ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga PENGARUH PERIODE SUBKULTUR TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) SKRIPSI LINA IRONIKA PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 1i Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga PENGARUH PERIODE SUBKULTUR TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Biologi Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya Oleh : LINA IRONIKA NIM. 080810090 Tanggal Lulus : 3 Agustus 2012 Disetujui oleh Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si NIP. 19640303 198810 2 001 Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si NIP. 19770115 200604 2 002 ii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penyusun NIM Pembimbing I Pembimbing II Tanggal Ujian : Pengaruh Periode Subkultur Terhadap Kadar Saponin Akar Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) : Lina Ironika : 080810090 : Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si : Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si : 3 Agustus 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si NIP. 19640303 198810 2 001 Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si NIP. 19770115 200604 2 002 Mengetahui, Ketua Program Studi S-1 Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Dr. Alfiah Hayati NIP. 19640418 198810 2 001 iii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan, Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga. iv Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Taala atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Periode Subkultur Terhadap Kadar Saponin Akar Adventif Tanaman Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)”. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini mungkin terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja mengingat segala keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf jika terjadi sesuatu yang kurang berkenan. Saran dan kritik membangun akan penulis harapkan dan terima demi kesempurnaan naskah selanjutnya. Penulis berharap penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang. Surabaya, Juli 2012 Penulis v Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga UCAPAN TERIMA KASIH Kelancaran dan keberhasilan dalam penulisan skripsi ini merupakan ridha Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang turut membantu. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibu, terima kasih atas segala pengorbanan yang selama ini kalian berikan hingga penulis dapat menjalani setiap ujian. 2. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si dan Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberi arahan, bimbingan, serta masukan yang sangat berharga. 3. Dr. Edy Setiti Wida Utami, M.S selaku dosen penguji yang bersedia membagi ilmu dan saran-saran yang membangun. 4. Dr. Ni’matuzahroh selaku dosen wali yang telah banyak memberi nasehat, arahan, doa, dan bantuan dalam perkuliahan selama penulis berada di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. 5. Prof. Dr. H. Fasich, Apt. sebagai rektor Universitas Airlangga dan jajaran pengurus kantor manajemen yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D sebagai dekan Fakultas Sains dan Teknologi, beserta para pengurus bidang kemahasiswaan yang memudahkan penulis dalam menjalani hari-hari di almamater tercinta. vi Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 6. Bapak dan ibu dosen yang tiada lelah membagi ilmu demi kebaikan penulis. 7. Pegawai dan laboran Departemen Biologi, Mas Joko, Pak. Warni, Pak. Sukadji, Bu. Ambar, Mas Eko, Pak. Sunar, Mbak Ari, Mbak Yatminah, Mas Catur, dan Mas Yanto, atas bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis. 8. Abiq yang telah membantu dan memberi masukan yang berharga demi kebaikan penulis. 9. Teman-temanku biologi 2008, Rivia, Dwi Putri, Izza, Aila, Indah, Muhimmatus, Liza, Rochma, Anita, Arista, dan semua himbionist’08 yang telah membagi keceriaan dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. vii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Lina Ironika, 2012, Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), SKRIPSI, di bawah bimbingan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., dan Dwi Kusuma Wahyuni S.Si, M.Si., Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Akar diinduksi dari daun di dalam media Murashige dan Skoog (MS) padat ditambah zat pengatur tumbuh IBA 2 mg/L. Akar adventif yang berumur 11 hari (± 2 cm) disubkultur dengan periode subkultur 2, 3, dan 4 minggu dalam media Murashige dan Skoog (MS) semisolid. Kultur dipelihara selama 10 minggu (70 hari) dan masing-masing perlakuan diulang 10x. Pengambilan data berupa berat segar, berat kering, dan kadar saponin dilakukan pada akhir periode subkultur. Analisis data berat kering menggunakan ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan Uji LSD (taraf signifikasi 5%). Kadar saponin dianalisis deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram, luas noda paling tinggi didapatkan pada subkultur 2 minggu yaitu 47 mm 2/0,1 g berat kering, dan kadar saponin paling tinggi yaitu 3235 mg/g didapatkan pada subkultur 4 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. sedangkan kadar saponin paling tinggi ditunjukkan dengan rerata luas noda paling besar pada plat KLT yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering. Kata kunci: akar adventif, saponin, subkultur, Talinum paniculatum Gaertn. viii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Lina Ironika, 2012, The effect of subculture cycle on saponin content adventitious roots of ginseng plants of java (Talinum paniculatum Gaertn.), This script is guided by Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., and Dwi Kusuma Wahyuni S.Si, M.Si., Departement of Biology, Fakulty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT The aims of this study were to determine the effect of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Roots induced from leaves in solid Murashige and Skoog medium (MS) were added growth regulators IBA 2 mg / L. Adventitious roots that were 11 days (± 2 cm) were subjected to period of subculture 2, 3, and 4 weeks in semisolid Murashige and Skoog medium (MS). Cultures maintained for 10 weeks (70 days) and each treatment was repeated 10 times. Retrieval of data in the form of fresh weight, dry weight, and saponin content at the end of subculture period. The data of dry weight were analyzed using one-way ANOVA followed by LSD Test (significance of 5%). Saponin content was descriptive analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC) and Spektrofotometer UV-Vis. The results of this study showed that highest average of dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, the highest average of spot wide obtained at 2-weeks subculture period was 47 mm2 / 0.1 g dry weight, and the highest saponin content was 3235 mg/g obtained at 4-weeks subculture period. The conclusion of this study were there was the influence of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Highest average dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, while the highest saponin content indicated by the mean area of the spot on a TLC plate was 47 mm2 / 0.1 g dry weight. Keyword: adventitious roots, saponin, subculture, Talinum paniculatum Gaertn. ix Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ............................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................................ viii ABSTRACT .............................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ x DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7 1.3 Asumsi Penelitian ................................................................................. 8 1.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 8 1.4.1 Hipotesis kerja ............................................................................ 8 1.4.2 Hipotesis statistik ........................................................................ 9 1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9 1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11 2.1 Tinjauan Tentang Ginseng jawa ........................................................... 11 2.1.1 Klasifikasi .................................................................................... 11 2.1.2 Ciri morfologi ginseng jawa ........................................................ 11 2.1.3 Manfaat ginseng jawa .................................................................. 13 2.1.4 Kandungan kimia ginseng jawa ................................................... 14 2.2 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan Tanaman ........................................ 15 2.2.1 Pengertian kultur jaringan tanaman ............................................. 15 2.2.2 Manfaat kultur jaringan tanaman ................................................ 17 2.2.3 Media kultur jaringan tanaman ................................................... 18 2.2.4 Auksin ......................................................................................... 20 2.2.5 Subkultur jaringan tanaman ........................................................ 21 2.3 Tinjauan Tentang Saponin ................................................................... 22 BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 24 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 24 3.2 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 24 3.2.1 Bahan penelitian .......................................................................... 24 3.2.3 Alat penelitian ............................................................................. 25 x Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 3.3 Rancangan Penelitian ............................................................................ 25 3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 26 3.5 Cara Kerja Penelitian ........................................................................... 26 3.5.1 Induksi akar dari eksplan daun .................................................... 26 3.5.2 Sterilisasi ruang kerja................................................................... 26 3.5.3 Sterilisasi alat ............................................................................... 27 3.5.4 Pembuatan larutan stok mikronutrien .......................................... 27 3.5.5 Pembuatan larutan stok zat besi ................................................... 28 3.5.6 Pembuatan larutan stok vitamin .................................................. 28 3.5.7 Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh ............................. 29 3.5.8 Pembuatan media kultur jaringan ............................................... 29 3.5.9 Subkultur ..................................................................................... 30 3.6.0 Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ........................................... 30 3.6.1 Ekstraksi saponin ........................................................................ 31 3.7 Analisis Data ........................................................................................ 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33 4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 33 4.1.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 33 4.1.2 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin .................. 37 4.1.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 41 4.2 Pembahasan .......................................................................................... 43 4.2.1 Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering ...................... 43 4.2.2 Periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin ................ 46 4.2.3 Analisis kadar saponin secara kuantitatif .................................... 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 50 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 50 5.2 Saran ..................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 52 LAMPIRAN xi Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 4.1 Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur .............. 35 4.2 Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur ............... 40 4.3 Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur yang berbeda .............................................................................................. 42 xii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1 Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) .................................. 12 2.2 Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ................................................................................. 12 2.3 Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)............................ 13 4.1 Akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ...... 34 4.2 Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ................................................................. 37 4.3 Hasil ekstraksi saponin .............................................................................. 38 4.4 Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis silica gel GF254 (Merck) ..................................................................... 39 4.5 Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) ................................................................. 41 xiii Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran 1. Ringkasan 2. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS) 2. Uji Normalitas 3. Analisa Varians (ANAVA) 4. Tabel Hasil Pengamatan 5. Luas Noda Saponin dan Kurva Standar Saponin 6. Alat penelitian xiv Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dunia obat-obatan berkembang cukup pesat, terbukti dengan semakin banyaknya obat-obatan yang beredar di masyarakat. Beredarnya obat dengan merk dagang tertentu, menunjukkan kebutuhan masyarakat akan obat sangat tinggi, namun obat dengan merk impor atau dengan komponen impor harganya sulit dijangkau oleh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, obat tradisional dipilih sebagai obat alternatif karena mudah didapat di alam, sehingga relatif murah dibanding obat impor. Selain itu, obat tradisional mempunyai efek samping yang sedikit atau bahkan tanpa efek samping. Hal tersebut memperbesar peluang untuk dikembangkan dan disosialisasikan (Hidayat, 2005). Tanaman ginseng sudah dikenal sejak dahulu, terutama di negara Cina dan Korea sebagai obat sejak 5.000 tahun yang lalu. Ginseng dipercayai selama berabad-abad untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit, serta telah menjadi bagian dari budaya kehidupan masyarakat Cina dan Korea sampai saat ini. Meskipun demikian, ginseng tidak hanya dapat tumbuh di Korea. Di berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Cina, Kanada, bahkan Pulau Jawa, ginseng dapat tumbuh dengan jenis dan kualitas yang berbeda. Ginseng di Asia maupun di Amerika Serikat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan. Ginseng tersebut memiliki kesamaan cara tumbuh (Cahyo, 1 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 2 2011). Di Indonesia, ginseng telah lama dikenal dengan nama Talinum yang termasuk Portulacaceae. Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias, tanaman obat, dan terkadang sebagai tanaman liar. Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) mempunyai bentuk akar yang menggembung seperti halnya ginseng cina (Panax sp.) (Wijayakusuma, 1994). Umbi atau akar ginseng jawa mempunyai kandungan senyawa kimia yang berkhasiat bagi kesehatan manusia, di antaranya untuk menyembuhkan penyakit jantung dan insomnia (Rubatzky, 1998). Senyawa kimia yang terdapat dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) di antaranya adalah golongan terpenoid dan steroid yang berpotensi sebagai bahan pengganti ginseng korea (Panax sp.) yang masih diimpor dari Cina dan Korea (Sukardiman, 1996; Hidayat, 2005). Di Indonesia tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dipakai sebagai pengganti ginseng korea karena harganya relatif lebih murah, mudah diperoleh dan mudah dibudidayakan (Widiyani, 2006). Secara tradisional ginseng jawa digunakan untuk diare, anti radang, aprodisiaka (obat kuat), dan penambah vitalitas (Wijayakusuma, 1994). Dari penelitian fitokimia diketahui ginseng jawa mempunyai kandungan kimia saponin, triterpen, polifenol, minyak atsiri (Komatsu, 1982). Kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah saponin (Cahyo, 2011). Saponin Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 3 merupakan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari bagian tanaman tertentu yang mampu menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia, 2004). Oleh karena kegunaan dan keampuhannya, ginseng telah banyak dipakai dalam pengobatan di klinik. Nugroho et al., (2005) telah melakukan penelitian tentang khasiat dan keamanan ginseng jawa dan diperoleh kesimpulan bahwa ginseng jawa aman berdasarkan uji toksisitas akut. Budidaya tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) relatif mudah, karena dapat dilakukan dengan cara generatif (biji), vegetatif (stek batang) dan dengan teknik kultur jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994). Tanaman yang berasal dari biji memiliki kelemahan yaitu hasil yang didapat memerlukan waktu yang relatif lama, dan mempunyai sifat yang tidak sama dengan induknya, sedangkan perbanyakan dengan stek, harus memangkas bagian dari tanaman yang cenderung berakibat menunda perolehan pucuk atau pertumbuhan cabang yang baru dan juga berdampak memutus siklus bunga, buah atau biji akibat pemotongan cabang atau ranting tanaman (Pitojo, 2006). Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, perlu dilakukan perbanyakan tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) melalui teknik kultur jaringan in vitro. Teknik kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat memperoleh individu baru dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, dapat menumbuhkan akar dari berbagai bagian tanaman (Roedyarto, 1997), dan mampu menghasilkan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 4 senyawa kimia dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini didasari oleh sifat totipotensi sel tanaman (Fowler,1983). Teknik kultur jaringan penting untuk meningkatkan ketersediaan akar, mengingat kandungan senyawa saponin banyak terdapat di bagian akar. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik yang digunakan untuk menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman dalam kondisi aseptik dalam medium buatan (Wetter dan Constabel, 1991). Di dalam medium kultur jaringan harus terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan tanaman yaitu garam organik dan zat-zat organik termasuk zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh pada tanaman diperlukan sebagai komponen medium pertumbuhan dan differensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Kurz dan Constabel (1991), menyatakan bahwa kultur sel tanaman secara in vitro, dapat menghasilkan produksi metabolit sekunder terutama senyawasenyawa obat lebih baik dibandingkan tanaman utuh. Kadar metabolit sekunder dapat ditingkatkan antara lain dengan penambahan zat pengatur tumbuh. Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh terhadap kadar metabolit sekunder memberikan hasil yang bervariasi di antaranya ditentukan oleh spesies tumbuhan yang dibudidayakan, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan. Aplikasi zat pengatur tumbuh mempunyai peluang yang cukup besar karena dapat memanipulasi metabolit sekunder seperti senyawa alkaloid, Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 5 flavonoid, saponin dan tanin yang dikandungnya. Salah satu penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut, di antaranya adalah auksin. Syahid (2010) telah berhasil menumbuhkan kalus dengan diameter terbesar yaitu 28,7 mm dan kadar tannin lebih tinggi melalui kombinasi perlakuan 2,4-D 0,3 mg/l + Benzyl Adenin 0,1 mg/l. Penambahan zat pengatur tumbuh auksin terutama IAA dan NAA pada akar dapat menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi dapat meningkatkan jumlah akar (Abidin, 1983). Aina (2008) telah berhasil menginduksi akar dari hipokotil dan epikotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan mengkombinasikan zat pengatur tumbuh (Auksin dan BAP) pada media MS. Hasil yang paling baik diperoleh dari kombinasi NAA 2 mg/l dan BAP 0,25 mg/l. Fitriyah (2008) juga telah berhasil menginduksi akar menggunakan eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in vitro. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa zat pengatur tumbuh IBA pada konsentrasi 2 ppm merupakan zat pengatur tumbuh auksin yang sesuai untuk induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Di dalam teknik kultur jaringan tanaman, media dan nutrisi yang diberikan dalam jumlah yang terbatas. Pertumbuhan sel terjadi dengan cepat, karena kalus dapat menyerap nutrisi dari dalam medium dengan sangat baik Hal ini menyebabkan akar yang telah diinduksi akan kekurangan nutrisi untuk mendukung pertumbuhannya dan terjadi embriogenesis atau kalus berwarna Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 6 coklat lama kelamaan pertumbuhannya akan terhenti (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Selain nutrisi pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan akar adventif diperlukan suplai oksigen yang baik (Abbas, 2011). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik subkultur dalam memenuhi nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan tersebut untuk tumbuh. Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sub kultur bertujuan untuk memperbanyak bahan tanaman sehingga dapat digunakan untuk analisis kandungan kimia tertentu yang diinginkan (Syahid, 2010). Rijhwani, dan Shanks (1998) telah berhasil melakukan penelitian tentang efek dari siklus subkultur terhadap pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut Catharanthus roseus. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa indeks pertumbuhan akar rambut terbaik yaitu 115 ± 2 didapatkan dari siklus subkultur setiap 2 minggu bila dibandingkan dengan subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hasil produksi tabersonin tertinggi didapatkan pada 2 minggu siklus subkultur. Tingginya kandungan saponin yang dihasilkan secara in vitro dapat dipahami karena produksi metabolit sekunder pada akar adventif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya komposisi media yang digunakan dan zat pengatur tumbuh yang diaplikasikan (Aslam et al., 2009). Bhad et al., (2008) mengatakan bahwa keseimbangan komposisi media yang digunakan, sumber sukrosa, photoperiod dan stres terhadap sel (biotik dan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 7 abiotik) selama periode kultur dan faktor lainnya akan mempengaruhi sintesis metabolit sekunder. Pada saat ini penelitian tentang pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) belum pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi tentang pengaruh periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)? 2. Manakah periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)? 3. Apakah ada pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)? 4. Manakah periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.)? Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 8 1.3 Asumsi Penelitian Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pertumbuhan organ khususnya pertumbuhan akar adventif diperlukan suplai oksigen yang baik (Abbas, 2011). Subkultur dengan periode yang singkat (periode 2 minggu) menunjukkan indeks pertumbuhan akar yang optimum (Rijhwani dan Shanks, 1998). Semakin singkat periode subkultur maka kebutuhan nutrisi dan oksigen terpenuhi sehingga pertumbuhan akar dan biomassa akar semakin meningkat. Pertumbuhan akar dan biomassa meningkat maka produksi saponin yang dihasilkan juga akan semakin meningkat, sehingga dapat di asumsikan jika periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) maka terdapat perbedaan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 1.4 Hipotesis Penelitian 1.4.1. Hipotesis Kerja Jika periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin maka terdapat perbedaan berat kering dan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 9 1.4.2. Hipotesis Statistik H01: Tidak ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Ha1: Ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 1.5 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 2. Mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 3. Mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 4. Mengetahui periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 10 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang periode subkultur yang tepat dalam memproduksi saponin yang optimal. Selain itu juga memberikan informasi untuk penelitian lanjutan tentang penyediaan akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum, Gaertn) untuk memenuhi kebutuhan obat secara tradisional, sebagai anti kanker dan mengurangi kadar kolesterol pada manusia. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Ginseng jawa 2.1.1. Klasifikasi Kedudukan tanaman ginseng jawa dalam klasifikasi taksonomi menurut Simpson (2006) dan van Steenis (2002) adalah sebagai berikut: Regnum : Plantae Divisi : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Carryophyllales Familia : Portulacaceae Genus : Talinum Species : Talinum paniculatum Gaertn. (Simpson, 2006 dan van Steenis, 2002). 2.1.2. Ciri morfologi ginseng jawa Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan tanaman herba menahun, mempunyai tinggi 0,3-0,8 m. Batang ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) berbentuk bulat. Duduk daun tersebar, daun mempunyai bentuk bulat telur terbalik (Gambar 2.1). 11 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 12 Gambar 2.1 Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), skala = 2 cm. Bunga terutama dalam malai yang terletak di terminal, berbunga banyak, cabang terujung bercabang lagi dengan cara menggarpu. Tangkai bunga langsing. Daun kelopak lepas, bunga berwarna ungu, berbentuk bulat telur, panjang benang sari 2 mm. Daun mahkota berjumlah 5, berbentuk oval atau bulat telur terbalik, memiliki panjang 3-4 mm, warna mahkota merah atau ungu. Benang sari mempunyai jumlah 5-15, kebanyakan 8-12. Tangkai putik bercabang 3 (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Bunga malai terminal tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), skala = 1 cm. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 13 Buah berbentuk bola, berwarna merah coklat, dinding terluar rontok. Di Jawa menjadi tanaman hias, kadang-kadang menjadi tanaman liar (van Steenis, 2002). Umbi mempunyai warna gelap, berakar tunggang dengan banyak cabang (Gambar 2.3) (Hidayat, 2005). A Gambar 2.3 Tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), A. umbi akar, skala = 1 cm. 2.1.3. Manfaat ginseng jawa Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) merupakan salah satu tanaman obat yang akarnya dipercaya berkhasiat sebagai afrodisiaka, tonikum (Sa’roni et al., 1999; Widowati et al., 1999). Akar dan daun ginseng jawa mengandung saponin dan flavonoid, serta tanin (Harmanto, 2007). Akar ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat meningkatkan vitalitas, mengurangi resiko terkena penyakit kanker, mengurangi kadar kolesterol, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari bakteri dan virus, dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Cahyo, 2011). Daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat dimanfaatkan sebagai obat bisul, dan pembengkakan (anti radang), Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 14 memperlancar Air Susu Ibu (ASI), sebagai lalapan dan sayur tumis (Hidayat, 2005), berkhasiat stomakik atau meningkatkan nafsu makan (Harmanto, 2007). 