UNIVERSITAS INDONESIA TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PONDOK PESANTREN AL-HUDA JETIS KEBUMEN MAKALAH NON-SEMINAR HUSNUL KHOTIMAH 1106017433 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARAB DEPOK 2015 Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen Husnul Khotimah, Muhammad Luthfi Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia [email protected] Abstrak Jurnal ini membahas tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis, kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat besar yang telah menyebar di seluruh pelosok Indonesia. Tarekat sendiri merupakan sebuah kelompok yang mengamalkan zikir-zikir tertentu untuk mencapai penyucian jiwa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda, Kebumen. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan mengambil data dari sumber tertulis berupa buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian dan dari hasil wawancara terhadap salah satu anggota tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda telah berkembang luas ke seluruh desa di daerah Kebumen dan sekitarnya. Tarekat Naqsyabandiyah di pesantren ini seperti tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya melaksanakan zikir dalam hati untuk mencapai tingkat kesadaran dan kedekatan akan Allah. Tarekat ini memberi dampak positif dengan membantu penyebaran ilmu tasawuf ke wilayah Kebumen. Naqsyabandiyah Tariqah in Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen Abstract This journal discusses about Naqsyabandiyah Tariqah in Pondok Pesantren Al-Huda Jetis, Kebumen regency, Central Java. Naqsyabandiyah Tariqah is one of great tariqah which spread across Indonesia. The tariqah itself is a group of people who practice certain zikr to attain the level of pure soul. The aim of this research is to know the history and the development of the Naqsyabandiyah Tariqah in Pondok Pesantren Al-Huda Jetis. This research uses descriptive-analysis method which getting the data from written resources such as certain books relating to the topic of this research and from interview with one of the member of Naqsbandiyah Tariqah in Pondok Pesantren Al-Huda. Based on the research, it is known that Naqsyabandiyah Tariqah in Pondok Pesantren Al Huda has developed and spreaded to the villages in Kebumen and to the surroundings. Naqsyabandiyah Tariqah in this pesantren is the same as the common Naqsyabandiyah Tariqah which practice zikr in heart to attain the level of consciousness and closeness to Allah. This tariqah gives positive by helping to spread tasawuf in Kebumen area. Keywords: Naqsyabandiyah; tariqah; zikr Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Pendahuluan Tarekat Naqsyabandiyah adalah salah satu tarekat besar yang berkembang luas di Indonesia. Tarekat Naqsyabandiyah tersebar di seluruh daerah nusantara. Tarekat ini terdapat di antaranya di wilayah Minangkabau, Pontianak, Madura, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Tidak ada sumber pasti tentang siapa yang pertama kali menyebarkan tarekat ini di nusantara. Namun, Syaikh Yusuf Makassari dianggap sebagai tokoh yang memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah terbentuknya tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda, apa saja kegiatankegiatan dan amalan-amalan tarekat yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana pengaruh tarekat terhadap pengikutnya dan masyarakat di sekitar Pondok Pesantren Al-Huda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya tarekat, kegiatan dan amalan sehari-hari tarekat, serta mengetahui pengaruh tarekat terhadap pengikut dan masyarakat di sekitarnya. Tinjauan Teoritis Tasawuf muncul pada abad kedua Hijriah. Para sufi mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan untuk taqarrub kepada Allah. Dalam tasawuf, seseorang berusaha untuk menyucikan jiwanya dengan cara tekun beribadah dan memutuskan perhatian dengan segala selain Allah, hanya mengharap keridhaan Allah semata, menolak hiasan dunia, serta membenci perkara yang selalu memperdaya orang kepada kelezatan harta benda dan kemegahan dunia, menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah. Sementara itu, kata tarekat berasal dari kata dalam bahasa Arab, tariqah, yang secara harfiah berarti jalan. Kata tarekat mengacu