Document

advertisement
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PENGARUH PERIODE SUBKULTUR
TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN
GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.)
SKRIPSI
LINA IRONIKA
PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012
1i
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PENGARUH PERIODE SUBKULTUR
TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN
GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Bidang Biologi
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga Surabaya
Oleh :
LINA IRONIKA
NIM. 080810090
Tanggal Lulus : 3 Agustus 2012
Disetujui oleh
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si
NIP. 19640303 198810 2 001
Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si
NIP. 19770115 200604 2 002
ii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Judul
Penyusun
NIM
Pembimbing I
Pembimbing II
Tanggal Ujian
: Pengaruh Periode Subkultur Terhadap Kadar Saponin Akar
Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.)
: Lina Ironika
: 080810090
: Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si
: Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si
: 3 Agustus 2012
Disetujui oleh :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si
NIP. 19640303 198810 2 001
Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si
NIP. 19770115 200604 2 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Biologi
Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
Dr. Alfiah Hayati
NIP. 19640418 198810 2 001
iii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam
lingkungan, Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi
kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan
sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.
Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
iv
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Taala
atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Periode Subkultur
Terhadap Kadar Saponin Akar Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.)”.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, hal ini mungkin terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja mengingat
segala keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf jika terjadi
sesuatu yang kurang berkenan.
Saran dan kritik membangun akan penulis harapkan dan terima demi
kesempurnaan naskah selanjutnya. Penulis berharap penelitian yang telah
dilakukan ini dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
di masa mendatang.
Surabaya, Juli 2012
Penulis
v
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
UCAPAN TERIMA KASIH
Kelancaran dan keberhasilan dalam penulisan skripsi ini merupakan ridha
Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui bantuan, dukungan dan
doa dari berbagai pihak yang turut membantu. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibu, terima kasih atas segala
pengorbanan yang selama ini kalian berikan hingga penulis dapat
menjalani setiap ujian.
2. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si dan Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si
selaku dosen pembimbing I dan II yang senantiasa mencurahkan segenap
ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberi arahan, bimbingan, serta masukan
yang sangat berharga.
3. Dr. Edy Setiti Wida Utami, M.S selaku dosen penguji yang bersedia
membagi ilmu dan saran-saran yang membangun.
4. Dr. Ni’matuzahroh selaku dosen wali yang telah banyak memberi nasehat,
arahan, doa, dan bantuan dalam perkuliahan selama penulis berada di
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
5. Prof. Dr. H. Fasich, Apt. sebagai rektor Universitas Airlangga dan jajaran
pengurus kantor manajemen yang telah membantu penulis dalam
menempuh pendidikan. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D sebagai dekan
Fakultas
Sains
dan
Teknologi,
beserta
para
pengurus
bidang
kemahasiswaan yang memudahkan penulis dalam menjalani hari-hari di
almamater tercinta.
vi
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6. Bapak dan ibu dosen yang tiada lelah membagi ilmu demi kebaikan
penulis.
7. Pegawai dan laboran Departemen Biologi, Mas Joko, Pak. Warni, Pak.
Sukadji, Bu. Ambar, Mas Eko, Pak. Sunar, Mbak Ari, Mbak Yatminah,
Mas Catur, dan Mas Yanto, atas bantuan dan informasi yang diberikan
kepada penulis.
8. Abiq yang telah membantu dan memberi masukan yang berharga demi
kebaikan penulis.
9. Teman-temanku biologi 2008, Rivia, Dwi Putri, Izza, Aila, Indah,
Muhimmatus, Liza, Rochma, Anita, Arista, dan semua himbionist’08 yang
telah membagi keceriaan dan dukungan kepada penulis selama menjalani
perkuliahan.
vii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lina Ironika, 2012, Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin
akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
SKRIPSI, di bawah bimbingan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., dan Dwi
Kusuma Wahyuni S.Si, M.Si., Departemen Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode subkultur
terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.). Akar diinduksi dari daun di dalam media
Murashige dan Skoog (MS) padat ditambah zat pengatur tumbuh IBA 2 mg/L.
Akar adventif yang berumur 11 hari (± 2 cm) disubkultur dengan periode
subkultur 2, 3, dan 4 minggu dalam media Murashige dan Skoog (MS) semisolid.
Kultur dipelihara selama 10 minggu (70 hari) dan masing-masing perlakuan
diulang 10x. Pengambilan data berupa berat segar, berat kering, dan kadar saponin
dilakukan pada akhir periode subkultur. Analisis data berat kering menggunakan
ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan Uji LSD (taraf signifikasi 5%). Kadar
saponin dianalisis deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan rerata berat kering
paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram, luas
noda paling tinggi didapatkan pada subkultur 2 minggu yaitu 47 mm 2/0,1 g berat
kering, dan kadar saponin paling tinggi yaitu 3235 mg/g didapatkan pada
subkultur 4 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh periode
subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Rerata berat kering paling tinggi didapatkan
pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. sedangkan kadar saponin
paling tinggi ditunjukkan dengan rerata luas noda paling besar pada plat KLT
yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering.
Kata kunci: akar adventif, saponin, subkultur, Talinum paniculatum Gaertn.
viii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lina Ironika, 2012, The effect of subculture cycle on saponin content
adventitious roots of ginseng plants of java (Talinum paniculatum Gaertn.),
This script is guided by Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., and Dwi Kusuma
Wahyuni S.Si, M.Si., Departement of Biology, Fakulty of Science and
Technology, Airlangga University, Surabaya.
ABSTRACT
The aims of this study were to determine the effect of subculture period on
dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java
(Talinum paniculatum Gaertn.). Roots induced from leaves in solid Murashige
and Skoog medium (MS) were added growth regulators IBA 2 mg / L.
Adventitious roots that were 11 days (± 2 cm) were subjected to period of
subculture 2, 3, and 4 weeks in semisolid Murashige and Skoog medium (MS).
Cultures maintained for 10 weeks (70 days) and each treatment was repeated 10
times. Retrieval of data in the form of fresh weight, dry weight, and saponin
content at the end of subculture period. The data of dry weight were analyzed
using one-way ANOVA followed by LSD Test (significance of 5%). Saponin
content was descriptive analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC) and
Spektrofotometer UV-Vis. The results of this study showed that highest average
of dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, the highest
average of spot wide obtained at 2-weeks subculture period was 47 mm2 / 0.1 g
dry weight, and the highest saponin content was 3235 mg/g obtained at 4-weeks
subculture period. The conclusion of this study were there was the influence of
subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng
plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Highest average dry weight obtained
at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, while the highest saponin content
indicated by the mean area of the spot on a TLC plate was 47 mm2 / 0.1 g dry
weight.
Keyword: adventitious roots, saponin, subculture, Talinum paniculatum Gaertn.
ix
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ............................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3 Asumsi Penelitian ................................................................................. 8
1.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 8
1.4.1 Hipotesis kerja ............................................................................ 8
1.4.2 Hipotesis statistik ........................................................................ 9
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11
2.1 Tinjauan Tentang Ginseng jawa ........................................................... 11
2.1.1 Klasifikasi .................................................................................... 11
2.1.2 Ciri morfologi ginseng jawa ........................................................ 11
2.1.3 Manfaat ginseng jawa .................................................................. 13
2.1.4 Kandungan kimia ginseng jawa ................................................... 14
2.2 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan Tanaman ........................................ 15
2.2.1 Pengertian kultur jaringan tanaman ............................................. 15
2.2.2 Manfaat kultur jaringan tanaman ................................................ 17
2.2.3 Media kultur jaringan tanaman ................................................... 18
2.2.4 Auksin ......................................................................................... 20
2.2.5 Subkultur jaringan tanaman ........................................................ 21
2.3 Tinjauan Tentang Saponin ................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 24
3.2 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 24
3.2.1 Bahan penelitian .......................................................................... 24
3.2.3 Alat penelitian ............................................................................. 25
x
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................ 25
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 26
3.5 Cara Kerja Penelitian ........................................................................... 26
3.5.1 Induksi akar dari eksplan daun .................................................... 26
3.5.2 Sterilisasi ruang kerja................................................................... 26
3.5.3 Sterilisasi alat ............................................................................... 27
3.5.4 Pembuatan larutan stok mikronutrien .......................................... 27
3.5.5 Pembuatan larutan stok zat besi ................................................... 28
3.5.6 Pembuatan larutan stok vitamin .................................................. 28
3.5.7 Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh ............................. 29
3.5.8 Pembuatan media kultur jaringan ............................................... 29
3.5.9 Subkultur ..................................................................................... 30
3.6.0 Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ........................................... 30
3.6.1 Ekstraksi saponin ........................................................................ 31
3.7 Analisis Data ........................................................................................ 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 33
4.1.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 33
4.1.2 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin .................. 37
4.1.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 41
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 43
4.2.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 43
4.2.2 Periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin ................ 46
4.2.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 50
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 50
5.2 Saran ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 52
LAMPIRAN
xi
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
4.1
Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur .............. 35
4.2
Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur ............... 40
4.3
Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur
yang berbeda ..............................................................................................
42
xii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1
Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ..................................
12
2.2
Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) .................................................................................
12
2.3
Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)............................
13
4.1
Akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ......
34
4.2
Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) .................................................................
37
4.3
Hasil ekstraksi saponin ..............................................................................
38
4.4
Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis
tipis silica gel GF254 (Merck) .....................................................................
39
4.5
Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) .................................................................
41
xiii
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Lampiran
1.
Ringkasan
2.
Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)
2.
Uji Normalitas
3.
Analisa Varians (ANAVA)
4.
Tabel Hasil Pengamatan
5.
Luas Noda Saponin dan Kurva Standar Saponin
6.
Alat penelitian
xiv
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia dunia obat-obatan berkembang cukup pesat, terbukti dengan
semakin banyaknya obat-obatan yang beredar di masyarakat. Beredarnya obat
dengan merk dagang tertentu, menunjukkan kebutuhan masyarakat akan obat
sangat tinggi, namun obat dengan merk impor atau dengan komponen impor
harganya sulit dijangkau oleh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, obat
tradisional dipilih sebagai obat alternatif karena mudah didapat di alam,
sehingga relatif murah dibanding obat impor. Selain itu, obat tradisional
mempunyai efek samping yang sedikit atau bahkan tanpa efek samping. Hal
tersebut memperbesar peluang untuk dikembangkan dan disosialisasikan
(Hidayat, 2005).
Tanaman ginseng sudah dikenal sejak dahulu, terutama di negara Cina
dan Korea sebagai obat sejak 5.000 tahun yang lalu. Ginseng dipercayai
selama berabad-abad untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit,
serta telah menjadi bagian dari budaya kehidupan masyarakat Cina dan Korea
sampai saat ini. Meskipun demikian, ginseng tidak hanya dapat tumbuh di
Korea. Di berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Cina, Kanada,
bahkan Pulau Jawa, ginseng dapat tumbuh dengan jenis dan kualitas yang
berbeda. Ginseng di Asia maupun di Amerika Serikat dimanfaatkan sebagai
bahan pengobatan. Ginseng tersebut memiliki kesamaan cara tumbuh (Cahyo,
1
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
2011). Di Indonesia, ginseng telah lama dikenal dengan nama Talinum yang
termasuk Portulacaceae.
Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan
tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias,
tanaman obat, dan terkadang sebagai tanaman liar. Ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) mempunyai bentuk akar yang menggembung seperti
halnya ginseng cina (Panax sp.) (Wijayakusuma, 1994).
Umbi atau akar ginseng jawa mempunyai kandungan senyawa kimia
yang berkhasiat bagi kesehatan manusia, di antaranya untuk menyembuhkan
penyakit jantung dan insomnia (Rubatzky, 1998). Senyawa kimia yang
terdapat dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) di
antaranya adalah golongan terpenoid dan steroid yang berpotensi sebagai
bahan pengganti ginseng korea (Panax sp.) yang masih diimpor dari Cina dan
Korea (Sukardiman, 1996; Hidayat, 2005). Di Indonesia tanaman ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dipakai sebagai pengganti ginseng korea
karena harganya relatif lebih murah, mudah diperoleh dan mudah
dibudidayakan (Widiyani, 2006).
Secara tradisional ginseng jawa digunakan untuk diare, anti radang,
aprodisiaka (obat kuat), dan penambah vitalitas (Wijayakusuma, 1994). Dari
penelitian fitokimia diketahui ginseng jawa mempunyai kandungan kimia
saponin, triterpen, polifenol, minyak atsiri (Komatsu, 1982). Kandungan
kimia yang paling penting dan dominan dalam akar tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) adalah saponin (Cahyo, 2011). Saponin
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
merupakan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari bagian tanaman
tertentu yang mampu menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu
kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia, 2004).
Oleh karena kegunaan dan keampuhannya, ginseng telah banyak dipakai
dalam pengobatan di klinik. Nugroho et al., (2005) telah melakukan
penelitian tentang khasiat dan keamanan ginseng jawa dan diperoleh
kesimpulan bahwa ginseng jawa aman berdasarkan uji toksisitas akut.
Budidaya tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) relatif
mudah, karena dapat dilakukan dengan cara generatif (biji), vegetatif (stek
batang) dan dengan teknik kultur jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994).
