Tawassul, Syubhat dan Bantahannya

advertisement
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
TAWASSUL SYUBHAT DAN BANTAHANNYA
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
Bagi kaum muslimin yang “hobi” melakukan ziarah kubur, hampir dipastikan mereka juga
memiliki agenda untuk melakukan tawassul. Ritual doa melalui perantara ini sepertinya telah
menjadi menu wajib dari rangkaian kegiatan ziarah kubur. Sayang, perbuatan tawassul itu
mayoritas menjurus kepada amalan syirik yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketika
diingatkan, mereka menolak dengan keras karena mereka ternyata juga punya “dalil”. Apa
saja “dalil” mereka itu dan bagaimana bantahannya?
Sebagai lanjutan dari pembahasan tawassul yang disyariatkan pada edisi lalu, kali ini akan
dibahas tentang tawassul yang dilarang. Kedua, tawassul yang diharamkan dan tidak
disyariatkan oleh Allah. Yaitu bertawassul kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan sesuatu
yang bukan sebagai wasilah atau dengan sesutu yang tidak ditetapkan oleh syariat sebagai
wasilah dan bentuk tawassul ini ada dua:
Tawassul kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan sesuatu yang tidak ada syariatnya.
Tawassul semacam ini di haramkan. Contohnya, bertawassul dengan jah (kedudukan)
seseorang yang memiliki kedudukan di sisi Allah Subhanahuwata’ala atau tawassul dengan
dzat seseorang. Perbuatan ini menjadi bid’ah dari satu sisi dan syirik (kecil-red) dari sisi yang
lain:
–
Bid’ah karena hal ini tidak pernah dilakukan oleh para shahabat Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam kepada diri Rasul baik di saat beliau masih hidup, terlebih
setelah beliau meninggal.
–
Syirik (kecil, red) dari sisi menjadikan sesuatu perantara atau sebab yang tidak
pernah ditentukan oleh Allah Subhanahuwata’ala, maka hal ini termasuk dari
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
kesyirikan kepada Allah Subhanahuwata’ala.
Tawassul kaum musyrikin dengan berhala dan patung-patung, dan juga seperti tawassul para
pengagung kuburan dengan wali-wali mereka yakni sesungguhnya mereka meminta-minta
langsung kepada ahli kubur atau berhala dengan dalih bertawassul dan ini adalah tawassul
syirik akbar.
Pertanyaan
Bagaimana hukum bertawassul dengan seseorang yang shalih?
Jawaban terhadap pertanyaan ini ada rinciannya yaitu:
Bila bertawassul dengan doa mereka kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan cara meminta
agar dia mendoakan dirimu kepada Allah Subhanahuwata’ala, maka hal ini diperbolehkan di
dalan syariat dan telah dilakukan oleh para shahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam
kepada beliau dan telah dilakukan pula oleh Umar bin Al-Khaththab kepada paman
Rasulullah, Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallahuanhu.
Bila bertawassul dengan kedudukan mereka dan dzat mereka maka ini termasuk dari
kesyirikan(kecil, red) dari satu sisi dan kebidahan dari sisi yang lain, sebagaimana di atas.
Bagaimana hukum bertawassul kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam?
Bertawassul dengan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam termasuk dari sederetan fitnah
yang besar, dan jawaban terhadap pertanyaan ini adalah:
Bila bertawassul dengan keimanannya kepada beliau maka hal ini termasuk dari ibadah
kepada Allah Subhanahuwata’ala dan disyariatkan oleh-Nya. Contohnya dengan mengatakan:
“Ya Allah dengan imanku kepada Nabi-Mu aku memohon-Mu…
Bila tawassul dengan doa beliau artinya datang kepada beliau semasa masih hidup lalu
meminta agar didoakan kepada Allah Subhanahuwata’ala, maka hal ini adalah diperbolehkan
sebagaimana di atas adapun setelah wafatnya maka tidak boleh bertawassul melainkan
dengan mengikuti dan mengimani beliau.
Bila tawassul dengan kedudukan dan dzat beliau baik disaat beliau hidup atau setelah
wafatnya maka hal ini termasuk dari kebid’ahan.
