EPIDURAL SPINAL CORD COMPRESSION AKIBAT METASTASE

advertisement
EPIDURAL SPINAL CORD COMPRESSION AKIBAT METASTASE ADENOKARSINOMA
PROSTAT
Amanda Tiksnadi
PENDAHULUAN
Metastase merupakan salah satu penyebab kegagalan dalam pengobatan penyakit kanker dan
merupakan keadaan yang didapatkan pada sekitar 30% kasus. Lesi metastase tulang belakang dapat
memperburuk kondisi penderita dan merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosa banding nyeri
tulang belakang progresif dan atau kolaps korpus vertebra.1
Di Amerika Serikat, tulang belakang merupakan tempat paling sering terkena metastase tumor.
Sekitar 30-70% pasien dengan tumor primer didapatkan metastase ke tulang belakang pada waktu
dilakukan autopsy. Sekitar 70% lesi metastase terdapat pada daerah vertebra thorakal, 20% di daerah
vertebra lumbal, dan 10% di daerah vertebra cervical. Lebih dari 50% penderita dengan metastasis tulang
belakang mempunyai lesi yang multiple. Lokasi tersering metastasis di tulang belakang adalah pada
anterior korpus vertebra (60%), dan sekitar 30% berinfiltrasi ke lamina atau pedikel. Sebagian kecil dapat
mengenai bagian anterior dan posterior tulang belakang.1
Sumber utama dari lesi metastase tulang belakang adalah paru-paru (31%), payudara (24%),
gastrointestinal (9%), prostat (8%), limfoma (6%), melanoma (4%), dan ginjal (1%). Hasil penelitian
Gilbert dkk dari MSKCC menunjukkan lebih dari 40% Epidural Spinal Cord Compression akibat
metastasis tulang berasal dari dari tumor primer payudara, paru, dan prostat.2
Karsinoma prostat adalah penyakit usia lanjut. Merupakan kanker yang paling banyak
terdiagnosis dan merupakan kanker penyebab kematian nomor 2 setelah kanker paru-paru pada laki-laki.
Insidensnya meningkat dengan bertambahnya umur. Di Belanda insidensnya bervariasi antara 25-30 per
100.000 laki-laki, di Amerika Serikat 80 tiap 100.000 laki-laki. Dengan semakin meningkatnya umur
hidup rata-rata, presentase orang-orang lanjut usia yang menderita karsinoma prostate juga meningkat.3,4
Tahun 1996 di Amerika Serikat, kanker prostat menimbulkan kematian pada 44.000 laki-laki, sedangkan
tahun 2000 berjumlah 31.900. Angka kematian ini menurun oleh karena diagnosa dapat ditegakkan lebih
awal. 4,5
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Seorang laki-laki berusia 59 tahun, menikah dan memiliki 6 orang anak, pensiunan,
dikonsultasikan dari poli IPD RSCM ke poliklinik Neurologi RSCM kelemahan tungkai kanan sejak 1
minggu yang lalu e.c suspek stroke + dislipidemi + hipertensi.
Sejak 3 bulan SMRS pasien merasakan rasa berat di daerah ulu hati yang semakin lama
semakin bertambah berat terutama bila pasien batuk atau mengedan. Perasaan berat di ulu hati
ini seperti ditekan beban berat dan diikat sampai ke punggung. Nyeri (-).
Keluhan mulai dirasakan penderita sejak mengikuti klub kebugaran (body building).
Pasien kemudian berobat ke poli IPD RSCM dan dikatakan menderita mag (gastritis, abdominal
discomfort), kolestrol tinggi dan hipertensi dan diberi obat Ranitidin 2x1, Tripanzym 3x1, Captopril
2x12,5mg, B6 3x1, Simvastatin 1x10mg.
Sejak 2 minggu SMRS pasien mulai merasa kesemutan di daerah ulu hati sampai ke kaki. Rasa
berat di ulu hati masih ada, tidak hilang dengan obat-obatan yang diberikan.