Tanaman yang berasal dari biji memiliki kelemahan yaitu hasil yang didapat
memerlukan waktu yang relatif lama, dan mempunyai sifat yang tidak sama
dengan induknya, sedangkan perbanyakan dengan stek, harus memangkas
bagian dari tanaman yang cenderung berakibat menunda perolehan pucuk
atau pertumbuhan cabang yang baru dan juga berdampak memutus siklus
bunga, buah atau biji akibat pemotongan cabang atau ranting tanaman (Pitojo,
2006).
Untuk
mengatasi
berbagai
masalah
tersebut,
perlu
dilakukan
perbanyakan tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) melalui
teknik kultur jaringan in vitro. Teknik kultur jaringan memiliki beberapa
keunggulan, antara lain dapat memperoleh individu baru dalam jumlah yang
banyak dalam waktu yang relatif singkat, dapat menumbuhkan akar dari
berbagai bagian tanaman (Roedyarto, 1997), dan mampu menghasilkan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
senyawa kimia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini didasari oleh sifat
totipotensi sel tanaman (Fowler,1983). Teknik kultur jaringan penting untuk
meningkatkan ketersediaan akar, mengingat kandungan senyawa saponin
banyak terdapat di bagian akar.
Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan untuk
menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman dalam kondisi aseptik dalam
medium buatan (Wetter dan Constabel, 1991). Di dalam medium kultur
jaringan harus terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
jaringan tanaman yaitu garam organik dan zat-zat organik termasuk zat
pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh pada tanaman diperlukan sebagai
komponen medium pertumbuhan dan differensiasi. Tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan
mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Kurz dan Constabel (1991), menyatakan bahwa kultur sel tanaman secara
in vitro, dapat menghasilkan produksi metabolit sekunder terutama senyawasenyawa obat lebih baik dibandingkan tanaman utuh. Kadar metabolit
sekunder dapat ditingkatkan antara lain dengan penambahan zat pengatur
tumbuh. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh terhadap kadar metabolit
sekunder memberikan hasil yang bervariasi di antaranya ditentukan oleh
spesies tumbuhan yang dibudidayakan, serta jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan.
Aplikasi zat pengatur tumbuh mempunyai peluang yang cukup besar
karena dapat memanipulasi metabolit sekunder seperti senyawa alkaloid,
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5
flavonoid, saponin dan tanin yang dikandungnya. Salah satu penggunaan zat
pengatur tumbuh tersebut, di antaranya adalah auksin. Syahid (2010) telah
berhasil menumbuhkan kalus dengan diameter terbesar yaitu 28,7 mm dan
kadar tannin lebih tinggi melalui kombinasi perlakuan 2,4-D 0,3 mg/l +
Benzyl Adenin 0,1 mg/l.
Penambahan zat pengatur tumbuh auksin terutama IAA dan NAA pada
akar dapat menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi dapat
meningkatkan jumlah akar (Abidin, 1983). Aina (2008) telah berhasil
menginduksi akar dari hipokotil dan epikotil ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) dengan mengkombinasikan zat pengatur tumbuh
(Auksin dan BAP) pada media MS. Hasil yang paling baik diperoleh dari
kombinasi NAA 2 mg/l dan BAP 0,25 mg/l. Fitriyah (2008) juga telah
berhasil menginduksi akar menggunakan eksplan hipokotil ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in
vitro. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa zat pengatur tumbuh IBA
pada konsentrasi 2 ppm merupakan zat pengatur tumbuh auksin yang sesuai
untuk induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.).
Di dalam teknik kultur jaringan tanaman, media dan nutrisi yang
diberikan dalam jumlah yang terbatas. Pertumbuhan sel terjadi dengan cepat,
karena kalus dapat menyerap nutrisi dari dalam medium dengan sangat baik
Hal ini menyebabkan akar yang telah diinduksi akan kekurangan nutrisi untuk
mendukung pertumbuhannya dan terjadi embriogenesis atau kalus berwarna
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
coklat lama kelamaan pertumbuhannya akan terhenti (Hendaryono dan
Wijayani, 1994). Selain nutrisi pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan
akar adventif diperlukan suplai oksigen yang baik (Abbas, 2011). Oleh karena
itu diperlukan suatu teknik subkultur dalam memenuhi nutrisi dan oksigen
yang diperlukan oleh jaringan tersebut untuk tumbuh.
Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan
dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan
kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Sub kultur bertujuan untuk memperbanyak bahan tanaman sehingga dapat
digunakan untuk analisis kandungan kimia tertentu yang diinginkan (Syahid,
2010). Rijhwani, dan Shanks (1998) telah berhasil melakukan penelitian
tentang efek dari siklus subkultur terhadap pertumbuhan dan produksi indol
alkaloid pada akar rambut Catharanthus roseus. Dari hasil penelitiannya
diketahui bahwa indeks pertumbuhan akar rambut terbaik yaitu 115 ± 2
didapatkan dari siklus subkultur setiap 2 minggu bila dibandingkan dengan
subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hasil produksi tabersonin tertinggi
didapatkan pada 2 minggu siklus subkultur.
Tingginya kandungan saponin yang dihasilkan secara in vitro dapat
dipahami karena produksi metabolit sekunder pada akar adventif yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya komposisi media yang
digunakan dan zat pengatur tumbuh yang diaplikasikan (Aslam et al., 2009).
Bhad et al., (2008) mengatakan bahwa keseimbangan komposisi media yang
digunakan, sumber sukrosa, photoperiod dan stres terhadap sel (biotik dan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
abiotik) selama periode kultur dan faktor lainnya akan mempengaruhi sintesis
metabolit sekunder.
Pada saat ini penelitian tentang pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) belum pernah
dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi
tentang pengaruh periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar
saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?
2. Manakah periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling
tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.)?
3. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)?
4. Manakah periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar
saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.)?
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8
1.3 Asumsi Penelitian
Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan
dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan
kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan akar adventif diperlukan suplai
oksigen yang baik (Abbas, 2011). Subkultur dengan periode yang singkat
(periode 2 minggu) menunjukkan indeks pertumbuhan akar yang optimum
(Rijhwani dan Shanks, 1998).
Semakin singkat periode subkultur maka kebutuhan nutrisi dan oksigen
terpenuhi sehingga pertumbuhan akar dan biomassa akar semakin meningkat.
Pertumbuhan akar dan biomassa meningkat maka produksi saponin yang
dihasilkan juga akan semakin meningkat, sehingga dapat di asumsikan jika
periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman
ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) maka terdapat perbedaan kadar
saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
1.4 Hipotesis Penelitian
1.4.1. Hipotesis Kerja
Jika periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin maka
terdapat perbedaan berat kering dan kadar saponin pada akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
1.4.2. Hipotesis Statistik
H01: Tidak ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Ha1: Ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
1.5 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
2. Mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering
paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.).
3. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
4. Mengetahui periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar
saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang periode
subkultur yang tepat dalam memproduksi saponin yang optimal. Selain itu
juga memberikan informasi untuk penelitian lanjutan tentang penyediaan akar
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum, Gaertn) untuk memenuhi
kebutuhan obat secara tradisional, sebagai anti kanker dan mengurangi kadar
kolesterol pada manusia.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan tentang Ginseng jawa
2.1.1. Klasifikasi
Kedudukan tanaman ginseng jawa dalam klasifikasi taksonomi menurut
Simpson (2006) dan van Steenis (2002) adalah sebagai berikut:
Regnum
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Carryophyllales
Familia
: Portulacaceae
Genus
: Talinum
Species
: Talinum paniculatum Gaertn. (Simpson, 2006 dan van
Steenis, 2002).
2.1.2. Ciri morfologi ginseng jawa
Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan
tanaman herba menahun, mempunyai tinggi 0,3-0,8 m. Batang ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) berbentuk bulat. Duduk daun
tersebar, daun mempunyai bentuk bulat telur terbalik (Gambar 2.1).
11
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12
Gambar 2.1 Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
skala = 2 cm.
Bunga terutama dalam malai yang terletak di terminal, berbunga
banyak, cabang terujung bercabang lagi dengan cara menggarpu. Tangkai
bunga langsing. Daun kelopak lepas, bunga berwarna ungu, berbentuk
bulat telur, panjang benang sari 2 mm. Daun mahkota berjumlah 5,
berbentuk oval atau bulat telur terbalik, memiliki panjang 3-4 mm, warna
mahkota merah atau ungu. Benang sari mempunyai jumlah 5-15,
kebanyakan 8-12. Tangkai putik bercabang 3 (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.), skala = 1 cm.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
Buah berbentuk bola, berwarna merah coklat, dinding terluar rontok.
Di Jawa menjadi tanaman hias, kadang-kadang menjadi tanaman liar
(van Steenis, 2002). Umbi mempunyai warna gelap, berakar tunggang
dengan banyak cabang (Gambar 2.3) (Hidayat, 2005).
A
Gambar 2.3 Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), A.
umbi akar, skala = 1 cm.
2.1.3. Manfaat ginseng jawa
Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan salah satu
tanaman obat yang akarnya dipercaya berkhasiat sebagai afrodisiaka,
tonikum (Sa’roni et al., 1999; Widowati et al., 1999). Akar dan daun
ginseng jawa mengandung saponin dan flavonoid, serta tanin (Harmanto,
2007). Akar ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat
meningkatkan vitalitas, mengurangi resiko terkena penyakit kanker,
mengurangi kadar kolesterol, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari
bakteri dan virus, dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Cahyo, 2011).
Daun
ginseng
jawa
(Talinum
paniculatum
Gaertn.)
dapat
dimanfaatkan sebagai obat bisul, dan pembengkakan (anti radang),
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
memperlancar Air Susu Ibu (ASI), sebagai lalapan dan sayur tumis
(Hidayat, 2005), berkhasiat stomakik atau meningkatkan nafsu makan
(Harmanto, 2007).
2.1.4. Kandungan kimia ginseng jawa
Manurut Kadarwati (2006), Ginseng mengandung dua bahan aktif,
yakni fitokimia dan nutrien. Fitokimia berupa betasitosterol, kampestrol,
kariofilen,
asam
sinamik,
escin,
asam
ferulik,
asam
fumarik,
ginsenosides, kaempferol, asam oleanolik, asam panaxik, panaxin,
saponin, stigmasterol, dan asam vanilik. Sedangkan nutrien yang
dikandung yaitu adalah kalsium, serat, folat, zat besi, magnesium,
mangan, fosfor, potasium, silikon, zinc, serta vitamin B1, B2, B3, B5, dan
C.
Kadarwati (2006) juga mengungkap beberapa hasil penelitian
lainnya yang mengungkapkan beberapa hasil penelitian yang lainnya
tentang kandungan ginseng. Di antaranya ialah asam askorbat (vitamin
C) yang berfungsi membantu memelihara dan membentuk kolagen, serta
betakaroten
(provitamin
A)
yang
diperlukan
tubuh
untuk
mempertahankan jaringan kulit ari agar selalu dalam keadaan sehat
sehingga kulit menjadi lembut dan lembab.
Selain itu, ginseng juga mengandung vitamin B2 yang sangat penting
untuk menjaga kesehatan kulit, mata, dan syaraf. Ginseng yang tumbuh
di Korea mengandung lebih banyak ginsenosides yang beraneka ragam
dibandingkan dengan ginseng yang tumbuh di Cina atau negara lain di
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
dunia. Selain itu, kandungan kimia yang paling penting dan dominan
dalam ginseng adalah saponin dan glikosida. Glikosida pada akar ginseng
dikenal sebagai ginsenosida. Akar ginseng juga mengandung 16 jenis
ginsenosida, seperti minyak atsiri, panasena, resih, musilago, asam
panax, fitosterol, hormon, vitamin B, karbohidrat, dan selulosa (Cahyo,
2011).
Ginseng jawa mengandung senyawa saponin, alkaloid, tannin, dan
senyawa-senyawa tertentu lain yang secara fisiologis dapat melancarkan
sirkulasi darah. Peningkatan sirkulasi darah tersebut akan memperbaiki
aktivitas jaringan tubuh sehingga
memperbaiki
fungsi
organ,
secara tidak langsung akan
sehingga
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan stamina (Hidayat, 2005).
Kandungan kimia yang terdapat dalam akar ginseng jawa ini
meliputi steroid, triterpenoid (Kalium 41,44 %, Natrium 10,03 %,
Kalsium 2,21 %, Magnesium 5,50 % dan Besi 0,32 %,), tannin, saponin,
dan minyak atsiri, sedangkan kandungan kimia yang terdapat pada daun
ginseng jawa adalah saponin dan flavonoid, dan tannin (Hidayat, 2005).
2.2. Tinjauan kultur jaringan tanaman
2.2.1. Pengertian kultur jaringan tanaman
Kultur jaringan dalam bahasa ingggris disebut tissue culture. Tissue
atau jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama sedangkan culture atau kultur adalah budidaya. Kultur
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman yang
mempunyai sifat sama seperti induknya (Prakoeswa et al., 2009).
Kultur jaringan dan kultur in vitro secara harfiah memiliki
pengertian yang berbeda. Kultur jaringan berarti jaringan yang
dikulturkan (bukan sel, jaringan, atau organ) di dalam wadah gelas atau
plastik yang transparan dan dalam kondisi yang aseptik. Meskipun
demikian berdasarkan terminologi kultur jaringan dan kultur in vitro
memiliki pengertian yang sama yaitu suatu metode untuk mengisolasi
seperti protoplas, sel, jaringan, embrio, atau organ tanaman, kemudian
menumbuhkan dalam kondisi aseptik dalam wadah yang transparan
(botol gelas atau tabung reaksi) (Abbas, 2011).
