iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses
yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Menurut Lindert
dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi
antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan
penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan
produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang
dapat dihasilkan secara lebih efisien dan mengimpor komoditas yang lebih mahal
dalam penggunaan sumber daya.
Lahirnya teori perdagangan internasional dimulai dengan munculnya tulisantulisan mengenai perdagangan internasional di beberapa negara seperti Inggris,
Perancis, Spanyol, Portugal, dan Belanda. Pada abad ke-17 hingga abad ke-18,
sekelompok orang (para pedagang, bankir, pegawai pemerintah, bahkan fislsuf) telah
menulis esai dan pamflet yang kemudian menjadi dasar dari doktrin merkantilisme.
Secara singkat, paham ini berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu negara
untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan menghasilkan surplus ekspor sebesarbesarnya (melakukan sebanyak mungkin ekspor dan melakukan impor sesedikit
mungkin). Namun, karena setiap negara tidak secara simultan mampu menghasilkan
surplus ekspor, maka keuntungan perdagangan bagi penganut paham merkantilisme
hanya dapat diperoleh dengan mengorbankan negara lain (zero sum game). Pada
akhir abad ke-18, pandangan tersebut digantikan oleh beberapa teori-teori yang
cenderung mendukung perdagangan bebas seperti teori Adam Smith tentang
(Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif) dan Haberler (Biaya
Oportunitas) yang menyatakan bahwa kepentingan suatu bangsa dan kepentingan
dunia akan lebih baik bila dilayani apabila setiap individu dibiarkan melakukan
perdagangan seperti yang mereka inginkan. (Salvatore, 1997).
Teori Adam Smith tentang keunggulan absolut merupakan suatu teori yang
mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal
dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti
bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai
suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan
semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).
Kelebihan dari asumsi teori keunggulan absolut ini adalah terjadinya
perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang
berbeda akan menyebabkan terjadinya interaksi ekspor dan impor yang akan
meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi
karena tidak ada keuntungan.
Pada tahun 1817, David Ricardo memperkenalkan teori keunggulan
komparatif (comparative advantage) yang hingga kini merupakan salah satu teori
yang paling penting dalam hukum perdagangan internasional dan merupakan hukum
ekonomi yang belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dan prakteknya.
Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut
dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara
lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi selama
harga komparatif di kedua negara berbeda walaupun salah satu negara tidak
mempunyai keunggulan absolut. Ricardo berpendapat bahwa setiap negara lebih baik
berspesialisasi dalam komoditi-komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan
mengimpor komoditi-komoditi lainnya yang tidak memiliki keunggulan tersebut.
Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional tetap dapat saling
menguntungkan meskipun salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas
suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki
keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu
dengan yang lainnya relatif berbeda.
Teori keunggulan komparatif milik David Ricardo yang berdasarkan pada
teori nilai tenaga kerja kemudian disempurnakan oleh Habeler dengan teori biaya
oportunitas. Teori nilai tenaga kerja ini dinilai terlalu menyederhanakan sebab teori
ini beranggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen dan merupakan satusatunya faktor produksi. Padahal dalam kenyataannya, tenaga kerja sifatnya tidak
homogen, faktor produksi juga tidak hanya satu, serta mobilitas tenaga kerja tidak
bebas. Teori biaya oportunitas oleh Habeler tidak mengasumsikan bahwa tenaga kerja
adalah satu-satunya faktor produksi dan homogen. Keunggulan komparatif pada teori
ini diterangkan dengan jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk
memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi tambahan satu unit
komoditi pertama.
Teori selanjutnya adalah teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Teori
ini menyatakan bahwa Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan
internasional pada dasarnya adalah manfaat yang diperoleh karena perbedaan biaya
produksi. Perbedaan ini terjadi karena adanya endowment faktor (faktor bawaan
alam) sehingga mendorong masing-masing negara menjadi spesialis dari proporsi
penggunaan faktor-faktor produksi dari hadiah alam tersebut. Heckser-Ohlin dalam
teori yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional menyatakan bahwa
sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap
faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu
yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya
memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore,
1997).
3.1.2 Analisis Keseimbangan Parsial
Analisis keseimbangan parsial adalah analisis yang menggunakan kurva
permintaan dan kurva penawaran untuk satu komoditas tertentu sedangkan analisis
keseimbangan umum merupakan analisis yang melibatkan dua atau lebih komoditas
dan menggunakan kurva tawar-menawar (offer curves) untuk analisis dua komoditas.
Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya keseimbangan dalam perdagangan
internasional. Pada kondisi autarki (tidak ada pengaruh dari negara lain), kurva 1
menunjukkan keseimbangan negara I berada di titik A dengan harga keseimbangan
tersebut sebesar P1 dan pada kurva negara II, titik keseimbangan terjadi di titik A’
dengan tingkat harga P3. kondisi ini terjadi dengan asumsi bahwa harga domestik di
negara I lebih rendah dibanding dengan harga di negara II (PA < PA’). Pada kondisi
harga di atas PA, di negara I mengalami peningkatan penawaran dan berada di atas
tingkat permintaan negara tersebut, sehingga menyebabkan kelebihan penawaran
suatu komoditas (excess supply) di negara I. Sementara, bila harga berada di bawah
PA’ maka negara II akan mengalami kenaikan tingkat permintaan karena konsumen
akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif lebih rendah. Hal tersebut
mengakibatkan permintaan melebihi tingkat penawaran (excess demand) di negara II.
3.1.3
Gravity Model
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang dibentuk
berdasarkan kinerja hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk menganalisis
terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam aliran perdagangan,
model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti transportasi dan
perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah sukses secara
empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara. Menurut model
ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masingmasing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara
(Bergstrand, 1985).
Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan
internasioanal oleh Tinbergen (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran
perdagangan antara negara-negara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan
persamaan gravitasi dari perkembangan model perdagangan dunia. Tidak hanya
digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga
diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas.
Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk
dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi
antar negara dalam ukuran ekonominya seperti Produk Domestik Bruto (GDP).
Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu ”interaksi
antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan
jarak masing-masing”.
Dengan F adalah volume ekspor, M adalah ukuran ekonomi untuk kedua
negara, D adalah jarak antara kedua negara, dan G adalah konstanta. Dengan
menggunakan logaritma, persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier untuk
analisis ekonometrik menjadi:
Log (Aliran perdagangan bilateral) = a + ß1 Log (GDP negara 1) + ß2 Log (GDP
negara 2) + ß3 Log (Jarak) + e
(Konstanta G menjadi bagian dari a)
Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut:
Log Xij = ß0 + ß1 log Yi + ß2 log Yj + ß3 log Dij + eij
Keterangan :
Xij
= Volume komoditi yang diperdagangkan dari negara i ke negara j
Yi
= GDP/PDB negara i
Yj
= GDP/PDB negara j
Dij
= Jarak antara negara i dengan negara j
eij
= Random error
β0
= Konstanta (intersep)
β0
= Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 5
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan
digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP (per kapita) negara
asal ekspor, GDP (per kapita) negara tujuan ekspor yang mewakili pendapatan dan
jumlah industri, jarak antar negara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting
Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap
nilai tukar negara asal ekspor.
Dengan demikian persamaan gravity model aliran perdagangan ekspor
kepiting Indonesia dapat dinyatakan sebagai berikut :
Xij = β0Yi β1Yj β2Nj β3Pj β4Dij β5ERij β6εij
Keterangan :
Xij
= Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan (kg)
GDPi = GDP/PDB per kapita negara Indonesia (US$)
GDPj = GDP/PDB per kapita negara tujuan ekspor (US$)
Pj
= Harga kepiting Indonesia di negara tujuan (US$/kg)
Dij
= Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km)
ERij
= Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar
negara asal ekspor (domestik/Rp)
εij
= Random error
β0
= Konstanta (intersep)
βn
= Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 6
Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini
disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk
aliran perdagangan bilateral yaitu:
1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (Yi dan Yj)
2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor (Xij).
3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan (Dij dan
Pj).