Sejak 1 minggu SMRS pasien mulai merasakan tungkai kanannya berat dan sulit digerakkan,
sehingga jalan terseret. Pasien juga belum BAB sejak 1 minggu terakhir. Pasien kemudian datang
kembali ke poliklinik IPD dan akhirnya dikonsulkan ke poli Neurologi.
Riwayat trauma disangkal. Riwayat gangguan BAK disangkal.
Demam (-), riwayat batuk lama/batuk darah (-), riwayat kontak dengan penderita TBC disangkal,
riwayat terapi OAT (-), keringat malam (-), penurunan berat badan (-).
Nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-).
Kencing malam hari 2x, nyeri BAK (-), kencing berdarah (-), batu (-), kencing tersendat (-),
kencing tak lampias (+).
Riwayat penyakit jantung (-), DM (+) terkontrol dengan diet, Hipertensi (+), kolestrol tinggi (+).
Status Generalis (16/7)
KU sedang, kesadaran komposmentis, TD130/70 mmHg, Nadi 80x/m, Nafas 16x/m, Suhu afebris. Mata :
konjungtiva tak anemis, sclera tak ikterik. Leher : massa(-), KGB tidak teraba. Paru : sonor, vesikuler,
ronki -/-, wheezing -/-. Jantung : BJ I – II normal, gallop (-), murmur (-). Abdomen : lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) normal. Ekstremitas : udem -/-, atrofi -/-.
Status Neurologis (16/7)
GCS E4M6V5=15; Pupil : bulat, isokor, ∅ 3 mm, RfCL +/+, RfCTL +/+; TRM : kaku kuduk (-), Laseque
>700/>700, Kernig -/-; Nervi craniales : paresis (-); Motorik : ekstremitas superior 5555|5555, ekstremitas
inferior 4+4+4+4|5555, Rf Biceps ++/++, Rf Triceps ++/++, APR ++/++, KPR ++/++, Rf Babinski -/-;
Sensorik : hipestesi setinggi segmen Th8, proprioseptif tungkai bawah terganggu; Otonom : obstipasi
sejak 1 minggu yang lalu, BAK normal, keringat normal.
Laboratorium
Hb 15,9g/dl, L 10700, Tr 363000, DC -/3/-/65/28/4, LED 12, GDS 93 mg/dl, TG 174 mg/dl, Cholestrol
total 282 mg/dl, Ur 41mg/dl, Cr 2,0 mg/dl, Alb 4,5 g/dl, Glob 3,6 g/dl.
UL normal.
WD/ hipestesi setinggi dermatom Th8, observsi paresis ekstremitas kanan bawah yang mungkin
disebabkan suatu penekanan di medula spinalis.
PDx/ foto vertebra thorakal AP/Lat sentrasi Th 6, rencana SSEP, rawat di bagian neurologi pro
eksplorasi, analgetik, laksansia.
Foto polos Thorakal AP/Lat (16/7) : Alignment columna vertebra thoracal baik tidak tampak listhesis.
Tampak fraktur kompresi Th6, destruksi pedikel Th6 kanan. Struktur tulang osteoporotik. Anjuran MRI
thorakal.
MRI thorakal (17/7) :Tampak kompresi fraktur vertebra Th6 yang menyebabkan canal stenosis dengan
penekanan medula spinalis menjadi pipih dan penekanan radik kanan dan kiri. Pada pemberian kontras
tak tampak signal patologis. Soft tissue paravertebralis normal, tak tampak massa/SOL maupun abses.
Follow up : (18/7)
Motoris : ektremitas bawah 4+4+4+4|4+4+4+4+ RF ++/++ RP -/Sensoris : hipestesi setinggi dermatom Th8
Otonom : BAB (-)
Th/ Simvastatin 1x1, Captopril 2x12,5; Methycobal 3x1, Laxansia 3xCI, Ranitidin 2x1, Dexamethason
4x1.
Follow up : (21/7)
Motoris : ekstremitas bawah 3333|3333 RF ++/++ RP -/Sensoris : hipestesi setinggi dermatom Th6
CEA 5,93 ng/ml (<3); CRP 82,4 mg/l (<5)
LED 50mm/jam, PAP TB (-), Mantoux test (-)
PSA 219,2 ng/ml (N<4,0)
Fosfatase asam 6,9 U/l(1-6)
Fosfatase lindi 275 U/l (< 270)
Konsul Bedah urologi
Status urologis : CVA kanan & kiri massa (-), NT (-), NK (-). GE tak menyempit, tidak ada massa.