Kultur jaringan tanaman merupakan usaha untuk menumbuhkan sel,
jaringan, dan organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam
lingkungan yang terkendali (Roedyarto, 1997). Kultur jaringan
berhubungan erat dengan teori totipotensi sel. Setiap sel yang hidup dari
organisme sel banyak mempunyai kemungkinan untuk tumbuh dan
berkembang bila tersedia lingkungan yang sesuai. Kegiatan kultur
jaringan dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat-sifat
unggul, eliminasi patogen, konservasi plasma nutfah, ekstraksi senyawa
metabolit sekunder, dan perbanyakan klonal secara cepat yang sulit atau
tidak mungkin dilakukan secara konvensional (Abbas, 2011).
Teknik kultur jaringan, sel, dan organ telah berkembang pesat
melalui propagasi secara cepat, induksi tanaman haploid dari kultur anter
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
dan polen, meningkatkan variabilitas genetik dengan cara induksi mutasi
dan klon somatik, dan pembentukan kalus dari kultur sel untuk
mempelajari pengaruh nutrien, vitamin, dan zat pengatur tumbuh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel (Abbas, 2011).
Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau dalam medium hara
cair. Jika ditanam dalam agar, jaringan akan membentuk kalus, yaitu
massa atau sel-sel yang tidak tertata. Kultur agar juga merupakan teknik
untuk meristem dan untuk mempelajari organogenesis. Sel yang berasal
dari spesies tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara
aseptik pada medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan
satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar.
Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat
disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada medium agar
(Wetter dan Constabel, 1991).
2.2.2. Manfaat kultur jaringan tanaman
Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan untuk
perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi, tetapi
pasokannya rendah, karena laju perbanyakannya secara konvensional
dianggap lambat. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat
bermanfaat untuk memperbaiki tanaman introduksi, tanaman klon unggul
baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah
yang besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2004).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar di bidang
farmasi karena dari usaha itu dapat menghasilkan metabolit sekunder
untuk upaya pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsurunsur yang terdapat di dalam kalus steroid dan terpenoid (Hendaryono
dan Wijayani, 1994).
Kultur jaringan tanaman memiliki beberapa keuntungan antara lain,
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang
relatif cepat, hemat waktu dan hemat lahan, membentuk tanaman
terbebas dari penyakit dan virus, tidak bergantung musim atau iklim,
memudahkan dalam pengangkutan ekspor dan impor bibit lebih mudah,
mengatasi kegagalan konvensional seperti inkompatibilitas, dan untuk
koleksi plasmanutfah (Prakoeswa et al., 2009).
Melalui teknik kultur jaringan dapat dihasilkan produk metabolit
sekunder yang merupakan bahan obat yang berguna dalam waktu yang
lebih cepat jika dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu,
hasil metabolit sekunder yang didapat lebih banyak dengan kualitas yang
baik dan kadar metabolitnya dapat diperkirakan sesuai dengan komposisi
media dan tidak tergantung pada kondisi lingkungan (Wetter dan
Constabel, 1991).
2.2.3. Media kultur jaringan tanaman
Komposisi media sangat menentukan keberhasilan teknik kultur
jaringan. Komposisi media kultur jaringan bervariasi menurut komoditi
yang akan dikembangkan. Pada dasarnya, media dapat dimodifikasi
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
kandungan hara atau hormon dan sangat tergantung pada komoditas dan
sasaran produk yang akan dihasilkan. Selain itu, terdapat suatu teknik
elisitasi yaitu penambahan komponen media sesuai sasaran, elisitor yang
digunakan bisa elisitor organik seperti karbohidrat, protein, dan dapat
pula elisitor anorganik, seperti penambahan unsur makro maupun unsur
mikro. Pada umumnya, bahan media terdiri atas bahan padat untuk
pembuatan terbatas penimbangan bahan sangat kecil jumlahnya, sangat
sulit dilakukan, untuk praktisnya perlu dibuat larutan stok. Dengan
demikian, setiap pembuatan media hanya mengambil volume tertentu
dari larutan stok (Prakoeswa et al., 2009).
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro
terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan
hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang
utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam
mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen
lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit
dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan
ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).
Medium dikembangkan oleh Murashige dan Skoog (MS) untuk
kultur jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivasi kalus
pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam medium cair.
Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan
amoniumnya yang tinggi. Medium B5 yang dikembangkan di Prairie
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
Regional Laboratory untuk menumbuhkan jaringan kedelai juga berhasil
digunakan dalam menumbuhkan sel dari bermacam-macam varietas
jaringan tumbuhan. Umumnya kadar hara anorganiknya lebih rendah
daripada dalam medium MS, suatu kondisi yang seringkali lebih baik
bagi sel spesies tertentu. Baik medium MS maupun medium B5
tampaknya mengandung jumlah hara anorganik yang layak untuk
memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur. Banyak sel
tidak memerlukan tambahan senyawa organik seperti asam amino, kasein
hidrolisat, ekstrak ragi atau air kelapa (Wetter dan Constabel, 1991).
2.2.4. Auksin
Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, meningkatkan) pertama
kali digunakan oleh Fritz Went, seorang mahasiswa pasca sarjana di
negeri Belanda pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa
yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan
koleoptil zat ke arah cahaya. Senyawa yang ditemukan Went didapati
cukup banyak di ujung koleoptil (Salisbury & Ross, 1995).
Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam
mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan struktur
kimia yang dicirikan oleh adanya Indole ring. Aktivitas auksin sangat
ditentukan oleh adanya struktur cincin yang tidak jenuh, rantai keasaman
(acid chain), pemisahan carboxyl group (-COOH) dari struktur cincin,
dan adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai
keasaman (Abidin, 1983).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
Auksin sangat berpengaruh terhadap ekspresi gen di berbagai
jaringan dan menyebabkan perubahan fisiologi juga morfologi pada
tanaman (Kimball, 2001). Auksin juga menyebabkan perpanjangan
batang, internode, tropism, apikal dominan, absisi, dan perakaran. Dalam
kultur jaringan auksin digunakan untuk pembelahan sel dan differensiasi
akar. IBA dan NAA secara luas digunakan untuk perakaran dan interaksi
antara sitokinin untuk proliferasi tunas (Abbas, 2011).
IBA dan IAA memiliki sifat kimia lebih stabil dan mobilitasnya di
dalam tanaman rendah. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian
IBA dan IAA dapat lebih berhasil karena sifat kimianya yang stabil dan
pengaruhnya yang lebih lama (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Hormon IBA adalah salah satu hormon yang termasuk dalam
kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon
IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti mempercepat
perkecambahan, dan merangsang perkembangan buah (Kusumo, 1984).
2.2.4. Subkultur jaringan tanaman
Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur
jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi. Ada dua macam
cara untuk melaksanakan subkultur, yaitu dengan membagi biomassa
menjadi dua bagian dan kemudian setiap bagian ditambah dengan
volume media yang sama. Dapat juga dilakukan dengan cara yang lain,
yaitu biomassa tetap, tetapi media ditambah menjadi dua kali lipat dari
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
volume media semula. Subkultur dianggap sudah selesai apabila kalus
sudah tidak tampak perkembangannya lagi. Jika sudah tidak tampak tidak
ada perkembangan, maka kalus dapat segera dipindahkan ke dalam
media padat untuk menumbuhkan tunas dan akarnya sehingga
membentuk planlet, ataupun diisolasi protoplasnya (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
2.3. Tinjauan tentang Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman
(Nio, 1989). Glikosida merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat
di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin
(Prihatman, 2001).
Saponin terdapat pada seluruh tanaman dengan konsentrasi yang tinggi
pada bagian-bagian organ tertentu, dan dipengaruhi varietas tanaman dan
tahap pertumbuhan. Saponin menurut sifat kimianya dibedakan menjadi
steroid dan triterpenoids (Nio, 1989). Triterpenoid merupakan komponen
aktif dalam tanaman obat yang telah digunakan untuk pengobatan berbagai
penyakit. Beberapa senyawa ini mempunyai efek anti bakteri atau anti virus
(Robinson, 1995). Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon
dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia et al., 2004).
Saponin mempunyai beberapa sifat, antara lain mempunyai rasa pahit,
membentuk busa dalam larutan air, membentuk persenyawaan dengan
kolesterol dan hidroksisteroid (Nio, 1989).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
Menurut Hidayat (2005), saponin merupakan sejenis glikosida yang
terdiri dari sapogenin dan sejenis gula, sehingga bersifat manis. Saponin
berperan memecah darah merah sehingga merangsang penambahan jumlah
darah, dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh. Selain itu, saponin juga
merangsang kelenjar hipofisis di bawah otak besar untuk memerintahkan
korteks agar mengeluarkan hormon kortisol dan aldosteron. Hormon tersebut
berperan mengatur keseimbangan kadar gula dan garam dalam darah agar
senantiasa cukup.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juli 2012 di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1. Bahan penelitian
A. Bahan tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar
adventif ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dari hasil induksi akar
menggunakan eksplan daun dengan zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm.
B. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
penyusun media Murashige dan Skoog (1962) yang meliputi stok
makronutrien (NH4NO3, KNO3, CaCl2.7H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4),
stok mikronutrien, stok vitamin, stok zat besi, myo-inositol, dan sukrosa.
Stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000 ppm, larutan KOH, clorox 10
%, alkohol 70 %, saponin (Calbiochem), etanol 96 % (p.a), anisaldehid
(Merck), asam asetat glacial (Merck), asam sulfat pekat, dan 2-propanol
(Merck).
24
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
3.2.2. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autoclave,
Laminar Air Flow (LAF), oven, timbangan analitik, magnetic stirer, dan
waterbath, botol kultur, pinset, scalpel, alat-alat dari gelas (erlenmeyer,
cawan petri, gelas ukur, gelas beker labu ukur, corong), bunsen, spatula,
sprayer, kompor listrik, mortar, mikropipet, plat Kromatografi Lapis Tipis
silica gel GF254 (Merck), spektrofotometer UV-Vis, oven, transluminator
white light (UV) dan kamera
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan
periode subkultur (tanpa subkultur, subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu,
dan subkultur 4 minggu) dengan menggunakan 10 replikasi pada masingmasing perlakuan. Pengulangan yang dilakukan merupakan pengulangan
cawan petri dengan masing-masing cawan petri berisi 6 eksplan. Untuk
semua perlakuan didapatkan pengulangan sebanyak 4 x 10 yaitu 40
pengulangan.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
3.4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel bebas terdiri dari periode subkultur (0, 2, 3, dan 4 minggu).
2. Variabel terikat terdiri dari berat segar akar, berat kering akar, dan kadar
saponin akar.
3. Variabel terkendali terdiri dari media MS, pH media, dan suhu.
3.5. Cara Kerja
3.5.1. Induksi akar dari eksplan daun
Eksplan daun tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)
dilakukan sterilisasi bertingkat dengan menggunakan larutan detergen
selama 3 menit dan larutan klorox 10 % selama 4 menit kemudian dibilas
dengan menggunakan akuades sebanyak tiga kali. Daun yang telah
disterilisasi kemudian dipotong 1-2 cm dan ditanam dalam media MS padat
yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm di dalam botol
kultur selama 11 hari.
3.5.2. Sterilisasi ruang kerja
Laminar Air Flow (LAF) sebelum digunakan sebaiknya disemprot
dengan alkohol 70 % dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue.
Kemudian lampu UV yang ada di dalam Laminar Air Flow (LAF)
dinyalakan selama 15-20 menit. Sebelum menggunakan Laminar Air Flow
(LAF), lampu UV dimatikan dan diganti dengan lampu neon.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
3.5.3. Sterilisasi alat
Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoclave pada suhu
121oC, tekanan 1 atm selama 20 menit. Alat-alat yang disterilkan dengan
menggunakan autoclave adalah botol kultur, cawan petri, gelas ukur,
erlenmeyer, pinset, dan scalpel. Sebelum disterilisasi, alat-alat yang akan
digunakan dicuci terlebih dahulu. Untuk alat-alat pinset, scalpel, cawan petri
setelah dicuci kemudian dikeringkan dan dibungkus dengan menggunakan
kertas payung.