pada suatu sistem latihan meditasi maupun amalanamalan yang dihubungkan dengan sederet guru sufi. Tarekat yaitu suatu kelompok organisasi yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan suatu sumpah yang dasarnya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut. Sebuah tarekat identik dengan pensucian jiwa. Pensucian jiwa yaitu melatih diri dengan selalu bersifat zuhud, menjauhi larangan agama, dan mengisi hidup dengan sifat-sifat terpuji. Tasawuf berkaitan dengan aspek Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 intelektual, sedangkan tarekat berkaitan dengan aspek etis dan praktis sehingga dapat dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf.1 Tarekat mulai muncul pada abad kelima Hijriah sebagai kelanjutan dari kegiatankegiatan sufi yang sudah ada sebelumnya. Dalam praktik pada umumnya, seorang guru sufi di sebuah tarekat dikelilingi oleh para muridnya dalam sebuah lingkaran. Dalam tarekat yang sama, para guru sufi mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama, dan amalan yang sama. Para murid akan mengalami kenaikan tingkat yang berbanding lurus dengan kenaikan amalan yang dikerjakannya. Seorang murid yang awalnya menjadi seorang pengikut biasa, pada kemudian hari dapat mengalami kemajunan dan tingkatnya naik hingga menjadi mursyid (guru tarekat) maupun menjadi khalifah (pembantu syaikh). Selain guru dan murid, tarekat pun memiliki zawiyah sebagi tempat berkumpul, kitab-kitab, serta sistem dan metode zikir. Salah satu unsur paling penting dalam sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah menjadi tolak ukur dan legitimasi sebuah tarekat apakah mu’tabarah (sah) atau tidak. Silsilah berisi rangkaian nama-nama guru terdahulu yang sambung-menyambung antara satu sama lain hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini sangat penting karena bimbingan kerohanian harus benar-benar berasal dari Nabi. Jika silsilah tarekat terputus atau palsu, maka ilmu tarekat tersebut bukan warisan Nabi. 2 Tarekat pada mulanya muncul melalui tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh Syaikh Abdul Qadir di Asia Tengah. Setelah itu, tarekat tersebut menyebar ke wilayah-wilayah lain. Tarekat-tarekat lain juga bermunculan seperti tarekat Rifa’iyah di Maroko dan Aljazair, tarekat Suhrawardiyah di Afrika Utara dan Tengah, dan sebagainya. Tarekat-tarekat di Indonesia mulai berkembang pada abad ke-17. Tarekat-tarekat mendapat pengikut awal dari lingkungan istana, kemudian menyebar ke kalangan masyarakat awam. Para anggota kerajaan maupun tokoh masyarakat mengunjungi tanah Arab ketika berhaji ataupun menimba ilmu dan berbai’at menjadi pengikut sejumlah tarekat. Mereka kemudian menyebarkan ajaran tarekat ke Indonesia. Tarekat yang berkembang di Indonesia diawali tarekat Syattariyah, kemudian Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Rifa’iyah, Qadiriyah, dan menyusul tarekat-tarekat lain. 3 1 Sri Mulyati (et.al), Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 9. Ibid, hlm. 11. 3 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995) 2 Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan data-data yang dikumpulkan kemudian dianalisa dan diberi kesimpulan. Data yang terdapat dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik penelitian kepustakaan dan wawancara. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku referensi yang relevan dengan topik penelitian dan dari sumber tertulis yang didapat langsung dari pusat tarekat Naqsyabandiyah di Kebumen. Kemudian, teknik wawancara dilakukan dengan menanyakan langsung mengenai topik penelitian kepada seseorang yang berwenang dalam permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Berkaitan dengan ini, penulis melakukan wawancara kepada Ustadz Zaenal Arifin, anggota tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al Huda Jetis, Kebumen. Hasil Penelitian Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Pondok Pesantren Al-Huda didirikan kurang lebih pada tahun 1880 masehi oleh K.H. Abdurrahman. Sebelum didirikan pondok pesantren, K.H. Abdurrahman sudah terlebih dahulu mengajarkan ilmu tarekat di wilayah Kebumen. K.H. Abdurrahman memiliki nama asli Solihin dan berasal dari desa Ambal di kabupaten Kebumen. Pada waktu beliau kecil, beliau menggembala kerbau-kerbau milik pamannya. Suatu hari, salah satu kerbau gembalaan itu menghilang. Akibatnya, beliau dimarahi oleh pamannya dan disuruh mencari kerbau tersebut sampai ketemu. Beliau mencari kerbau tersebut hingga ke pesisir laut. Letak wilayah Kebumen memang dekat dengan laut selatan. Namun, beliau tidak berhasil menemukan kerbau tersebut. Beliau pun tidak berani pulang dan terus berjalan ke timur. Mengetahui sang anak tidak kunjung pulang, orang tua beliau merasa kehilangan dan mengira putra mereka sudah meninggal dimangsa binatang buas. Padahal, beliau terus berjalan ke timur dan akhirnya sampai di Pondok Pesantren Wringin Agung Jawa Timur. Di sana, beliau akhirnya menuntut ilmu. Beliau mengaji dan mempelajari ilmu agama hingga menguasainya. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Beliau lalu berkata kepada kyainya bahwa beliau ingin melanjutkan belajar ilmu agama ke Mekkah. Kyainya mengizinkan dengan syarat beliau harus ziarah ke Pamijahan Jawa Barat dan berpamitan kepada orang tuanya. Maka, beliau pulang ke rumahnya untuk berpamitan dengan orang tuanya. Orang tua beliau sangat gembira melihat putranya masih hidup. Mereka pun mengizinkan putra mereka tersebut untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Setelah berziarah ke Pamijahan Jawa Barat, beliau sowan kembali kepada kyainya di Wringin Agung untuk berpamitan menuntut ilmu ke Mekkah. Kemudian, beliau meneruskan pergi ke Mekkah sekaligus mempelajari ilmu tarekat di sana, tepatnya di Jabal Qubbais. Beliau belajar ilmu tarekat kepada Syaikh Abdur Rauf dan dilanjutkan kepada Syaikh Sulaiman Zuhdi. Setelah beberapa tahun belajar di Mekkah, beliau mempunyai ilmu yang tinggi dan menjadi mursyid. Sebagai penghormatan, beliau diberi nama baru yaitu K.H. Abdurrahman. Setelah mendapat gelar mursyid, beliau kemudian pulang ke Indonesia. Beliau lalu mengajarkan ilmu tarekat di desa kelahirannya yakni desa Ambal, Kebumen. Pada waktu itu, beliau mengajarkan tarekat dalam peribadatan pengajian sambil memutar tasbih. Ketika itu, ibadah dengan menggunakan tasbih masih belum familiar di kalangan masyarakat. Ajaran beliau difitnah dan dilaporkan ke penjajah Belanda. Syaikh yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Abdurrahman ini dituduh sedang mengajarkan membuat bom untuk memberontak. Akhirnya, beliau ditangkap pasukan Belanda dan dibawa ke pusat pemerintahan Belanda di Kebumen. Setelah ditanyakan kepada para kyai kepercayaan pimpinan penjajah yang menguasai Kebumen saat itu, ajaran beliau dinyatakan aman dan tidak berpotensi memberontak. Namun, pimpinan penjajah masih khawatir dengan ajaran Mbah Abdurrahman. Oleh karena itu, untuk mempermudah pengawasan, pimpinan penjajah meminta agar Mbah Abdurrahman ditempatkan di sekitar perkotaan pusat wilayah Kebumen. Pimpinan penjajah menanyakan kepada para kepala desa yang ada di perkotaan siapa di antara mereka yang bersedia di desanya ditempati seorang kyai. Kepala desa Kutosari menyatakan bahwa desanya membutuhkan seorang kyai. Akhirnya, Mbah Abdurrahman ditempatkan di desa tersebut. Mbah Abdurrahman dibuatkan rumah dan mushola sebagai tempat mengaji di dukuh Jetis dekat sungai Lukulo. Pada saat itu, kawasan di sekitar sungai tersebut masih berupa perbukitan lebat dan angker. Namun, hal tersebut tidak menghalangi tekad Mbah Abdurrahman untuk berdakwah. Beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan tarekat Naqsyabandiyah di Jetis. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Untuk mengembangkan ilmu dakwah kepada para generasi muda, Mbah Abdurrahman mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Jetis pada tahun 1880. Mbah Abdurrahman memiliki empat orang putra yaitu 1. Mbah Husain, 2. Mbah Hasbullah, 3. Mbah Suhaemi, dan 4. Mbah Kaelani. Mbah Abdurrahman meninggal pada hari Jumat ketika melakukan sujud tilawah dalam shalat shubuh. Setelah Mbah Abdurrahman wafat, kemursyidan dipegang putra tertuanya yaitu Mbah Husain. Beliau ini yang sehari-hari selalu mendampingi perjuangan dakwah Mbah Abdurrahman di Jetis. Akan tetapi, Mbah Husain hanya dapat mengasuh pondok pesantren selama kurang lebih tiga tahun karena Mbah Husain tidak memiliki anak laki-laki yang akan meneruskan kemursyidan beliau. Akhirnya, masyarakat, jamaah tarekat, dan para badal (pemegang kewalian di bawah mursyid) menghendaki