2 ii landasan teori

advertisement
2 II LANDASAN TEORI
Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial
dan penurunan persamaan KdV yang
disarikan dari (Ihsanudin, 2008; Ramayanti,
1999; Ahmad, 2009), konsep deret Taylor
dari [Steward, 2003], dan konsep metode
homotopi dari (Liao, 2004).
dengan
,
1,2,3, …,
koefisien deret pangkat dan
titik pusatnya.
Jika fungsi
bentuk deret berikut
Persamaan diferensial merupakan
persamaan yang memuat turunan dari suatu
fungsi. Bila fungsi tersebut bergantung pada
satu variabel bebas, maka disebut Persamaan
Diferensial Biasa (PDB), sedangkan bila
fungsi tersebut memuat lebih dari satu
variabel bebas, maka disebut Persamaan
Diferensial Parsial (PDP).
Bentuk umum PDB linear orde ke-n
adalah
,…,
0,
disebut
dengan
koefisien persamaan diferensial, sedangkan
bila tidak dapat dinyatakan seperti bentuk di
atas, maka disebut persamaan diferensial
taklinear.
Bentuk umum PDP linear orde ke-n
adalah
, ,
, …,
,
,
dinyatakan dalam
!
2.1 Persamaan Diferensial
,…,
menyatakan
menyatakan
,…
0
,
1,2, … ,
adalah variabel
dengan
,…,
dan
,
,…
bebas,
adalah turunan-turunan parsial.
Seringkali
persamaan
diferensial
dilengkapi dengan nilai awal atau nilai batas.
Masalah persamaan diferensial yang
dilengkapi dengan suatu nilai awal disebut
masalah nilai awal. Sedangkan masalah
persamaan diferensial yang dilengkapi
dengan suatu nilai batas disebut masalah
nilai batas.
2.2 Uraian Deret Taylor
Misalkan
fungsi sebarang yang dapat
dinyatakan sebagai suatu deret pangkat
sebagai berikut:
(2.1)
1!
"
,
!
(2.2)
maka deret (2.2) disebut deret Taylor dari
fungsi
yang berpusat di a.
Misalkan fungsi
berikut:
exp
(2.3)
maka uraian deret taylor dari persamaan
(2.3) dapat dinyatakan sebagai berikut:
exp
∑
(2.4)
!
2.3 Penurunan Persamaan KdV
Dalam menurunkan persamaan dasar
fluida ideal, yaitu fluida yang tak mampat
(incompressiable) dan tak kental (inviscid)
diperlukan hukum kekekalan massa dan
hukum kekekalan momentum. Hukum
kekekalan massa pada suatu sistem
dinyatakan secara sederhana sebagai laju
perubahan massa dalam elemen luas, yaitu
selisih antara massa yang masuk dengan
massa yang keluar pada elemen luas
tersebut.
Misalkan gerak partikel fluida
dinyatakan dalam dua dimensi dengan
kecepatan partikel dalam arah horizontal dan
vertikal berturut-turut adalah u dan w. Fluida
memiliki rapat massa
, , dengan x, z
dan t berturut-turut menyatakan koordinat
horizontal, koordinat vertikal dan waktu.
Berdasarkan hukum kekekalan massa
diperoleh persamaan kontinuitas berikut :
0
0
(2.5)
(2.6)
dan
hukum
kekekalan
momentum
memberikan persamaan Euler berikut:
3 0
(2.7)
0
(2.8)
dengan p dan g berturut-turut menyatakan
tekanan dan percepatan gravitasi.
Berdasarkan asumsi fluida tak berotasi
(irrotational), diperoleh adanya suatu fungsi
skalar Φ yang disebut kecepatan potensial,
sehingga
Φ
Φ , Φ . Jadi,
persamaan (2.6) dapat ditulis:
Φ
Φ
0.
Syarat batas untuk gerak partikel fluida
adalah syarat batas kinematik dan syarat
batas dinamik. Syarat batas kinematik terjadi
karena gerak partikel, sedangkan syarat
batas dinamik terjadi karena adanya gayagaya yang bekerja pada fluida. Misalkan
, adalah kurva yang membatasi air
dan udara dan dinyatakan oleh persamaaan
permukaan
, ,
,
0, sehingga diperoleh syarat batas kinematik
pada permukaan fluida adalah
Φ
Φ
0 di
, ,
sedangkan syarat batas kinematik di dasar
fluida yang tidak rata (
)) adalah
Φ
Φ
0 di
;
Φ
Φ
Φ
Φ
Φ
1
√ Φ
2
Φ
Φ
Φ
Φ
1
Φ
2
0 di
.
; (2.14)
; (2.15)
0 di
. (2.16)
Selanjutnya untuk penyederhanaan, tanda
( ¯ )dapat diabaikan.
Misalkan penyelesaian persamaan
(2.13), (2.14), (2.15) dan (2.16) berbentuk:
Φ , ,
Φ
, ,
. .