3.5.4. Pembuatan larutan stok mikronutrien (100 x konsentrasi)
Untuk pembuatan larutan stok mikronutrien dengan volume 100 mL
(100 kali konsentrasi), maka tiap bahan kimia penyusun larutan
mikronutrien ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan
analitik. Daftar bahan kimia penyusun larutan mikronutrien dapat dilihat
pada lampiran 1 dan dikalikan 100 x. Kemudian bahan-bahan tersebut
dimasukkan satu persatu ke dalam erlenmeyer 200 mL yang berisi akuades
sebanyak ±80 mL. Setiap kali memasukkan bahan kimia harus segera
dilarutkan dengan menggunakan magnetic stirer. Larutan yang sudah jadi
ditambah akuades hingga volumenya menjadi 100 mL, kemudian
dimasukkan ke dalam botol, tutup dengan aluminium foil dan diberi label:
MIKRO MS 100X, 1mL/L dan disimpan dalam lemari es.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
3.5.5. Pembuatan larutan stok zat besi (40 x konsentrasi)
Untuk pembuatan larutan stok zat besi dengan volume 200 mL (40 kali
konsentrasi), maka menimbang 1.492 mg/L Na2EDTA dan 1.112 mg/L
Fe2SO4. 7H2O ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan
analitik. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam dua
erlenmeyer berbeda berisi 75 mL akuades. Larutan Fe2SO4. 7H2O
dipanaskan sampai hampir mendidih, kemudian ditambahkan larutan
Na2EDTA sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga larutan tercampur dan
berwarna kuning. Larutan yang sudah jadi dibiarkan dingin pada suhu
kamar, kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 200
mL. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol, menutup dengan
menggunakan aluminium foil dan diberi label: ZAT BESI MS 40X, 5 mL/L
dan disimpan dalam lemari es.
3.5.6. Pembuatan larutan stok vitamin (50 x konsentrasi)
Untuk pembuatan larutan stok vitamin dengan volume 200 mL (50 kali
konsentrasi), maka tiap bahan kimia penyusun larutan vitamin ditimbang
terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Daftar bahan
kimia penyusun larutan stok vitamin dapat dilihat pada lampiran 1 dan
dikalikan 50 x. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke
dalam erlenmeyer 500 mL yang berisi akuades sebanyak 150 mL. Larutan
yang sudah jadi ditambah akuades hingga volumenya menjadi 200 mL,
kemudian dimasukkan ke dalam botol, menutup dengan aluminium foil dan
diberi label: VITAMIN MS 50X, 4 mL/L dan disimpan dalam lemari es.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
3.5.7. Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000
ppm (100 mg/100 mL)
Untuk pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000
ppm yaitu dengan menimbang sebanyak 0,1 g, kemudian memasukkan ke
dalam erlenmeyer 100 mL. Meneteskan larutan KOH 1N dan memanaskan
sampai larut (jernih) sambil diaduk. Untuk mempercepat proses kelarutan
maka ditambahkan akuades sebanyak 50 mL. Bila sudah larut kemudian
ditambah
dengan
akuades
sampai
volumenya
menjadi
100
mL.
Memasukkan dalam botol dan menutup dengan aluminium foil dan disimpan
dalam lemari es. Untuk membuat media MS dengan zat pengatur tumbuh
IBA 2 ppm maka mengambil 2 mL/L
3.5.8. Pembuatan media kultur jaringan tanaman
Media yang digunakan pada penelitian ini adalah Murashige dan Skoog
(MS) semi-solid sebagai media pertumbuhan akar dan media subkultur.
Untuk pembuatan media MS dengan volume 1000 mL maka tiap bahan
kimia penyusun makronutrien ditimbang terlebih dahulu sesuai resep. Daftar
bahan kimia penyusun media MS dapat dilihat pada lampiran 1. Kemudian
bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam erlenmeyer 1000
mL yang berisi akuades sebanyak 500 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL
mikronutrien, 5 mL larutan stok zat besi, 4 mL larutan stok vitamin, 100 mg
myo-inositol, dan 30 g sukrosa. Selanjutnya ditambahkan zat pengatur
tumbuh auksin ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, pH larutan diukur sebesar
5,6-5,8 apabila terlalu asam ditambah KOH beberapa tetes dan apabila
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
terlalu basa ditambah beberapa tetes HCl. Setelah pH sesuai, ditambahkan
akuades sampai volume 1000 mL dan 4 g agar-agar ke dalam erlenmeyer,
kemudian dipanaskan (sambil diaduk) sampai agar-agar larut. Dalam
keadaan masih cair, media dibagi ke dalam beberapa botol kultur. Ditutup
rapat dengan aluminium foil. Media disterilkan dalam autoclave pada suhu
1210C, tekanan 1,2 atm selama 15 menit. Setelah tekanan pada autoclave
menunjukkan angka 0, media segera dikeluarkan dari autoclave (tidak boleh
menunggu sampai dingin di dalam autoclave) dan disimpan di dalam ruang
inkubator.
3.5.9. Subkultur
Akar adventif yang berumur 11 hari dengan panjang akar ± 2 cm
disubkultur dengan cara mengambil daun beserta akar hasil induksi dan
disubkultur pada cawan petri yang berisi media MS semi-solid (agar 0,4 %).
Kemudian diinkubasi dan dilakukan subkultur dengan periode 2 minggu, 3
minggu, dan 4 minggu dalam kondisi gelap selama 10 minggu.
3.6.0. Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Uji kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menimbang 0,1 gram
berat kering akar kemudian menggerus menggunakan mortar dan diberi 10
ml etanol 96 % selanjutnya dipanaskan selama 45 menit di dalam waterbath
dengan suhu 800C, kemudian menotolkan sampel sebanyak 5 μL dengan
menggunakan mikropipet pada plat KLT kemudian dilakukan elusi dengan
menggunakan
bejana
yang
berisi
larutan
2-propanol:air
dengan
perbandingan (14:3) (Yachya, 2012). Untuk membandingkan keberadaan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
kandungan saponin di dalam sampel maka dibuat larutan standart dengan
cara mengambil 0,1 gr saponin standart dan dilarutkan ke dalam 1 mL
etanol 96 % kemudian dilakukan elusi dengan menggunakan plat KLT.
3.6.1. Ekstraksi saponin
Eksplan yang telah dipanen ditimbang berat basah, kemudian
memasukkan ke dalam oven untuk menghilangkan kadar air akar pada suhu
500C selama 7 hari kemudian menimbang berat kering akar adventif. Untuk
mengekstraksi saponin akar adventif yang telah didapatkan ditimbang 0,1
gram kemudian digerus dengan menggunakan mortar hingga menjadi
serbuk dan diberi 10 mL etanol 96 % selanjutnya dipanaskan selama 45
menit di dalam waterbath dengan suhu 800C, kemudian diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 365 nm (Stahl, 1985). Untuk mengetahui kandungan saponin
yang didapatkan, maka terlebih dahulu dibuat kurva standar saponin dengan
konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 ppm dengan panjang gelombang 365 nm. Kurva
standar yang diperoleh (Lampiran 5) menunjukkan hubungan antara nilai
absorbansi dengan konsentrasi saponin, sehingga dapat diketahui kandungan
saponin sampel dari nilai absorbansinya. Untuk mengetahui nilai saponin
dalam mg/g (Suskendriyati et al., 2004) maka digunakan rumus:
S = Saponin di dalam sampel x fp
Berat sampel
fp = faktor pengenceran
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
3.7. Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa berat kering dan kadar
saponin. Berat kering dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
parametrik menggunakan one way ANOVA dengan taraf signifikasi 5%. Cara
pengambilan keputusan dari uji ANOVA satu arah adalah:
Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc Test dengan Uji LSD dengan taraf
signifikasi 5 % untuk mengetahui perbedaan nyata antar variabel.
Analisis kadar saponin dilakukan secara deskriptif menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 365
nm. Analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan menotolkan
ekstrak etanol akar adventif yang sudah dipekatkan ke Plat silica gel GF254.
Noda saponin yang terbentuk diukur dan dihitung luasnya/0,1 g berat kering
sampel. Data luas noda saponin merupakan gambaran kadar saponin pada
sampel.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Akar adventif berasal dari eksplan daun yang diinduksi dengan
menggunakan media MS padat yang ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh
IBA 2 ppm. Setelah akar adventif mempunyai panjang ± 2 cm yaitu selama 11
hari kemudian eksplan daun dan juga akar dilakukan subkultur selama 10
minggu di dalam media MS semisolid. Penelitian ini terdapat 3 perlakuan yaitu
periode subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan subkultur 4 minggu dan
kontrol yaitu tanpa dilakukan subkultur.
Akar adventif hasil induksi menggunakan zat pengatur tumbuh
mempunyai tipe perakaran serabut yang muncul dari pangkal tulang daun. Akar
yang muncul berasal dari kalus, namun kalus yang terbentuk sangat kecil. Pada
kontrol tidak dilakukan subkultur sehingga eksplan daun masih berwarna hijau
karena tidak banyak kontak pada saat pengambilan pada waktu proses subkultur,
sedangkan pada perlakuan kebanyakan eksplan daun berwarna coklat. Eksplan
daun yang masih berwarna hijau masih mampu menghasilkan akar yang baru,
sedangkan pada eksplan daun yang telah berwarna coklat tidak menghasilkan
akar yang baru, namun menginduksi untuk pertumbuhan cabang akar. Pada
umur 11 hari akar adventif yang terbentuk berwarna putih namun pada minggu
ke-10 akar berwarna coklat (Gambar 4.1).
33
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
A
B
a
C
k
F
E
D
d
c
Gambar 4.1 (A) Induksi akar adventif pada daun ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) dalam medium MS padat menggunakan ZPT
IBA 2 mg/L. (B) kondisi awal perlakuan subkultur pada media MS
semisolid menggunakan ZPT IBA 2 mg/L, (C-F) Akar adventif
umur 10 minggu pada medium MS semisolid, (C). kontrol, (D)
periode subkultur 2 minggu, (E) periode subkultur 3 minggu, (F)
periode subkultur 4 minggu. a=akar adventif, c=cabang akar,
d=daun, k=kalus. d=10 cm.
Pada minggu ke-10 akar adventif dipanen kemudian berat kering akar
diukur dengan penimbangan akar yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu
500C selama 7 hari sehingga didapatkan berat kering akar. Pada periode
subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat segar akar 0,4298 gram, sedangkan
pada perlakuan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu berturut-turut yaitu
0,3074 dan 0,4578 gram. Rerata berat segar pada kontrol relatif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan berat segar hasil dari perlakuan periode subkultur yaitu
0,4706 gram. Rerata berat kering akar pada perlakuan periode subkultur 2
minggu relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur)
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
yaitu 0,0318 gram pada perlakuan dan 0,0319 gram pada kontrol. Hal ini terjadi
juga pada periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram. Sedangkan pada
periode subkultur 4 minggu rerata berat kering yang dihasilkan bila
dibandingkan dengan kontrol relatif lebih tinggi yaitu 0,0332 gram (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur
(n=10).
Tanpa subkultur
Rerata berat segar akar
(gram)
0,4706 ± 0,112
Rerata berat kering akar
(gram)
0,0319 ± 0,007a
2 minggu
0,4298 ± 0,052
0,0318 ± 0,003a
3 minggu
0,3074 ± 0,049
0,0251 ± 0,004b
4 minggu
0,4578 ± 0,137
0,0332 ± 0,008a
Periode subkultur
Keterangan : Huruf a,b,c yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan
berdasarkan Uji LSD (taraf signifikansi 5 %).
Data berat kering akar kemudian dianalisis statistik menggunakan SPSS
17 menggunakan one way annova untuk mengetahui adanya pengaruh periode
subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.). Dari analisis statistik diketahui bahwa perlakuan periode
subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung > F
tabel yaitu 3.686 > 2,92 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini didukung
dengan taraf signifikansi annova α < 0,05 (Lampiran 3).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
Data berat kering akar setelah dianalisis statistik menggunakan SPSS 17
diketahui bahwa data berdistribusi normal 0,639 (α > 0,05) namun setelah diuji
test of homogenity of variances diketahui bahwa data tidak homogen 0,024 (α <
0,05) maka data dihomogenkan dengan cara transformasi (Dahlan, 2011)
sehingga data menjadi homogen 0,111 (α > 0,05). Untuk mengetahui periode
subkultur yang berbeda nyata dilakukan uji lanjutan (posthoc) menggunakan Uji
LSD (Lampiran 3).
Hasil berbeda nyata diketahui dari taraf signifikansi α < 0,05 dan ditandai
dengan tanda bintang (Lampiran 3). Dari lampiran 3 diketahui bahwa berat
kering pada kontrol (tanpa subkultur) berbeda nyata dengan periode subkultur 3
minggu, namun tidak berbeda nyata pada subkultur 2 minggu dan 4 minggu.
Pada subkultur 2 minggu berat kering berbeda nyata dengan periode subkultur 3
minggu dan tidak berbeda nyata pada kontrol dan subkultur 4 minggu .
Untuk mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat
kering paling tinggi didapatkan dari rerata berat kering pada masing-masing
perlakuan. Rerata berat kering paling tinggi didapatkan dari periode subkultur 4
minggu yaitu 0,0332 gram dan rerata berat kering paling kecil dihasilkan dari
perlakuan periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram, sedangkan pada
periode subkultur 2 minggu rerata berat kering akar adventif yang didapatkan
tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,0318 gram (Gambar
4.2).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
Gambar 4.2. Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada perlakuan periode subkultur
yang berbeda.
4.1.2. Pengaruh periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Untuk mengetahui keberadaan kadar saponin pada akar adventif tanaman
ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dilakukan secara semi-kuantitatif
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sebanyak 0,1 gram berat
kering akar di ekstraksi menggunakan 10 mL etanol 96% kemudian dipekatkan
hingga 0,2 ml. Hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda (Gambar 4.3).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
A
B
C
D
E
Gambar 4.3 Hasil ekstraksi saponin menggunakan etanol 96%. (A) larutan
standart saponin 100.000 mg/L, (B) tanpa subkultur, (C)
perlakuan periode subkultur 2 minggu, (D) subkultur 3 minggu,
(E) subkultur 4 minggu. skala 1 cm.