Mbah Hasbullah, putra kedua Mbah Abdurrahman yang memegang kemuryidan di kota Kajoran (Magelang), untuk kembali ke Kebumen dan meneruskan kemursyidan Mbah Abdurrahman di Jetis. Awalnya beliau menolak, tetapi setelah melakukan shalat istikharah beliau mendapatkan petunjuk bahwa ayahanda beliau menghendaki agar beliau pulang dan menjadi mursyid di Kebumen. Maka, Mbah Hasbullah memutuskan untuk pulang ke Kebumen. Mbah Hasbullah dikarunia 2 orang putra dan 3 orang putri. Ketika Mbah Hasbullah meninggal, kemursyidan diserahkan kepada putra pertamanya yakni K.H. Machfudz. Sejak diasuh beliau, Pondok Pesantren Jetis diberi nama Al Huda. Beliau memiliki latar belakang pendidikan yang sangat matang. Beliau telah belajar di berbagai pondok pesantren, antara lain Pondok Termas dan Pondok Bendo Kediri. Beliau dikaruniai 17 putra dan putri, namun hanya 6 putra dan 6 putri yang hidup. Mbah Machfudz ketika masih hidup berwasiat kepada para pendamping dan badalbadalnya yang isinya, “Sak pungkurku sing nerusaken Kholiq, sak pungkure Kholiq sing nerusaken Wahib (Setelah aku, yang meneruskan adalah Kholiq. Setelah Kholiq, yang meneruskan adalah Wahib).” Kholiq merupakan putra sulung beliau yang memiliki nama Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 lengkap Kyai Abdul Kholiq, sedangkan Wahib merupakan putra kesebelas yang memiliki nama lengkap Kyai Wahib Machfudz. Mbah Hasbullah wafat pada suatu hari ketika melakukan tawajuhan (salah satu ibadah dalam tarekat). Sesuai wasiat, setelah beliau wafat kemursyidan dipegang oleh putra sulungnya, yaitu K.H. Abdul Kholiq. Akan tetapi, K.H. Abdul Kholiq wafat setelah memimpin pondok hanya selama 11 bulan. Setelah itu, sesuai wasiat Syaikh Machfudz kemursyidan diteruskan oleh adik Syaikh Abdul Kholiq yaitu K.H. Wahib Machfudz. Beliau menjadi mursyid sejak saat itu hingga sekarang. K.H. Wahib Machfuz telah malang melintang dalam menempuh pendidikan pesantren. Setelah menyelesaikan pendidikan umum di tingkat tsanawiyah, beliau belajar di pondok di Lirap pada tahun 1974-1978. Kemudian, beliu melanjutkan belajar di Pondok Al-Barokah Kawunganten Cilacap. Setelah mendapatkan cukup ilmu di sana, beliau melanjutkan belajar di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso pada tahun 1980-1983. Setelah itu, beliau pulang untuk melanjutkan kepemimpinan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis sekaligus menjadi mursyid tarekat Naqsyabandiyah di pondok pesantren ini. Profil Yayasan dan Pondok Pesantren Al-Huda Pondok Pesantren Al-Huda kini dijalankan di bawah naungan Yayasan Kholidiyah yang beralamat di Jalan Pemali, Nomor 11, Jetis, Kutosari, Kebumen. Yayasan ini menaungi lembaga-lembaga di antaranya: 1. Pondok Pesantren Al-Huda, 2. Jam’iyah Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah, 3. SMP VIP Al-Huda Kebumen, 4. SMK VIP Al-Huda Kebumen, 5. Majelis Bimbingan Ibadah Haji Al-Huda Kebumen, 6. Kopontren Al-Huda Kebumen, 7. KBIT Al-Huda Kebumen di Adimulyo (Kebumen), 8. TKIT Al-Huda Kebumen di Adimulyo, 9. SDIT Al-Huda Kebumen di Adimulyo, 10. KBIT Al-Huda Cilacap di Binangun (Cilacap) 11. TKIT Al-Huda Cilacap di Binangun 12. SDIT Al-Huda Cilacap di Binangun Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 13. Pondok Pesantren Al-Huda Cilacap di Binangun Dari data tersebut dapat dilihat bahwa yayasan ini telah berkembang dengan menjangkau daerah-daerah lain di wilayah Kebumen dan juga di kabupaten lain yakni kabupaten Cilacap. Ranah yang dijangkau juga semakin beragam, dari yang semula hanya pondok pesantren dan tarekat, kemudian menjangkau ranah pendidikan (sekolah) dari usia dini hingga menengah, bisnis, dan juga pondok pesantren cabang di Cilacap. Jumlah santri di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis telah mencapai sekitar 1000 santri. Lima ratus santri merupakan siswa SMP dan lima ratus santri lainnya siswa SMK. Di pesantren ini, santri-santri terbagi menjadi beberapa kriteria: 1. Santri yang hanya belajar nyantri saja 2. Santri yang bersekolah di sekolah pondok 3. Santri yang bersekolah di sekolah luar pondok Santri yang ketika masuk adalah murni sebagai santri, dapat memilih untuk bersekolah di sekolah yang ada di pondok yakni SMP/SMK VIP Al-Huda Kebumen, atau bersekolah di sekolah yang ada di luar pondok, seperti sekolah