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Sehingga hal ini membawa implikasi terdorongnya penduduk domestik untuk membeli produk impor. Tentunya hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara tujuan ekspor. Sementara untuk sisi penawaran, kondisi dimana terdepresiasinya mata uang domestik negara pengekspor, dalam hal ini Indonesia yaitu rupiah terhadap mata uang negara importir akan menyebabkan harga komoditi di pasar internasional menjadi lebih murah dan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor sedangkan kenaikan nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan penurunan ekspor. 3.1.4 Model Regresi Panel Data Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, jumlah pengamatan yang diamati menjadi banyak sehingga model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi model yang menggunakan data panel (Nachrowi dan Usman, 2006). 1) Model Pooled Least Square Menurut Nachrowi dan Usman (2006), teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model dengan data panel adalah Pooled Least Square. Model ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah ini : Yit = α + βXit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas α = intersep β = slope i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error 2) Model Efek Tetap (Fixed Effect) Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu: Yit = αi + βjXit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i βj = parameter untuk variabel ke-j i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error 3) Model Efek Acak (Random Effect) Pada model efek tetap perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan pada intercept. Lain halnya dengan model efek acak, perbedaan tersebut dicerminkan dengan error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mempunyai kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Bentuk model efek acak ini yaitu : Yit = α1t + αi + βjXjit + εit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i α1t = α1 + εit , dengan nilai intersep yang akan beredar antar individu cross section i akibat random error (εit) antar individu tersebut βj = parameter untuk variabel ke-j i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error 3.1.5 Nilai Potensial Perdagangan Pada dasarnya setiap negara tujuan ekspor memiliki kemampuan menyerap produk yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran pasar di masing-masing negara tersebut. Nilai potensial perdagangan (PP) merupakan nilai yang menggambarkan kecenderungan bilateral suatu negara dalam melakukan perdagangan suatu komoditas dengan negara mitra dagangnya. Penghitungan nilai potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut: PP Dimana : PP : Nilai Potensial Perdagangan A : Nilai Aktual Perdagangan P : Nilai Potensial Perdagangan Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya (under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kepiting merupakan salah satu komoditas yang berpotensi menjadi komoditas unggulan nasional sektor perikanan selain udang dan tuna di pasar ekspor. Potensi Indonesia sebagai salah satu negara produsen kepiting terbesar serta terus meningkatnya konsumsi per kapita dunia mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan produksi komoditas ini. Total produksi kepiting nasional yang berasal dari hasil tangkap dan budidaya juga terus menunjukkan peningkatan. Namun perkembangan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ditimbulkan oleh negara Indonesia sebagai pengekspor maupun oleh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia. Negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor non ekonominya. Faktor ekonomi terdiri dari GDP per kapita negara tujuan GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara. Hal ini dapat terlihat baik dari negara pengekspor maupun pengimpor. Perubahan pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika GDP naik, maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey et al. 1995). Faktor non ekonomi diwakili oleh jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan. Jarak sebagai suatu variabel aliran perdagangan bilateral, bertindak sebagai suatu wakil untuk biaya transportasi. Jarak antar negara yang semakin jauh akan meningkatkan biaya-biaya transportasi dan mengurangi volume perdagangan. Variabel jarak adalah suatu faktor perlawanan perdagangan yang menghadirkan penghalang perdagangan seperti biaya pengangkutan dan waktu. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting yang merupakan cerminan dari biaya transportasi. Untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia, maka perlu dilakukan analisis terhadap variabel mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Pendugaan yang diduga dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi data panel (cross section dan time series) yang menyertakan faktor gravity dalam bentuk persamaan logritma natural. Hasil estimasi yang dipilih adalah persamaan regresi yang memiliki R2 tertinggi dan memenuhi pengujian asumsi model dan uji hipotesis. Penelitian ini juga akan menilai potensi perdagangan kepiting Indonesia di negara-negara tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan negaranegara tujuan ekspornya. Nilai potensial perdagangan diperoleh dari rasio antara nilai potensial dengan nilai aktual perdagangan yang merupakan hasil dari pengolahan data dengan gravity model yang sebelumnya telah dilakukan. Secara umum, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi ekspor kepiting ke berbagai negara tujuan ekspor serta potensi perdagangan kepiting Indonesia dengan negara tujuan ekspornya. hasil pengamatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan volume dan pangsa pasar kepiting Indonesia. Bagan kerangka pemikiran operasional aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Dalam penelitian ini digunakan tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia sebagai pembentuk model regresi dengan data cross section pada tahun 2001-2010 yang selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke tujuh negara tujuan utama yaitu Singapura, Malaysia, RRC, Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Korea Selatan. Ketujuh negara tersebut dipilih karena volume ekspor ke negara-negara tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 2001 hingga 2010. Hasil yang diperoleh melalui analisis kuantitatif tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menganalisis potensi ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya. Indonesia sebagai salah satu produsen utama komoditas kepiting Peluang pertumbuhan pasar ekspor dengan adanya peningkatan pada jumlah produksi domestik dan konsumsi kepiting dunia produksi domestic kepiting Fluktuasi volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia : 1. GDP per kapita Indonesia 2. GDP per kapita negara tujuan ekspor 3. Harga kepiting Indonesia di negara tujuan 4. Jarak Indonesia ke negara tujuan 5. Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah Gravity Model Nilai aktual perdagangan dari estimasi gravity model Nilai prediksi perdagangan dari estimasi gravity model Nilai potensi perdagangan kepiting antara Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional