perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Diskusi Tutorial
a. Student Centered Learning
Student Centered Learning (SCL) merupakan strategi pembelajaran
yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek/peserta didik yang aktif
dan mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai pembelajar dewasa dan
bertanggung jawab sepenuhnya atas pembelajarannya (Harsono, 2008).
Pembelajaran aktif memiliki sifat konstruktif dan mampu merencanakan
sesuatu, sehingga mahasiswa mampu untuk mencari, menemukan, dan
menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses
belajar-mengajar mahasiswa mampu mengidentifikasi, merumuskan
masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan
menarik kesimpulan (Baharuddin, 2007).
Menurut Seitzinger (2006) untuk memenuhi standar SCL diperlukan
empat (4) elemen yang harus dipenuhi oleh lembaga yang ingin
mengimplementasikan paradigma ini. Berikut keempat elemen tersebut:
1) Adanya kontrol dari mahasiswa. Dalam hal ini pengajar lebih
bertindak sebagai fasilitator dibanding sebagai pemberi materi,
fasilitator tidak harus menjadi pakar dalam bidang tertentu. Pada
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
saat yang sama, mahasiswa diberi kesempatan lebih besar untuk
aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.
2) Mahasiswa aktif dalam pembelajaran
3) Refleksi dan artikulasi. Hal ini berkaitan dengan keberadaan suatu
area atau aktivitas yang bisa digunakan oleh para mahasiswa
untuk menuangkan pemahamannya atas sesuatu yang selama ini
telah dipelajarinya.
4) Fleksibel. Kegiatan belajar-mengajar yang fleksibel memberikan
kesempatan bagi para siswa untuk memilih bahkan menentukan
elemen pembelajaran seperti waktu, tempat, cepat-lambat tahapan
belajar (pace), sekaligus kemudahan akses, kenyamanan, serta
kebebasan.
b. Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) pertama kali diimplementasikan di
Fakultas Kedokteran Universitas McMaster Kanada tahun 1969 sebagai
sebuah cara belajar baru yang radikal dan inovatif dalam pendidikan
dokter (Gwee, 2009). Sejak itu, PBL telah menjadi trend baru pendidikan
kedokteran di dunia. Kini PBL telah diterapkan oleh Asosiasi Institusi
Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) pada banyak Fakultas
Kedokteran di Indonesia.
PBL merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penerapan
sistem student centered learning (Froyd dan Simpson, 2010). Fakultas
commit Maret
to usermulai mengimplementasikan PBL
Kedokteran Universitas Sebelas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
sejak 2007 (Murti, 2011). PBL memadukan sejumlah teori dan prinsip
pendidikan yang saling melengkapi ke dalam suatu desain sistem
pembelajaran. PBL mengandalkan strategi belajar yang berpusat kepada
pelajar, kolaboratif, kontekstual, terpadu, dan diarahkan sendiri.
Desain dan pelaksanaan pembelajaran meliputi belajar dalam
kelompok - kelompok kecil. Mahasiswa bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil untuk membangun pengetahuan dengan menggunakan
kasus masalah yang realistis untuk memicu proses belajar (Halonen,
2010). Walaupun hanya bersifat memicu mahasiswa untuk belajar,
namum hendaknya kasus yang ada dalam skenario PBL disesuaikan
dengan hal nyata yang benar-benar ada di lapangan (Radomski, 2010).
PBL merupakan strategi pembelajaran yang sangat banyak
menggunakan sumber daya. Dibutuhkan komitmen tinggi di pihak
pendidik yang diberi tanggungjawab mengimplementasikan PBL dalam
suatu institusi. PBL menawarkan pendidikan yang lebih berkualitas,
holistik, dan bernilai tambah untuk membekali mahasiswa dalam belajar
menjadi tenaga kesehatan profesional. Implementasi PBL akan
membantu mahasiswa dalam mengembangkan kebiasaan berpikir,
bersikap, dan berperilaku yang dibutuhkan sebagai tenaga kesehatan
profesional yang kompeten, melayani, dan etis pada abad ke 21. Jika
dilakukan dengan benar, PBL dapat memberikan sumbangan penting
bagi perbaikan pelayanan kesehatan di suatu negara yang diberikan oleh
para tenaga kesehatan profesional (Gwee, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Dalam PBL mahasiswa membagi diri dalam kelompok-kelompok
kecil, kemudian suatu masalah yang realistis dalam bentuk skenario
disajikan dan didiskusikan. Selanjutnya, mahasiswa mengidentifikasi apa
yang sudah diketahui dalam hubungannya dengan masalah. Masingmasing mahasiswa meneliti berbagai isu dan mengumpulkan sumber
informasi. Sumber informasi yang digunakan mahasiswa dievaluasi oleh
kelompok. Informasi baru dibagikan kepada anggota kelompok lainnya.
Siklus seperti itu diulangi sampai mahasiswa merasa bahwa semua
masalah atau isu telah terjawab dengan memuaskan. Mahasiswa bisa
mengajukan saran, solusi, atau hipotesis. Tutor melakukan evaluasi
kinerja kelompok (Rukmini, 2006).
Kelompok tutorial yang aktif dicirikan dengan dinamika kelompok
yang baik, tutor yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik,
partisipasi aktif semua mahasiswa dalam kelompok tersebut dan kualitas
skenario yang baik sehingga dapat memotivasi belajar (Tams,2006).
Untuk menyukseskan tutorial, mahasiswa berkomunikasi secara aktif,
mendengarkan satu sama lain, berpartisipasi secara aktif, memiliki minat
terhadap kelompok, dan keterlibatan semua mahasiswa dalam satu
kelompok sangatlah penting (Tarnvik, 2007).
Kegiatan tutorial merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa. Dalam menjalankan perannya sebagai
evaluator dan stimulator, tutor harus mampu memberikan umpan balik
secara efektif. Umpan balik merupakan teknik komunikasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
digunakan oleh seorang tutor dalam memberikan informasi tentang
kemajuan dan tujuan pembelajaran yang telah mahasiswa capai
(Harsono, 2005). Faktor motivasi intrinsik dan faktor kemampuan dosen
sebagai tutor dalam mengarahkan tutorial berperan dalam pelaksanakan
pembelajaran yang konstruktif, mandiri, kolaboratif dan konstektual
dalam Problem Based Learning (Dolmans, 2001; Secondira, 2009).
Dalam tutorial PBL, terdapat beberapa metode pada diskusi di
antaranya Triple Jump, Five Easy Step dan The Seven Jumps atau Seven
Jumps Method (SJM). Seven Jumps Method merupakan metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Gijselaers (1995)
sebagai
metode pembelajaran untuk diskusi tutorial Mahasiswa Kedokteran
University of Limburg-Maastricht yang kini telah digunakan oleh
Program Studi Kedokteran FK UNS. Sesuai dengan namanya, pada
metode ini terdapat 7 langkah pembelajaran yang harus dilakukan
oleh mahasiswa.
Untuk menyukseskan diskusi tutorial faktor keterlibatan tutor dalam
mengimplementasikan seven jumps juga berpengaruh ( Muharni, 2008).
c. Keaktifan Mahasiswa
Mahasiswa dituntut untuk selalu aktif dalam hal apapun yang
menyangkut kegiatan belajar untuk menunjang keberhasilan mahasiswa
dalam proses belajar dan mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak hanya
hasil tes tertulis yang harus mendapatkan nilai yang baik namun dalam
commit
to user
proses belajarpun mahasiswa
dituntut
untuk selalu aktif.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Mahasiswa aktif adalah yang dalam kegiatan belajar terlibat secara
intelektual dan emosional secara terus-menerus baik fisik maupun mental
(Ahmadi dan Supriyono, 2004; Hollingsworth dan Lewis, 2008).
Tingkat keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran dapat
dilihat pada diri mahasiswa melalui keberanian untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan, keinginan dan kemauannya. Dalam diri mahasiswa
tersebut pada akhirnya akan tumbuh dan berkembang kemampuan
kreativitas mahasiswa (Sugandi, 2004).
Terdapat beberapa indikator cara belajar mahasiswa aktif untuk
melihat terwujudnya keaktifan mahasiswa dalam proses belajar
mengajar. Melalui indikator cara belajar mahasiswa aktif dapat dilihat
tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar.