Scrotum tak membesar, Testis normal.
RT : TSA lemah, ampula tak kolaps, mukosa licin, teraba prostat menonjol asimetris konsistensi kenyalkeras, nodul (+) lobus sinistra, NT (-), batas atas masih terjangkau. TB ± 40gr.
Bone scan (24/7) : tampak peningkatan aktivitas patologis pada vertebra thorakal 6-7, costa 8 anterior
kiri, sakroiliaka joint kanan, proksimal femur kanan, serta suspek peningkatan aktivitas di thorakal 4,
parietooksipital kiri, dan proksimal tibia kanan, kemungkinan metastasis pada tulang-tulang tersebut di
atas.
TRUS-P (25/7) : echostruktur inhomogen, lesi hiperechoic (-), lesi hipoechoic (+) pada lobus dextra dan
sinistra. Volume prostat = 44,18cc.
Dilakukan biopsi pada lobus dextra dan sinistra à dikirim ke PA
Hasil biopsi (28/7) : Adenokarsinoma prostat berdiferensiasi baik sampai sedang (pT 2b) derajat anaplasia
inti 2-3.
Assessment orthopedi : pro dekompresi dan stabilisasi dengan PSSW & biopsi, konsul bedah urologi
untuk tumor primernya.
Assessment bedah urologi : Adenokarsinoma prostat berdiferensiasi baik-sedang T2aNxM1b, pro
orchidectomy subkapsuler bilateral bersama bedah orthopedi.
Operasi (31/7) : dilakukan laminektomi total T6 {patologis buldging medula spinalis, pulsasi (-), pasca
laminektomi pulsasi tetap (-)}, stabilisasi dengan PSSW. Saat operasi dilanjutkan dengan anterior
approach, dilakukan biopsi, pasien mengalami VES tidak berespon dengan obat sehingga operasi
dihentikan.
Assessment bedah urologi : tunda orchidectomi, Fugerel 3x1 tab selama 2 minggu dilanjutkan dengan
injeksi Tapros tiap bulan.
Hasil PA biopsi vertebra Th6 : anak sebar adenokarsinoma.
Follow up (8/8)
Motoris : ekstremitas atas 5555|5555, bawah 5555|5555, spastis (-), flaksid (-)
RF ++/++ RP -/- klonus -/Sensoris : hipestesi setinggi dermatom Th6 ke bawah
Otonom : BAB dan BAK baik
URM : R/ Spinal ortosis : korset torakolumbal + bar pada anterior dan posterior.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang maka ditegakkan :
Diagnosis klinis : nyeri radikuler bilateral, paraparesis tipe UMN, hipestesi setinggi
dermatom Th6
Diagnosis topis : segmen medula spinalis setinggi Th6, vertebra Th 6, prostat
Diagnosis patologis : adenokarsinoma prostat
Diagnosis etiologis : metastasis adenokarsinoma prostat
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia
Quo ad sanasionam : malam
DISKUSI KASUS
Pasien dirujuk dari poli penyakit dalam dengan diagnosa kelemahan tungkai kaki kanan e.c stroke.
Hasil pemeriksaan fisik terutama neurologis menunjukkan monoparesis dextra disertai gangguan
sensorik hipestesi yang segmental baik kiri dan kanan sesuai dermatom Th8 dan gangguan
proprioseptif tungkai bawah yang terganggu, lebih mengarah kepada lesi pada topis segmen
medula spinalis setinggi Th6.
Keluhan rasa berat di ulu hati yang telah dirasakan pasien sejak 3 bulan sebelum datang ke poli penyakit
dalam didiagnosa sebagai abdominal discomfort dan diterapi sebagai gastritis. Setelah 1 bulan terapi
tidak menunjukkan perbaikan, malah keluhan bertambah berat menjadi rasa seperti diikat di sekeliling
ulu hati dan disertai kelemahan tungkai kanan, pasien baru dirujuk ke poli neurologi.