Φ
Φ , ,
…
Φ
Φ
0.
Φ
Koefisien dari
persamaan berikut:
dan
(2.18)
memberikan
(2.19)
0;
(2.20)
(2.9)
Jika persamaan (2.17) disubstitusikan ke
persamaan (2.14), maka diperoleh:
(2.10)
Φ
Φ
Φ
0
di
1
Φ
2
(2.17)
Jika persamaan (2.17) disubstitusikan ke
dalam persamaan (2.13), maka diperoleh:
Φ
Φ
(2.13)
0
Φ
Φ
.
;
di
Dengan demikian diperoleh persamaan dasar
berikut:
0 di Ω
di Ω
1
Φ
2
0;
Φ
0 di
√ .
0 di
Φ
Φ
Φ
√ ;
0
, .
Φ
;
√
Jika peubah-peubah tersebut di atas
disubstitusikan ke persamaan (2.9), (2.10),
(2.11) dan (2.12), maka diperoleh:
.
Syarat batas dinamik hanya berlaku
pada
permukaan
saja,
diturunkan
berdasarkan persamaan Euler dengan asumsi
fluida tak kental (invicid) dan tekanan di
permukaan sama dengan tekanan udara,
misalnya nol. Jadi, syarat batas dinamik
adalah
Φ
Dengan metode ini, akan diperoleh suatu
persamaan gerak gelombang yang disebut
persamaan Korteweg de-Vries (KdV).
Metode ini merupakan cara penurunan
persamaan KdV yang diperkenalkan oleh
[Newell, 1978] dengan menskalakan peubah
berikut:
0
dan
. (2.21)
memberikan persamaan
, . (2.11)
Koefisien
berikut:
, . (2.12)
Φ
0
di
;
(2.22)
Penyelesaian persamaan dasar di atas
dapat dilakukan dengan metode asimtotik.
Φ
0
di
.
(2.23)
di
Φ
Φ
0 di
4 Jika persamaan (2.19) diintegralkan terhadap
z, maka diperoleh:
Φ
Φ |
0, maka diperoleh:
0,
, .
(2.24)
Dari persamaan (2.20) dan persamaan
(2.24) diperoleh:
Φ
Φ
dan diintegralkan dari
,
(2.30)
dimana
dengan
.
Misalkan
, dalam peubah
Χ dinyatakan sebagai berikut:
,
,Χ
dan
(2.31)
Jika persamaan (2.31) disubstitusikan ke
persamaan (2.28) dan (2.29), maka
diperoleh:
,
Karena Φ |
diintegralkan dari
0, maka setelah
ke z diperoleh:
Φ
.
. (2.32)
Kemudian dimisalkan
;
(2.25)
Dengan cara yang sama, dimana
Ο ε , diperoleh Φ berbentuk:
(2.33)
h f ,
U
(2.34)
maka persamaan (2.32) dapat dinyatakan
oleh persamaan berikut:
Φ
.
(2.26)
Jika persamaan (2.24), (2.25) dan (2.26)
disubstitusikan kembali ke persamaan
(2.17), maka diperoleh:
Φ , ,
,
ke z diperoleh:
Φ |
Φ
Χ
peubah
,
Sehingga fungsi Φ tidak bergantung pada
peubah z. Jadi dapat dimisalkan:
Φ
diperkenalkan
,
0.
Karena Φ |
Φ
Selanjutnya
berikut:
,
6
.
Jika batas bawah berupa dasar yang
bervariasi dengan sangat lambat ( kecil),
maka dari persamaan (2.35) diperoleh:
6
Ο 3.
(2.27)
Dengan memisalkan
pada
persamaan (2.27), maka persamaan (2.15)
dan (2.16) berturut-turut memberikan
persamaan berikut:
Ο
(2.35)
(2.36)
dengan suatu parameter kecil.
Dengan demikian, untuk batas bawah
berupa dasar yang rata di
(h
konstan), maka dari persamaan (2.35)
diperoleh:
6
0,
(2.37)
(2.28)
yang merupakan persamaan KdV standar.
dan
2.4 Gelombang Soliter
Ο
.
(2.29)
Sebagaimana
yang
dilakukan
oleh
[Grimshaw dan Mitsudera, 1993], peubah
5 ,
waktu dan koordinat horizontal masingmasing dimisalkan sebagai berikut:
,
(2.38)
,
,
,
atau
(2.40)
.
√2
(2.39)
dengan C suatu fungsi yang bergantung pada
waktu, dan diinterpretasikan sebagai besaran
kecepatan.
Dengan
menggunakan
metode
asimtotik, diasumsikan bahwa peubah tak
bebas U dan peubah C memiliki uraian
asimtotik sebagai berikut:
(2.46)
2
(2.47)
Kemudian kedua ruas pada persamaan
(2.47) diintegralkan, diperoleh:
1
2
2√2
√
√2 ,
(2.48)
(2.41)
atau
Substitusikan persamaan (2.39) dan
(2.40) ke persamaan (2.37), maka koefisien
memberikan persamaan:
6
0.