Dari gambar 4.3 dapat diketahui bahwa pada kontrol dan masing-masing
perlakuan hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda. Pada kontrol warna
yang dihasilkan adalah warna kuning terang sedangkan pada perlakuan subkultur
4 minggu menunjukkan warna kuning oranye yang relatif lebih tua bila
dibandingkan dengan perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu. Pada
perlakuan periode subkultur 2 minggu menghasilkan warna kuning yang relatif
lebih tua bila dibandingkan dengan perlakuan subkultur 3 minggu. Warna yang
dihasilkan menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder yang mampu
terikat oleh etanol 96% pada proses ekstraksi.
Kadar saponin diketahui dari luas noda yang berwarna hijau pada plat
KLT (Gambar 4.4). Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) mempunyai kadar saponin
yang berbeda-beda dari masing-masing perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan
perbedaan luas noda saponin pada plat KLT. Pada kontrol intensitas warna hijau
pada noda tidak begitu terlihat jelas, sedangkan warna hijau pada noda yang
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu
mempunyai intensitas warna yang hampir sama (Gambar 4.4).
S
K
A
B
C
Gambar 4.4 Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis
silica gel GF254 menggunakan eluen isopropanol:air (14:3), (S)
saponin standart, (K) Tanpa subkultur, (A) Subkultur 2 minggu,
(B) Subkultur 3 minggu, (C) Subkultur 4 minggu. Skala 1 cm.
Dari gambar 4.1 diketahui bahwa saponin standart (Calbiochem) terdapat 2
jenis saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2 noda berwarna hijau.
Sedangkan pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.) baik pada kontrol maupun pada perlakuan tidak hanya terdapat senyawa
metabolit sekunder saponin, tetapi juga didapatkan beberapa senyawa metabolit
sekunder yang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya warna biru-keunguan pada
plat KLT yang telah disemprot menggunakan penampak noda anisaldehideH2SO4 setelah dipanaskan selama 7-10 menit pada suhu 100-1100C (Gambar
4.4).
Rerata luas noda saponin relatif lebih tinggi pada perlakuan periode
subkultur bila dibandingkan dengan kontrol. Pada periode subkultur 2 minggu
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 47 mm2/0,1 g berat kering,
sedangkan pada periode subkultur 3 minggu rerata luas noda saponin yang
dihasilkan adalah 46 mm2/0,1 g berat kering dan pada periode subkultur 4
minggu rerata luas noda saponin adalah 28,5 mm2/0,1 g berat kering (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur
(n=2).
Periode subkultur
Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering )
Tanpa subkultur
18,75 ± 2,475
2 minggu
47 ± 2,828
3 minggu
46 ± 1,414b
4 minggu
28,5 ± 12,021
Periode subkultur 2 minggu mempunyai rerata luas noda saponin yang
paling besar bila dibandingkan dengan periode subkultur 3 minggu dan 4
minggu yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering. Pada perlakuan, rerata luas noda
saponin yang paling kecil dihasilkan oleh periode subkultur 4 minggu yaitu 28,5
mm2/0,1 g berat kering, namun bila dibandingkan dengan kontrol, pada masingmasing perlakuan masih lebih tinggi daripada kontrol (Gambar 4.5).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
Gambar 4.5 Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur
hasil analisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum gaertn.). Hal ini ditunjukkan
dengan adanya perbedaan rerata kadar saponin pada berbagai perlakuan periode
subkultur (Tabel 4.2). Untuk mengetahui periode subkultur terbaik didapatkan
dari rerata luas noda saponin paling tinggi pada berbagai perlakuan periode
subkultur.
4.1.3.
Analisis kadar saponin
spektrofotometer UV-Vis.
secara
kuantitatif
menggunakan
Akar adventif yang telah didapatkan berat kering kemudian diekstraksi
dengan menggunakan etanol 96% kemudian diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm, hasil absorbansi kemudian
dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang berasal dari kurva standart
sehingga diketahui konsentrasi saponin dalam mg/g.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
Tabel 4.3. Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode
subkultur yang berbeda.
Periode
subkultur
Rerata berat
kering (g)
Kadar
saponin
(ppm)
Kadar
saponin
(mg/g)
Rerata luas noda
saponin (mm2/0,1 g
berat kering)
Tanpa
subkultur
2 minggu
0,0319 ± 0,007
478
2390
18,75 ± 2,475
0,0318 ± 0,003
570
2850
47 ± 2,828
3 minggu
0,0251 ± 0,004
518
2590
46 ± 1,414
4 minggu
0,0332 ± 0,008
647
3235
28,5 ± 12,021
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kadar saponin yang paling tinggi terdapat
pada periode subkultur 4 minggu 3235 mg/g, sedangkan kadar saponin paling
rendah terdapat pada kontrol 2390 mg/g. Kadar saponin pada periode subkultur
2 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar saponin pada periode
subkultur 3 minggu yaitu 2850 mg/g, sedangkan pada periode subkultur 3
minggu 2590 mg/g. Urutan kadar saponin dari yang terbesar hingga terkecil
adalah 3235; 2850; 2590; 2390 mg/g.
Pada kontrol didapatkan rerata berat kering 0,0319 g dengan kadar saponin
2390 mg/g. Sedangkan pada perlakuan periode subkultur 2 minggu didapatkan
rerata berat kering 0,0318 g dengan kadar saponin 2850 mg/g. Pada perlakuan
periode subkultur 3 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0251 g dengan
kadar saponin 2590 mg/g dan pada perlakuan periode subkultur 4 minggu
didapatkan rerata berat kering 0,0332 g dengan kadar saponin 3235 mg/g (Tabel
4.3).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Pada penelitian ini menggunakan eksplan daun tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.). Eksplan daun yang digunakan adalah daun yang
masih
muda
karena
masih
belum
kehilangan
sifat
embrionik
atau
meristematiknya. Penambahan zat pengatur tumbuh auksin IBA mampu
menginduksi akar adventif dari eksplan daun pada tanaman ginseng jawa. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Fitriyah (2008) yang berhasil menginduksi
akar menggunakan eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh IBA pada konsentrasi 2 ppm.
Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen media bagi
pertumbuhan dan differensiasi kalus. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh
dalam media, pertumbuhan akan terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama
sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Rostiana dan Seswita (2007)
menyatakan bahwa auksin memicu terjadinya pembelahan sel, sehingga
diperlukan untuk pembentukan akar. Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik
perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak
mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan.
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa periode subkultur berpengaruh
terhadap berat kering akar adventif (Tabel 4.1) tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum
Gaertn.).
Hasil
penelitian
Rijhwani
dan
Shanks
(1998)
membuktikan bahwa periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar
rambut pada Catharanthus roseus. Yann, et al., (2012) menyebutkan bahwa
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
frekuensi subkultur dan jumlah inokulum berpengaruh terhadap berat kering dan
kandungan artemisin pada Artemisia annua L. Berat kering tumbuhan
merupakan parameter yang sering digunakan untuk menggambarkan dan
mempelajari pertumbuhan tumbuhan karena mudah diukur dan merupakan
integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tumbuhan. Pengeringan
dimaksudkan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan dan
menghentikan aktivitas metabolisme (Sitompul dan Guritno, 1995).
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa rerata berat kering paling tinggi terdapat
pada perlakuan periode subkultur 4 minggu bila dibandingkan dengan kontrol
(tanpa subkultur). Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi dan oksigen yang terdapat
di dalam media mampu mendukung pertumbuhan optimal akar adventif tanaman
ginseng jawa sampai 4 minggu, sehingga perlakuan subkultur berpengaruh
dalam menyuplai nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan akar. Hal ini sesuai
dengan penelitian Yann, et al., (2012) bahwa subkultur 4 minggu secara terusmenerus mampu meningkatkan biomassa kalus pada Artemisia annua L. Keng,
et al., (2008) juga menyebutkan bahwa periode subkultur 4 minggu yang
dilakukan hingga lima kali periode subkultur mampu meningkatkan biomassa
kalus pada Melastoma malabathricum.
Sedangkan pada subkultur 2 minggu dan 3 minggu didapatkan rerata berat
kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) yaitu berat
kering yang didapatkan dari perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu lebih
tinggi bila dibandingkan dengan periode subkultur 4 minggu. Hal ini
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
dikarenakan pada penelitian Rijhwani dan Shanks (1998) berat kering akar
diukur mulai umur akar 0 hari hingga akar berumur 35 hari, dimana
pertumbuhan akar rambut masih dalam fase eksponensial, sedangkan pada
penelitian ini berat kering diukur pada umur akar 10 minggu (70 hari) sehingga
pertumbuhan akar adventif sudah mencapai fase stasioner atau bahkan fase
kematian. Abbas (2011) menyatakan kebutuhan hara untuk pertumbuhan optimal
eksplan yang dikultur secara in vitro bervariasi di antara tiap-tiap spesies
tanaman.
Pertambahan ukuran maupun berat kering tanaman mencerminkan
bertambahnya protoplasma, yang terjadi karena bertambahnya ukuran dan
jumlah sel (Khristyana et al., 2005). Menurut Lakitan (1996) berat kering
tumbuhan menggambarkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis
tumbuhan dari senyawa-senyawa anorganik terutama air dan CO2. Pertambahan
berat kering tumbuhan berasal dari unsur hara yang telah terserap oleh akar.
Unsur hara ini digunakan dalam proses sintesis senyawa organik.
Biomassa yang dihasilkan pada kultur jaringan sangat tergantung pada
kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, memperbanyak diri yang dilanjutkan
dengan perbesaran sel. Kecepatan sel membelah diri dapat dipengaruhi oleh
adanya auksin tertentu dalam konsentrasi tertentu tergantung pada tanamannya,
juga faktor-faktor dari luar lainnya seperti intensitas cahaya, dan temperatur
(Trimulyono et al., 2003).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
4.2.2. Pengaruh periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Saponin merupakan glikosida dari steroid atau triterpenoid, saponin dapat
dideteksi sebagai spot (noda) berwarna hijau atau coklat ketika disemprot
dengan menggunakan reagen anisaldehyde-asam sulfat (Itakura et al., 2001).
Stahl, 1985 juga menjelaskan saponin ditandai dengan munculnya noda hijau
setelah pelat KLT disemprot dengan reagen anisaldehid-asam sulfat dan diikuti
dengan pemanasan 100-110 0C selama 7-10 menit.
Kromatografi lapis tipis mempunyai keuntungan memerlukan waktu yang
singkat (15 - 60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (0,1 g),
dan hasil palsu yang disebabkan oleh metabolit sekunder lain tidak mungkin
terjadi (Stahl, 1985).
Kadar saponin dalam ekstrak etanol ginseng jawa dideteksi dengan
membandingkan nilai Rf (retardation factor) noda yang terbentuk pada ekstrak
etanol akar adventif ginseng jawa dengan larutan saponin standar (Calbiochem)
dan warna noda setelah mendapat perlakuan pereaksi penampak noda
anisaldehid-asam sulfat. Nilai Rf diperoleh dari perbandingan antara jarak titik
pusat noda dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal (Stahl, 1985).
Menurut Yachya (2012) kedua zat dikatakan sama bila perbandingan fingerprint
sampel dengan sebuah standar obat, jumlah, sekuen, posisi dan warna dari zona
identik atau sama.
Pada penelitian ini periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin
(Tabel 4.2) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa rerata luas noda saponin paling tinggi dihasilkan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
dari perlakuan periode subkultur 2 minggu dan terus menurun pada periode
subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin
yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa tidak tergantung laju
pertumbuhan akar adventif.
Biomassa paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 4
minggu dan kadar saponin paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode
subkultur 2 minggu. Hal ini dikarenakan pada perlakuan periode subkultur 4
minggu akar adventif mampu tumbuh hingga mencapai fase eksponensial
dimana terjadi pertumbuhan yang maksimal, sedangkan pada akar adventif yang
diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu laju pertumbuhan akar masih
mencapai fase lag dimana masih terjadi fase adaptasi terhadap nutrisi dalam
media yang baru sehingga tanaman dalam kondisi stres. Kondisi stres pada
tanaman menyebabkan tanaman mengeluarkan metabolit sekunder berupa
saponin, sehingga kadar saponin paling tinggi didapatkan pada perlakuan
periode subkultur 2 minggu.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan
Shanks (1998) bahwa siklus subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi indol alkaloid pada akar rambut tanaman Catharanthus roseus.
Rijhwani dan Shanks (1998) menyatakan bahwa kandungan alkaloid lochnerine
paling tinggi didapatkan dari siklus subkultur 2 minggu.
Rahmawati (1999), menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur jaringan
terjadi tiga fase yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase
pembelahan sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai maksimum), fase
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
stasioner (fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan). Pada fase stasioner
pertumbuhan sel terhenti dan selama inilah terjadi produksi metabolit sekunder.
Pada fase pertumbuhan (eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat
lambat bahkan seringkali belum dimulai.
Menurut Bhojwani dan Razdan (1996), produksi metabolit sekunder
umumnya terjadi pada akhir stasioner ketika persediaan nutrisi pada media
menipis. Wattimena et al., (1992) menambahkan bahwa pigmen antosianin
maksimum diproduksi pada saat fase stasioner.