negeri dan swasta. Lain halnya dengan santri yang ketika masuk mendaftar sebagai murid sekolah di pondok (SMP/SMK VIP Al-Huda), maka murid tersebut wajib masuk pondok pesantren. Kegiatan di pondok pesantren ini tidak berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya, yakni mempelajari berbagai ilmu agama seperti Al-Qur’an, tauhid, fiqih, akhlaq, serta ilmu bahasa Arab seperti nahwu dan sharaf. Setiap hari, para santri disibukkan dengan rutinitas yang tiada henti demi membentuk jiwa agamis dalam diri para santri. Pagi hari ba’da shalat subuh, santri belajar mengaji Al-Qur’an kemudian mereka bersekolah. Ba’da dzuhur sepulang sekolah, santri mengaji kitab Ihya Ulumuddin dan Irsyadul ‘Ibad. Ba’da ashar, santri mengikuti madrasah diniyah yang mempelajari tauhid, fiqih, dan akhlaq. Madrasah diniyah diadakan setiap hari kecuali pada hari Kamis, madrasah diniyah libur dan diisi dengan ziarah ke makam para syaikh terdahulu yang terdapat di daerah sekitar pondok pesantren Al-Huda. Ba’da maghrib, santri belajar mengaji nahwu sesuai tingkatan dan dilanjutkan mengaji sharaf ba’da ‘Isya. Pada malam Senin hingga malam Kamis, terdapat pula pengajian-pengajian bagi para santri. Sementara itu, malam Jumat digunakan untuk kegiatan barzanji. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Profil Tarekat dan Keanggotaan Tarekat Naqsyabandiyah yang berada di Pondok Pesantren Al-Huda mengikuti aliran Naqsyabandiyah Kholidiyah yang dinisbatkan kepada tarekat Naqsyabandiyah ajaran Syaikh Baha al-Din Naqsyabandi. Tarekat ini berasal dari Asia Tengah. Pendirinya adalah Syaikh Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi (717 H-791H) atau yang lebih dikenal sebagai Baha’ al-Din Naqsyabandi. Beliau berasal dari Qashrul Arifah, sekitar 4 mil dari Bukhara tempat kelahiran Imam Bukhari. Tarekat ini kemudian menyebar ke Turki, Suriah, Afghanistan, India, kemudian Indonesia. Saat ini, tarekat Naqsyabandiyah mempunyai pusat-pusat tarekat yang tersebar di seluruh pelosok daerah Indonesia. Pada perkembangannya, tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia terbagi menjadi dua, tarekat Naqsyabandiyah murni yang dibawa oleh Syaikh Baha al-Din Naqsyabandi dan tarekat Naqsyabandiyah yang telah bercampur dengan tarekat Qadiriyah menjadi tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN). Ciri-ciri yang umum dari tarekat Naqsyabandiyah di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Syariat dilaksanakan secara ketat, serius dalam beribadah, dan menyukai zikir dalam hati. 2. Tidak mengisolasi diri. Tarekat berupaya memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama. 3. Membentuk alam perkembangan spiritual dengan menunjukkan berbagai tahapan dan kedudukan. 4. Para syaikh Naqsyabandiyah memiliki kesadaran akan misi bahwa mereka ditakdirkan untuk memainkan peranan dalam sejarah. 4 Tarekat Naqsyabandiyah murni ajaran Syaikh Baha al-Din disebut beberapa kalangan sebagai tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah. Hal tersebut sebenarnya hanya istilah untuk membedakan nama tarekat dengan tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Tarekat Naqsyabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis, Kutosari, Kebumen (Jawa Tengah) juga menyebut alirannya sebagai Tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah. Tarekat Naqsyabandiyah di pesantren Al-Huda memiliki jangkauan ke setiap kecamatan di kabupaten Kebumen serta memiliki pengikut hingga daerah sekitar Kebumen, seperti Purworejo, Wonosobo, dan Cilacap. Yang terbaru terdapat pengikut tarekat yang berasal dari 4 Sri Mulyati (et. al). op. cit., hlm. 91-92. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Kalimantan. Terhitung sekitar 30.000 murid telah masuk ke dalam tarekat ini sejak awal berdirinya tarekat hingga sekarang. Keanggotaan tarekat terbuka bagi siapapun. Laki-laki atau perempuan, tua atau muda boleh masuk ke dalam tarekat tanpa syarat khusus walaupun secara umum, seseorang yang akan masuk tarekat harus baligh dan paham tentang belajar ilmu agama. Sebagian besar pengikut tarekat adalah kalangan orang tua, sebagian kecil berasal dari kalangan muda. Dari kalangan pesantren, tidak banyak santri yang masuk ke tarekat. Perlu diketahui bahwa kegiatan tarekat terpisah dari kegiatan pondok pesantren. Hal