2.1.4. Kandungan kimia ginseng jawa Manurut Kadarwati (2006), Ginseng mengandung dua bahan aktif, yakni fitokimia dan nutrien. Fitokimia berupa betasitosterol, kampestrol, kariofilen, asam sinamik, escin, asam ferulik, asam fumarik, ginsenosides, kaempferol, asam oleanolik, asam panaxik, panaxin, saponin, stigmasterol, dan asam vanilik. Sedangkan nutrien yang dikandung yaitu adalah kalsium, serat, folat, zat besi, magnesium, mangan, fosfor, potasium, silikon, zinc, serta vitamin B1, B2, B3, B5, dan C. Kadarwati (2006) juga mengungkap beberapa hasil penelitian lainnya yang mengungkapkan beberapa hasil penelitian yang lainnya tentang kandungan ginseng. Di antaranya ialah asam askorbat (vitamin C) yang berfungsi membantu memelihara dan membentuk kolagen, serta betakaroten (provitamin A) yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan jaringan kulit ari agar selalu dalam keadaan sehat sehingga kulit menjadi lembut dan lembab. Selain itu, ginseng juga mengandung vitamin B2 yang sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit, mata, dan syaraf. Ginseng yang tumbuh di Korea mengandung lebih banyak ginsenosides yang beraneka ragam dibandingkan dengan ginseng yang tumbuh di Cina atau negara lain di Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 15 dunia. Selain itu, kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam ginseng adalah saponin dan glikosida. Glikosida pada akar ginseng dikenal sebagai ginsenosida. Akar ginseng juga mengandung 16 jenis ginsenosida, seperti minyak atsiri, panasena, resih, musilago, asam panax, fitosterol, hormon, vitamin B, karbohidrat, dan selulosa (Cahyo, 2011). Ginseng jawa mengandung senyawa saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa-senyawa tertentu lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi darah. Peningkatan sirkulasi darah tersebut akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga memperbaiki fungsi organ, secara tidak langsung akan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan stamina (Hidayat, 2005). Kandungan kimia yang terdapat dalam akar ginseng jawa ini meliputi steroid, triterpenoid (Kalium 41,44 %, Natrium 10,03 %, Kalsium 2,21 %, Magnesium 5,50 % dan Besi 0,32 %,), tannin, saponin, dan minyak atsiri, sedangkan kandungan kimia yang terdapat pada daun ginseng jawa adalah saponin dan flavonoid, dan tannin (Hidayat, 2005). 2.2. Tinjauan kultur jaringan tanaman 2.2.1. Pengertian kultur jaringan tanaman Kultur jaringan dalam bahasa ingggris disebut tissue culture. Tissue atau jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama sedangkan culture atau kultur adalah budidaya. Kultur Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 16 jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman yang mempunyai sifat sama seperti induknya (Prakoeswa et al., 2009). Kultur jaringan dan kultur in vitro secara harfiah memiliki pengertian yang berbeda. Kultur jaringan berarti jaringan yang dikulturkan (bukan sel, jaringan, atau organ) di dalam wadah gelas atau plastik yang transparan dan dalam kondisi yang aseptik. Meskipun demikian berdasarkan terminologi kultur jaringan dan kultur in vitro memiliki pengertian yang sama yaitu suatu metode untuk mengisolasi seperti protoplas, sel, jaringan, embrio, atau organ tanaman, kemudian menumbuhkan dalam kondisi aseptik dalam wadah yang transparan (botol gelas atau tabung reaksi) (Abbas, 2011). Kultur jaringan tanaman merupakan usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang terkendali (Roedyarto, 1997). Kultur jaringan berhubungan erat dengan teori totipotensi sel. Setiap sel yang hidup dari organisme sel banyak mempunyai kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang bila tersedia lingkungan yang sesuai. Kegiatan kultur jaringan dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul, eliminasi patogen, konservasi plasma nutfah, ekstraksi senyawa metabolit sekunder, dan perbanyakan klonal secara cepat yang sulit atau tidak mungkin dilakukan secara konvensional (Abbas, 2011). Teknik kultur jaringan, sel, dan organ telah berkembang pesat melalui propagasi secara cepat, induksi tanaman haploid dari kultur anter Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 17 dan polen, meningkatkan variabilitas genetik dengan cara induksi mutasi dan klon somatik, dan pembentukan kalus dari kultur sel untuk mempelajari pengaruh nutrien, vitamin, dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel (Abbas, 2011). Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau dalam medium hara cair. Jika ditanam dalam agar, jaringan akan membentuk kalus, yaitu massa atau sel-sel yang tidak tertata. Kultur agar juga merupakan teknik untuk meristem dan untuk mempelajari organogenesis. Sel yang berasal dari spesies tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara aseptik pada medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada medium agar (Wetter dan Constabel, 1991). 2.2.2. Manfaat kultur jaringan tanaman Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi, tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakannya secara konvensional dianggap lambat. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbaiki tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2004). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 18 Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang besar di bidang farmasi karena dari usaha itu dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk upaya pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsurunsur yang terdapat di dalam kalus steroid dan terpenoid (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Kultur jaringan tanaman memiliki beberapa keuntungan antara lain, menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif cepat, hemat waktu dan hemat lahan, membentuk tanaman terbebas dari penyakit dan virus, tidak bergantung musim atau iklim, memudahkan dalam pengangkutan ekspor dan impor bibit lebih mudah, mengatasi kegagalan konvensional seperti inkompatibilitas, dan untuk koleksi plasmanutfah (Prakoeswa et al., 2009). Melalui teknik kultur jaringan dapat dihasilkan produk metabolit sekunder yang merupakan bahan obat yang berguna dalam waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu, hasil metabolit sekunder yang didapat lebih banyak dengan kualitas yang baik dan kadar metabolitnya dapat diperkirakan sesuai dengan komposisi media dan tidak tergantung pada kondisi lingkungan (Wetter dan Constabel, 1991). 2.2.3. Media kultur jaringan tanaman Komposisi media sangat menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan. Komposisi media kultur jaringan bervariasi menurut komoditi yang akan dikembangkan. Pada dasarnya, media dapat dimodifikasi Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 19 kandungan hara atau hormon dan sangat tergantung pada komoditas dan sasaran produk yang akan dihasilkan. Selain itu, terdapat suatu teknik elisitasi yaitu penambahan komponen media sesuai sasaran, elisitor yang digunakan bisa elisitor organik seperti karbohidrat, protein, dan dapat pula elisitor anorganik, seperti penambahan unsur makro maupun unsur mikro. Pada umumnya, bahan media terdiri atas bahan padat untuk pembuatan terbatas penimbangan bahan sangat kecil jumlahnya, sangat sulit dilakukan, untuk praktisnya perlu dibuat larutan stok. Dengan demikian, setiap pembuatan media hanya mengambil volume tertentu dari larutan stok (Prakoeswa et al., 2009). Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991). Medium dikembangkan oleh Murashige dan Skoog (MS) untuk kultur jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivasi kalus pada agar demikian juga kultur suspensi sel dalam medium cair. Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi. Medium B5 yang dikembangkan di Prairie Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 20 Regional Laboratory untuk menumbuhkan jaringan kedelai juga berhasil digunakan dalam menumbuhkan sel dari bermacam-macam varietas jaringan tumbuhan. Umumnya kadar hara anorganiknya lebih rendah daripada dalam medium MS, suatu kondisi yang seringkali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Baik medium MS maupun medium B5 tampaknya mengandung jumlah hara anorganik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur. Banyak sel tidak memerlukan tambahan senyawa organik seperti asam amino, kasein hidrolisat, ekstrak ragi atau air kelapa (Wetter dan Constabel, 1991). 2.2.4. Auksin Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, meningkatkan) pertama kali digunakan oleh Fritz Went, seorang mahasiswa pasca sarjana di negeri Belanda pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil zat ke arah cahaya. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung koleoptil (Salisbury & Ross, 1995). Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan struktur kimia yang dicirikan oleh adanya Indole ring. Aktivitas auksin sangat ditentukan oleh adanya struktur cincin yang tidak jenuh, rantai keasaman (acid chain), pemisahan carboxyl group (-COOH) dari struktur cincin, dan adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai keasaman (Abidin, 1983). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 21 Auksin sangat berpengaruh terhadap ekspresi gen di berbagai jaringan dan menyebabkan perubahan fisiologi juga morfologi pada tanaman (Kimball, 2001). Auksin juga menyebabkan perpanjangan batang, internode, tropism, apikal dominan, absisi, dan perakaran. Dalam kultur jaringan auksin digunakan untuk pembelahan sel dan differensiasi akar. IBA dan NAA secara luas digunakan untuk perakaran dan interaksi antara sitokinin untuk proliferasi tunas (Abbas, 2011). IBA dan IAA memiliki sifat kimia lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian IBA dan IAA dapat lebih berhasil karena sifat kimianya yang stabil dan pengaruhnya yang lebih lama (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Hormon IBA adalah salah satu hormon yang termasuk dalam kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti mempercepat perkecambahan, dan merangsang perkembangan buah (Kusumo, 1984). 2.2.4. Subkultur jaringan tanaman Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi. Ada dua macam cara untuk melaksanakan subkultur, yaitu dengan membagi biomassa menjadi dua bagian dan kemudian setiap bagian ditambah dengan volume media yang sama. Dapat juga dilakukan dengan cara yang lain, yaitu biomassa tetap, tetapi media ditambah menjadi dua kali lipat dari Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 22 volume media semula. Subkultur dianggap sudah selesai apabila kalus sudah tidak tampak perkembangannya lagi. Jika sudah tidak tampak tidak ada perkembangan, maka kalus dapat segera dipindahkan ke dalam media padat untuk menumbuhkan tunas dan akarnya sehingga membentuk planlet, ataupun diisolasi protoplasnya (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 2.3. Tinjauan tentang Saponin Saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman (Nio, 1989). Glikosida merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin (Prihatman, 2001). Saponin terdapat pada seluruh tanaman dengan konsentrasi yang tinggi pada bagian-bagian organ tertentu, dan dipengaruhi varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Saponin menurut sifat kimianya dibedakan menjadi steroid dan triterpenoids (Nio, 1989). Triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tanaman obat yang telah digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit. Beberapa senyawa ini mempunyai efek anti bakteri atau anti virus (Robinson, 1995). Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia et al., 2004). Saponin mempunyai beberapa sifat, antara lain mempunyai rasa pahit, membentuk busa dalam larutan air, membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid (Nio, 1989). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 23 Menurut Hidayat (2005), saponin merupakan sejenis glikosida yang terdiri dari sapogenin dan sejenis gula, sehingga bersifat manis. Saponin berperan memecah darah merah sehingga merangsang penambahan jumlah darah, dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh. Selain itu, saponin juga merangsang kelenjar hipofisis di bawah otak besar untuk memerintahkan korteks agar mengeluarkan hormon kortisol dan aldosteron. Hormon tersebut berperan mengatur keseimbangan kadar gula dan garam dalam darah agar senantiasa cukup. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan penelitian A. Bahan tanaman Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar adventif ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dari hasil induksi akar menggunakan eksplan daun dengan zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm. B. Bahan kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan penyusun media Murashige dan Skoog (1962) yang meliputi stok makronutrien (NH4NO3, KNO3, CaCl2.7H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4), stok mikronutrien, stok vitamin, stok zat besi, myo-inositol, dan sukrosa. Stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000 ppm, larutan KOH, clorox 10 %, alkohol 70 %, saponin (Calbiochem), etanol 96 % (p.a), anisaldehid (Merck), asam asetat glacial (Merck), asam sulfat pekat, dan 2-propanol (Merck). 24 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 25 3.2.2. Alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autoclave, Laminar Air Flow (LAF), oven, timbangan analitik, magnetic stirer, dan waterbath, botol kultur, pinset, scalpel, alat-alat dari gelas (erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, gelas beker labu ukur, corong), bunsen, spatula, sprayer, kompor listrik, mortar, mikropipet, plat Kromatografi Lapis Tipis silica gel GF254 (Merck), spektrofotometer UV-Vis, oven, transluminator white light (UV) dan kamera 3.