4.2.3.
Analisis kadar saponin
spektrofotometer UV-Vis.
secara
kuantitatif
menggunakan
Kadar saponin selain dianalisis secara semikuantitatif menggunakan
kromatografi lapis tipis juga dilakukan secara kuantitatif menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm.
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kadar saponin paling tinggi terdapat pada
periode subkultur 4 minggu. Hasil analisa kadar saponin secara kuantitatif
berbeda dengan hasil analisa secara semikuantitatif menggunakan kromatografi
lapis tipis. Hal ini dikarenakan hasil analisa secara kuantitatif menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm tidak spesifik mendeteksi senyawa
saponin melainkan senyawa metabolit sekunder lain mampu terdeteksi pada λ =
365 nm diantaranya senyawa alkaloid (Stahl, 1985), sedangkan hasil analisa
kadar saponin secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis
didapatkan noda yang spesifik senyawa saponin. Hal ini dikarenakan
penggunaan reagen anisaldehyde-asam sulfat yang spesifik untuk mendeteksi
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49
senyawa saponin ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau atau coklat
(Itakura, 2001).
Hasil analisa kadar saponin secara spektrofotometri lebih mewakili
terhadap
kandungan
produk
metabolit
sekunder
secara
keseluruhan
dibandingkan dengan kadar saponin, karena disebabkan ikut teranalisisnya
senyawa nonsaponin yang mempunyai pigmen kuning. Berdasarkan hasil
analisis secara spektrofotometri dan KLT, diduga pigmen kuning dihasilkan
lebih awal atau di fase pertumbuhan dibandingkan saponin, baik pada tanaman
maupun pada akar rambut ginseng jawa (Yachya, 2012).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur (2 minggu, 3 minggu, dan
4 minggu) terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) dapat disimpulkan bahwa:
1.
Periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman
ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
2.
Periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah
periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram.
3.
Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
4.
Periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah
periode subkultur 2 minggu yaitu 47 mm2 / 0,1 berat kering.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin
akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) disarankan
untuk menggunakan periode subkultur 2 minggu untuk meningkatkan kadar
saponin yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum
50
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51
paniculatum Gaertn.). Selain itu untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk
menggunakan elisitor untuk meningkatkan kadar saponin dan menggunakan
TLC scanner dalam menganalisis kadar saponin secara kuantitatif.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Pustaka
Abbas, B., 2011, Prinsip-prinsip teknik kultur jaringan, Penerbit Alfabeta,
Bandung
Abidin, Z., 1983, Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh,
Penerbit Angkasa, Bandung
Aina, N., 2008, Induksi akar dari eksplan hipokotil dan epikotil tanaman ginseng
Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin
dan BAP, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,
Surabaya
Arnelia, 2004, Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker
Puslitbang Gizi Bogor
Aslam, J., A. Mujib., S.A. Nasim, dan M.P. Sharma, 2009, Screening of
vincristine yield in ex vitro and in vitro somatic embryo derived plantlets
of Catharanthus roseus L. (G) Don. Scientia Horticulturae 119: 325-329
Bhad, M. A., S. Ahmad, A. Junaid, A Mujib, dan M. Dufan, 2008, Salinity stress
enchanced production of solasodine in Solanum ningrum L. Chem.
Pharm. Bull. 56 (1) : 17-21
Bhojwani, S.S. dan M.K. Razdan., 1996, Plant Tissue Culture: Theory and
Practice, a Revised Edition, Elsevier
Cahyo, A.N., 2011, Yang Serba Menakjubkan dari Ginseng, Buku biru,
Yogyakarta
Dahlan, M.S., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta
Fitriyah, R., 2008, Induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in vitro,
skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
Fowler, M.W. (1983). Commercial application and economics aspects of plant
mass cell culture, Dalam Mathius, N.T., Reflini., H. Nurhaimi., J.
Santoso., dan A.P. Roswiem., 2004, Kultur akar rambut Cinchona
ledgeriana dan C. succirubra dalam kultur in vitro, Menara Perkebunan,
72(2), 72-87
Harmanto, N., 2007, Herbal Untuk Keluarga: Jus Herbal Segar & Menyehatkan,
PT Elex Media Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta
52
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani., 1994, Teknik kultur jaringan, pengenalan
dan petunjuk perbanyakan tanaman secara vegetatif modern, Kanisus,
Yogyakarta
Hidayat, S., 2005, Ginseng multivitamin alami berkhasiat, Penebar Swadaya,
Bogor
Itakura Y., M. Ichikawa., Y. Mori., R. Okino., M. Udayama dan T. Morita, 2001,
How to Distinguish Garlic from the Other Allium Vegetables, Journal
Nutrition 131: 963S-967S
Kadarwati, 2006, Pengaruh akar ginseng (wild ginseng) dalam ransum mencit
(Mus musculus) terhadap jumlah anak dan pertumbuhan anak dari lahir
sampai dengan sapih, skripsi, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Keng, C.L., K.S. See., L.P. Hoon., dan B.P. Lim., 2008, Effect of Plant Growth
Regulators and Subculture Frequency on Callus Culture and the
Establishment of Melastoma malabathricum Cell Suspension Cultures
for the Production of Pigments, Journal Biotechnology 7 (4): 678-685
Khristyana, L., E. Anggarwulan., Marsusi., 2005, Pertumbuhan, Kadar Saponin
dan Nitrogen Jaringan Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.) pada
Pemberian Asam Giberelat (GA3), Jurnal Biofarmasi 3 (1): 1693-2242.
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Komatsu, M., 1982, Studies on the Constituens of Talinum paniculatum
Gaertener, Yakugaku. Zasshi. Vol.102 (5)
Kimball, J.W., 1983, Biologi, Penerbit Erlangga, Jakarta
Kurz, W.G.W., dan. F. Constabel., 1991, Produksi dan isolasi metabolit sekunder,
Dalam Wetter, L.R dan F. Constabel (ed), Metode Kultur Jaringan
Tanaman, Penerjemah: Widianto dan B. Mathilda, Penerbit ITB,
Bandung
Kusumo, S., 1984, Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, Penerbit CV. Yasaguna,
Jakarta
Lakitan, B., 1996, Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Murashige, T., dan F. Skoog, 1962, A revised medium for rapid growth and
biomassays with tobacco tissue culture, dalam Wetter, L.R. dan
Constabel, F, Metode kultur jaringan tanaman, Institut Pertanian Bogor,
Bogor
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54
Nio, O.K., 1989, Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan
Nabati, Cermin Dunia Kedokteran 58: 24-30
Nugroho, Y.A., L. Widowati, Pudjiastuti, dan B. Nuratmi, 2005, Toksisitas Akut
dan Khasiat Ekstrak Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) sebagai
stimulan, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 3 (1): 17-20
Pitojo, S., 2006, Talesom, Sayuran Berkhasiat Obat. Penerbit Kanisus,
Yogyakarta
Prakoeswa, S.A., Ribkahwati., dan D.R. Suryaningsih., 2009, Teknik Kultur
Jaringan Tanaman; Implementasi Beserta Aplikasi, dan Hasil Penelitian,
CV. Dian Prima Lestari, Sidoarjo
Prihatman, K., 2001, Saponin Untuk Pembasmi Hama, TTG BUDIDAYA
PERIKANAN, Jakarta
Rahmawati, E.S., 1999, Variasi Kadar Kalium Dihidrogenafosfat dalam Medium
MS Terhadap Sintesis Minyak Atsiri pada Tunas Hasil Kultur in vitro
Daun Nilam Aceh (Pogostemon cablin), Skripsi, Fakultas Biologi UGM
Yogyakarta
Rijhwani, S.K., and J.V. Shanks, 1998, Effect of subculture cycle on growth and
indol alkaloid production by Catharanthus roseus hairy root cultures.
Journal Enzyme and Microbial Technology 22: 606-611, 1998
Robinson, T, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB,
Bandung
Roedyarto, 1997, Budidaya Pisang Ambon. Trubus angrisarana, Surabaya
Rostiana, O, dan D. Seswita., 2007, Pengaruh indole butyric acid dan naphtalane
acetic acid terhadap induksi perakaran tunas Piretrum [Chrysanthemum
cinerariifolium (Trevir.) Vis.] Klon Prau 6 secara in vitro. Buletin Littro.
vol. XVII No. 1: 39-48.
Rubatzky, V.E., 1998, Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Edisi kedua,
ITB press, Bandung
Salisbury, F., Dan Ros C.W., 1995, Fisiologi tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung
Sa’roni, N.Y., dan Adjirni, 1999, Pengaruh infus akar som jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa pada
mencit, Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5 (4): 13- 14
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Simpson, Michael. G., 2006, Plant Systematics. Elsivier Academic Press, USA.
Sitompul, S.M., dan B. Guritno., 1995, Analisis Pertumbuhan Tanaman, UGM
Press, Yogyakarta
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB
Bandung
Sukardiman, 1996, Perbandingan Profil Kandungan Kimia Akar Talinum
paniculatum Gaertn dan Talinum triangulare Wild dengan metode KLT
densitometri, Prosiding Seminar Nasional Pokjanas Tanaman Obat
Indonesia XI, Surabaya, Hal 52
Suskendriyati, H., Solichatun, dan A.D. Setyawan, 2004, Growth and saponin
production Talinum paniculatum gaertn callus cultures with a variety of
carbon sources, Biosmart. 6: 19-23
Syahid, S.F., N.N. Kristina., dan D. Seswita, 2010, Pengaruh Komposisi Media
Terhadap Pertumbuhan Kalus dan Kadar Tannin dari Daun Jati Belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) Secara in vitro, Jurnal Littri 16 (1): 1-5
Trimulyono, G., Solichatun, dan S.D. Marliana, 2003, Pertumbuhan Kalus dan
Kandungan Minyak atsiri Nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.)
dengan Perlakuan Asam α-Naftalen Asetat (NAA) dan Kinetin. Jurnal
Biofarmasi 2 (1): 9-14 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.
van Steenis, C.G.G.J., 2002, Flora, Pradnya paramita, Jakarta
Wattimena, G. A., 1992, Bioteknologi Tanaman, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, IPB Bogor
Wetter, L.R. dan Constabel F., 1991, Metode kultur jaringan tanaman, Bandung,
ITB
Widiyani, T, 2006, Efek Antifertilitas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) pada Mencit (Mus musculus L.) Jantan, Buletin.
Penelitian Kesehatan 34 (3): 119-128
Widowati, L., Pudjiastuti, dan B. Nuratmi, 1999, Efek stimulan susunan syaraf
pusat infus akar som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada mencit
putih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5 (4): 20-22
Wijayakusuma, H.M., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid 3, Pustaka
Kartini, Jakarta
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
Yachya, A., 2012, Pengaruh Laju Aerasi dan Kerapatan Inokulum Terhadap
Biomassa dan Kandungan Saponin Kultur Akar Rambut Ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) dalam Bioreaktor Tipe Balon, Thesis,
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Airlangga, Surabaya
Yann, L.K., N.B. Jelodar., dan C.L. Keng, 2012, Investigation on The Effect of
Subculture Frequency and Inoculum Size on The Artimisin Content in a
Cell Suspension Culture of Artemisia annua L., Australian Journal of
Crop Science, ISSN : 1835-2707
Yusnita, 2004, Kultur jaringan, Cara memperbanyak tanaman secara efisien,
Agromedia pusat, Jakarta
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN
PENGARUH PERIODE SUBKULTUR
TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN
GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.)
Lina Ironika, Y. Sri Wulan Manuhara, Dwi Kusuma Wahyuni
Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode subkultur
terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.). Akar diinduksi dari daun di dalam media
Murashige dan Skoog (MS) padat ditambah zat pengatur tumbuh IBA 2 mg/L.
Akar adventif yang berumur 11 hari (± 2 cm) disubkultur dengan periode
subkultur 2, 3, dan 4 minggu dalam media Murashige dan Skoog (MS) semisolid.
Kultur dipelihara selama 10 minggu (70 hari) dan masing-masing perlakuan
diulang 10x. Pengambilan data berupa berat segar, berat kering, dan kadar saponin
dilakukan pada akhir periode subkultur. Analisis data berat kering menggunakan
ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan Uji LSD (taraf signifikasi 5%). Kadar
saponin dianalisis deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan rerata berat kering
paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram, luas
noda paling tinggi didapatkan pada subkultur 2 minggu yaitu 47 mm 2/0,1 g berat
kering, dan kadar saponin paling tinggi yaitu 3235 mg/g didapatkan pada
subkultur 4 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh periode
subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Rerata berat kering paling tinggi didapatkan
pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. sedangkan kadar saponin
paling tinggi ditunjukkan dengan rerata luas noda paling besar pada plat KLT
yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering.
Kata kunci: akar adventif, saponin, subkultur, Talinum paniculatum Gaertn.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRACT
The aims of this study were to determine the effect of subculture period on
dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java
(Talinum paniculatum Gaertn.). Roots induced from leaves in solid Murashige
and Skoog medium (MS) were added growth regulators IBA 2 mg / L.
Adventitious roots that were 11 days (± 2 cm) were subjected to period of
subculture 2, 3, and 4 weeks in semisolid Murashige and Skoog medium (MS).