Beberapa Permasalahan Penting
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
Setelah mengetahui jenis-jenis tawassul baik yang disyariatkan ataupun yang mengundang
murka Allah, ada beberapa permasalahan penting yang harus dipahami:
Bahwa ahli kebatilan tidak akan berdiam diri dan ridha, membiarkan kaum muslimin kembali
kepada ajaran Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dan mengamalkannya di tengah
masyarakat yang menjadi mangsa mereka. Sehingga mereka berusaha dengan segala cara
untuk menghadapi segala kemungkinan pembaharuan akidah dengan cara apapun juga,
walaupun dalam waktu yang cukup lama. Mereka akan memakai senjata-senjata kebatilan
untuk membendung kebenaran dan pengikutnya, seperti dusta, tuduhan keji, menipu, janjijanji palsu, mencaci-maki, dan sebagainya.
Para penyesat selalu mengintai mangsanya, yang bila ada kesempatan mereka akan
mengeluarkan manuver-manuver penyesatan dengan jembatan syubhat.
Betapa banyak dari kaum muslimin termakan manuver-manuver mereka, sadar atau tidak
sadar. Sehingga bukan suatu keanehan lagi bila muncul dari kaum muslimin pembelapembela kebatilan, penebar kesesatan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba`: 13)
Allah Subhanahuwata’ala akan selalu menjaga agamanya dari rongrongan para penyesat
dengan menampilkan para ulama Ahlus Sunnah untuk membendung kejahatan mereka.
Bagaimanapun dan di manapun mereka bersembunyi dengan kebatilan mereka, niscaya
Allah Subhanahuwata’ala akan menampilkan sosok ulama yang akan menyeret mereka agar
nampak di hadapan kaum muslimin bahwa ini adalah ahli kebatilan, berikut kebatilan yang
mereka lakukan. Hal ini sebagai kebenaran janji Allah di dalam Al Qur`an:
“Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan Ad-Dzikr (Al-Qur`an) dan Kami yang
akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)]
Tidak ada sekecil apapun kejahatan yang diperbuat di dalam agama-Nya atau mengatas
namakan agama-Nya, melainkan Allah Subhanahuwata’ala akan membongkar kedoknya. Dan
tidak ada sekecil apapun makar yang dilakukan oleh ahli kebatilan secara sembunyi
melainkan Allah Subhanahuwata’ala akan mengbongkarnya walaupun mereka akan
bersembunyi di lobang-lobang biawak sekalipun. Tidak ada sesulit apapun syubhat yang
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
mereka lontarkan melainkan Allah Subhanahuwata’ala akan menampakkan kebatilannya.
Itulah bentuk rahmat Allah atas hamba-hamba-Nya yang beriman. Itulah apa yang telah
disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah sabdanya:
“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya Allah akan memberikan kefaqihan di
dalam agama, dan sesungguhnya aku adalah sebagai pembagi (harta shadaqah) dan yang
memberi adalah Allah. Terus menerus (sebagian) dari umat ini (Islam) tegak di atas perintah
Allah, tidak akan membahayakan mereka siapapun yang menyelisihi mereka sampai datang
keputusan Allah.”
(Hadits ini diriwayatkan dari sejumlah shahabat Rasulullah n seperti Mu’awiyah bin Abu
Sufyan diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari no. 71, Muslim no. 1037, dan Ahmad no. 16246,
Tsauban, Al-Mughirah bin Syu’bah, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Abu
Hurairah, Mu’awiyah bin Qurrah, Zaid bin Arqam, ‘Imran bin Hushain, Uqbah bin ‘Amir, Abu
Umamah g dan selain mereka. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud di dalam Sunan
beliau, juga At-Tirmidzi, Ibnu Majah.)
Dalam lafadz yang lain, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam menjelaskan: “Mereka adalah
golongan yang selalu memperjuangkan kebenaran dan selalu tertolong di atasnya sampai
datang keputusan Allah.” Lalu siapakah yang dimaksud dengan sekelompok kecil tersebut?
Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah mengatakan: “Al-Imam Al-Bukhari telah memastikan
bahwa yang dimaksud adalah ulama dan ahli hadits.” Dan Al-Imam Ahmad rahimahullah
mengatakan: “Kalau bukan ahli hadits yang dimaksud, maka saya tidak mengetahui siapa
mereka.” Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah mengatakan: “Yang dimaksud oleh Ahmad adalah
Ahlus Sunnah dan orang-orang yang mengikuti madzhab mereka.” (Lihat Fathul Bari, 1/200,
cet. Darul Hadits, Mesir)
Di antara syubhat yang dilontarkan oleh ahli kebatilan dalam masalah tawassul adalah
sebagai berikut:
Syubhat pertama: “Orang-orang yang membolehkan tawassul dengan jah (kedudukan)
seseorang, kehormatan, dzat dan haknya, berdalil dengan hadits Anas bin Malik,
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam dua tempat. Pertama, dalam kitab Al-Istisqa`
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
bab 3 no. 1010 dan di dalam kitab Fadha`ilush Shahabah bab 11 no. 3710.
“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab beristisqa` (minta turun hujan) melalui ‘Abbas bin
Abdul Muththalib bila ditimpa musim kering (yang berakibat terjadinya paceklik). Beliau
(‘Umar) berkata: “Ya Allah, sesungguhnya kami dulu bertawassul dengan Nabi Engkau dan
Engkau menurunkan air hujan. Dan sekarang kami bertawassul dengan paman Nabi Engkau,
maka turunkanlah atas kami hujan, beliau berkata: ‘Lalu turun hujan buat mereka’.”
Mereka (ahli kebatilan) mengatakan: “Dari hadits ini, ‘Umar bertawassul dengan jah
(kedudukan), dan dia memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Dan tawassul ‘Umar hanya
sebatas menyebut nama Al-‘Abbas di dalam doa beliau dan meminta kepada Allah untuk
menurunkan hujan. Ditambah lagi, para shahabat menyetujui hal itu. Adapun sebab ‘Umar
berpaling dari bertawassul dengan Rasulullah hanyalah sebatas ingin menjelaskan bolehnya
bertawassul dengan “mafdhul” (orang yang lebih rendah kedudukannya) bersamaan dengan
adanya yang lebih afdhal.”
Bantahannya: Pemahaman mereka tentang hadits di atas dengan maksud demikian
sangatlah keliru dari banyak sisi:
Kaidah di dalam syariat mengatakan bahwa nash-nash itu saling menjelaskan sebagiannya
atas sebagian yang lain. Tidak boleh memahami sebuah nash dengan melepaskan
keterkaitannya dengan nash yang lain. Berdasarkan hal ini, hadits ‘Umar harus dipahami
dengan riwayat-riwayat yang lain yang menjelaskan tentang tawassul. Dan keterangan
riwayat-riwayat yang banyak tersebut menjelaskan, bahwa para shahabat Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam ketika ditimpa oleh paceklik, mereka bertawassul dengan doa
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dengan cara mendatangi beliau ketika masih hidup
dan meminta agar beliau berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan, dan bukan dengan
kepribadian (zat) dan kedudukan beliau yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana dijelaskan
dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahuanhu yang
shahih:
“Ketika Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba
seseorang datang lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, hujan tertahan (menyebabkan
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
paceklik). Berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan untuk kami.’ Lalu
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam berdoa dan hujan turun atas kami, hampirhampir kami tidak bisa pulang ke rumah-rumah kami, dan hujan tersebut
berlangsung sampai Jum’at berikutnya. (Anas) berkata: “Orang tersebut atau –yang
selain dia– bangkit dan berkata: ‘Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Allah
memalingkan hujan dari kami.’ Lalu Rasululah Shalallahu’alaihi wa sallam berdoa:
‘Ya Allah, palingkan hujan itu dari kami dan jangan dijadikan sebagai bahaya bagi
kami.’ Anas berkata: “Sungguh aku menyaksikan gumpalan awan terpisah-pisah ke
arah kanan dan kiri lalu turun hujan untuk mereka (selain penduduk Madinah), dan
hujan tidak turun bagi penduduk Madinah.”