(2.42)
Berikut
ini
akan
ditentukan
penyelesaian U dari persamaan (2.42) yang
diasumsikan berupa gelombang soliter, yaitu
gelombang
berjalan
yang
dalam
perambatannya mempertahankan bentuk dan
kecepatannya.
Jika persamaan (2.42) diintegralkan
terhadap , maka diperoleh:
3
,
(2.43)
dengan K konstanta pengintegralan.
Misalkan gelombang berjalan yang ditinjau
berupa
gelombang
soliter,
dimana
simpangan gelombang U dan semua
turunannya menuju 0 di
∞, maka
0, sehingga persamaan (2.44) menjadi:
3
0.
(2.44)
Jika persamaan (2.44) dikalikan dengan
kemudian diintegralkan terhadap
diperoleh:
.
,
,
(2.45)
Karena diasumsikan penyelesaian berupa
0, sehingga
gelombang soliter, maka
persamaan (2.45) menjadi:
2
2
.
(2.49)
2.5 Metode Homotopi
Berikut ini diberikan ilustrasi konsep
dasar metode homotopi yang disarikan dari
[Jaharuddin, 2008]. Misalkan diberikan
persamaan diferensial sebagai berikut:
0,
Ω
(2.50)
dengan
suatu operator turunan yang
taklinear dan
fungsi yang akan
ditentukan dan bergantung pada peubah acak
. Selanjutnya didefnisikan pula suatu
operator linear yang memenuhi
0, bila
0
(2.51)
Sehingga operator
dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu
dan
yang masingmasing merupakan operator linear dan
taklinear. Jadi, persamaan diferensial (2.50)
dapat ditulis:
0.
pendekatan awal dari
Misalkan
penyelesaian persamaan (2.50) dan
0,1 suatu parameter. Didefinisikan fungsi
real
, :Ω
0,1
, dan suatu
fungsi H sebagai berikut:
,
1
6 ,
,0
1
,1
dan
(2.52)
Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk
0
dan
1
masing-masing
memberikan persamaan berikut:
masing-masing merupakan penyelesaian dari
persamaan
, 0 ,0
0
, 1 ,1
0.
dan
, 0 ,0
,0
dan
, 1 ,1
,1 .
Sehingga menurut persamaan (2.51) dan
persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi
Dengan demikian peningkatan nilai dari 0
ke 1 menyatakan perubahan nilai
,
ke
. Dalam topologi,
dari
proses ini disebut deformasi.
III PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas kegunaan
metode homotopi untuk penyelesaian suatu
masalah taklinear. Metode ini akan
digunakan untuk menyelesaikan model yang
akan dinyatakan dalam bentuk persamaan
KdV. Suatu contoh kasus akan diberikan dan
penyelesaian numeriknya akan dibandingkan
berdasarkan orde-orde yang digunakan
untuk menjamin validitas metode ini.
Metode homotopi yang diterapkan dalam
tulisan ini mengikuti pustaka ( Song & Tao,
2008 ).
3.1 Analisis Metode
Dalam karya ilmiah ini akan digunakan
metode homotopi untuk menyelesaikan
masalah nilai awal yang diberikan pada
persamaan (2.36). Masalah nilai awal
tersebut dapat dinyatakan secara umum
dalam bentuk persamaan (2.37). Perluasan
dari konsep dasar metode homotopi yang
telah diuraikan pada landasan teori
memerlukan
fungsi
, ;
yang
bergantung pada , , dan parameter .
Tinjau persamaan taklinear berikut:
,
0,
, ;
,
, ;
,
(3.2)
, ,
, ;0
, ;1
(3.3)
0.
(3.4)
Selanjutnya, karena parameter q
bernilai dari 0 sampai 1, maka
, ;
memetakan dari penduga awal
, ke
penyelesaian eksak
, .
Dengan menggunakan teorema Taylor,
, ; dapat diuraikan menjadi:
,
, ;
,
,
(3.5)
dimana
,
(3.1)
dengan
suatu operator turunan yang
taklinear,
,
fungsi yang akan
ditentukan dan bergantung pada peubah
dan t.
Selanjutnya,
,
akan diperoleh
dari penyelesaian persamaan deformasi orde
nol berikut:
1
dengan
0,1 dan
, ; adalah fungsi
yang merupakan pemetaan dari
, ,
, adalah penduga awal dari
, ,
adalah parameter tak nol, dan
adalah
operator linear.
Jika
0 dan
1, maka dari
persamaan (3.2) akan diperoleh:
1
, ;
!
|
.
(3.6)
Selanjutnya, penurunan m kali
persamaan (3.2) terhadap q, dengan
0
dan dibagi m! akan diperoleh bentuk
persamaan orde ke-m berikut:
,
,
, , (3.7) 
Download