ini disebabkan perbedaan jenis kegiatan di mana kegiatan tarekat berfokus pada tasawuf sementara pondok pesantren berfokus pada pendidikan anak-anak. Hanya santri tertentu yang masuk ke dalam tarekat. Biasanya, santri yang menjadi pengikut tarekat adalah santri yang sudah lama berada di pondok dan ditunjuk oleh mursyid untuk masuk ke dalam tarekat karena ilmunya sudah matang. Kebanyakan santri biasa tidak cukup berani masuk tarekat karena mereka mengetahui bahwa tantangan dalam mengikuti tarekat sangat berat. Seorang pengikut resmi masuk ke dalam tarekat setelah melalui proses bai’at. Sebelum dibai’at, calon pengikut terlebih dahulu diberi penjelasan tentang tata cara ibadah tarekat oleh badal di daerah calon pengikut berada. Badal yakni seorang pengikut tarekat yang ditunjuk sebagai perwalian mursyid di daerah tersebut. Badal ini yang nantinya akan memimpin kegiatan ibadah tarekat di suatu daerah. Calon pengikut tarekat dapat pula langsung berbai’at kepada mursyid di pusat tarekat jika di daerahnya belum ada badal. Setelah memahami tata cara ibadah tarekat dan mantap masuk ke dalam tarekat, calon murid dibawa ke pusat tarekat untuk berbai’at kepada mursyid. Setelah itu, mereka dapat mulai melaksanakan ibadah tarekat. Ibadah Dalam kehidupan sehari-hari, tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda memiliki tiga ibadah atau ritual yaitu zikir, suluk, dan khaul. 1. Zikir Zikir merupakan ibadah vital dalam kegiatan tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya. Dalam pemahaman tarekaat Naqsyabandiyah, zikir merupakan salah satu sarana utama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam tarekat Naqsyabandiyah di pondok Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 pesantren Al-Huda, zikir bersama dilakukan setiap hari Selasa ba’da Zuhur dan hari Jumat ba’da shalat Jumat. Karena luasnya jangkauan tarekat yang mencakup wilayah satu kabupaten, masyarakat yang berada di luar pusat tarekat mengadakan zikir di tiap desanya masingmasing. Zikir bersama dilakukan di mushola atau masjid desa dengan dipimpin oleh badal di desa tersebut. Biasanya, dalam satu desa terdapat satu hingga tiga badal yang memimpin jamaahnya masing-masing. Tidak ada kriteria khusus untuk menjadi badal, yang terpenting orang tersebut telah menjadi pengikut tarekat dan memahami tata cara ibadah tarekat. Zikir dilakukan dengan menyebut kata “Allah” di dalam hati secara berulang-ulang untuk dapat merasakan kedekatan dengan Allah SWT yang dalam istilah tarekat proses pendekatan diri ini disebut sebagai tawajuhan. Zikir harus dilakukan setiap hari oleh masing-masing pengikut tarekat. Jadi, setiap murid pengikut tarekat harus berzikir masingmasing di tempatnya berada. Hanya setiap Selasa dan Jumat zikir dilakukan bersama-sama di masjid atau mushola. Bahkan, walaupun diadakan secara berkumpul, proses zikir tetap dilakukan secara individu di dalam hati masing-masing. Zikir dalam tarekat ini memiliki beberapa tingkatan. Pada tingkatan pertama, zikir dilakukan dengan menyebut nama “Allah” sebanyak 5000 kali sehari-semalam. Jika murid sudah menguasai zikir dan dirasa cukup untuk naik tingkat, maka mursyid akan menaikkan tingkatnya menjadi zikir sebanyak 6000 kali. Tingkatan selanjutnya adalah zikir Latha’if yang dimulai dari hitungan 7000 zikir. Jika mursyid menilai cukup untuk naik tingkat, maka jumlah zikir akan menjadi 8000, 9000, 10.000, sampai 11.000. Zikir Lathaif terbagi dalam tujuh tingkatan sebagai berikut. 1) Lathifah al-Qalbi, zikir sebanyak 5000 kali ditempatkan di bawah dada sebelah kiri kurang lebih dua jari dari pangkal rusuk. 2) Lathifah al-Ruh, zikir sebanyak 1000 kali, ditempatkan di bawah dada sebelah kanan kurang lebih dua jari dari pangkal rusuk. 3) Lathifah al-Sirr, zikir sebanyak 1000 kali di atas dada kiri. 4) Lathifah al-Khafi, zikir sebanyak 1000 kali di atas dada kanan. 5) Lathifah al-Akhfa, zikir sebanyak 1000 kali di tengah-tengah dada. 6) Lathifah al-Nafsi al-Nathiqah, zikir sebanyak 1000 kali di atas kening. 7) Lathifah Kull al-Jasad, zikir sebanyak 1000 kali di seluruh tubuh. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Tata cara rinci dalam kegiatan zikir seperti bagaimana ibadah zikir dimulai dan urutanurutannya hanya dapat diketahui oleh pengikut tarekat. Orang yang belum berbai’at tidak diperkenankan untuk diberi tahu tentang rincian tata cara berzikir. Jika mampu menguasai tujuh tingkatan tersebut, total jumlah zikir adalah sebanyak 11.000 kali. Setelah tingkatan Lathaif, zikir diganti dengan menyebut “La ilaha illa Allah” dengan jumlah zikir ditentukan oleh mursyid sesuai dengan pengalaman murid. Secara individu, masing-masing murid menempuh waktu yang berbeda-beda untuk menempuh satu tingkatan. Ada murid yang baru satu tahun mengikuti tarekat sudah mampu naik tingkat. Ada pula yang sudah bertahun-tahun berada di tarekat masih tetap berada di tingkat zikir yang sama. Untuk naik tingkat, seorang murid harus mendapat persetujuan mursyid. Konon, mursyid memiliki kemampuan spiritual untuk mengetahui tingkat kebatinan seorang murid sehingga mursyid mampu mengetahui kualitas zikir muridnya. Dengan kemampuan tersebut, mursyid mampu menentukan apakah murid tersebut dapat naik tingkat atau belum. 2. Suluk Suluk merupakan ibadah zikir yang skala jamaahnya lebih besar daripada zikir Selasa dan Jumat. Suluk hanya dilakukan pada bulan-bulan penting dalam kalender umat Islam yaitu Muharram, Rajab, dan Ramadan. Pada kegiatan suluk ini, murid-murid dari berbagai daerah di Kebumen dan sekitarnya dikumpulkan di pusat tarekat yakni mushola Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen. Lama suluk berkisar antara 10-20 hari di awal bulan-bulan tersebut di atas. Murid dapat memilih berapa lama akan mengikuti suluk, 10 atau 20 hari. Ketika suluk berlangsung, murid berkumpul per kelompok sesuai badalnya dengan disekat kain sebagai pembatas antara satu kelompok badal dengan kelompok badal lain. Tujuan suluk ini adalah tidak lain adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan segala permasalahan dunia di bulan-bulan yang mulia itu. Bulan-bulan tersebut merupakan bulan-bulan utama untuk memperbanyak amal ibadah sehingga zikir kepada Allah SWT harus diperbanyak. Dalam suluk, ibadah zikir ditingkatkan menjadi 25.000 zikir per hari. Hal ini berlaku bagi semua murid suluk tanpa memandang tingkatan zikir masing-masing murid. Mursyid mengharapkan semua murid dari berbagai desa datang ketika ibadah suluk. Meskipun begitu, tidak semua murid dapat berkumpul dalam ibadah suluk dikarenakan Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 kesibukan sehari-hari murid yang tidak dapat ditinggalkan dalam waktu lama. Sekitar 250300 orang murid berkumpul tiap pelaksanaan suluk. Ketika suluk pula, seorang murid ditentukan kenaikan derajatnya oleh mursyid karena pada kesempatan inilah semua murid dari berbagai desa dapat bertemu mursyid secara langsung. 3. Khaul Khaul merupakan peringatan wafatnya Mbah Machfudz, mursyid setelah almarhum Mbah Hasbullah. Khaul diperingati selama satu hari tiap tahun tepatnya pada Selasa pertama bulan Rabi’ul Awal. Seluruh pengikut tarekat dari berbagai desa di Kebumen dan sekitarnya berkumpul di pondok pesantren Al-Huda Kebumen. Jumlah pengikut tarekat yang berkumpul dalam acara khaul lebih banyak dibanding suluk karena dapat mencapai 3000-4000 orang. Dalam kegiatan yang berlangsung selama sehari ini, acara diisi dengan tahlilan, pembacaan manakib, dan diselingi pengajian. Dalam menjalankan ibadah tarekat, tarekat Naqsyabandiyah di Jetis ini memiliki beberapa buku pedoman yang berisi panduan tentang asas-asas dalam ibadah tarekat serta tata cara ibadah. Buku-buku tersebut yakni kitab Risalah Mubarakah, kitab Tanwirul Qulub, buku khusus tentang tata cara suluk, dan sebagainya. Perbedaan Hari Raya Sering dijumpai perbedaan waktu dalam pelaksanaan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha oleh beberapa kalangan ormas Islam dan tarekat Naqsyabandiyah di daerah tertentu di Indonesia. Hal ini menimbulkan justifikasi bahwa tarekat Naqsyabandiyah memiliki perhitungan sendiri dalam menentukan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Pada kenyataannya, penentuan hari raya didasarkan pada mursyid masing-masing tarekat Naqsyabandiyah dan itu pun pada hakikatnya bukan merupakan hal esensial dalam tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat Naqsyabandiyah tidak mengkaji tentang penghitungan penentuan hari raya karena sejatinya sebuah tarekat berfokus pada tasawuf semata, tidak mencampuri bidang ilmu lain. Munculnya perbedaan hari raya dari beberapa tarekat Naqsyabandiyah murni karena perbedaan prinsip masing-masing mursyid yang memiliki penghitungan masing-masing terhadap waktu hari raya. Mursyid tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda sendiri mengikuti ketentuan pemerintah dalam penentuan hari raya besar Islam. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Pengaruh Tarekat Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda tentunya memberikan pengaruh baik kepada para pengikutnya maupun kepada lingungan di sekitarnya. Pengaruh tarekat yang utama adalah terhadap individu pengikut tarekat itu sendiri yakni membentuk kedekatan dengan Allah SWT. Ibadah-ibadah yang dilakukan semata-mata untuk dapat menghadirkan kedekatan Allah SWT ke hadapan diri. Tarekat ini juga memberi pengaruh positif bagi lingkungan sekitar, yakni menumbuhkan rasa kebersamaan karena sering berkumpul bersama untuk beribadah serta menumbuhkan rasa tolong-menolong antar anggota-anggota tarekat maupun dengan masyarakat sekitar. Masyarakat pun merasa nyaman dengan adanya kegiatan tarekat dan pondok pesantren karena membuat lingkungan menjadi kondusif dan damai. Melalui tarekat ini, ajaran tasawuf dapat berkembang di wilayah Kebumen. Meskipun masyarakat di kabupaten Kebumen belum sepenuhnya mengetahui keberadaan tarekat ini dan belum mengerti pula apa makna tasawuf, adanya tarekat ini setidaknya menjadi suatu pondasi untuk perlahan-lahan mengenalkan tasawuf kepada masyarakat. Seorang muslim yang menyadari hakikat beribadah sebenarnya kepada Allah tentu menginginkan kedekatan yang sempurna dengan Allah. Tarekat ini berusaha untuk memfasilitasi para muslim yang ingin mencari “jalan” untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kesimpulan Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen didirikan oleh K.H. Abdurrahman. Beliau berasal dari desa Ambal, Kebumen. Beliau belajar ilmu agama di Pesantren Wringin Agung Jawa Timur. Beliau mempelajari tarekat ketika menuntut ilmu agama di Mekkah. Sepulang dari Mekkah, beliau mendirikan tarekat Naqsyabandiyah di tempat asalnya, desa Ambal kemudian berpindah ke dukuh Jetis di desa Kutosari. Beliau mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah sekaligus mendirikan pondok pesantren di Jetis. Kemursyidan dilanjutkan oleh keturunan beliau dan sekarang yang menjabat sebagai mursyid adalah K.H. Wahib Machfudz. Pengikut tarekat ini tersebar di seluruh wilayah Kebumen dan beberapa kabupaten di sekitarnya. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Tarekat ini memiliki amalan-amalan berupa zikir, suluk, dan khaul. Zikir dilakukan setiap hari oleh para pengikut tarekat untuk mendekatkan Allah pada jiwa dan menghadirkan Allah di hadapan. Suluk dilakukan pada bulan-bulan tertentu selama beberapa hari di pusat tarekat di mushola Pondok Pesantren Al-Huda Jetis. Sementara itu, khaul dilakukan untuk memperingati wafatnya Mbah Machfuz dan dilaksanakan selama satu hari pada minggu pertama bulan Rabi’ul Awal. Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen memiliki ciri yang sama seperti tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya, yakni serius dalam beribadah, berzikir dalam hati dengan menyebut asma Allah secara berulang-ulang dalam hati, mengenal tingkatan dalam hal ibadah tarekat dimana semakin tinggi tingkatan maka semakin banyak jumlah zikir yang dipraktikkan, dan tarekat tidak tertutup kepada pemerintahan yang berkuasa ditunjukkan dengan kepatuhannya dalam mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah terkait agama. Tarekat ini membawa pengaruh yang positif bagi kehidupan beragama umat Islam di Kebumen. Tarekat ini berperan utama dalam menyebarkan ilmu tasawuf di Kebumen dengan membimbing pengikutnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Daftar Referensi Bruinessen, Martin van. (1995). Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. Mufid, Ahmad Syafi’i. (2006). Tangklukan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mulyati, Sri, et al.. (2011). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana. Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Lampiran 1. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014 Lampiran 2. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen Tarekat naqsyabandiyah…, Husnul Khotimah, FIB UI, 2014