Ada 2 jenis nyeri radikuler, yaitu nyeri dermatomal dan nyeri dermatomal.
Nyeri radikuler dermatomal ditimbulkan akibat iritasi dorsal roots yang diproyeksikan sesuai
distribusi dermatomal spesifik, biasanya tajam, dan menyengat (sharp, stabbing, shooting) dan biasanya
timbul/diperberat dengan aktivitas yang meningkatkan kompresi saraf atau regangan yang berlebihan
terhadap root, seperti batuk, bersin, mengedan, straight leg raising, retasi eksternal dan ekstensi lengan,
serta hiperekstensi punggung/tulang belakang.
Nyeri radikuler myotomal timbul akibat iritasi anterior root, dan diproyeksikan sesuai myotom
nya. Nyeri biasanya bersifat dalam, menyebar (diffuse) dan tumpul, oleh karena itu sulit dibedakan
dengan nyeri visceral. Contoh yang paling sering terjadi adalah nyeri anginoid akibat kompresi ventral
cervical spinal root bagian bawah (C6, C7, C8) yang meninervasi otot-otot dinding dada, dimana
iritasinya akan menimbulkan nyeri prekordial yang dapat menstimulus timbulnya angina. Demikian pula
nyeri akibat lesi di medula spinalis torakal atas sering didiagnosis sebagai pleuritis, atau mirip dengan
simptoms cholelithiasis.
Nyeri radikuler yang terjadi dapat unilateral maupun bilateral. Nyeri radikuler yang bilateral
menimbulkan sensasi girdle, sekeliling batang tubuh.
Keluhan pasien berlangsung secara kronik progresif selama 3 bulan terakhir, diawali nyeri ulu hati
kemudian seperti melingkar mengelilingi tubuh, diikuti kelemahan kedua tungkai bawah dan gangguan
sensoris mulai segmental.
Perjalanan penyakit yang kronik progresif ini mulai dari nyeri, komponen motoris, kemudian
sensoris dan menyisakan fungsi otonom yang masih dapat dikompensasi mengarahkan pada
kecurigaan suatu proses kompresi atau penekanan medula spinalis dari ekstra meduler.
Tumor ekstrameduler
Tumor intrameduler
Nyeri
Radikuler atau lokal
Funikular, burning type; lokalisasi -
Sensoris
Brown Sequard (nyeri&suhu KL,
Proprioseptif ipsilateral
Ascending
Lebih jelas; di bawah level lesi
Disosiasi sensoris (nyeri&suhu –
Proprioseptif utuh
Descending
Kurang nyata ; bisa suspended
Motoris
Segmental LMN
Nyata & jelas dg atrofi & fasikulasi
UMN prominent
Bisa timbul lambat, kurang nyata
Ascending
Descending
Biasanya kena terakfhir
Biasanya lebih dulu terkena
Otonom
Kanalis spinalis merupakan suatu ruang tertutup yang rigid, oleh karena itu adanya proses
penyakit yang berkembang di daerah tersebut (expanding disease process) akan menyebabkan kompresi
spinal cord dan/atau spinal root. Proses penyakit yang terjadi dapat disebabkan oleh neoplasma, infeksi,
penyakit diskus, spondylosis, haematoma, maupun lesi kistik.6
Neoplasma dan SOL lain pada kanalis spinalis dibagi menjadi intramedular (menginvasi dan
menghancurkan traktus-traktus dan area abu-abu sentral), dan ekstrameduler (diluar medula spinalis).
Neoplasma ekstrameduler dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu intradural (pada leptomening atau root), dan
ekstradural (pada badan vertebra atau jaringan epidural).7 Ada 2 jenis neoplasma epidural, primer dan
metastasis. Neoplasma primer yang paling sering ditemukan adalah jenis osteogenik, chondrogenic,
vascular, fibrous, hematopoietic, lipomatous, dan elemen mesenkim.