Berdasarkan hasil studi tinjauan terdahulu dari beberapa penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang akan digunakan
dalam gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia adalah Produk Domestik
Bruto (GDP) per kapita Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita negara
tujuan, harga komoditas kepiting di negara tujuan, jarak antara negara Indonesia
dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap
nilai tukar rupiah.
A. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) sering dianggap
sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. GDP menyatakan
pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa
(Mankiw, 2003). Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama
dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan
perekonomian suatu negara.
GDP per kapita merupakan nilai total GDP yang telah dibagi dengan jumlah
penduduk. Nilai GDP per kapita umumnya digunakan untuk menilai penghasilan dan
daya beli rata-rata dari penduduk di negara tersebut. GDP per kapita suatu negara
juga mengindikasikan kapasitas rata-rata penduduk untuk memproduksi komoditi
ekspor negara tersebut. Oleh sebab itu, GDP per kapita negara produsen dan GDP per
kapita negara tujuan ekspor akan mempengaruhi volume perdagangan. Bagi negara
pengimpor, peningkatan GDP dapat dilihat sebagai peningkatan daya beli rata-rata
masyarakatnya. Semakin besar daya beli tentunya akan meningkatkan jumlah
permintaan di negara tersebut yang akan mendorongnya untuk melakukan impor.
Sedangkan bagi negara pengekspor, peningkatan GDP per kapita di negara
tersebut justru akan mengurangi volume ekspornya. Seperti yang kita ketahui
sebekumnya,
semakin
meningkatnya
GDP
per
kapita
di
suatu
negara
mengindikasikan adanya kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada
meningkatnya permintaan di negara tersebut sehingga mengurangi volume komoditas
yang akan diekspor.
B. Harga Komoditas
Harga komoditas merupakan salah satu faktor penentu bagi sebuah negara
sebelum melakukan perdagangan. Harga merupakan refleksi dari keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh kedua negara dan menjadi dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Semakin besar selisih
antara harga di pasar domestik dengan harga di pasar internasional akan mendorong
negara pengekspor untuk melakukan ekspor. Sebaliknya bagi negara pengimpor,
harga komoditas memiliki korelasi negatif dengan jumlah komoditas yang akan
diimpor olehnya. Semakin tinggi harga suatu komoditas maka akan semakin sedikit
pula permintaan komoditasnya dan sebaliknya, semakin rendah harga suatu
komoditas maka akan semakin banyak pula komoditas yang akan diminta.
C. Jarak antara Indonesia dengan Negara Tujuan
Variabel jarak merupakan salah satu variabel utama di dalam analisis aliran
perdagangan gravity model yang merupakan variabel asli dari persamaan gravitasi
Newton. Variabel jarak merupakan indikasi adanya biaya transportasi di dalam
melakukan suatu perdagangan. Jarak dari titik produksi ke titik konsumsi atau dari
negara pengekspor ke negara pengimpor cenderung sama atau konstan dari waktu ke
waktu, namun yang membedakannya adalah biaya transportasi. Oleh sebab itu, dalam
penelitian kali ini, variabel jarak sebagai proksi dari biaya transportasi merupakan
hasil dari pengalian jumlah jarak dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Hal
ini bertujuan agar variabel jarak menjadi dinamis terhadap perubahan waktu. Adanya
biaya transportasi akan dibebankan langsung kepada produk yang diperdagangkan
melalui kenaikan ataupun peningkatan harga pada negara importir. Semakin besar
biaya transportasi yang dikeluarkan maka akan berdampak pada penurunan dalam
produksi yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan volume perdagangan.
D. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah
Nilai tukar perdagangan suatu negara merupakan rasio antara harga komoditi
ekspor suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Kurs (exchange rate) antara
dua negara adalah harga dimana kedua negara saling melakukan perdagangan.
Kondisi penawaran dan permintaan pada keseimbangan parsial aliran perdagangan
juga turut mempengaruhi nilai tukar perdagangan dan volume perdagangan. Ketika
permintaan dan penawaran pada keseimbangan parsial mengalami perubahan maka
kurva keseimbangan parsial akan mengalami pergeseran dan pergeseran kurva
tersebut dapat merubah nilai tukar dan volume perdagangan negara bersangkutan.
Nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi
(commodity term of trade). Peningkatan ataupun perbaikan nilai tukar perdagangan
yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan menguntungkan bagi negara itu
sendiri. Hal ini disebabkan oleh harga yang diperoleh dari harga ekspornya akan lebih
tinggi dan meningkat secara relatif terhadap harga barang ataupun komoditi yang
harus dibayarkan untuk mendapatkan produk atau komoditi impor. Nilai tukar juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan internasional.
Tinggi rendahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain akan
mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara.
Dari sisi permintaan, kondisi dimana terapresiasinya mata uang domestik
negara tujuan ekspor terhadap mata uang negara asal ekspor mengakibatkan harga
suatu komoditi di luar negeri atau di pasar internasional relatif lebih murah
dibandingkan harga komoditi domestik yang relatif lebih mahal. Sehingga hal ini
membawa implikasi terdorongnya penduduk domestik untuk membeli produk impor.
Tentunya hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan volume impor dari negara
tujuan ekspor. Sementara untuk sisi penawaran, kondisi dimana terdepresiasinya mata
uang domestik negara pengekspor, dalam hal ini Indonesia yaitu rupiah terhadap mata
uang negara importir akan menyebabkan harga komoditi di pasar internasional
menjadi lebih murah dan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran
ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi)
menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor sedangkan kenaikan nilai tukar
(apresiasi) akan menyebabkan penurunan ekspor.
3.1.4 Model Regresi Panel Data
Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series,
jumlah pengamatan yang diamati menjadi banyak sehingga model yang
menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena
itu diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi model yang menggunakan data
panel (Nachrowi dan Usman, 2006).
1) Model Pooled Least Square
Menurut Nachrowi dan Usman (2006), teknik yang dapat digunakan untuk
mengestimasi parameter model dengan data panel adalah Pooled Least Square.
Model ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data
panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan
semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan
metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah
ini :
Yit
= α + βXit + εit
Dimana :
Yit
= variabel terikat
Xit
= variabel bebas
α
= intersep
β
= slope
i
= individu ke-i
t
= periode waktu ke-t
ε
= error
2) Model Efek Tetap (Fixed Effect)
Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik
antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan
data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model
kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model
efek tetap (fixed effect).
Model
fixed
effect
adalah
model
yang
dapat
digunakan
dengan
mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan
perubahan dalam intersep-intersep
cross
section
dan
time series. Untuk
memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel
dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary
Least Square) yaitu:
Yit
= αi + βjXit + εit
Dimana :
Yit
= variabel terikat
Xit
= variabel bebas
αi
= intersep yang akan berbeda antar individu cross section i
βj
= parameter untuk variabel ke-j
i
= individu ke-i
t
= periode waktu ke-t
ε
= error
3) Model Efek Acak (Random Effect)
Pada model efek tetap perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan
pada intercept. Lain halnya dengan model efek acak, perbedaan tersebut dicerminkan
dengan error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mempunyai
kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Bentuk model efek
acak ini yaitu :
Yit
= α1t + αi + βjXjit + εit
Dimana :
Yit
= variabel terikat
Xit
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
α1t
= α1 + εit , dengan nilai intersep yang akan beredar antar individu
cross section i akibat random error (εit) antar individu tersebut
βj
= parameter untuk variabel ke-j
i
= individu ke-i
t
= periode waktu ke-t
ε
= error
3.1.5 Nilai Potensial Perdagangan
Pada dasarnya setiap negara tujuan ekspor memiliki kemampuan menyerap
produk yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran pasar
di masing-masing negara tersebut. Nilai potensial perdagangan (PP) merupakan nilai
yang menggambarkan kecenderungan bilateral suatu negara dalam melakukan
perdagangan suatu komoditas dengan negara mitra dagangnya. Penghitungan nilai
potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
PP
Dimana :
PP : Nilai Potensial Perdagangan
A : Nilai Aktual Perdagangan
P : Nilai Potensial Perdagangan
Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1,
maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan
pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over
trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan
mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume
perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial
perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar
negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya
(under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume
perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kepiting merupakan salah satu komoditas yang berpotensi menjadi komoditas
unggulan nasional sektor perikanan selain udang dan tuna di pasar ekspor. Potensi
Indonesia sebagai salah satu negara produsen kepiting terbesar serta terus
meningkatnya konsumsi per kapita dunia mendorong pemerintah untuk terus
mengembangkan produksi komoditas ini. Total produksi kepiting nasional yang
berasal dari hasil tangkap dan budidaya juga terus menunjukkan peningkatan. Namun
perkembangan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ditimbulkan
oleh negara
Indonesia sebagai pengekspor maupun oleh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia.
Negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia pada dasarnya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini
dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor non ekonominya. Faktor ekonomi terdiri
dari GDP per kapita negara tujuan GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara.
Hal ini dapat terlihat baik dari negara pengekspor maupun pengimpor. Perubahan
pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika
GDP naik, maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey et al.
1995).
Faktor non ekonomi diwakili oleh jarak antara negara Indonesia dengan
negara tujuan. Jarak sebagai suatu variabel aliran perdagangan bilateral, bertindak
sebagai suatu wakil untuk biaya transportasi. Jarak antar negara yang semakin jauh
akan meningkatkan biaya-biaya transportasi dan mengurangi volume perdagangan.
Variabel jarak adalah suatu faktor perlawanan perdagangan yang menghadirkan
penghalang perdagangan seperti biaya pengangkutan dan waktu. Jarak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara negara Indonesia dengan negara
tujuan ekspor kepiting yang merupakan cerminan dari biaya transportasi.
Untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi ekspor kepiting
Indonesia, maka perlu dilakukan analisis terhadap variabel
mempengaruhi
ekspor
kepiting
Indonesia.
Pendugaan
yang diduga
dilakukan
dengan
menggunakan persamaan regresi data panel (cross section dan time series) yang
menyertakan faktor gravity dalam bentuk persamaan logritma natural. Hasil estimasi
yang dipilih adalah persamaan regresi yang memiliki R2 tertinggi dan memenuhi
pengujian asumsi model dan uji hipotesis.
Penelitian ini juga akan menilai potensi perdagangan kepiting Indonesia di
negara-negara tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung
nilai potensial perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan negaranegara tujuan ekspornya. Nilai potensial perdagangan diperoleh dari rasio antara
nilai potensial dengan nilai aktual perdagangan yang merupakan hasil dari
pengolahan data dengan gravity model yang sebelumnya telah dilakukan.
Secara umum, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor (variabel) yang
mempengaruhi ekspor kepiting ke berbagai negara tujuan ekspor serta potensi
perdagangan kepiting Indonesia dengan negara tujuan ekspornya. hasil pengamatan
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
meningkatkan volume dan pangsa pasar kepiting Indonesia. Bagan kerangka
pemikiran operasional aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dilihat
pada Gambar 2.
Dalam penelitian ini digunakan tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia
sebagai pembentuk model regresi dengan data cross section pada tahun 2001-2010
yang selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang secara
signifikan mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke tujuh negara tujuan utama
yaitu Singapura, Malaysia, RRC, Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Korea
Selatan. Ketujuh negara tersebut dipilih karena volume ekspor ke negara-negara
tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 2001 hingga 2010. Hasil yang
diperoleh melalui analisis kuantitatif tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
menganalisis potensi ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuannya.
Indonesia sebagai salah satu produsen
utama komoditas kepiting
Peluang pertumbuhan pasar ekspor dengan adanya peningkatan
pada jumlah produksi domestik dan konsumsi kepiting dunia
produksi domestic kepiting
Fluktuasi volume ekspor kepiting
Indonesia ke negara tujuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting
Indonesia :
1. GDP per kapita Indonesia
2. GDP per kapita negara tujuan ekspor
3. Harga kepiting Indonesia di negara tujuan
4. Jarak Indonesia ke negara tujuan
5. Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap
rupiah
Gravity Model
Nilai aktual perdagangan dari
estimasi gravity model
Nilai prediksi perdagangan
dari estimasi gravity model
Nilai potensi perdagangan kepiting antara
Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Download