1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan (pemilik perusahaan, manajer, kreditur, bank, investor dan pemerintah) terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Kondisi keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui dari laporan keuangannya. Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, akan tetapi sekarang digunakan sebagai dasar untuk menentukan atau menilai kondisi keuangan perusahaan. Setiap perusahaan yang terdaftar di pasar saham selalu menyajikan laporan keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti investor dan kreditor. Laporan keuangan tersebut dianggap dapat menggambarkan keadaan dan nilai lebih perusahaan serta perkembangan perusahaan. Oleh karena itu pihak perusahaan harus mampu membuat laporan tersebut sebaik mungkin agar performance perusahaan menarik. Para investor maupun kreditor melihat kondisi perusahaan dari laba perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut. SFAC No.1 menyatakan bahwa laba akuntansi adalah alat ukur yang baik dalam mengukur kinerja perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan aliran kas perusahaan (Hendriksen dan Van Breda 2001: 301). Oleh karena itu laba akuntansi relevan untuk dimasukkan ke dalam model pengambilan keputusan yang dibuat oleh investor dan kreditor. 2 Dalam PSAK No.1 (IAI 2002) menyatakan secara implisit bahwa laporan laba rugi harus memuat informasi laba kotor, laba operasional, dan laba bersih. Ketiga angka laba tersebut disusun dengan tujuan untuk mengukur efisiensi manajer dalam mengelola perusahaan, sebagai penafsiran laba perusahaan di masa yang akan datang, dan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan. Bedford (1971) menyatakan bahwa pembaca laporan keuangan harus menyadari bahwa makna laba akuntansi hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami bagaimana angka laba tersebut dihasilkan atau diukur. Laba kotor merupakan selisih dari pendapatan perusahaan dikurangi dengan kos barang terjual. Rekening kos barang terjual dapat dikendalikan oleh manajemen, karena akan menentukan daya saing produk di pasar. Manajemen pasti berusaha untuk mengendalikan biaya tersebut pada tingkat yang rendah agar barang atau jasanya dapat dijual ke pasar dengan harga yang kompetitif dan biaya-biaya yang dikeluarkan merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan penciptaan laba. Rekening-rekening yang membentuk rekening kos barang terjual pun relatif bebas dari pilihan metoda akuntansi. Laba operasional merupakan selisih laba kotor dengan biaya-biaya operasional perusahaan. Selain menggunakan laba bersih dalam hubungan informasi angka laba dengan harga saham, pengguna sering menggunakan angka laba operasional, karena menganggap laba tersebut lebih mampu menggambarkan operasional perusahaan dibandingkan dengan laba bersih dan diasumsi memiliki hubungan langsung dengan proses penciptaan laba. Biaya-biaya operasional yang dikeluarkan harus dapat dipastikan memiliki kaitan langsung dengan proses 3 penciptaan laba. Biaya yang tidak berhubungan langsung dengan penciptaan laba seperti contohnya adalah biaya penyisihan piutang tak tertagih, biaya ini dikeluarkan karena adanya kebijakan dari perusahaan. Bhattacharya et al. (2003) mencoba membandingkan tingkat keinformatifan laba operasional dengan laba pro forma. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa laba pro forma lebih informatif dan lebih permanen sifatnya dibandingkan dengan laba operasional. Hal ini memberikan suatu bukti empiris bahwa walau laba operasional sering dijadikan acuan untuk angka laba di dalam penelitian pasar modal, tetapi ternyata angka laba operasional ini bukan merupakan angka laba yang paling kuat menjelaskan reaksi pasar. Laba bersih adalah angka yang menunjukkan selisih antara seluruh pendapatan yang operatif maupun tidak dan seluruh biaya operatif maupun tidak. Hubungan angka laba dengan harga saham selalu dicari dengan menggunakan EPS (Earning Per Share), yang dihitung menggunakan laba bersih. Laba bersih dianggap masih dipengaruhi oleh hal-hal lain yang terjadi di luar kendali, seperti peristiwa luar biasa yang meningkatkan laba (bad news dan good news). Angka laba kotor, laba operasional, dan laba bersih tersebut memiliki makna (semantik) yang berbeda dan dengan perbedaan tersebut seharusnya juga memiliki efek yang berbeda terhadap pengunaannya (pragmatik) (Bedford,1971). Laba kotor merupakan pendapatan bersih yang dikurangi dengan kos barang dijual. Laba ini menggambarkan efisiensi manajer dalam menggunakan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya saing di pasar. Laba operasional adalah laba kotor dikurangi biaya-biaya operasional perusahaan. Akan tetapi, biayabiaya operasional tersebut seringkali tidak berhubungan dengan penciptaan 4 pendapatan perusahaan. Laba bersih adalah laba bersih sebelum pajak dikurangi pajak. Semakin besar laba yang diterima maka semakin besar pula pajak yang akan dibayar. Oleh karena itu, manajer berusaha untuk menggunakan beberapa metoda akuntansi agar laba tersebut tidak terlalu besar. Sehingga laba tersebut kurang mencerminkan laba perusahaan yang sebenarnya. Dari penjelasan di atas tersebut, laba bersih tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh manajemen dan angka laba operasional tidak sepenuhnya berhubungan dengan operasional perusahaan, maka laba kotor merupakan laba yang lebih memberikan manfaat bagi investor, karena laba kotor dapat lebih kendalikan oleh manajemen dan memiliki hubungan yang lebih erat dengan penciptaan pendapatan karena belum dipengaruhi oleh metoda-metoda akuntansi. Seandainya adapun metoda-metoda tersebut hanya pilihan antara LIFO dan FIFO, yang di dalam penelitian dibuktikan tidak mempengaruhi keputusan investor (Dopuch dan Pincus, 1988). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sampel yang diambil adalah perusahaan industri sejenis yaitu perusahaan manufaktur dalam perioda 31 Desember 1998 sampai 2005. Penelitian ini akan menguji apakah laba kotor lebih mampu memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi perusahaan dan menguji apakah hubungan ini masih tetap relevan jika sampel yang diambil adalah perusahaan-perusahaan manufaktur pada perioda 1998 sampai dengan tahun 2005, karena selama ini yang sering dijadikan acuan adalah laba operasional dan laba bersih. 5 1.2 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang harus diperhatikan dalam penelitian tersebut adalah: Informasi manakah yang lebih berkualitas bagi investor: laba kotor, laba operasional, atau laba bersih? 1.3 Batasan Masalah Agar tidak menyimpang dari tujuan utama dan lebih terarah serta untuk mendapatkan analisis yang cukup, maka objek penelitian ini difokuskan kepada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mempublikasikan laporan keuangan pada perioda tahun 1998 sampai dengan tahun 2005. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk menguji kualitas dari laba kotor, laba operasional, dan laba bersih sehingga dapat memberikan suatu bukti empiris angka laba yang paling berkualitas bagi investor dalam membuat keputusan menanamkan modalnya. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi peneliti lainnya dalam model penelitiannya serta diharapkan dapat digunakan literatur dan praktik pengungkapan informasi keuangan. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 6 Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu dasar pertimbangan dalam melakukan produksi, melakukan kerjasama dan melakukan pinjaman dengan pihak asing. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam mengambil keputusan dalam berinvestasi karena dengan informasi laba yang berkualitas diharapkan investor dapat menilai kondisi perusahaan dan dapat melihat potensi perusahaan sehingga dapat memprediksi laba yang akan diterima di masa yang akan datang. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan menjadi sarana belajar guna menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas tentang informasi laba yang berkualitas bagi investor, khususnya laba kotor, laba operasional, dan laba bersih dalam mengambil keputusan.