Pada kasus-kasus dimana hasil pemeriksaan imaging menunjukkan bukti adanya suatu neoplasma
epidural, masih tetap harus dibedakan apakah neoplasma tersebut primer atau metastasis. Bila pasien
tersebut mempunyai riwayat keganasan, maka biasanya tumor epidural ini dipikirkan sebagai suatu
metastasis. Tetapi bahkan pada pasien-pasien yang tidak mempunyai riwayat keganasan sebelumnya, kita
tetap harus memikirkan kemungkinan tumor epidural metastasis, karena angka kejadian tumor epidural
metastasis dibandingkan tumor primer epidural adalah 3-4:1.
ESCC pada daerah torakal, nyeri bisa berupa nyeri radikuler di daerah torakal, maupun berupa
nyeri “tulang” yang biasanya mempunyai karakteristik menghebat bila ada pergerakan maupun
straightening, dan sensitif terhadap perkusi pada tulang atau prosesus yang terlibat, kolaps vertebra
bersangkutan dengan hump (gibbus). Gangguan sensorik dan motorik dapat muncul sesuai level kelainan,
biasanya didahului ataksia ringan yang berlanjut menjadi paraparesis dan paraplegi, dimana gejala ini
pada awalnya distribusinya bisa asimetris tapi dengan cepat menjadi simetris. Laminasi pada traktus
spinothalamikus biasanya menimbulkan ascending sensory level pada pasien-pasien dengan tuor
ekstrameduler. Gejala otonom berupa retensi maupun inkontinensia uri bisa menyertai gejala di atas.
Nyeri dapat radikuler, unilateral maupun bilateral mengelilingi ribcage dan sering diperberat dengan
gerakan, weight bearing, maupun berbaring terlentang.
Setiap jenis neoplasma yang mempunyai potensi untuk bermetastasis dapat bermetastasis ke
vertebra dan menyebabkan Epidural Spinal Cord Compression (ESCC).
Komplikasi ESCC terjadi ± 5-10% selama perjalanan penyakit pasien-pasien yang menderita tumor solid.
Di rumah sakit khusus kanker, ESCC merupakan manifestasi klinis sebesar 3-8%. Walaupun semua
neoplasma dapat mengakibatkan ESCC, mayoritas ESCC yang terjadi disebabkan metastasis primer
karsinoma payudara, paru-paru, prostat, limfoma sistemik.
Etiologi kanker prostat belum dapat diketahui dengan baik. Hasil terapi hormonal merupakan
alasan untuk pemeriksaan luas mengenai mekanisme kerja hormon steroid terhadap sel prostat. Setelah
reseptor steroid dapat ditunjukkan di dalam sel dan inti sel, ternyata faktor pertumbuhan lain juga
mempunyai peran. Akhirnya ditemukan satu atau lebih dari satu onkogen yang pada tingkat DNA dapat
menimbulkan disregulasi pertumbuhan sel. Bahwa baik faktor hormonal maupun faktor lingkungan yang
toksis dapat membantu terjadinya kanker prostat adalah sangat mungkin, tetapi belum dapat dibuktikan
secara meyakinkan.
Diagnosis karsinoma prostat berdasar atas DRE, PSA, TRUS, yang ditegakkan dengan
pemeriksaan PA dari hasil biopsi, TRNB.
Method
DRE
PSA
TRUS
Sensitivity
69-89%
57-79%
36-85%
Specificity
84-98%
59-68%
41-79%
PPV
26-35%
40-49%
27-36%
Detection Rate
1.3-1.7%
2.2-2.6%
2.6%
Kemampuan DRE untuk mendiagnosis suatu karsinoma prostat meningkat hingga 78% bila dua metoda
digunakan.
Karakteristik DRE untuk ca prostat berupa prostat terfiksasi, membesarm bernodul, dan keras
(stony hard). Virchow’s node, KGB aksiler dan inguinal dapat mebesar teraba. Peningkatan kadar serum
asam dan alkali fosfatase terdapat pada 72% kasus. Kombinasi osteoblastik dan osteolitik metastase pada
tulang sekitar 60%. Metastasis pulmoner hanya 1%, biasanya memberikan gambaran milier.