Cultures maintained for 10 weeks (70 days) and each treatment was repeated 10
times. Retrieval of data in the form of fresh weight, dry weight, and saponin
content at the end of subculture period. The data of dry weight were analyzed
using one-way ANOVA followed by LSD Test (significance of 5%). Saponin
content was descriptive analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC) and
Spektrofotometer UV-Vis. The results of this study showed that highest average
of dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, the highest
average of spot wide obtained at 2-weeks subculture period was 47 mm2 / 0.1 g
dry weight, and the highest saponin content was 3235 mg/g obtained at 4-weeks
subculture period. The conclusion of this study were there was the influence of
subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng
plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Highest average dry weight obtained
at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, while the highest saponin content
indicated by the mean area of the spot on a TLC plate was 47 mm2 / 0.1 g dry
weight.
Keyword: adventitious roots, saponin, subculture, Talinum paniculatum Gaertn.
PENDAHULUAN
Di Indonesia dunia obat-obatan berkembang cukup pesat, terbukti dengan
semakin banyaknya obat-obatan yang beredar di masyarakat. Tanaman ginseng
sudah dikenal terutama di negara Cina dan Korea sebagai obat sejak 5.000 tahun
yang lalu. Meskipun demikian, ginseng tidak hanya dapat tumbuh di Korea. Di
berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Cina, Kanada, bahkan Pulau
Jawa, ginseng dapat tumbuh dengan jenis dan kualitas yang berbeda.
Umbi atau akar ginseng jawa mempunyai kandungan senyawa kimia yang
berkhasiat bagi kesehatan manusia (Rubatzky, 1998). Senyawa kimia yang
terdapat dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) di
antaranya adalah golongan terpenoid dan steroid yang berpotensi sebagai bahan
pengganti ginseng korea (Panax sp.) yang masih diimpor dari Cina dan Korea
(Sukardiman, 1996; Hidayat, 2005). Secara tradisional ginseng jawa digunakan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
untuk diare, anti radang, aprodisiaka (obat kuat), dan penambah vitalitas
(Wijayakusuma, 1994). Dari penelitian fitokimia diketahui ginseng jawa
mempunyai kandungan kimia saponin, triterpen, polifenol, minyak atsiri
(Komatsu, 1982). Kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam akar
tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah saponin (Cahyo,
2011).
Saponin
merupakan senyawa
metabolit
sekunder yang mampu
menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi
normal (Arnelia, 2004).
Budidaya tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat
dilakukan dengan cara generatif (biji), vegetatif (stek batang) dan teknik kultur
jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994). Kultur jaringan tanaman merupakan
teknik menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman dalam kondisi aseptik
dalam medium buatan (Wetter dan Constabel, 1991). Di dalam medium kultur
jaringan harus terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan
tanaman diantaranya adalah penambahan zat pengatur tumbuh (Hendaryono dan
Wijayani, 1994). Aplikasi zat pengatur tumbuh mempunyai peluang yang cukup
besar karena dapat memanipulasi metabolit sekunder seperti senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin dan tanin yang dikandungnya. Salah satu penggunaan zat
pengatur tumbuh tersebut, di antaranya adalah auksin. Fitriyah (2008) telah
berhasil menginduksi akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)
dengan zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm secara in vitro.
Di dalam teknik kultur jaringan tanaman, nutrisi dan suplai oksigen yang
diberikan dalam jumlah yang terbatas. Hal ini menyebabkan akar lama kelamaan
pertumbuhannya akan terhenti (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Oleh karena itu
diperlukan suatu teknik subkultur dalam memenuhi nutrisi dan oksigen yang
diperlukan oleh jaringan tersebut untuk tumbuh. Rijhwani, dan Shanks (1998)
telah berhasil melakukan penelitian tentang efek dari siklus subkultur terhadap
pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut Catharanthus roseus.
Pada saat ini penelitian tentang pengaruh periode subkultur terhadap kadar
saponin ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) belum pernah dilakukan,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi tentang
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pengaruh periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juli 2012 di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian meliputi eksplan daun ginseng jawa, bahan penyusun
media Murashige dan Skoog (1962), zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm,
larutan KOH, clorox 10 %, alkohol 70 %, saponin (Calbiochem), etanol 96 %,
anisaldehid, asam asetat glacial, asam sulfat pekat, dan 2-propanol. Alat yang
digunakan meliputi autoclave, Laminar Air Flow (LAF), oven, timbangan
analitik, magnetic stirer, dan waterbath, botol kultur, pinset, scalpel, alat-alat dari
gelas (erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, gelas beker labu ukur, corong),
bunsen, spatula, sprayer, kompor listrik, mortar, mikropipet, plat Kromatografi
Lapis Tipis silica gel GF254 (Merck), oven, dan kamera.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan
periode subkultur (tanpa subkultur, subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan
subkultur 4 minggu) dengan menggunakan 10 replikasi pada masing-masing
perlakuan. Pengulangan yang dilakukan merupakan pengulangan cawan petri
dengan masing-masing cawan petri berisi 6 eksplan. Untuk semua perlakuan
didapatkan pengulangan sebanyak 4 x 10 yaitu 40 pengulangan.
Prosedur kerja
Eksplan daun tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)
dilakukan sterilisasi bertingkat dengan menggunakan larutan detergen selama 3
menit dan larutan klorox 10 % selama 4 menit kemudian dibilas dengan
menggunakan akuades sebanyak tiga kali. Daun yang telah disterilisasi kemudian
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dipotong 1-2 cm dan ditanam dalam media MS padat yang mengandung zat
pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm di dalam botol kultur selama 11 hari. Akar
adventif kemudian dilakukan subkultur di dalam cawan petri (satu cawan petri
berisi 6 eksplan) sesuai dengan perlakuan periode subkultur 2, 3, dan 4 minggu,
sedangkan pada kontrol tidak dilakukan subkultur. Akar adventif yang telah
berumur 70 hari kemudian ditimbang berat segar dan berat kering akar. Berat
kering akar didapatkan dengan memasukkan ke dalam oven pada suhu 500C
selama 7 hari kemudian akar ditimbang. Sebanyak 0,1 gr berat kering akar
kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan 10 ml etanol 96 % dan dipanaskan di
dalam waterbath pada suhu 800C selama 45 menit kemudian dipekatkan sampai
volume 0,2 ml (Stahl, 1985). Hasil ekstraksi kemudian dianalisis kadar saponin
secara semikuantitatif dan kuantitatif. Secara semikuantitatif menggunakan
Kromatografi
Lapis
Tipis
(KLT),
sedangkan
kuantitatif
menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm (Stahl, 1985).
Analisis kadar saponin secara semikuantitatif dilakukan dengan menotolkan
5 µL pada plat silica gel GF254 kemudian dilakukan elusi menggunakan larutan
propanol:air (14:3) (Yachya, 2012). Untuk mengetahui noda saponin digunakan
pereaksi penyemprot anisaldehid-asam sulfat. Analisis kadar saponin secara
kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm (Stahl,
1985). Untuk mengetahui kandungan saponin yang didapatkan, maka terlebih
dahulu dibuat kurva standar saponin dengan konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 ppm
dengan panjang gelombang 365 nm. Kurva standar yang diperoleh menunjukkan
hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi saponin, sehingga dapat
diketahui kandungan saponin sampel dari nilai absorbansinya. Untuk mengetahui
nilai saponin dalam mg/g (Suskendriyati et al., 2004) maka digunakan rumus:
S = Saponin di dalam sampel x fp
Berat sampel
fp = faktor pengenceran
Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa berat kering dan kadar
saponin. Berat kering dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
parametrik menggunakan one way ANOVA dengan taraf signifikasi 5%.
Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc Test dengan Uji LSD dengan taraf
signifikasi 5 % untuk mengetahui perbedaan nyata antar variabel.
Analisis
kadar
saponin
dilakukan
secara
deskriptif
menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 365 nm.
Analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan menotolkan ekstrak
etanol akar adventif yang sudah dipekatkan ke Plat silica gel GF254. Noda saponin
yang terbentuk diukur dan dihitung luasnya/0,1 g berat kering sampel. Data luas
noda saponin merupakan gambaran kadar saponin pada sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat segar akar 0,4298
gram, sedangkan pada perlakuan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu
berturut-turut yaitu 0,3074 dan 0,4578 gram. Rerata berat segar pada kontrol
relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan berat segar hasil dari perlakuan
periode subkultur yaitu 0,4706 gram. Rerata berat kering akar pada perlakuan
periode subkultur 2 minggu relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol
(tanpa subkultur) yaitu 0,0318 gram pada perlakuan dan 0,0319 gram pada
kontrol. Hal ini terjadi juga pada periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram.
Sedangkan pada periode subkultur 4 minggu rerata berat kering yang dihasilkan
bila dibandingkan dengan kontrol relatif lebih tinggi yaitu 0,0332 gram (Tabel 1).
Tabel 1. Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=10).
Periode subkultur
Tanpa subkultur
2 minggu
3 minggu
4 minggu
Rerata berat segar akar (g)
0,4706 ± 0,112
0,4298 ± 0,052
0,3074 ± 0,049
0,4578 ± 0,137
Rerata berat kering akar (g)
0,0319 ± 0,007a
0,0318 ± 0,003a
0,0251 ± 0,004b
0,0332 ± 0,008a
Keterangan : Huruf a,b,c yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan Uji
LSD (taraf signifikansi 5 %).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 1. Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis
silica gel GF254 menggunakan eluen isopropanol:air (14:3), (S)
saponin standart, (K) Tanpa subkultur, (A) Subkultur 2 minggu, (B)
Subkultur 3 minggu, (C) Subkultur 4 minggu. Skala 1 cm.
Dari gambar 1. diketahui bahwa pada saponin standart (Calbiochem)
terdapat 2 jenis saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2 noda berwarna hijau.
Sedangkan pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.) baik pada kontrol maupun pada perlakuan tidak hanya terdapat senyawa
metabolit sekunder saponin, tetapi juga didapatkan beberapa senyawa metabolit
sekunder yang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya warna biru-keunguan pada
plat KLT yang telah disemprot menggunakan penampak noda anisaldehide-H2SO4
setelah dipanaskan selama 7-10 menit pada suhu 100-1100C (Gambar 1).
Tabel 2. Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur
yang berbeda.
Skripsi
Periode
subkultur
Rerata berat
kering (g)
Kadar
saponin
(ppm)
Kadar
saponin
(mg/g)
Rerata luas noda
saponin (mm2/0,1 g
berat kering)
Tanpa
subkultur
2 minggu
0,0319 ± 0,007
478
2390
18,75 ± 2,475
0,0318 ± 0,003
570
2850
47 ± 2,828
3 minggu
0,0251 ± 0,004
518
2590
46 ± 1,414
4 minggu
0,0332 ± 0,008
647
3235
28,5 ± 12,021
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dari tabel 2 diketahui bahwa kadar saponin yang paling tinggi terdapat pada
periode subkultur 4 minggu 3235 mg/g, sedangkan kadar saponin paling rendah
terdapat pada kontrol 2390 mg/g. Kadar saponin pada periode subkultur 2 minggu
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar saponin pada periode subkultur 3
minggu yaitu 2850 mg/g, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu 2590 mg/g.
Urutan kadar saponin dari yang terbesar hingga terkecil adalah 3235; 2850; 2590;
2390 mg/g.
Rerata luas noda saponin relatif lebih tinggi pada perlakuan periode
subkultur bila dibandingkan dengan kontrol. Pada periode subkultur 2 minggu
rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 47 mm2/0,1 g berat kering,
sedangkan pada periode subkultur 3 minggu rerata luas noda saponin yang
dihasilkan adalah 46 mm2/0,1 g berat kering dan pada periode subkultur 4 minggu
rerata luas noda saponin adalah 28,5 mm2/0,1 g berat kering (Tabel 2).
Pembahasan
Dari tabel 1 diketahui bahwa rerata berat kering paling tinggi terdapat pada
perlakuan periode subkultur 4 minggu bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa
subkultur). Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi dan oksigen yang terdapat di
dalam media mampu mendukung pertumbuhan optimal akar adventif tanaman
ginseng jawa sampai 4 minggu, sehingga perlakuan subkultur berpengaruh dalam
menyuplai nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan
penelitian Yann, et al., (2012) bahwa subkultur 4 minggu secara terus-menerus
mampu meningkatkan biomassa kalus pada Artemisia annua L. Keng, et al.,
(2008) juga menyebutkan bahwa periode subkultur 4 minggu yang dilakukan
hingga lima kali periode subkultur mampu meningkatkan biomassa kalus pada
Melastoma malabathricum.
Sedangkan pada subkultur 2 minggu dan 3 minggu didapatkan rerata berat
kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) yaitu berat
kering yang didapatkan dari perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu lebih
tinggi bila dibandingkan dengan periode subkultur 4 minggu. Hal ini dikarenakan
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pada penelitian Rijhwani dan Shanks (1998) berat kering akar diukur mulai umur
akar 0 hari hingga akar berumur 35 hari, dimana pertumbuhan akar rambut masih
dalam fase eksponensial, sedangkan pada penelitian ini berat kering diukur pada
umur akar 10 minggu (70 hari) sehingga pertumbuhan akar adventif sudah
mencapai fase stasioner atau bahkan fase kematian. Abbas (2011) menyatakan
kebutuhan hara untuk pertumbuhan optimal eksplan yang dikultur secara in vitro
bervariasi di antara tiap-tiap spesies tanaman.