Indikator tersebut yaitu: (1) keinginan, keberanian menampilkan minat,
kebutuhan dan permasalahannya; (2) keinginan dan keberanian serta
kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan
kelanjutan belajar; (3) penampilan berbagai usaha/kekreatifan belajar
mengajar sampai mencapai keberhasilannya; dan (4) kebebasan
melakukan hal tersebut tanpa tekanan dosen/ pihak lainnya (Ahmadi dan
Supriyono, 2004). Keaktifan mahasiswa tampak dari antusiasme,
kesadaran dan kemauan kuat untuk bertanya, mengutarakan ide sebagai
upaya memahami materi (Wagiran, 2004). Keaktifan mahasiswa dalam
diskusi kelompok yaitu mahasiswa aktif dalam mengikuti jalannya
diskusi dengan aktif memberikan kontribusi, mampu mengeluarkan ide,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
gagasan, pendapat, dan informasi yang dimilikinya untuk mendukung
proses diskusi tutorial.
Di Program Studi Kedokteran UNS diskusi tutorial dinilai
menggunakan instrumen penilaian Diskusi Tutorial yang meliputi:
1. Kemampuan untuk bekerja dalam kelompok
a) Kemampuan menghargai orang lain
b) Keaktifan/kontribusi dalam kelompok
2. Kemampuan memilih informasi
3. Kemampuan untuk berfikir kritis dan melakukan analisis
a) Kemampuan mendefinisikan menyebutkan permasalahan
b) Kemampuan membuat hubungan dari berbagai data/fakta
c) Kemampuan menganalisis dan mensintesis data/fakta
Di Universitas Brawijaya penilaian diskusi tutorial yang digunakan
meliputi 1) persiapan, 2) partisipasi, 3) komunikasi, 4) berpikir kritis, 5)
berperilaku profesional (FK UB, 2011). University of Malaya
menggunakan penilaian diskusi tutorial yang meliputi 1) Participation
and
communication,
2)
Cooperation/team
building,
3)
Comprehensions/reasoning skills, 4) Knowledge/information gathering
(Sim, 2006). Sedangkan penilaian yang digunakan oleh Montenary
University meliputi 1) Application of Knowledge Base, 2) Clinical
Reasoning and Decision Making skills, 3) Self- Directed Learning (Selfstudy), 4) Collaborative Work, 5) Attitude during discussion and
Professionalism (Elizondo, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Dari beberapa instrumen penilaian di berbagai universitas di dalam
maupun luar negeri, terdapat aspek penilaian keaktifan/partisipasi, dan
dianggap aspek yang penting demi berlangsungnya diskusi tutorial agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Kecemasan Komunikasi (Communication Apprehension)
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu kondisi psikologis tertekan yang timbul
karena adanya perselisihan dalam diri individu, meliputi rasa khawatir,
tegang, dan takut terhadap suatu hal yang akan terjadi di masa mendatang
(Atkinson, 2001; Nevid 2005; Reber 2010).
b. Kecemasan Komunikasi
Kecemasan komunikasi berkembang dengan istilah Communication
Apprehension merupakan tingkatan atau level kecemasan atau ketakutan
yang berhubungan dengan komunikasi langsung maupun tidak langsung
antara seseorang dengan orang lain (McCroskey, 1984). Definisi tersebut
menjelaskan bahwa kecemasan komunikasi secara konseptual memiliki
dua pendekatan, yakni pendekatan yang berfokus pada komunikasi oral,
sementara
pendekatan
komunikasi merupakan
kedua
memfokuskan
bahwa
kecemasan
konseptualisasi dari sifat. Pada pendekatan
kedua, kecemasan komunikasi dikemukakan sebagai ‘trait’ yaitu sesuatu
yang bersifat menetap dan merupakan bagian dari kepribadian seseorang,
dan ‘state’ yaitu suatu kondisi yang terlihat atau terjadi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Kecemasan komunikasi sebenarnya merupakan suatu bentuk
perilaku yang normal bagi setiap orang (Wrench, 2008). Meski demikian,
kecemasan komunikasi merupakan masalah yang cukup serius karena
memengaruhi seluruh aspek dalam tehnik komunikasi (Robbins, 2001).
Kecemasan berkomunikasi tiap individu berbeda beda, faktor faktor yang
memengaruhi kecemasan komunikasi di antaranya adalah lingkungan,
kepercayaan diri, dan informasi (Wahyuni, 2014).