PSA >50ng/ml biasanya menunjukkan adanya metastase jauh dari ca prostat.9
Prosedur diagnostik pada metastasis tulang punggung :
 Foto polos diigunakan untuk melihat pedikel atau korpus vertebra, erosi pedikel pada foto AP adalah
khas untuk metastasis dan ditemukan pada 90% pasien simptomatis. Gambaran osteoblastik dan
osteoklastik adalah umum untuk ca prostat dan hodghin, kadang dapat ditemukan juga pada tumor
payudara dan limfoma.

CT Scan sangat berguna untuk menentukan integritas dari columna vertebralis, terutama jika
direncanakan untuk operasi. CT mielogram digunakan jika MRI tidak ada.
 Bone scan (+) pada 60% kasus.
American Collage of Radiology membuat suatu kriteria investigasi radiologis untuk metastatic
bone disease yang dapat digunakan sebagai panduan langkah-langkah pemeriksaan radiologis yang
diperlukan pada berbagai kasus untuk membuktikan adanya metastsis ca ke tulang.
Pasien didiagnosis sebagai penderita kanker prostat stadium lanjut metastasis ke tulang belakang,
sedangkan pasien tidak merasakan keluhan LUTS baik iritatif maupun obstruktif.
Dalam stadium dini kanker prostat miskin akan simptom, karena 70% ca prostat tumbuh di zona
perifer yang jauh dari uretra. Gejala-gejala lokal, jika timbul dan umumnya pada kasus-kasus yang telah
lanjut tidak berbeda dengan gejala-gejala BPH baik obstruktif (hesitancy, dribbling, decreased forced of
stream) maupun iritatif (frekuensi, urgensi, disuria, nokturia). Umur rata-rata pasien dengan gejala
simptomatik ca prostat tingkat lanjut adalah 72 tahun. Biasanya simptom mulai muncul perlahan beberapa
bulan sebelumnya diikuti prpgresifitas frekuensi dan nokturia hingga menyebabkan retensi akut (28%).
Berat badan menurun, nyeri punggung hebat pada 14% kasusm dan skiatika pada 56%. Gross hematuri
hanya 8%, juga limfedema sekunder akibat obstruksi aliran limfatik hanya 4%.8
Langkah-langkah penanganan untuk pasien ini didasarkan pada adanya defisit neurologis akibat ESCC
karena fraktur vertebra Th6 pada metastasis adenokarsinoma prostat.
Kriteria radiologis untuk menduga adanya instabilitas tulang belakang dan keperluan untuk
stabilisasi adalah a) ketinggian korpus vertebra berkurang 50%, b) deformitas ≥ 500, c) kerusakan korpus
vertebra 70%, dan d) kedua elemen anterior dan posterior serta pedikel terlibat.
Langkah terapi untuk lesi tumor metastasis ke tulang belakang dapat dengan menggunakan
klasifikasi Harrington’s maupun kostuik. Indikasi bedah pada klasifikasi Harrington’s adalah kelas IV dan
V.
Angka harapan hidup median pada penderita metastasis tulang belakang secara umum adalah 10
bulan. Untuk karsinoma tiroid dan prostat kurang dari 5 tahun, multipel myeloma 3 tahun, ca mammae 2
tahun, RCC 1tahun, dan < 1 tahun untuk ca paru dan GIT. Umumnya intervensi tindakan bedah dilakukan
bila angka harapan hidup lebih dari 3 bulan. Indikasi pembedahan adalah 1) untuk menegakkan diagnosa,
2) defisit neurologis karena kompresi spinal cord, 3) nyeri progresif dan/atau kelainan neurologis selama
radioterapi, 4) instabilitas tulang belakang, 5) tumor radioresisten, 6)intractable pain, 7)impending
fraktur.
Terapi untuk ca prostat lanjut yang simptomatik diantaranya adalah blok androgen dan/atau
orchiektomi. Penurunan jadar testosteron serum akibat kastrasi dapat ditanggulangi dengan pemberian
estrogen, ketoconazole, flutamide, cyproterone acetate, aminoglutethimide, dan analog LHRH. Terapi ini
dengan cepat menanggulangi nyeri, anoreksia dan memperbaiki simptoms obstruktif urin. Reseksi prostat
transurethral hanya diindikasikan pada pasien-pasien dengan residual urin yang besar dan persisten.