Kadar saponin dalam ekstrak etanol ginseng jawa dideteksi dengan
membandingkan nilai Rf (retardation factor) noda yang terbentuk pada ekstrak
etanol akar adventif ginseng jawa dengan larutan saponin standar (Calbiochem)
dan warna noda setelah mendapat perlakuan pereaksi penampak noda anisaldehidasam sulfat. Nilai Rf diperoleh dari perbandingan antara jarak titik pusat noda dari
titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal (Stahl, 1985). Menurut Yachya
(2012) kedua zat dikatakan sama bila perbandingan fingerprint sampel dengan
sebuah standar obat, jumlah, sekuen, posisi dan warna dari zona identik atau
sama.
Pada penelitian ini periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin
(Tabel 2) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa rerata luas noda saponin paling tinggi dihasilkan
dari perlakuan periode subkultur 2 minggu dan terus menurun pada periode
subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin
yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa tidak tergantung laju
pertumbuhan akar adventif.
Biomassa paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 4
minggu dan kadar saponin paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode
subkultur 2 minggu. Hal ini dikarenakan pada perlakuan periode subkultur 4
minggu akar adventif mampu tumbuh hingga mencapai fase eksponensial dimana
terjadi pertumbuhan yang maksimal, sedangkan pada akar adventif yang diberi
perlakuan periode subkultur 2 minggu laju pertumbuhan akar masih mencapai
fase lag dimana masih terjadi fase adaptasi terhadap nutrisi dalam media yang
baru sehingga tanaman dalam kondisi stres. Kondisi stres pada tanaman
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menyebabkan tanaman mengeluarkan metabolit sekunder berupa saponin,
sehingga kadar saponin paling tinggi didapatkan pada perlakuan periode subkultur
2 minggu.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan
Shanks (1998) bahwa siklus subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi indol alkaloid pada akar rambut tanaman Catharanthus roseus. Rijhwani
dan Shanks (1998) menyatakan bahwa kandungan alkaloid lochnerine paling
tinggi didapatkan dari siklus subkultur 2 minggu.
Rahmawati (1999), menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur jaringan
terjadi tiga fase yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase
pembelahan sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai maksimum), fase stasioner
(fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan). Pada fase stasioner pertumbuhan sel
terhenti dan selama inilah terjadi produksi metabolit sekunder. Pada fase
pertumbuhan (eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat lambat bahkan
seringkali belum dimulai.
Dari tabel 2 diketahui bahwa kadar saponin paling tinggi terdapat pada
periode subkultur 4 minggu. Hasil analisa kadar saponin secara kuantitatif
berbeda dengan hasil analisa secara semikuantitatif menggunakan kromatografi
lapis tipis. Hal ini dikarenakan hasil analisa secara kuantitatif menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm tidak spesifik mendeteksi senyawa
saponin melainkan senyawa metabolit sekunder lain mampu terdeteksi pada λ =
365 nm diantaranya senyawa alkaloid (Stahl, 1985), sedangkan hasil analisa kadar
saponin secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan
noda yang spesifik senyawa saponin. Hal ini dikarenakan penggunaan reagen
anisaldehyde-asam sulfat yang spesifik untuk mendeteksi senyawa saponin
ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau atau coklat (Itakura, 2001).
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin
akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat
disimpulkan bahwa:
1. Periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman
ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
2.
Periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode
subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram.
3.
Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman
ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
4.
Periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar
adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode
subkultur 2 minggu yaitu 47 mm2 / 0,1 berat kering.
Daftar Pustaka
Abbas, B., 2011, Prinsip-prinsip teknik kultur jaringan, Penerbit Alfabeta,
Bandung
Arnelia, 2004, Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker
Puslitbang Gizi Bogor
Cahyo, A.N., 2011, Yang Serba Menakjubkan dari Ginseng, Buku biru,
Yogyakarta
Fitriyah, R., 2008, Induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in vitro,
skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani., 1994, Teknik kultur jaringan, pengenalan
dan petunjuk perbanyakan tanaman secara vegetatif modern, Kanisus,
Yogyakarta
Hidayat, S., 2005, Ginseng multivitamin alami berkhasiat, Penebar Swadaya,
Bogor
Itakura Y., M. Ichikawa., Y. Mori., R. Okino., M. Udayama dan T. Morita, 2001,
How to Distinguish Garlic from the Other Allium Vegetables, Journal
Nutrition 131: 963S-967S
Keng, C.L., K.S. See., L.P. Hoon., dan B.P. Lim., 2008, Effect of Plant Growth
Regulators and Subculture Frequency on Callus Culture and the
Establishment of Melastoma malabathricum Cell Suspension Cultures
for the Production of Pigments, Journal Biotechnology 7 (4): 678-685
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Komatsu, M., 1982, Studies on the Constituens of Talinum paniculatum
Gaertener, Yakugaku. Zasshi. Vol.102 (5)
Rahmawati, E.S., 1999, Variasi Kadar Kalium Dihidrogenafosfat dalam Medium
MS Terhadap Sintesis Minyak Atsiri pada Tunas Hasil Kultur in vitro
Daun Nilam Aceh (Pogostemon cablin), Skripsi, Fakultas Biologi UGM
Yogyakarta
Rijhwani, S.K., and J.V. Shanks, 1998, Effect of subculture cycle on growth and
indol alkaloid production by Catharanthus roseus hairy root cultures.
Journal Enzyme and Microbial Technology 22: 606-611, 1998
Rubatzky, V.E., 1998, Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Edisi kedua,
ITB press, Bandung
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB
Bandung
Sukardiman, 1996, Perbandingan Profil Kandungan Kimia Akar Talinum
paniculatum Gaertn dan Talinum triangulare Wild dengan metode KLT
densitometri, Prosiding Seminar Nasional Pokjanas Tanaman Obat
Indonesia XI, Surabaya, Hal 52
Suskendriyati, H., Solichatun, dan A.D. Setyawan, 2004, Growth and saponin
production Talinum paniculatum gaertn callus cultures with a variety of
carbon sources, Biosmart. 6: 19-23
Wetter, L.R. dan Constabel F., 1991, Metode kultur jaringan tanaman, Bandung,
ITB
Wijayakusuma, H.M., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid 3, Pustaka
Kartini, Jakarta
Yachya, A., 2012, Pengaruh Laju Aerasi dan Kerapatan Inokulum Terhadap
Biomassa dan Kandungan Saponin Kultur Akar Rambut Ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.) dalam Bioreaktor Tipe Balon, Thesis,
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Airlangga, Surabaya
Yann, L.K., N.B. Jelodar., dan C.L. Keng, 2012, Investigation on The Effect of
Subculture Frequency and Inoculum Size on The Artimisin Content in a
Cell Suspension Culture of Artemisia annua L., Australian Journal of
Crop Science, ISSN : 1835-2707
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 2.
Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)
Bahan-bahan penyusun
mg/L
A. Makronutrien
NH4NO3
1.650
KNO3
1.900
CaCl2. 2H2O
440
MgSO4. 7H2O
370
KH2PO4
170
B. Mikronutrien
MnSO4. H2O
22,3
ZnSO4. 4H2O
8,6
H3BO3
6,2
KI
0,83
NaMoO4. 2H2O
0,25
CuSO4. 5H2O
0,025
CoCl2. 6H2O
0,025
C. Zat besi
Na2EDTA
37,3
Fe2SO4. 7H2O
27,8
D. Vitamin
Glycine
2
Nicotinic acid
0,5
Pyridoxin-HCl
0,5
Thiamine-HCl
0,1
E. Myo-inositol
100
F. Sukrosa
30.000
G. Agar
8.000
Sumber: George and Sherrington 1984 dalam Hendaryono dan Wijayani 1994
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 3.
Uji Normalitas
NPar tests berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Berat_kering
N
40
Normal Parametersa,,b
Mean
.030635
Std. Deviation
.0062451
Most Extreme Differences Absolute
.117
Positive
.117
Negative
-.068
Kolmogorov-Smirnov Z
.743
Asymp. Sig. (2-tailed)
.639
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Lampiran 4.
Analisa Varians (ANAVA)
Oneway ANAVA
Berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)
Descriptives
Berat_kering
95% Confidence Interval for
Mean
N
Skripsi
Mean
Std.
Minimu Maximu
Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
m
m
kontrol
10 .031890
.0071315 .0022552
.026788
.036992
.0226
.0439
SK 2
10 .031760
.0028791 .0009105
.029700
.033820
.0272
.0365
SK 3
10 .025690
.0035735 .0011300
.023134
.028246
.0187
.0299
SK 4
10 .033200
.0077106 .0024383
.027684
.038716
.0212
.0453
Total
40 .030635
.0062451 .0009874
.028638
.032632
.0187
.0453
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Test of Homogeneity of Variances
Berat_kering
Levene
Statistic
df1
3.547
df2
3
Sig.
36
.024
Uji homogen hasil transformasi
Test of Homogeneity of Variances
Trans_berat kering
Levene
Statistic
2.147
df1
df2
3
Sig.
36
.111
ANNOVA
Trans
Sum of Squares
Between Groups
Skripsi
df
Mean Square
3.200
3
1.067
Within Groups
10.418
36
.289
Total
13.618
39
F
3.686
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Sig.
.021
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Uji posthoc berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum
paniculatum Gaertn.)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:trans
(I)
(J)
Perlakua Perlakua
Mean
n
n
Difference (I-J) Std. Error
LSD
kontrol
SK 2
SK 3
SK 4
95% Confidence Interval
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
SK 2
.06329
.24058
.794
-.4246
.5512
SK 3
-.59556*
.24058
.018
-1.0835
-.1076
SK 4
.09518
.24058
.695
-.3927
.5831
-.06329
.24058
.794
-.5512
.4246
SK 3
-.65886*
.24058
.010
-1.1468
-.1709
SK 4
.03188
.24058
.895
-.4560
.5198
kontrol
.59556*
.24058
.018
.1076
1.0835
SK 2
.65886*
.24058
.010
.1709
1.1468
SK 4
.69074*
.24058
.007
.2028
1.1787
kontrol
-.09518
.24058
.695
-.5831
.3927
SK 2
-.03188
.24058
.895
-.5198
.4560
SK 3
-.69074*
.24058
.007
-1.1787
-.2028
kontrol
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lampiran 5.
Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan berat segar (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa
(Talinum paniculatum Gaertn.).
Replikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tanpa Subkultur
0,4926
0,3721
0,4127
0,3681
0,3907
0,6452
0,4464
0,3640
0,5730
0,6409
Perlakuan Subkultur
2 minggu
3 minggu
0,4358
0,3008
0,4562
0,2930
0,4144
0,3252
0,3965
0,3262
0,4444
0,2255
0,5244
0,3105
0,3762
0,3731
0,4917
0,3381
0,4023
0,2268
0,3559
0,3544
4 minggu
0,3417
0,4126
0,2936
0,3315
0,4906
0,5054
0,3357
0,7057
0,5796
0,5821
Tabel 2. Hasil pengamatan berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng
jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Replikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tanpa Subkultur
0,0336
0,0255
0,0294
0,0273
0,0285
0,0372
0,0287
0,0226
0,0422
0,0439
Perlakuan Subkultur
2 minggu
3 minggu
0,0327
0,0255
0,0316
0,0252
0,0306
0,0280
0,0347
0,0268
0,0327
0,0202
0,0365
0,0267
0,0317
0,0299
0,0325
0,0282
0,0274
0,0187
0,0272
0,0277
4 minggu
0,0283
0,0316
0,0212
0,0238
0,0327
0,0336
0,0333
0,0396
0,0426
0,0453
Tabel 3. Hasil pengamatan analisis luas noda saponin secara semi-kuantitatif
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.
Perlakuan Subkultur
Tanpa Subkultur
2 minggu
3 minggu
4 minggu
Skripsi
Luas noda mm2/0,1 DW
17
20,5
45
49
47
45
37
20
Rata-rata
18,75
47
46
28,5
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel 4. Hasil pengamatan analisis kandungan saponin secara kuantitatif dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm.
Perlakuan
kontrol
sk2
sk3
sk4
Absorbansi
0,680
0,275
0,390
0,749
0,605
0,430
0,753
0,540
Rata-rata
0,478
0,570
0,518
0,647
Lampiran 6.
Luas noda saponin dan kurva standar saponin
S
K
A
B
C
Gambar 1. Noda saponin dengan penampak noda anisaldehid-asamsulfat pada plat
KLT silica gel GF254 (Merck) menggunakan eluen isopropanol:air
(14:3) pada ulangan ke-2. S= saponin standart (Calbiochem), K=
kontrol, A= subkultur 2 minggu, B= subkultur 3 minggu, C= subkulur
4 minggu. Skala= 1 cm.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 2. Kurva standar saponin (Calbiochem) yang diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada λ 365 nm. (x) Konsentrasi saponin
dalam larutan (ppm); (y) nilai absorbansi larutan saponin hasil
pembacaan spektrofotometer.
Skripsi
Pengaruh periode subkultur terhadap
kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.),
Lina Ironika
Download