Berarti ucapan ‘Umar: “Sesungguhnya kami dulu bertawassul dengan Nabi Engkau
dan Engkau menurunkan air hujan. Dan sekarang kami bertawassul dengan paman
Nabi Engkau…”
Dalam ucapan tersebut ada sebuah kata yang terbuang yang dengannya akan
sempurna dan sesuai dengan nash-nash lain yang shahih dan kata yang terbuang itu
harus didatangkan. Dan kata yang terbuang itu ada dua kemungkinan, pertama:
“Kami bertawassul kepada-Mu dengan jah [1] (kedudukan) Nabi-Mu dan jah
(kedudukan) paman Nabi-Mu”, atau kedua: “Kami bertawassul kepada-Mu dengan
doa [2] Nabi-Mu dan dengan doa paman Nabi-Mu”. Untuk menghukumi mana yang
benar dari dua kemungkinan ini, kita harus kembali kepada As Sunnah dan yang
sesuai dengan riwayat-riwayat yang shahih. Dan yang benar dan sesuai dengan
riwayat yang shahih adalah kemungkinan yang kedua.
Tawassul secara bahasa dan yang difahami oleh ‘urf (kebiasaan yang sudah berlangsung)
melalui lisan-lisan orang Arab adalah seperti apa yang telah dipahami dan yang dilakukan
oleh para shahabat kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam. Bentuknya adalah bila
engkau memiliki hajat kepada seseorang dan orang ini memiliki kedudukan (misalnya)
sebagai pimpinan, lalu engkau mendatangi seseorang yang lebih didengar suaranya oleh
pimpinan tersebut, maka engkau mengutarakan hajatmu kepadanya untuk disampaikan
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
kepada pimpinan. Demikianlah definisi tawassul di kalangan orang Arab sejak dahulu. Dan
bukan makna tawassul adalah bila kamu datang kepada pimpinan itu lalu mengatakan: ‘Hai
pimpinan, karena jah (kedudukan) orang tersebut dan dekatnya posisinya di sisimu, maka
tunaikanlah hajatku.’
Ucapan mereka (ahli kebatilan): “Bahwa para shahabat merestui perbuatan ‘Umar”
Mereka merestuinya karena memang perbuatan ‘Umar tidak menyelisihi Sunnah Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam. Dan jika perbuatan ‘Umar menyelisihi Sunnah Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam, niscaya mereka (para shahabat) akan menentang perbuatan
‘Umar. Dan mustahil mereka akan sepakat di dalam kebatilan sedangkan mereka adalah
sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, menegakkan amar ma’ruf dan nahi
mungkar. Dan perbuatan ‘Umar sesuai dengan riwayat-riwayat yang shahih di atas dimana
beliau datang kepada Al-‘Abbas dan meminta agar beliau (Al-‘Abbas) berdoa kepada Allah
agar Dia menurunkan hujan, sebagaimana permintaan yang terjadi di masa Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam masih hidup.
Makna hadits ‘Umar di atas telah dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah
di dalam kitab beliau Fathul Bari (2/571, cet. Darul Hadits, Mesir): “Telah dijelaskan
oleh Az-Zubair bin Bakkar di dalam kitab Al-Ansab, tentang sifat doa Al-‘Abbas dalam
peristiwa ini dan waktu terjadi hal itu. Beliau meriwayatkan dengan sanad beliau, di
saat ‘Umar bertawassul dengan Al-’Abbas dalam istisqa`, Al-’Abbas berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya tidaklah turun bala` melainkan karena sebuah dosa dan
tidak akan dihilangkan melainkan dengan bertaubat. Dan kaum itu telah
mendatangiku untuk menyampaikan hajat mereka kepada-Mu karena kedudukan
diriku di hadapan Nabi-Mu, dan ini tangan-tangan kami berlumuran dengan dosa dan
ubun-ubun kami (mengiqrarkan) taubat. Turunkanlah kepada kami hujan. Kemudian
turun hujan dari langit sehingga bumi menjadi subur dan manusia bisa hidup.”
Ucapan ahli kebatilan: “Ini bukti bahwa ‘Umar bertawassul dengan jah (kedudukan) Al‘Abbas.”