Radioterapi untuk isolated metastatic bone lesion juga bersifat paliatif. Dosis tinggi
kortikosteroid berguna sebagai simptomatis saja, tapi tidak mempunyai efek langsung pada tumor itu
sendiri. Angka harapan hidup 5 dan 10 tahun ca tahap lanjut ini sangat bergantung stadium penyakit pada
saat terapi dimulai. Tidak ada kemoterapi yang efektif untuk digunakan pada stadium lanjut ca prostat
bila terapi hormonal sudah tidak berespon.
Penatalaksanaan yang direncanakan adalah dekompresi dan stabilisasi tulang belakang untuk
menanggulangi ESCC dan orchiectomi bilateral untuk tumor primernya yang telah bermetastasis.
Timbulnya komplikasi intra-operatif menyebabkan operasi dihentikan hanya sampai tahap dekompresi
dan stabilisasi segmen posterior tulang belakang. Biopsi vertebra saat operasi memberikan gambaran
anak sebar adenokarsinoma yang menegakkan diagnosis pasti metastasis tulang belakang pada tumor
primer adenokarsinoma prostat.
Terapi hormonal alternatif yang diberikan sebagai pengganti orchiectomi untuk pasien ini adalah adalah


golongan antiandrogens nonsteroid (flutamid, Fugerel ) dan LHRH analogs (leuprolide, Tapros ).
Pasien pulang dengan perbaikan motorik dan menggunakan spinal orthosis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Text book of spinal surgery. p.2010
2.
Byrne TN, Waxman SG. Neoplastic causes of Spinal Cord Compression : Epidural Tumors. F.A Davis Company. Philadelphia;
1990.p.146-78
3.
Scher HI. Hyperplastic and Malignant Disease of The Prostat. In Braunwald E, et al editors. Principles of Internal Medicine. 15 th ed.
McGraw-Hill; p.806-16
4.
La Rocca RV. Prostate Cancer. In Djulbegovic B et al editor. Decision Making in Oncology Evidence Based Management. Kentucky,
Churchill Livingstone. P.317-23.
5.
Droracek J. Adenocarcinoma of The Prostate. Praha. Cas Lek Cesk. 1998. p.515-21
6.
Lindsay KW, Bone I,Callander L. Neurology dand Neurosurgery Illustrated. New York. Churcill Livingstone. 1997. p376-412
7.
Adams RD, Victor M. Principles of Neurolofy. 7th ed. New York. McGraw Hill. 2001. p.1330-5
8.
Frank IN, McDonald DF. Urology: Principles of Surgery. Schwartz SI editors. New York McGraw-Hill.2001.p.1762-5
9.
Oesterling JE et al. Cancer of The Prostate : Diagnosis and Staging. In Urologic Oncology. Philadelphia. WB Saunders Company. 1997.
p357-402
10. Ahmad R. Manajemen Tumor Metastasis Tulang Belakang. Referat Sub Bagian Spine FKUP. Bandung. 2003.
11. Jackie KA. Diagnosis and Management of Metastatic Plexopathy and Spinal Cord Compression. AAN 2003
12. Smith RA, Eschenbach AC et al. American Cancer Guidelines for Early Detection of Cancer. CA Cancer J Clin 2001;51:38-75
13. Hellerstedt BA, Pienta KJ. The Current State of Hormonal Therapy for Prostate Cancer.CA Cancer J Clin 2002;52:154-179.
14. Slawin KM, Ohori M, et al. Screening for Prostate Cancer : An Analysis of the Early Experience. CA Cancer J Clin;1995:45:134-147.
15. Mertens WC, Filipczak LA, et al. Systemic Bone Seeking Radionuclides for Palliation of Oainful Osseous Metastases : Current Concepts.
CA Cancer J Clin;1998:48:361-74
16. Scanlon EF, Murthy S. Basic Science Overview : The Process of Metastasis. CA Cancer J Clin 1991;41:301-5
17. Serdengecti S, Derman U, Berkarda B. Salmon Calcitonin in The Treatment of Bone Metastases. Int J Clin Pharm Res. 1986.V1(2) 151-5
Download