Elemen penting dalam situasional yang diyakini sebagai penyebab
meningkatnya kecemasan komunikasi/communication apprehension
adalah: situasi baru, situasi formal, situasi subordinat, menjadi pusat
perhatian, situasi ketidakramahan (McCroskey, 1984).
1). Situasi Baru
Individu secara tidak sengaja menjadi apprehensive pada situasisituasi tertentu, misalnya seseorang yang tidak pernah mengikuti
wawancara akan melakukan wawancara perdananya. Individu ini
akan berada dalam suatu situasi baru dimana dalam situasi
tersebut individu tidak yakin pada apa yang akan dilakukan dan
ada kebingungan bagaimana seharusnya seseorang itu bertingkah
laku sehingga dari sini kemudian muncul kecemasan.
2). Situasi Formal
Situasi formal cenderung diasosiasikan sebagai penentu jenis
perilaku yang layak pada situasi-situasi tertentu, dimana pada
situsi-situasi umum jika perilaku tersebut dilanggar atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
diabaikan
digilib.uns.ac.id
14
tidak
dianggap
sebagai
suatu
penyimpangan.
Kecemasan komunikasi akan muncul pada situasi formal karena
pada situasi ini terjadi pembatasan yang sempit pada macammacam perilaku yang dapat diterima.
3). Situasi Subordinat
Kecemasan dapat muncul pada situasi interaksi dalam posisi
subordinat (biasanya antara atasan dan bawahan atau pemegang
kekuasaan dan rakyat). Dalam beberapa situasi, suatu perilaku
akan dianggap layak atau tidak, ditentukan oleh orang yang
memegang kekuasaan tertinggi.
4). Pusat Perhatian
Merasa menjadi pusat perhatian dalam lingkungannya dapat
menjadi satu penyebab meningkatkan Kecemasan komunikasi.
5). Situasi Ketidakramahan
Walaupun tidak semua orang akan menunjukkan reaksi yang
sama pada orang yang tidak dikenal atau baru saja dikenalnya,
kebanyakan orang akan merasa lebih nyaman pada saat
berkomuniksi dengan orang yang dikenal daripada orang lain
yang tidak dikenalnya.
Beberapa pengukuran yang digunakan dalam mengukur kecemasan
berkomunikasi, di antaranya adalah:
a) Personal Report of Communication Apprehension (PRCA).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Digunakan untuk mendapatkan skor kecemasan berkomunikasi
dalam konteks berkomunikasi di depan umum, berkomunikasi
dengan dua orang, berkomunikasi di dalam kelompok kecil, dan
berkomunikasi di dalam kelompok besar.
b) Personal Report of Interethnic Communication Apprehension
(PRECA).
Digunakan untuk mendapatkan skor kecemasan berkomunikasi
dalam
konteks
berkomunikasi
komunikasi
antaretnis
antaretnis.
merupakan
Kecemasan
sub-kategori
dari
kecemasan berkomunikasi secara umum.
c) Personal Report of Intercultural Communication Apprehension
(PRICA).
Digunakan untuk mendapatkan skor kecemasan berkomunikasi
khusus dalam konteks komunikasi antarbudaya. Kecemasan
berkomunikasi
antarbudaya
merupakan
sub-kategori
dari
kecemasan berkomunikasi secara umum.
4) Personal Report of Public Speaking Anxiety (PRPSA).
Digunakan untuk mendapatkan skor kecemasan berkomunikasi
khusus dalam konteks komunikasi di depan umum (Wrench,
2008).
Pada penelitian ini digunakan skala kecemasan komunikasi
Personal Report of Communication Apprehension.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
B. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Lingkungan
2. Kepercayaan diri
3. Informasi
4. Situasi
Kecemasan
Komunikasi
Variabel Luar Terkontrol
1. Kondisi fisik &
psikologis
Keaktifan
Mahasiswa
dalam Diskusi
Tutorial
Tercapainya Learning
Objective Tutorial
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Mempengaruhi
----------
Variabel Luar
commit to user
Variabel Luar Tidak
Terkontrol
1. Motivasi Intrinsik
2. Peranan Tutor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
C. HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara Kecemasan Komunikasi dengan Keaktifan
Diskusi Tutorial pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter di
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
commit to user
Download