Kalau benar ‘Umar bertawassul dengan jah (kedudukan) Al-‘Abbas niscaya beliau
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
tidak akan meninggalkan bertawassul dengan jah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa
sallam walaupun beliau telah wafat. Karena bertawassul dengan jah beliau
Shalallahu’alaihi wa sallam bisa dilakukan sekalipun beliau Shalallahu’alaihi wa
sallam telah wafat. Dan tentu para shahabat yang lain akan menegur ‘Umar, kenapa
meninggalkan bertawassul dengan jah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam lalu
berpaling kepada Al-‘Abbas. Dan sungguh kita mengetahui semangat para shahabat
untuk melakukan sesuatu yang lebih utama.
Mereka mengatakan: “Umar berpaling dari Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dalam
bertawassul kemudian menuju Al-‘Abbas, untuk menjelaskan tentang kebolehan bertawassul
dengan yang mafdhul (kurang utama) bersamaan dengan adanya yang afdhal (lebih
utama).”
Alasan ini adalah batil dari banyak sisi:
Tawassul yang benar/ syar’i kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam setelah wafat
beliau merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Dan bagaimana mereka akan pergi ke
makam Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam lalu menjelaskan keadaan mereka dan
meminta kepada beliau, agar beliau berdoa kepada Allah supaya dibebaskan dari bala` yang
menimpa, sementara Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam telah menghadap Allah? Karena
memang tidak diperbolehkan itulah, sehingga ‘Umar bertawassul dengan doa paman
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, Al-‘Abbas. Bila hal itu diperbolehkan setelah wafat
beliau dan ‘Umar meninggalkan hal demikian, berarti ‘Umar meninggalkan Sunnah Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin hal itu terjadi pada diri orang terbaik umat
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam setelah Abu Bakr radhiyallahuanhu.
Manusia dengan fitrah yang ada pada diri mereka, ketika ditimpa oleh malapetaka yang
dahsyat, tentu akan mencari sebab yang lebih kuat untuk segera terselesaikan darinya, dan
akan mencari wasilah yang lebih besar dan afdhal agar segera terbebaskan dari malapetaka
tersebut. Dan jika tawassul dengan jah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam diperbolehkan,
kenapa ‘Umar harus mencari yang mafdhul (kurang afdhal) dan meninggalkan yang afdhal?
Taruhlah bahwa terbetik pada diri ‘Umar untuk bertawassul kepada Allah melalui Al-‘Abbas
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
dengan tujuan untuk menjelaskan hukum fiqih yang mereka duga yaitu: “Menjelaskan
tentang kebolehan bertawassul dengan yang mafdhul bersamaan dengan adanya yang
afdhal,” apakah hal itu juga akan terbetik pada diri Mu’awiyah dan Ad-Dhahhak bin Qais di
saat keduanya bertawassul dengan doa seorang tabi’in yang memiliki kemuliaan, Yazid bin
Al-Aswad Al-Jurasyi, dan tidak mencukupkan dengan apa yang dilakukan oleh ‘Umar? Tentu
ini adalah alasan yang berlebihan.
Di dalam kisah ‘Umar tersebut ada sebuah rahasia yang mungkin perlu diperhatikan yaitu:
“Sesungguhnya ‘Umar bila terjadi musim kemarau, beliau melakukan istisqa’ dengan
meminta Al-‘Abbas untuk berdoa.”
Ucapan ini menjelaskan bahwa ‘Umar sering melakukan yang serupa setiap kali terjadi
musim kemarau yang panjang. Dan kalau untuk menjelaskan hukum fiqih di atas, niscaya
‘Umar tidak akan melakukannya berulang-ulang dan cukup melakukannya satu kali.