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan periode subkultur (tanpa subkultur, subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan subkultur 4 minggu) dengan menggunakan 10 replikasi pada masingmasing perlakuan. Pengulangan yang dilakukan merupakan pengulangan cawan petri dengan masing-masing cawan petri berisi 6 eksplan. Untuk semua perlakuan didapatkan pengulangan sebanyak 4 x 10 yaitu 40 pengulangan. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 26 3.4. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Variabel bebas terdiri dari periode subkultur (0, 2, 3, dan 4 minggu). 2. Variabel terikat terdiri dari berat segar akar, berat kering akar, dan kadar saponin akar. 3. Variabel terkendali terdiri dari media MS, pH media, dan suhu. 3.5. Cara Kerja 3.5.1. Induksi akar dari eksplan daun Eksplan daun tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dilakukan sterilisasi bertingkat dengan menggunakan larutan detergen selama 3 menit dan larutan klorox 10 % selama 4 menit kemudian dibilas dengan menggunakan akuades sebanyak tiga kali. Daun yang telah disterilisasi kemudian dipotong 1-2 cm dan ditanam dalam media MS padat yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm di dalam botol kultur selama 11 hari. 3.5.2. Sterilisasi ruang kerja Laminar Air Flow (LAF) sebelum digunakan sebaiknya disemprot dengan alkohol 70 % dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue. Kemudian lampu UV yang ada di dalam Laminar Air Flow (LAF) dinyalakan selama 15-20 menit. Sebelum menggunakan Laminar Air Flow (LAF), lampu UV dimatikan dan diganti dengan lampu neon. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 27 3.5.3. Sterilisasi alat Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 20 menit. Alat-alat yang disterilkan dengan menggunakan autoclave adalah botol kultur, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pinset, dan scalpel. Sebelum disterilisasi, alat-alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Untuk alat-alat pinset, scalpel, cawan petri setelah dicuci kemudian dikeringkan dan dibungkus dengan menggunakan kertas payung. 3.5.4. Pembuatan larutan stok mikronutrien (100 x konsentrasi) Untuk pembuatan larutan stok mikronutrien dengan volume 100 mL (100 kali konsentrasi), maka tiap bahan kimia penyusun larutan mikronutrien ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Daftar bahan kimia penyusun larutan mikronutrien dapat dilihat pada lampiran 1 dan dikalikan 100 x. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam erlenmeyer 200 mL yang berisi akuades sebanyak ±80 mL. Setiap kali memasukkan bahan kimia harus segera dilarutkan dengan menggunakan magnetic stirer. Larutan yang sudah jadi ditambah akuades hingga volumenya menjadi 100 mL, kemudian dimasukkan ke dalam botol, tutup dengan aluminium foil dan diberi label: MIKRO MS 100X, 1mL/L dan disimpan dalam lemari es. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 28 3.5.5. Pembuatan larutan stok zat besi (40 x konsentrasi) Untuk pembuatan larutan stok zat besi dengan volume 200 mL (40 kali konsentrasi), maka menimbang 1.492 mg/L Na2EDTA dan 1.112 mg/L Fe2SO4. 7H2O ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam dua erlenmeyer berbeda berisi 75 mL akuades. Larutan Fe2SO4. 7H2O dipanaskan sampai hampir mendidih, kemudian ditambahkan larutan Na2EDTA sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga larutan tercampur dan berwarna kuning. Larutan yang sudah jadi dibiarkan dingin pada suhu kamar, kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya menjadi 200 mL. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol, menutup dengan menggunakan aluminium foil dan diberi label: ZAT BESI MS 40X, 5 mL/L dan disimpan dalam lemari es. 3.5.6. Pembuatan larutan stok vitamin (50 x konsentrasi) Untuk pembuatan larutan stok vitamin dengan volume 200 mL (50 kali konsentrasi), maka tiap bahan kimia penyusun larutan vitamin ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Daftar bahan kimia penyusun larutan stok vitamin dapat dilihat pada lampiran 1 dan dikalikan 50 x. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam erlenmeyer 500 mL yang berisi akuades sebanyak 150 mL. Larutan yang sudah jadi ditambah akuades hingga volumenya menjadi 200 mL, kemudian dimasukkan ke dalam botol, menutup dengan aluminium foil dan diberi label: VITAMIN MS 50X, 4 mL/L dan disimpan dalam lemari es. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 29 3.5.7. Pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000 ppm (100 mg/100 mL) Untuk pembuatan larutan stok zat pengatur tumbuh auksin IBA 1000 ppm yaitu dengan menimbang sebanyak 0,1 g, kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Meneteskan larutan KOH 1N dan memanaskan sampai larut (jernih) sambil diaduk. Untuk mempercepat proses kelarutan maka ditambahkan akuades sebanyak 50 mL. Bila sudah larut kemudian ditambah dengan akuades sampai volumenya menjadi 100 mL. Memasukkan dalam botol dan menutup dengan aluminium foil dan disimpan dalam lemari es. Untuk membuat media MS dengan zat pengatur tumbuh IBA 2 ppm maka mengambil 2 mL/L 3.5.8. Pembuatan media kultur jaringan tanaman Media yang digunakan pada penelitian ini adalah Murashige dan Skoog (MS) semi-solid sebagai media pertumbuhan akar dan media subkultur. Untuk pembuatan media MS dengan volume 1000 mL maka tiap bahan kimia penyusun makronutrien ditimbang terlebih dahulu sesuai resep. Daftar bahan kimia penyusun media MS dapat dilihat pada lampiran 1. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam erlenmeyer 1000 mL yang berisi akuades sebanyak 500 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL mikronutrien, 5 mL larutan stok zat besi, 4 mL larutan stok vitamin, 100 mg myo-inositol, dan 30 g sukrosa. Selanjutnya ditambahkan zat pengatur tumbuh auksin ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, pH larutan diukur sebesar 5,6-5,8 apabila terlalu asam ditambah KOH beberapa tetes dan apabila Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 30 terlalu basa ditambah beberapa tetes HCl. Setelah pH sesuai, ditambahkan akuades sampai volume 1000 mL dan 4 g agar-agar ke dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan (sambil diaduk) sampai agar-agar larut. Dalam keadaan masih cair, media dibagi ke dalam beberapa botol kultur. Ditutup rapat dengan aluminium foil. Media disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210C, tekanan 1,2 atm selama 15 menit. Setelah tekanan pada autoclave menunjukkan angka 0, media segera dikeluarkan dari autoclave (tidak boleh menunggu sampai dingin di dalam autoclave) dan disimpan di dalam ruang inkubator. 3.5.9. Subkultur Akar adventif yang berumur 11 hari dengan panjang akar ± 2 cm disubkultur dengan cara mengambil daun beserta akar hasil induksi dan disubkultur pada cawan petri yang berisi media MS semi-solid (agar 0,4 %). Kemudian diinkubasi dan dilakukan subkultur dengan periode 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu dalam kondisi gelap selama 10 minggu. 3.6.0. Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Uji kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menimbang 0,1 gram berat kering akar kemudian menggerus menggunakan mortar dan diberi 10 ml etanol 96 % selanjutnya dipanaskan selama 45 menit di dalam waterbath dengan suhu 800C, kemudian menotolkan sampel sebanyak 5 μL dengan menggunakan mikropipet pada plat KLT kemudian dilakukan elusi dengan menggunakan bejana yang berisi larutan 2-propanol:air dengan perbandingan (14:3) (Yachya, 2012). Untuk membandingkan keberadaan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 31 kandungan saponin di dalam sampel maka dibuat larutan standart dengan cara mengambil 0,1 gr saponin standart dan dilarutkan ke dalam 1 mL etanol 96 % kemudian dilakukan elusi dengan menggunakan plat KLT. 3.6.1. Ekstraksi saponin Eksplan yang telah dipanen ditimbang berat basah, kemudian memasukkan ke dalam oven untuk menghilangkan kadar air akar pada suhu 500C selama 7 hari kemudian menimbang berat kering akar adventif. Untuk mengekstraksi saponin akar adventif yang telah didapatkan ditimbang 0,1 gram kemudian digerus dengan menggunakan mortar hingga menjadi serbuk dan diberi 10 mL etanol 96 % selanjutnya dipanaskan selama 45 menit di dalam waterbath dengan suhu 800C, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 365 nm (Stahl, 1985). Untuk mengetahui kandungan saponin yang didapatkan, maka terlebih dahulu dibuat kurva standar saponin dengan konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 ppm dengan panjang gelombang 365 nm. Kurva standar yang diperoleh (Lampiran 5) menunjukkan hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi saponin, sehingga dapat diketahui kandungan saponin sampel dari nilai absorbansinya. Untuk mengetahui nilai saponin dalam mg/g (Suskendriyati et al., 2004) maka digunakan rumus: S = Saponin di dalam sampel x fp Berat sampel fp = faktor pengenceran Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 32 3.7. Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa berat kering dan kadar saponin. Berat kering dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji parametrik menggunakan one way ANOVA dengan taraf signifikasi 5%. Cara pengambilan keputusan dari uji ANOVA satu arah adalah: Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc Test dengan Uji LSD dengan taraf signifikasi 5 % untuk mengetahui perbedaan nyata antar variabel. Analisis kadar saponin dilakukan secara deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 365 nm. Analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan menotolkan ekstrak etanol akar adventif yang sudah dipekatkan ke Plat silica gel GF254. Noda saponin yang terbentuk diukur dan dihitung luasnya/0,1 g berat kering sampel. Data luas noda saponin merupakan gambaran kadar saponin pada sampel. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Akar adventif berasal dari eksplan daun yang diinduksi dengan menggunakan media MS padat yang ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh IBA 2 ppm. Setelah akar adventif mempunyai panjang ± 2 cm yaitu selama 11 hari kemudian eksplan daun dan juga akar dilakukan subkultur selama 10 minggu di dalam media MS semisolid. Penelitian ini terdapat 3 perlakuan yaitu periode subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan subkultur 4 minggu dan kontrol yaitu tanpa dilakukan subkultur. Akar adventif hasil induksi menggunakan zat pengatur tumbuh mempunyai tipe perakaran serabut yang muncul dari pangkal tulang daun. Akar yang muncul berasal dari kalus, namun kalus yang terbentuk sangat kecil. Pada kontrol tidak dilakukan subkultur sehingga eksplan daun masih berwarna hijau karena tidak banyak kontak pada saat pengambilan pada waktu proses subkultur, sedangkan pada perlakuan kebanyakan eksplan daun berwarna coklat. Eksplan daun yang masih berwarna hijau masih mampu menghasilkan akar yang baru, sedangkan pada eksplan daun yang telah berwarna coklat tidak menghasilkan akar yang baru, namun menginduksi untuk pertumbuhan cabang akar. Pada umur 11 hari akar adventif yang terbentuk berwarna putih namun pada minggu ke-10 akar berwarna coklat (Gambar 4.1). 33 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 34 A B a C k F E D d c Gambar 4.1 (A) Induksi akar adventif pada daun ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dalam medium MS padat menggunakan ZPT IBA 2 mg/L. (B) kondisi awal perlakuan subkultur pada media MS semisolid menggunakan ZPT IBA 2 mg/L, (C-F) Akar adventif umur 10 minggu pada medium MS semisolid, (C). kontrol, (D) periode subkultur 2 minggu, (E) periode subkultur 3 minggu, (F) periode subkultur 4 minggu. a=akar adventif, c=cabang akar, d=daun, k=kalus. d=10 cm. Pada minggu ke-10 akar adventif dipanen kemudian berat kering akar diukur dengan penimbangan akar yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 500C selama 7 hari sehingga didapatkan berat kering akar. Pada periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat segar akar 0,4298 gram, sedangkan pada perlakuan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu berturut-turut yaitu 0,3074 dan 0,4578 gram. Rerata berat segar pada kontrol relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan berat segar hasil dari perlakuan periode subkultur yaitu 0,4706 gram. Rerata berat kering akar pada perlakuan periode subkultur 2 minggu relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur) Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 35 yaitu 0,0318 gram pada perlakuan dan 0,0319 gram pada kontrol. Hal ini terjadi juga pada periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram. Sedangkan pada periode subkultur 4 minggu rerata berat kering yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kontrol relatif lebih tinggi yaitu 0,0332 gram (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=10). Tanpa subkultur Rerata berat segar akar (gram) 0,4706 ± 0,112 Rerata berat kering akar (gram) 0,0319 ± 0,007a 2 minggu 0,4298 ± 0,052 0,0318 ± 0,003a 3 minggu 0,3074 ± 0,049 0,0251 ± 0,004b 4 minggu 0,4578 ± 0,137 0,0332 ± 0,008a Periode subkultur Keterangan : Huruf a,b,c yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan Uji LSD (taraf signifikansi 5 %). Data berat kering akar kemudian dianalisis statistik menggunakan SPSS 17 menggunakan one way annova untuk mengetahui adanya pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Dari analisis statistik diketahui bahwa perlakuan periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung > F tabel yaitu 3.686 > 2,92 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini didukung dengan taraf signifikansi annova α < 0,05 (Lampiran 3). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 36 Data berat kering akar setelah dianalisis statistik menggunakan SPSS 17 diketahui bahwa data berdistribusi normal 0,639 (α > 0,05) namun setelah diuji test of homogenity of variances diketahui bahwa data tidak homogen 0,024 (α < 0,05) maka data dihomogenkan dengan cara transformasi (Dahlan, 2011) sehingga data menjadi homogen 0,111 (α > 0,05). Untuk mengetahui periode subkultur yang berbeda nyata dilakukan uji lanjutan (posthoc) menggunakan Uji LSD (Lampiran 3). Hasil berbeda nyata diketahui dari taraf signifikansi α < 0,05 dan ditandai dengan tanda bintang (Lampiran 3). Dari lampiran 3 diketahui bahwa berat kering pada kontrol (tanpa subkultur) berbeda nyata dengan periode subkultur 3 minggu, namun tidak berbeda nyata pada subkultur 2 minggu dan 4 minggu. Pada subkultur 2 minggu berat kering berbeda nyata dengan periode subkultur 3 minggu dan tidak berbeda nyata pada kontrol dan subkultur 4 minggu . Untuk mengetahui periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi didapatkan dari rerata berat kering pada masing-masing perlakuan. Rerata berat kering paling tinggi didapatkan dari periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram dan rerata berat kering paling kecil dihasilkan dari perlakuan periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram, sedangkan pada periode subkultur 2 minggu rerata berat kering akar adventif yang didapatkan tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kontrol yaitu 0,0318 gram (Gambar 4.2). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 37 Gambar 4.2. Rerata berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada perlakuan periode subkultur yang berbeda. 4.1.2. Pengaruh periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Untuk mengetahui keberadaan kadar saponin pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dilakukan secara semi-kuantitatif dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sebanyak 0,1 gram berat kering akar di ekstraksi menggunakan 10 mL etanol 96% kemudian dipekatkan hingga 0,2 ml. Hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda (Gambar 4.3). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 38 A B C D E Gambar 4.3 Hasil ekstraksi saponin menggunakan etanol 96%. (A) larutan standart saponin 100.000 mg/L, (B) tanpa subkultur, (C) perlakuan periode subkultur 2 minggu, (D) subkultur 3 minggu, (E) subkultur 4 minggu. skala 1 cm. Dari gambar 4.3 dapat diketahui bahwa pada kontrol dan masing-masing perlakuan hasil ekstraksi menunjukkan warna yang berbeda. Pada kontrol warna yang dihasilkan adalah warna kuning terang sedangkan pada perlakuan subkultur 4 minggu menunjukkan warna kuning oranye yang relatif lebih tua bila dibandingkan dengan perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu. Pada perlakuan periode subkultur 2 minggu menghasilkan warna kuning yang relatif lebih tua bila dibandingkan dengan perlakuan subkultur 3 minggu. Warna yang dihasilkan menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder yang mampu terikat oleh etanol 96% pada proses ekstraksi. Kadar saponin diketahui dari luas noda yang berwarna hijau pada plat KLT (Gambar 4.4). Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) mempunyai kadar saponin yang berbeda-beda dari masing-masing perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan luas noda saponin pada plat KLT. Pada kontrol intensitas warna hijau pada noda tidak begitu terlihat jelas, sedangkan warna hijau pada noda yang Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 39 diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu mempunyai intensitas warna yang hampir sama (Gambar 4.4). S K A B C Gambar 4.4 Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis silica gel GF254 menggunakan eluen isopropanol:air (14:3), (S) saponin standart, (K) Tanpa subkultur, (A) Subkultur 2 minggu, (B) Subkultur 3 minggu, (C) Subkultur 4 minggu. Skala 1 cm. Dari gambar 4.1 diketahui bahwa saponin standart (Calbiochem) terdapat 2 jenis saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2 noda berwarna hijau. Sedangkan pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) baik pada kontrol maupun pada perlakuan tidak hanya terdapat senyawa metabolit sekunder saponin, tetapi juga didapatkan beberapa senyawa metabolit sekunder yang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya warna biru-keunguan pada plat KLT yang telah disemprot menggunakan penampak noda anisaldehideH2SO4 setelah dipanaskan selama 7-10 menit pada suhu 100-1100C (Gambar 4.4). Rerata luas noda saponin relatif lebih tinggi pada perlakuan periode subkultur bila dibandingkan dengan kontrol. Pada periode subkultur 2 minggu Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 40 rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 47 mm2/0,1 g berat kering, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 46 mm2/0,1 g berat kering dan pada periode subkultur 4 minggu rerata luas noda saponin adalah 28,5 mm2/0,1 g berat kering (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Rerata kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=2). Periode subkultur Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering ) Tanpa subkultur 18,75 ± 2,475 2 minggu 47 ± 2,828 3 minggu 46 ± 1,414b 4 minggu 28,5 ± 12,021 Periode subkultur 2 minggu mempunyai rerata luas noda saponin yang paling besar bila dibandingkan dengan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering. Pada perlakuan, rerata luas noda saponin yang paling kecil dihasilkan oleh periode subkultur 4 minggu yaitu 28,5 mm2/0,1 g berat kering, namun bila dibandingkan dengan kontrol, pada masingmasing perlakuan masih lebih tinggi daripada kontrol (Gambar 4.5). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 41 Gambar 4.5 Rerata luas noda saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur hasil analisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum gaertn.). Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rerata kadar saponin pada berbagai perlakuan periode subkultur (Tabel 4.2). Untuk mengetahui periode subkultur terbaik didapatkan dari rerata luas noda saponin paling tinggi pada berbagai perlakuan periode subkultur. 4.1.3. Analisis kadar saponin spektrofotometer UV-Vis. secara kuantitatif menggunakan Akar adventif yang telah didapatkan berat kering kemudian diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm, hasil absorbansi kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang berasal dari kurva standart sehingga diketahui konsentrasi saponin dalam mg/g. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 42 Tabel 4.3. Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur yang berbeda. Periode subkultur Rerata berat kering (g) Kadar saponin (ppm) Kadar saponin (mg/g) Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering) Tanpa subkultur 2 minggu 0,0319 ± 0,007 478 2390 18,75 ± 2,475 0,0318 ± 0,003 570 2850 47 ± 2,828 3 minggu 0,0251 ± 0,004 518 2590 46 ± 1,414 4 minggu 0,0332 ± 0,008 647 3235 28,5 ± 12,021 Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kadar saponin yang paling tinggi terdapat pada periode subkultur 4 minggu 3235 mg/g, sedangkan kadar saponin paling rendah terdapat pada kontrol 2390 mg/g. Kadar saponin pada periode subkultur 2 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar saponin pada periode subkultur 3 minggu yaitu 2850 mg/g, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu 2590 mg/g. Urutan kadar saponin dari yang terbesar hingga terkecil adalah 3235; 2850; 2590; 2390 mg/g. Pada kontrol didapatkan rerata berat kering 0,0319 g dengan kadar saponin 2390 mg/g. Sedangkan pada perlakuan periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0318 g dengan kadar saponin 2850 mg/g. Pada perlakuan periode subkultur 3 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0251 g dengan kadar saponin 2590 mg/g dan pada perlakuan periode subkultur 4 minggu didapatkan rerata berat kering 0,0332 g dengan kadar saponin 3235 mg/g (Tabel 4.3). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 43 4.2. Pembahasan 4.2.1. Pengaruh periode subkultur terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Pada penelitian ini menggunakan eksplan daun tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Eksplan daun yang digunakan adalah daun yang masih muda karena masih belum kehilangan sifat embrionik atau meristematiknya. Penambahan zat pengatur tumbuh auksin IBA mampu menginduksi akar adventif dari eksplan daun pada tanaman ginseng jawa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitriyah (2008) yang berhasil menginduksi akar menggunakan eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh IBA pada konsentrasi 2 ppm. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan differensiasi kalus. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam media, pertumbuhan akan terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Rostiana dan Seswita (2007) menyatakan bahwa auksin memicu terjadinya pembelahan sel, sehingga diperlukan untuk pembentukan akar. Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif (Tabel 4.1) tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Hasil penelitian Rijhwani dan Shanks (1998) membuktikan bahwa periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar rambut pada Catharanthus roseus. Yann, et al., (2012) menyebutkan bahwa Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 44 frekuensi subkultur dan jumlah inokulum berpengaruh terhadap berat kering dan kandungan artemisin pada Artemisia annua L. Berat kering tumbuhan merupakan parameter yang sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tumbuhan karena mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tumbuhan. Pengeringan dimaksudkan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan dan menghentikan aktivitas metabolisme (Sitompul dan Guritno, 1995). Dari tabel 4.1 diketahui bahwa rerata berat kering paling tinggi terdapat pada perlakuan periode subkultur 4 minggu bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur). Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi dan oksigen yang terdapat di dalam media mampu mendukung pertumbuhan optimal akar adventif tanaman ginseng jawa sampai 4 minggu, sehingga perlakuan subkultur berpengaruh dalam menyuplai nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan penelitian Yann, et al., (2012) bahwa subkultur 4 minggu secara terusmenerus mampu meningkatkan biomassa kalus pada Artemisia annua L. Keng, et al., (2008) juga menyebutkan bahwa periode subkultur 4 minggu yang dilakukan hingga lima kali periode subkultur mampu meningkatkan biomassa kalus pada Melastoma malabathricum. Sedangkan pada subkultur 2 minggu dan 3 minggu didapatkan rerata berat kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) yaitu berat kering yang didapatkan dari perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode subkultur 4 minggu. Hal ini Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 45 dikarenakan pada penelitian Rijhwani dan Shanks (1998) berat kering akar diukur mulai umur akar 0 hari hingga akar berumur 35 hari, dimana pertumbuhan akar rambut masih dalam fase eksponensial, sedangkan pada penelitian ini berat kering diukur pada umur akar 10 minggu (70 hari) sehingga pertumbuhan akar adventif sudah mencapai fase stasioner atau bahkan fase kematian. Abbas (2011) menyatakan kebutuhan hara untuk pertumbuhan optimal eksplan yang dikultur secara in vitro bervariasi di antara tiap-tiap spesies tanaman. Pertambahan ukuran maupun berat kering tanaman mencerminkan bertambahnya protoplasma, yang terjadi karena bertambahnya ukuran dan jumlah sel (Khristyana et al., 2005). Menurut Lakitan (1996) berat kering tumbuhan menggambarkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tumbuhan dari senyawa-senyawa anorganik terutama air dan CO2. Pertambahan berat kering tumbuhan berasal dari unsur hara yang telah terserap oleh akar. Unsur hara ini digunakan dalam proses sintesis senyawa organik. Biomassa yang dihasilkan pada kultur jaringan sangat tergantung pada kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, memperbanyak diri yang dilanjutkan dengan perbesaran sel. Kecepatan sel membelah diri dapat dipengaruhi oleh adanya auksin tertentu dalam konsentrasi tertentu tergantung pada tanamannya, juga faktor-faktor dari luar lainnya seperti intensitas cahaya, dan temperatur (Trimulyono et al., 2003). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 46 4.2.2. Pengaruh periode subkultur terhadap kadar (luas noda) saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Saponin merupakan glikosida dari steroid atau triterpenoid, saponin dapat dideteksi sebagai spot (noda) berwarna hijau atau coklat ketika disemprot dengan menggunakan reagen anisaldehyde-asam sulfat (Itakura et al., 2001). Stahl, 1985 juga menjelaskan saponin ditandai dengan munculnya noda hijau setelah pelat KLT disemprot dengan reagen anisaldehid-asam sulfat dan diikuti dengan pemanasan 100-110 0C selama 7-10 menit. Kromatografi lapis tipis mempunyai keuntungan memerlukan waktu yang singkat (15 - 60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (0,1 g), dan hasil palsu yang disebabkan oleh metabolit sekunder lain tidak mungkin terjadi (Stahl, 1985). Kadar saponin dalam ekstrak etanol ginseng jawa dideteksi dengan membandingkan nilai Rf (retardation factor) noda yang terbentuk pada ekstrak etanol akar adventif ginseng jawa dengan larutan saponin standar (Calbiochem) dan warna noda setelah mendapat perlakuan pereaksi penampak noda anisaldehid-asam sulfat. Nilai Rf diperoleh dari perbandingan antara jarak titik pusat noda dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal (Stahl, 1985). Menurut Yachya (2012) kedua zat dikatakan sama bila perbandingan fingerprint sampel dengan sebuah standar obat, jumlah, sekuen, posisi dan warna dari zona identik atau sama. Pada penelitian ini periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin (Tabel 4.2) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Dari tabel 4.2 diketahui bahwa rerata luas noda saponin paling tinggi dihasilkan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 47 dari perlakuan periode subkultur 2 minggu dan terus menurun pada periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa tidak tergantung laju pertumbuhan akar adventif. Biomassa paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 4 minggu dan kadar saponin paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 2 minggu. Hal ini dikarenakan pada perlakuan periode subkultur 4 minggu akar adventif mampu tumbuh hingga mencapai fase eksponensial dimana terjadi pertumbuhan yang maksimal, sedangkan pada akar adventif yang diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu laju pertumbuhan akar masih mencapai fase lag dimana masih terjadi fase adaptasi terhadap nutrisi dalam media yang baru sehingga tanaman dalam kondisi stres. Kondisi stres pada tanaman menyebabkan tanaman mengeluarkan metabolit sekunder berupa saponin, sehingga kadar saponin paling tinggi didapatkan pada perlakuan periode subkultur 2 minggu. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) bahwa siklus subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut tanaman Catharanthus roseus. Rijhwani dan Shanks (1998) menyatakan bahwa kandungan alkaloid lochnerine paling tinggi didapatkan dari siklus subkultur 2 minggu. Rahmawati (1999), menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur jaringan terjadi tiga fase yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase pembelahan sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai maksimum), fase Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 48 stasioner (fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan). Pada fase stasioner pertumbuhan sel terhenti dan selama inilah terjadi produksi metabolit sekunder. Pada fase pertumbuhan (eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat lambat bahkan seringkali belum dimulai. Menurut Bhojwani dan Razdan (1996), produksi metabolit sekunder umumnya terjadi pada akhir stasioner ketika persediaan nutrisi pada media menipis. Wattimena et al., (1992) menambahkan bahwa pigmen antosianin maksimum diproduksi pada saat fase stasioner. 4.2.3. Analisis kadar saponin spektrofotometer UV-Vis. secara kuantitatif menggunakan Kadar saponin selain dianalisis secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis juga dilakukan secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kadar saponin paling tinggi terdapat pada periode subkultur 4 minggu. Hasil analisa kadar saponin secara kuantitatif berbeda dengan hasil analisa secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis. Hal ini dikarenakan hasil analisa secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm tidak spesifik mendeteksi senyawa saponin melainkan senyawa metabolit sekunder lain mampu terdeteksi pada λ = 365 nm diantaranya senyawa alkaloid (Stahl, 1985), sedangkan hasil analisa kadar saponin secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan noda yang spesifik senyawa saponin. Hal ini dikarenakan penggunaan reagen anisaldehyde-asam sulfat yang spesifik untuk mendeteksi Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 49 senyawa saponin ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau atau coklat (Itakura, 2001). Hasil analisa kadar saponin secara spektrofotometri lebih mewakili terhadap kandungan produk metabolit sekunder secara keseluruhan dibandingkan dengan kadar saponin, karena disebabkan ikut teranalisisnya senyawa nonsaponin yang mempunyai pigmen kuning. Berdasarkan hasil analisis secara spektrofotometri dan KLT, diduga pigmen kuning dihasilkan lebih awal atau di fase pertumbuhan dibandingkan saponin, baik pada tanaman maupun pada akar rambut ginseng jawa (Yachya, 2012). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur (2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu) terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat disimpulkan bahwa: 1. Periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 2. Periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. 3. Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 4. Periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode subkultur 2 minggu yaitu 47 mm2 / 0,1 berat kering. 5.2. Saran Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) disarankan untuk menggunakan periode subkultur 2 minggu untuk meningkatkan kadar saponin yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum 50 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 51 paniculatum Gaertn.). Selain itu untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan elisitor untuk meningkatkan kadar saponin dan menggunakan TLC scanner dalam menganalisis kadar saponin secara kuantitatif. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Daftar Pustaka Abbas, B., 2011, Prinsip-prinsip teknik kultur jaringan, Penerbit Alfabeta, Bandung Abidin, Z., 1983, Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh, Penerbit Angkasa, Bandung Aina, N., 2008, Induksi akar dari eksplan hipokotil dan epikotil tanaman ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin dan BAP, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Arnelia, 2004, Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker Puslitbang Gizi Bogor Aslam, J., A. Mujib., S.A. Nasim, dan M.P. Sharma, 2009, Screening of vincristine yield in ex vitro and in vitro somatic embryo derived plantlets of Catharanthus roseus L. (G) Don. Scientia Horticulturae 119: 325-329 Bhad, M. A., S. Ahmad, A. Junaid, A Mujib, dan M. Dufan, 2008, Salinity stress enchanced production of solasodine in Solanum ningrum L. Chem. Pharm. Bull. 56 (1) : 17-21 Bhojwani, S.S. dan M.K. Razdan., 1996, Plant Tissue Culture: Theory and Practice, a Revised Edition, Elsevier Cahyo, A.N., 2011, Yang Serba Menakjubkan dari Ginseng, Buku biru, Yogyakarta Dahlan, M.S., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Fitriyah, R., 2008, Induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in vitro, skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Fowler, M.W. (1983). Commercial application and economics aspects of plant mass cell culture, Dalam Mathius, N.T., Reflini., H. Nurhaimi., J. Santoso., dan A.P. Roswiem., 2004, Kultur akar rambut Cinchona ledgeriana dan C. succirubra dalam kultur in vitro, Menara Perkebunan, 72(2), 72-87 Harmanto, N., 2007, Herbal Untuk Keluarga: Jus Herbal Segar & Menyehatkan, PT Elex Media Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta 52 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 53 Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani., 1994, Teknik kultur jaringan, pengenalan dan petunjuk perbanyakan tanaman secara vegetatif modern, Kanisus, Yogyakarta Hidayat, S., 2005, Ginseng multivitamin alami berkhasiat, Penebar Swadaya, Bogor Itakura Y., M. Ichikawa., Y. Mori., R. Okino., M. Udayama dan T. Morita, 2001, How to Distinguish Garlic from the Other Allium Vegetables, Journal Nutrition 131: 963S-967S Kadarwati, 2006, Pengaruh akar ginseng (wild ginseng) dalam ransum mencit (Mus musculus) terhadap jumlah anak dan pertumbuhan anak dari lahir sampai dengan sapih, skripsi, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Keng, C.L., K.S. See., L.P. Hoon., dan B.P. Lim., 2008, Effect of Plant Growth Regulators and Subculture Frequency on Callus Culture and the Establishment of Melastoma malabathricum Cell Suspension Cultures for the Production of Pigments, Journal Biotechnology 7 (4): 678-685 Khristyana, L., E. Anggarwulan., Marsusi., 2005, Pertumbuhan, Kadar Saponin dan Nitrogen Jaringan Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.) pada Pemberian Asam Giberelat (GA3), Jurnal Biofarmasi 3 (1): 1693-2242. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Komatsu, M., 1982, Studies on the Constituens of Talinum paniculatum Gaertener, Yakugaku. Zasshi. Vol.102 (5) Kimball, J.W., 1983, Biologi, Penerbit Erlangga, Jakarta Kurz, W.G.W., dan. F. Constabel., 1991, Produksi dan isolasi metabolit sekunder, Dalam Wetter, L.R dan F. Constabel (ed), Metode Kultur Jaringan Tanaman, Penerjemah: Widianto dan B. Mathilda, Penerbit ITB, Bandung Kusumo, S., 1984, Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta Lakitan, B., 1996, Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Raja Grafindo Persada, Jakarta Murashige, T., dan F. Skoog, 1962, A revised medium for rapid growth and biomassays with tobacco tissue culture, dalam Wetter, L.R. dan Constabel, F, Metode kultur jaringan tanaman, Institut Pertanian Bogor, Bogor Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 54 Nio, O.K., 1989, Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan Nabati, Cermin Dunia Kedokteran 58: 24-30 Nugroho, Y.A., L. Widowati, Pudjiastuti, dan B. Nuratmi, 2005, Toksisitas Akut dan Khasiat Ekstrak Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn) sebagai stimulan, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 3 (1): 17-20 Pitojo, S., 2006, Talesom, Sayuran Berkhasiat Obat. Penerbit Kanisus, Yogyakarta Prakoeswa, S.A., Ribkahwati., dan D.R. Suryaningsih., 2009, Teknik Kultur Jaringan Tanaman; Implementasi Beserta Aplikasi, dan Hasil Penelitian, CV. Dian Prima Lestari, Sidoarjo Prihatman, K., 2001, Saponin Untuk Pembasmi Hama, TTG BUDIDAYA PERIKANAN, Jakarta Rahmawati, E.S., 1999, Variasi Kadar Kalium Dihidrogenafosfat dalam Medium MS Terhadap Sintesis Minyak Atsiri pada Tunas Hasil Kultur in vitro Daun Nilam Aceh (Pogostemon cablin), Skripsi, Fakultas Biologi UGM Yogyakarta Rijhwani, S.K., and J.V. Shanks, 1998, Effect of subculture cycle on growth and indol alkaloid production by Catharanthus roseus hairy root cultures. Journal Enzyme and Microbial Technology 22: 606-611, 1998 Robinson, T, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, Bandung Roedyarto, 1997, Budidaya Pisang Ambon. Trubus angrisarana, Surabaya Rostiana, O, dan D. Seswita., 2007, Pengaruh indole butyric acid dan naphtalane acetic acid terhadap induksi perakaran tunas Piretrum [Chrysanthemum cinerariifolium (Trevir.) Vis.] Klon Prau 6 secara in vitro. Buletin Littro. vol. XVII No. 1: 39-48. Rubatzky, V.E., 1998, Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Edisi kedua, ITB press, Bandung Salisbury, F., Dan Ros C.W., 1995, Fisiologi tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung Sa’roni, N.Y., dan Adjirni, 1999, Pengaruh infus akar som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa pada mencit, Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5 (4): 13- 14 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 55 Simpson, Michael. G., 2006, Plant Systematics. Elsivier Academic Press, USA. Sitompul, S.M., dan B. Guritno., 1995, Analisis Pertumbuhan Tanaman, UGM Press, Yogyakarta Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB Bandung Sukardiman, 1996, Perbandingan Profil Kandungan Kimia Akar Talinum paniculatum Gaertn dan Talinum triangulare Wild dengan metode KLT densitometri, Prosiding Seminar Nasional Pokjanas Tanaman Obat Indonesia XI, Surabaya, Hal 52 Suskendriyati, H., Solichatun, dan A.D. Setyawan, 2004, Growth and saponin production Talinum paniculatum gaertn callus cultures with a variety of carbon sources, Biosmart. 6: 19-23 Syahid, S.F., N.N. Kristina., dan D. Seswita, 2010, Pengaruh Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Kalus dan Kadar Tannin dari Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Secara in vitro, Jurnal Littri 16 (1): 1-5 Trimulyono, G., Solichatun, dan S.D. Marliana, 2003, Pertumbuhan Kalus dan Kandungan Minyak atsiri Nilam (Pogostemon cablin (Blanco) Bth.) dengan Perlakuan Asam α-Naftalen Asetat (NAA) dan Kinetin. Jurnal Biofarmasi 2 (1): 9-14 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. van Steenis, C.G.G.J., 2002, Flora, Pradnya paramita, Jakarta Wattimena, G. A., 1992, Bioteknologi Tanaman, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IPB Bogor Wetter, L.R. dan Constabel F., 1991, Metode kultur jaringan tanaman, Bandung, ITB Widiyani, T, 2006, Efek Antifertilitas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada Mencit (Mus musculus L.) Jantan, Buletin. Penelitian Kesehatan 34 (3): 119-128 Widowati, L., Pudjiastuti, dan B. Nuratmi, 1999, Efek stimulan susunan syaraf pusat infus akar som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada mencit putih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 5 (4): 20-22 Wijayakusuma, H.M., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid 3, Pustaka Kartini, Jakarta Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga 56 Yachya, A., 2012, Pengaruh Laju Aerasi dan Kerapatan Inokulum Terhadap Biomassa dan Kandungan Saponin Kultur Akar Rambut Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dalam Bioreaktor Tipe Balon, Thesis, Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Yann, L.K., N.B. Jelodar., dan C.L. Keng, 2012, Investigation on The Effect of Subculture Frequency and Inoculum Size on The Artimisin Content in a Cell Suspension Culture of Artemisia annua L., Australian Journal of Crop Science, ISSN : 1835-2707 Yusnita, 2004, Kultur jaringan, Cara memperbanyak tanaman secara efisien, Agromedia pusat, Jakarta Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga RINGKASAN PENGARUH PERIODE SUBKULTUR TERHADAP KADAR SAPONIN AKAR ADVENTIF TANAMAN GINSENG JAWA (Talinum paniculatum Gaertn.) Lina Ironika, Y. Sri Wulan Manuhara, Dwi Kusuma Wahyuni Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Akar diinduksi dari daun di dalam media Murashige dan Skoog (MS) padat ditambah zat pengatur tumbuh IBA 2 mg/L. Akar adventif yang berumur 11 hari (± 2 cm) disubkultur dengan periode subkultur 2, 3, dan 4 minggu dalam media Murashige dan Skoog (MS) semisolid. Kultur dipelihara selama 10 minggu (70 hari) dan masing-masing perlakuan diulang 10x. Pengambilan data berupa berat segar, berat kering, dan kadar saponin dilakukan pada akhir periode subkultur. Analisis data berat kering menggunakan ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan Uji LSD (taraf signifikasi 5%). Kadar saponin dianalisis deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram, luas noda paling tinggi didapatkan pada subkultur 2 minggu yaitu 47 mm 2/0,1 g berat kering, dan kadar saponin paling tinggi yaitu 3235 mg/g didapatkan pada subkultur 4 minggu. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh periode subkultur terhadap berat kering dan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Rerata berat kering paling tinggi didapatkan pada periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. sedangkan kadar saponin paling tinggi ditunjukkan dengan rerata luas noda paling besar pada plat KLT yaitu 47 mm2/0,1 g berat kering. Kata kunci: akar adventif, saponin, subkultur, Talinum paniculatum Gaertn. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRACT The aims of this study were to determine the effect of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Roots induced from leaves in solid Murashige and Skoog medium (MS) were added growth regulators IBA 2 mg / L. Adventitious roots that were 11 days (± 2 cm) were subjected to period of subculture 2, 3, and 4 weeks in semisolid Murashige and Skoog medium (MS). Cultures maintained for 10 weeks (70 days) and each treatment was repeated 10 times. Retrieval of data in the form of fresh weight, dry weight, and saponin content at the end of subculture period. The data of dry weight were analyzed using one-way ANOVA followed by LSD Test (significance of 5%). Saponin content was descriptive analyzed using Thin Layer Chromatography (TLC) and Spektrofotometer UV-Vis. The results of this study showed that highest average of dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, the highest average of spot wide obtained at 2-weeks subculture period was 47 mm2 / 0.1 g dry weight, and the highest saponin content was 3235 mg/g obtained at 4-weeks subculture period. The conclusion of this study were there was the influence of subculture period on dry weight and saponin content in adventitious roots ginseng plant of java (Talinum paniculatum Gaertn.). Highest average dry weight obtained at 4-weeks subculture period was 0.0332 gram, while the highest saponin content indicated by the mean area of the spot on a TLC plate was 47 mm2 / 0.1 g dry weight. Keyword: adventitious roots, saponin, subculture, Talinum paniculatum Gaertn. PENDAHULUAN Di Indonesia dunia obat-obatan berkembang cukup pesat, terbukti dengan semakin banyaknya obat-obatan yang beredar di masyarakat. Tanaman ginseng sudah dikenal terutama di negara Cina dan Korea sebagai obat sejak 5.000 tahun yang lalu. Meskipun demikian, ginseng tidak hanya dapat tumbuh di Korea. Di berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Cina, Kanada, bahkan Pulau Jawa, ginseng dapat tumbuh dengan jenis dan kualitas yang berbeda. Umbi atau akar ginseng jawa mempunyai kandungan senyawa kimia yang berkhasiat bagi kesehatan manusia (Rubatzky, 1998). Senyawa kimia yang terdapat dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) di antaranya adalah golongan terpenoid dan steroid yang berpotensi sebagai bahan pengganti ginseng korea (Panax sp.) yang masih diimpor dari Cina dan Korea (Sukardiman, 1996; Hidayat, 2005). Secara tradisional ginseng jawa digunakan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga untuk diare, anti radang, aprodisiaka (obat kuat), dan penambah vitalitas (Wijayakusuma, 1994). Dari penelitian fitokimia diketahui ginseng jawa mempunyai kandungan kimia saponin, triterpen, polifenol, minyak atsiri (Komatsu, 1982). Kandungan kimia yang paling penting dan dominan dalam akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah saponin (Cahyo, 2011). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang mampu menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia, 2004). Budidaya tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat dilakukan dengan cara generatif (biji), vegetatif (stek batang) dan teknik kultur jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994). Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman dalam kondisi aseptik dalam medium buatan (Wetter dan Constabel, 1991). Di dalam medium kultur jaringan harus terdapat unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan tanaman diantaranya adalah penambahan zat pengatur tumbuh (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Aplikasi zat pengatur tumbuh mempunyai peluang yang cukup besar karena dapat memanipulasi metabolit sekunder seperti senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang dikandungnya. Salah satu penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut, di antaranya adalah auksin. Fitriyah (2008) telah berhasil menginduksi akar tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm secara in vitro. Di dalam teknik kultur jaringan tanaman, nutrisi dan suplai oksigen yang diberikan dalam jumlah yang terbatas. Hal ini menyebabkan akar lama kelamaan pertumbuhannya akan terhenti (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik subkultur dalam memenuhi nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan tersebut untuk tumbuh. Rijhwani, dan Shanks (1998) telah berhasil melakukan penelitian tentang efek dari siklus subkultur terhadap pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut Catharanthus roseus. Pada saat ini penelitian tentang pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) belum pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan informasi tentang Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga pengaruh periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya. Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian meliputi eksplan daun ginseng jawa, bahan penyusun media Murashige dan Skoog (1962), zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm, larutan KOH, clorox 10 %, alkohol 70 %, saponin (Calbiochem), etanol 96 %, anisaldehid, asam asetat glacial, asam sulfat pekat, dan 2-propanol. Alat yang digunakan meliputi autoclave, Laminar Air Flow (LAF), oven, timbangan analitik, magnetic stirer, dan waterbath, botol kultur, pinset, scalpel, alat-alat dari gelas (erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, gelas beker labu ukur, corong), bunsen, spatula, sprayer, kompor listrik, mortar, mikropipet, plat Kromatografi Lapis Tipis silica gel GF254 (Merck), oven, dan kamera. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan periode subkultur (tanpa subkultur, subkultur 2 minggu, subkultur 3 minggu, dan subkultur 4 minggu) dengan menggunakan 10 replikasi pada masing-masing perlakuan. Pengulangan yang dilakukan merupakan pengulangan cawan petri dengan masing-masing cawan petri berisi 6 eksplan. Untuk semua perlakuan didapatkan pengulangan sebanyak 4 x 10 yaitu 40 pengulangan. Prosedur kerja Eksplan daun tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dilakukan sterilisasi bertingkat dengan menggunakan larutan detergen selama 3 menit dan larutan klorox 10 % selama 4 menit kemudian dibilas dengan menggunakan akuades sebanyak tiga kali. Daun yang telah disterilisasi kemudian Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga dipotong 1-2 cm dan ditanam dalam media MS padat yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin IBA 2 ppm di dalam botol kultur selama 11 hari. Akar adventif kemudian dilakukan subkultur di dalam cawan petri (satu cawan petri berisi 6 eksplan) sesuai dengan perlakuan periode subkultur 2, 3, dan 4 minggu, sedangkan pada kontrol tidak dilakukan subkultur. Akar adventif yang telah berumur 70 hari kemudian ditimbang berat segar dan berat kering akar. Berat kering akar didapatkan dengan memasukkan ke dalam oven pada suhu 500C selama 7 hari kemudian akar ditimbang. Sebanyak 0,1 gr berat kering akar kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan 10 ml etanol 96 % dan dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 800C selama 45 menit kemudian dipekatkan sampai volume 0,2 ml (Stahl, 1985). Hasil ekstraksi kemudian dianalisis kadar saponin secara semikuantitatif dan kuantitatif. Secara semikuantitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), sedangkan kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm (Stahl, 1985). Analisis kadar saponin secara semikuantitatif dilakukan dengan menotolkan 5 µL pada plat silica gel GF254 kemudian dilakukan elusi menggunakan larutan propanol:air (14:3) (Yachya, 2012). Untuk mengetahui noda saponin digunakan pereaksi penyemprot anisaldehid-asam sulfat. Analisis kadar saponin secara kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm (Stahl, 1985). Untuk mengetahui kandungan saponin yang didapatkan, maka terlebih dahulu dibuat kurva standar saponin dengan konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 ppm dengan panjang gelombang 365 nm. Kurva standar yang diperoleh menunjukkan hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi saponin, sehingga dapat diketahui kandungan saponin sampel dari nilai absorbansinya. Untuk mengetahui nilai saponin dalam mg/g (Suskendriyati et al., 2004) maka digunakan rumus: S = Saponin di dalam sampel x fp Berat sampel fp = faktor pengenceran Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa berat kering dan kadar saponin. Berat kering dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga parametrik menggunakan one way ANOVA dengan taraf signifikasi 5%. Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc Test dengan Uji LSD dengan taraf signifikasi 5 % untuk mengetahui perbedaan nyata antar variabel. Analisis kadar saponin dilakukan secara deskriptif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 365 nm. Analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan menotolkan ekstrak etanol akar adventif yang sudah dipekatkan ke Plat silica gel GF254. Noda saponin yang terbentuk diukur dan dihitung luasnya/0,1 g berat kering sampel. Data luas noda saponin merupakan gambaran kadar saponin pada sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada periode subkultur 2 minggu didapatkan rerata berat segar akar 0,4298 gram, sedangkan pada perlakuan periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu berturut-turut yaitu 0,3074 dan 0,4578 gram. Rerata berat segar pada kontrol relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan berat segar hasil dari perlakuan periode subkultur yaitu 0,4706 gram. Rerata berat kering akar pada perlakuan periode subkultur 2 minggu relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur) yaitu 0,0318 gram pada perlakuan dan 0,0319 gram pada kontrol. Hal ini terjadi juga pada periode subkultur 3 minggu yaitu 0,0251 gram. Sedangkan pada periode subkultur 4 minggu rerata berat kering yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kontrol relatif lebih tinggi yaitu 0,0332 gram (Tabel 1). Tabel 1. Rerata berat segar dan berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) pada berbagai periode subkultur (n=10). Periode subkultur Tanpa subkultur 2 minggu 3 minggu 4 minggu Rerata berat segar akar (g) 0,4706 ± 0,112 0,4298 ± 0,052 0,3074 ± 0,049 0,4578 ± 0,137 Rerata berat kering akar (g) 0,0319 ± 0,007a 0,0318 ± 0,003a 0,0251 ± 0,004b 0,0332 ± 0,008a Keterangan : Huruf a,b,c yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan Uji LSD (taraf signifikansi 5 %). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Gambar 1. Spot (noda) saponin akar adventif pada plat kromatografi lapis tipis silica gel GF254 menggunakan eluen isopropanol:air (14:3), (S) saponin standart, (K) Tanpa subkultur, (A) Subkultur 2 minggu, (B) Subkultur 3 minggu, (C) Subkultur 4 minggu. Skala 1 cm. Dari gambar 1. diketahui bahwa pada saponin standart (Calbiochem) terdapat 2 jenis saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2 noda berwarna hijau. Sedangkan pada akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) baik pada kontrol maupun pada perlakuan tidak hanya terdapat senyawa metabolit sekunder saponin, tetapi juga didapatkan beberapa senyawa metabolit sekunder yang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya warna biru-keunguan pada plat KLT yang telah disemprot menggunakan penampak noda anisaldehide-H2SO4 setelah dipanaskan selama 7-10 menit pada suhu 100-1100C (Gambar 1). Tabel 2. Rerata berat kering dan kadar saponin pada berbagai periode subkultur yang berbeda. Skripsi Periode subkultur Rerata berat kering (g) Kadar saponin (ppm) Kadar saponin (mg/g) Rerata luas noda saponin (mm2/0,1 g berat kering) Tanpa subkultur 2 minggu 0,0319 ± 0,007 478 2390 18,75 ± 2,475 0,0318 ± 0,003 570 2850 47 ± 2,828 3 minggu 0,0251 ± 0,004 518 2590 46 ± 1,414 4 minggu 0,0332 ± 0,008 647 3235 28,5 ± 12,021 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Dari tabel 2 diketahui bahwa kadar saponin yang paling tinggi terdapat pada periode subkultur 4 minggu 3235 mg/g, sedangkan kadar saponin paling rendah terdapat pada kontrol 2390 mg/g. Kadar saponin pada periode subkultur 2 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar saponin pada periode subkultur 3 minggu yaitu 2850 mg/g, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu 2590 mg/g. Urutan kadar saponin dari yang terbesar hingga terkecil adalah 3235; 2850; 2590; 2390 mg/g. Rerata luas noda saponin relatif lebih tinggi pada perlakuan periode subkultur bila dibandingkan dengan kontrol. Pada periode subkultur 2 minggu rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 47 mm2/0,1 g berat kering, sedangkan pada periode subkultur 3 minggu rerata luas noda saponin yang dihasilkan adalah 46 mm2/0,1 g berat kering dan pada periode subkultur 4 minggu rerata luas noda saponin adalah 28,5 mm2/0,1 g berat kering (Tabel 2). Pembahasan Dari tabel 1 diketahui bahwa rerata berat kering paling tinggi terdapat pada perlakuan periode subkultur 4 minggu bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa subkultur). Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi dan oksigen yang terdapat di dalam media mampu mendukung pertumbuhan optimal akar adventif tanaman ginseng jawa sampai 4 minggu, sehingga perlakuan subkultur berpengaruh dalam menyuplai nutrisi dan oksigen untuk pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan penelitian Yann, et al., (2012) bahwa subkultur 4 minggu secara terus-menerus mampu meningkatkan biomassa kalus pada Artemisia annua L. Keng, et al., (2008) juga menyebutkan bahwa periode subkultur 4 minggu yang dilakukan hingga lima kali periode subkultur mampu meningkatkan biomassa kalus pada Melastoma malabathricum. Sedangkan pada subkultur 2 minggu dan 3 minggu didapatkan rerata berat kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) yaitu berat kering yang didapatkan dari perlakuan subkultur 2 minggu dan 3 minggu lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode subkultur 4 minggu. Hal ini dikarenakan Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga pada penelitian Rijhwani dan Shanks (1998) berat kering akar diukur mulai umur akar 0 hari hingga akar berumur 35 hari, dimana pertumbuhan akar rambut masih dalam fase eksponensial, sedangkan pada penelitian ini berat kering diukur pada umur akar 10 minggu (70 hari) sehingga pertumbuhan akar adventif sudah mencapai fase stasioner atau bahkan fase kematian. Abbas (2011) menyatakan kebutuhan hara untuk pertumbuhan optimal eksplan yang dikultur secara in vitro bervariasi di antara tiap-tiap spesies tanaman. Kadar saponin dalam ekstrak etanol ginseng jawa dideteksi dengan membandingkan nilai Rf (retardation factor) noda yang terbentuk pada ekstrak etanol akar adventif ginseng jawa dengan larutan saponin standar (Calbiochem) dan warna noda setelah mendapat perlakuan pereaksi penampak noda anisaldehidasam sulfat. Nilai Rf diperoleh dari perbandingan antara jarak titik pusat noda dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal (Stahl, 1985). Menurut Yachya (2012) kedua zat dikatakan sama bila perbandingan fingerprint sampel dengan sebuah standar obat, jumlah, sekuen, posisi dan warna dari zona identik atau sama. Pada penelitian ini periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin (Tabel 2) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Dari tabel 4.2 diketahui bahwa rerata luas noda saponin paling tinggi dihasilkan dari perlakuan periode subkultur 2 minggu dan terus menurun pada periode subkultur 3 minggu dan 4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin yang terdapat pada akar adventif tanaman ginseng jawa tidak tergantung laju pertumbuhan akar adventif. Biomassa paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 4 minggu dan kadar saponin paling tinggi didapatkan dari perlakuan periode subkultur 2 minggu. Hal ini dikarenakan pada perlakuan periode subkultur 4 minggu akar adventif mampu tumbuh hingga mencapai fase eksponensial dimana terjadi pertumbuhan yang maksimal, sedangkan pada akar adventif yang diberi perlakuan periode subkultur 2 minggu laju pertumbuhan akar masih mencapai fase lag dimana masih terjadi fase adaptasi terhadap nutrisi dalam media yang baru sehingga tanaman dalam kondisi stres. Kondisi stres pada tanaman Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga menyebabkan tanaman mengeluarkan metabolit sekunder berupa saponin, sehingga kadar saponin paling tinggi didapatkan pada perlakuan periode subkultur 2 minggu. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijhwani dan Shanks (1998) bahwa siklus subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi indol alkaloid pada akar rambut tanaman Catharanthus roseus. Rijhwani dan Shanks (1998) menyatakan bahwa kandungan alkaloid lochnerine paling tinggi didapatkan dari siklus subkultur 2 minggu. Rahmawati (1999), menyatakan bahwa sebelum inisiasi kultur jaringan terjadi tiga fase yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase pembelahan sel, kecepatan pertumbuhan sel mencapai maksimum), fase stasioner (fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan). Pada fase stasioner pertumbuhan sel terhenti dan selama inilah terjadi produksi metabolit sekunder. Pada fase pertumbuhan (eksponensial) biosintesis metabolit sekunder amat lambat bahkan seringkali belum dimulai. Dari tabel 2 diketahui bahwa kadar saponin paling tinggi terdapat pada periode subkultur 4 minggu. Hasil analisa kadar saponin secara kuantitatif berbeda dengan hasil analisa secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis. Hal ini dikarenakan hasil analisa secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm tidak spesifik mendeteksi senyawa saponin melainkan senyawa metabolit sekunder lain mampu terdeteksi pada λ = 365 nm diantaranya senyawa alkaloid (Stahl, 1985), sedangkan hasil analisa kadar saponin secara semikuantitatif menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan noda yang spesifik senyawa saponin. Hal ini dikarenakan penggunaan reagen anisaldehyde-asam sulfat yang spesifik untuk mendeteksi senyawa saponin ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau atau coklat (Itakura, 2001). Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga KESIMPULAN Dari hasil penelitian pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dapat disimpulkan bahwa: 1. Periode subkultur berpengaruh terhadap berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 2. Periode subkultur terbaik untuk mendapatkan berat kering paling tinggi akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode subkultur 4 minggu yaitu 0,0332 gram. 3. Periode subkultur berpengaruh terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). 4. Periode subkultur yang terbaik untuk meningkatkan kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah periode subkultur 2 minggu yaitu 47 mm2 / 0,1 berat kering. Daftar Pustaka Abbas, B., 2011, Prinsip-prinsip teknik kultur jaringan, Penerbit Alfabeta, Bandung Arnelia, 2004, Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker Puslitbang Gizi Bogor Cahyo, A.N., 2011, Yang Serba Menakjubkan dari Ginseng, Buku biru, Yogyakarta Fitriyah, R., 2008, Induksi akar eksplan hipokotil ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dengan zat pengatur tumbuh auksin secara in vitro, skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani., 1994, Teknik kultur jaringan, pengenalan dan petunjuk perbanyakan tanaman secara vegetatif modern, Kanisus, Yogyakarta Hidayat, S., 2005, Ginseng multivitamin alami berkhasiat, Penebar Swadaya, Bogor Itakura Y., M. Ichikawa., Y. Mori., R. Okino., M. Udayama dan T. Morita, 2001, How to Distinguish Garlic from the Other Allium Vegetables, Journal Nutrition 131: 963S-967S Keng, C.L., K.S. See., L.P. Hoon., dan B.P. Lim., 2008, Effect of Plant Growth Regulators and Subculture Frequency on Callus Culture and the Establishment of Melastoma malabathricum Cell Suspension Cultures for the Production of Pigments, Journal Biotechnology 7 (4): 678-685 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Komatsu, M., 1982, Studies on the Constituens of Talinum paniculatum Gaertener, Yakugaku. Zasshi. Vol.102 (5) Rahmawati, E.S., 1999, Variasi Kadar Kalium Dihidrogenafosfat dalam Medium MS Terhadap Sintesis Minyak Atsiri pada Tunas Hasil Kultur in vitro Daun Nilam Aceh (Pogostemon cablin), Skripsi, Fakultas Biologi UGM Yogyakarta Rijhwani, S.K., and J.V. Shanks, 1998, Effect of subculture cycle on growth and indol alkaloid production by Catharanthus roseus hairy root cultures. Journal Enzyme and Microbial Technology 22: 606-611, 1998 Rubatzky, V.E., 1998, Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi Edisi kedua, ITB press, Bandung Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB Bandung Sukardiman, 1996, Perbandingan Profil Kandungan Kimia Akar Talinum paniculatum Gaertn dan Talinum triangulare Wild dengan metode KLT densitometri, Prosiding Seminar Nasional Pokjanas Tanaman Obat Indonesia XI, Surabaya, Hal 52 Suskendriyati, H., Solichatun, dan A.D. Setyawan, 2004, Growth and saponin production Talinum paniculatum gaertn callus cultures with a variety of carbon sources, Biosmart. 6: 19-23 Wetter, L.R. dan Constabel F., 1991, Metode kultur jaringan tanaman, Bandung, ITB Wijayakusuma, H.M., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Jilid 3, Pustaka Kartini, Jakarta Yachya, A., 2012, Pengaruh Laju Aerasi dan Kerapatan Inokulum Terhadap Biomassa dan Kandungan Saponin Kultur Akar Rambut Ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dalam Bioreaktor Tipe Balon, Thesis, Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Yann, L.K., N.B. Jelodar., dan C.L. Keng, 2012, Investigation on The Effect of Subculture Frequency and Inoculum Size on The Artimisin Content in a Cell Suspension Culture of Artemisia annua L., Australian Journal of Crop Science, ISSN : 1835-2707 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Lampiran 2. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS) Bahan-bahan penyusun mg/L A. Makronutrien NH4NO3 1.650 KNO3 1.900 CaCl2. 2H2O 440 MgSO4. 7H2O 370 KH2PO4 170 B. Mikronutrien MnSO4. H2O 22,3 ZnSO4. 4H2O 8,6 H3BO3 6,2 KI 0,83 NaMoO4. 2H2O 0,25 CuSO4. 5H2O 0,025 CoCl2. 6H2O 0,025 C. Zat besi Na2EDTA 37,3 Fe2SO4. 7H2O 27,8 D. Vitamin Glycine 2 Nicotinic acid 0,5 Pyridoxin-HCl 0,5 Thiamine-HCl 0,1 E. Myo-inositol 100 F. Sukrosa 30.000 G. Agar 8.000 Sumber: George and Sherrington 1984 dalam Hendaryono dan Wijayani 1994 Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Lampiran 3. Uji Normalitas NPar tests berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Berat_kering N 40 Normal Parametersa,,b Mean .030635 Std. Deviation .0062451 Most Extreme Differences Absolute .117 Positive .117 Negative -.068 Kolmogorov-Smirnov Z .743 Asymp. Sig. (2-tailed) .639 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Lampiran 4. Analisa Varians (ANAVA) Oneway ANAVA Berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) Descriptives Berat_kering 95% Confidence Interval for Mean N Skripsi Mean Std. Minimu Maximu Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound m m kontrol 10 .031890 .0071315 .0022552 .026788 .036992 .0226 .0439 SK 2 10 .031760 .0028791 .0009105 .029700 .033820 .0272 .0365 SK 3 10 .025690 .0035735 .0011300 .023134 .028246 .0187 .0299 SK 4 10 .033200 .0077106 .0024383 .027684 .038716 .0212 .0453 Total 40 .030635 .0062451 .0009874 .028638 .032632 .0187 .0453 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Test of Homogeneity of Variances Berat_kering Levene Statistic df1 3.547 df2 3 Sig. 36 .024 Uji homogen hasil transformasi Test of Homogeneity of Variances Trans_berat kering Levene Statistic 2.147 df1 df2 3 Sig. 36 .111 ANNOVA Trans Sum of Squares Between Groups Skripsi df Mean Square 3.200 3 1.067 Within Groups 10.418 36 .289 Total 13.618 39 F 3.686 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Sig. .021 Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Uji posthoc berat kering akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) Multiple Comparisons Dependent Variable:trans (I) (J) Perlakua Perlakua Mean n n Difference (I-J) Std. Error LSD kontrol SK 2 SK 3 SK 4 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound SK 2 .06329 .24058 .794 -.4246 .5512 SK 3 -.59556* .24058 .018 -1.0835 -.1076 SK 4 .09518 .24058 .695 -.3927 .5831 -.06329 .24058 .794 -.5512 .4246 SK 3 -.65886* .24058 .010 -1.1468 -.1709 SK 4 .03188 .24058 .895 -.4560 .5198 kontrol .59556* .24058 .018 .1076 1.0835 SK 2 .65886* .24058 .010 .1709 1.1468 SK 4 .69074* .24058 .007 .2028 1.1787 kontrol -.09518 .24058 .695 -.5831 .3927 SK 2 -.03188 .24058 .895 -.5198 .4560 SK 3 -.69074* .24058 .007 -1.1787 -.2028 kontrol *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Lampiran 5. Tabel Hasil Pengamatan Tabel 1. Hasil pengamatan berat segar (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Replikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Tanpa Subkultur 0,4926 0,3721 0,4127 0,3681 0,3907 0,6452 0,4464 0,3640 0,5730 0,6409 Perlakuan Subkultur 2 minggu 3 minggu 0,4358 0,3008 0,4562 0,2930 0,4144 0,3252 0,3965 0,3262 0,4444 0,2255 0,5244 0,3105 0,3762 0,3731 0,4917 0,3381 0,4023 0,2268 0,3559 0,3544 4 minggu 0,3417 0,4126 0,2936 0,3315 0,4906 0,5054 0,3357 0,7057 0,5796 0,5821 Tabel 2. Hasil pengamatan berat kering (gram) akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Replikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Tanpa Subkultur 0,0336 0,0255 0,0294 0,0273 0,0285 0,0372 0,0287 0,0226 0,0422 0,0439 Perlakuan Subkultur 2 minggu 3 minggu 0,0327 0,0255 0,0316 0,0252 0,0306 0,0280 0,0347 0,0268 0,0327 0,0202 0,0365 0,0267 0,0317 0,0299 0,0325 0,0282 0,0274 0,0187 0,0272 0,0277 4 minggu 0,0283 0,0316 0,0212 0,0238 0,0327 0,0336 0,0333 0,0396 0,0426 0,0453 Tabel 3. Hasil pengamatan analisis luas noda saponin secara semi-kuantitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Perlakuan Subkultur Tanpa Subkultur 2 minggu 3 minggu 4 minggu Skripsi Luas noda mm2/0,1 DW 17 20,5 45 49 47 45 37 20 Rata-rata 18,75 47 46 28,5 Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tabel 4. Hasil pengamatan analisis kandungan saponin secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 365 nm. Perlakuan kontrol sk2 sk3 sk4 Absorbansi 0,680 0,275 0,390 0,749 0,605 0,430 0,753 0,540 Rata-rata 0,478 0,570 0,518 0,647 Lampiran 6. Luas noda saponin dan kurva standar saponin S K A B C Gambar 1. Noda saponin dengan penampak noda anisaldehid-asamsulfat pada plat KLT silica gel GF254 (Merck) menggunakan eluen isopropanol:air (14:3) pada ulangan ke-2. S= saponin standart (Calbiochem), K= kontrol, A= subkultur 2 minggu, B= subkultur 3 minggu, C= subkulur 4 minggu. Skala= 1 cm. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Gambar 2. Kurva standar saponin (Calbiochem) yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 365 nm. (x) Konsentrasi saponin dalam larutan (ppm); (y) nilai absorbansi larutan saponin hasil pembacaan spektrofotometer. Skripsi Pengaruh periode subkultur terhadap kadar saponin akar adventif tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.), Lina Ironika