Syubhat kedua: Mereka berdalil dengan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan
selain beliau dengan sanad yang shahih dari ‘Utsman bin Hunaif bahwa seseorang buta
mendatangi Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam dan berkata:
“Seorang buta mendatangi Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam lalu berkata: ‘Doakanlah
buatku agar Allah menyembuhkanku.’ Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Kalau kamu menghendaki, aku akan mendoakan buatmu dan bila kamu menghendaki aku
akan menahan doa tersebut dan itu lebih baik buatmu.’ Di dalam sebuah riwayat: ‘Kalau
kamu mau, kamu bersabar maka itu lebih baik buatmu.’ Dia berkata: ‘Berdoalah.’ Lalu
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengambil air wudhu dan
menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dan dia berdoa dengan doa ini:
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan aku menghadap-Mu dengan e氀氀愀栀Ⰰ 猀攀猀甀渀最最甀
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
Hadits ini diletakkan oleh para ulama dalam bab membicarakan mu’jizat Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa sallam dan doa beliau yang mustajab, dan sebagai bukti kebesaran
Allah dengan memperlihatkan keajaiban-keajaiban berkat doa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa
sallam, seperti menyembuhkan orang yang sakit. Dan dengan doa beliau juga, orang yang
buta tersebut dikembalikan penglihatannya oleh Allah. Oleh karena itu, para ulama
meletakkan hadits ini dan yang sepertinya dalam karya tulis mereka pada sebuah bab “Buktibukti kenabian”, sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Imam Al-Baihaqi dan selain beliau. Dari
semuanya ini sangat jelas bahwa rahasia kesembuhan orang tersebut datang dari Allah,
kemudian berkat doa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam yang mustajab.
Bila hal ini telah jelas bagi pembaca yang budiman maka sampailah kita kepada sebuah
pengertian, yaitu maksud dari ucapan orang yang buta tersebut: “Ya Allah sesungguhnya aku
meminta kepada-Mu dan aku bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad…” adalah
dengan doa Nabi-Mu Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam.
(Bersambung, In syaa Allah)
Sumber: Majalah Asy Syariah
*******************************
Catatan Kaki:
Taqdiran (kemungkinan kata yang terbuang) yang pertama
Taqdiran kedua
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad di dalam Musnad 4/138, At-Tirmidzi no. 3831, Ibnu Majah
di dalam Sunan beliau no.1385, Ath-Thabrani 3/2/2 dan Al-Hakim 1/313. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani t di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/183 no. 2832 dan di dalam
Shahih Sunan Ibnu Majah 1/232 no. 1138, dan beliau mengisyaratkan ke dalam kitab beliau
At-Tawassul Anwa’uhu Wa Ahkamuhu hal. 76, Ar-Raudh hal. 661, At-Ta’liq Ar-Raghif
1/142-242, dan At-Ta’liq ‘Ala Shahih Ibnu Huzaimah 1219. dan Ad-Darimi no. 2325 dari
shahabat Abu Hurairah, dan At-Tirmidzi mengatakan juga datang dari shahabat ‘Irbadh bin
Sariyah.”
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Tawassul, Syubhat dan Bantahannya
Related Posts
MIZAN, yang Kita Nantikan
MIZAN, YANG KITA NANTIKAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan Makna
Mizan Mizan secara etimologi (bahasa) adalah alat yang digunakan untuk mengukur (bobot)
segala sesuatu,…
Baktiku Kepada Kedua Orang Tua
BAKTIKU KEPADA KEDUA ORANG TUA Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin
Rawiyyah An-Nawawi Bagi seorang anak, orang tua bisa menjadi ladang untuk menggali
pahala…
Kebenaran Hanya Datang Dari Allah
KEBENARAN HANYA DATANG DARI ALLAH Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin
Jamal Al-Bugisi “Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah, Rabb kamu yang sebenarnya.
Maka…
Sahabat Rasulullah adalah Orang-orang Pilihan
SAHABAT RASULULLAH ADALAH ORANG-ORANG PILIHAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad
Umar As-Sewed Ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mendakwahkan ajaran Islam,
hanya segelintir orang yang mau mengikuti…
Ukhuwah Yang Membuahkan Mahabbah Dan Rahmah
UKHUWWAH YANG MEMBUAHKAN MAHABBAH DAN RAHMAH Ditulis oleh: Al-Ustadz Abul
Abbas Muhammad Ihsan Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahuwata’ala banyak memuji para
sahabat alaihimussalam yang mana mereka…
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Download