21 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Setelah dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapang, maka dapat diketahui tingkat penyebaran gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor dengan mendata setiap lokasi vak yang terserang oleh gulma tersebut yang tersaji dalam Tabel 2. Terdapat tujuh spesies gulma yang dipilih berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak KRB. Gulma-gulma tersebut sebelumnya sudah menjadi perhatian khusus di KRB dan sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap salah satu jenis gulma yaitu Cissus sicyoides Blume. Berdasarkan ploting dan pengamatan langsung di lapang kemudian dilakukan proses digitasi dengan software ARCview GIS 3.3 untuk menghitung banyaknya titik penyebaran dan luas penutupan masing-masing spesies gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor (Gambar 5). Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak semua jenis gulma dengan tingkat penyebaran yang tinggi memiliki luas penutupan yang besar. Habitus gulma dan bentuk tajuk mempengaruhi luas penutupannya, seperti kasus gulma Mikania micrantha dan Cecropia adenopus. Lokasi dan titik penyebaran Cecropia adenopus lebih besar dibandingkan dengan Mikania micrantha, namun dalam satu titik penyebaran, luas penutupan Mikania micrantha jauh lebih besar. Mikania micrantha merupakan tanaman merambat yang memiliki kemampuan membentuk naungan yang cukup besar dalam waktu singkat. Pola penyebaran gulma invasif di Kebun Raya Bogor erat kaitannya dengan karakteristik botani gulma tersebut, terutama mekanisme perbanyakan dan cara penyebarannya. Gulma invasif yang mekanisme perbanyakannya secara vegetatif menyebar tidak jauh dari tanaman induknya. Organ perbanyakan vegetatif pada umumnya tidak mampu menyebar jauh, kecuali ada bantuan dari manusia. Namun demikian gulma dengan perbanyakan vegetatif cenderung memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat, sehingga mampu mendominasi areal dan menyerang tanaman koleksi. Gulma invasif di Kebun Raya Bogor yang perbanyakannya secara vegetatif adalah Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides 22 Blume., Mikania micrantha H.B.K. dan Cissus nodosa Blume. Pengamatan di lapang menunjukan gulma-gulma itu dijumpai menyebar secara kelompok. Tabel 2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Lokasi Penyebaran (vak) ∑ vak Frekuensi Mutlak (%) Dioscorea bulbifera L. I.F , VI.C , XI.D , XII.A , XII.C, XII.E , XIII.J , XV.A , XV.B , XV.C , XV.D , XV.E , XV.F , XV.G , XV.J a.b , XVI.A , XVI.G , XVII.B , XVII.D , XVII.E , XVII.G , XVIII.A , XVIII.B , XVIII.D , XIX.A , XIX.B , XIX.D , XIX.F , XIX.G , XIX.H , XIX.I , XIX.K , XIX.M , XIX.N , XIX.Z , XX.B , XX.D , XX.E , XXIII , XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A , XXV.B 44 22.91% Ficus elastica Roxb. I.K , I.L , II.C , III.E , III.J , III.K , IV.B , IV.C , IV.F , V.L , VI.B , VI.C , VIII.D , IX.D , XI.D , XII.A , XII.B , XII.C, XII.E , XV.I , XV.J a , XVI.F , XVIII.D , XIX.M , XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C, XXV.A 28 14.58% Cecropia adenopus Mart. ex Miq. I.B , II.F , II.L , II.K , II.P , III.G , IV.A IV.B , IV.D , IV.H , V.L , VI.C , VII.E VIII.D , XI.A , XI.D , XII.C , XIII.J XVII.B , XIX.K , XIX.M , XXIII XXIV.A , XXIV.B , XXV.A , XXV.B 26 13.54% Cissus sicyoides Blume. II.F , II.L , II.O , II.P , III.G , III.L , IX.D , XII.B , XII.C , XII.E , XV.A , XV.B , XV.C , XV.F , XV.G , XV.I , XVI.A , XVI.F , XVII.E , XVIII.A , XVIII.D , XIX.G , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A 25 13.02% Cissus nodosa Blume. II.F , II.P , IV.I , V.H , XII.A , XII.C , XII.E , XV.C , XV.K , XVII.D , XIX.A , XIX.C , XIX.M , XIX.N , XX.D , XXIII , XXIV.A , XXV.A 18 9.37% Mikania micrantha H.B.K. II.L , II.O , II.Q , IV.H , XI.A , XVII.B , XVII.D , XVII.E , XVIII.B , XVIII.D , XX.D , XXIV.A , XXV.A 13 6.77% 7 3.64% Nama Spesies Paraserianthes I.B , I.I , II.C , II.D , II.F , II.L , II.K falcataria Keterangan : Frekuensi Mutlak = , , , , Gambar 5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor 23 24 Tabel 3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor No Nama spesies 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dioscorea bulbifera L. Ficus elastica Roxb. Cissus sicyoides Blume. Mikania micrantha H.B.K Cecropia adenopus Mart. ex Miq. Cissus nodosa Blume. Paraserianthes falcataria Jumlah Titik Penyebaran 138 94 94 32 53 68 14 Luas Penutupan Total (m2) 5 641.0 2 585.0 2 154.0 1 642.5 1 457.5 873.1 385.0 Gulma invasif yang perbanyakannya melalui biji dan penyebarannya dibantu oleh angin atau hewan mampu menyebar lebih jauh dari tanaman induknya. Ficus elastica Roxb., Cecropia adenopus Mart. ex Miq. dan Paraserianthes falcataria merupakan jenis gulma invasif di Kebun Raya Bogor (KRB) yang dijumpai di lapang menyebar secara acak. Jenis gulma tersebut penyebaran bijinya dibantu oleh angin dan hewan. Pada periode tahun 2003 – 2004 terdapat 56 jenis burung dari 46 marga yang ada di Kebun Raya Bogor, dengan kelimpahan 10 – 50 individu tiap jenisnya (Tirtaningtyas, 2004). Burung – burung tersebut memanfaatkan pepohonan yang terdapat di KRB sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu pohon yang dimanfaatkan burung adalah Ficus sp. Berdasarkan hasil pengamatan Tirtaningtyas (2004) terhadap aktivitas burung di KRB, Ficus sp memiliki nilai fungsi jenis tumbuhan untuk aktivitas burung sebagai tempat makan sebesar 5.21%, sebagai tempat istirahat 5.88%, sebagai tempat gerak berpindah sebesar 5.21%, sebagai tempat bersosialisasi sebesar 4.54% dan tempat vocal sebesar 22.83%. Pohon albasia (Paraserianthes falcataria) memiliki nilai fungsi sebagai tempat bersosialisasi dan sebagai tempat vocal sebesar 4.54%. Kebun Raya Bogor juga merupakan tempat tinggal beberapa jenis kalong, salah satunya adalah Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus). Berdasarkan hasil inventarisasi Rukmana (2003) di Kebun Raya Bogor terdapat 13 pohon dari tujuh spesies yang dihuni oleh Kalong Kapauk. Salah satu pohon yang menjadi tempat tinggal jenis kalong ini adalah Ficus elastica. Dari hasil pengamatan, Ficus 25 elastica dihuni oleh 269 ekor kalong pada pagi hari dan 284 ekor pada sore hari (Rukmana, 2003). Berdasarkan penelitian Tirtaningtyas (2004) dan Rukmana (2003), diduga burung dan kalong merupakan media penyebar propagul biji F.elastica dan P.falcataria yang kemungkinan termakan kemudian disebarkan melalui kotoran atau menempel pada tubuh kalong dan burung. Selain melalui media angin dan hewan, aktivitas pengunjung diduga memberikan peran dalam penyebaran beberapa jenis gulma yang ada di KRB. Pengunjung KRB (Tabel 4) dapat secara sengaja ataupun tidak sengaja membawa dan memindahkan propagul gulma dari satu tempat ketempat yang lain. Tabel 4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Kewarganegaraan Wisatawan Total Asing Domestik 2003 16 183 1081 221 1 097 404 2004 13 913 928 425 942 338 2005 13 209 944 270 957 479 2006 12 408 896 905 909 313 2007 16 055 939 757 955 812 2009 17 538 779 510 797 048 2010 20 218 824 803 845 021 Sumber: Laporan Tahunan PKT Kebun Raya Bogor (2003- 2010) Tahun Pada mulanya empat diantara tujuh spesies gulma tersebut adalah tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor yaitu Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides Blume., Cissus nodosa Blume. dan Paraserianthes falcataria. Keempat spesies gulma tersebut memiliki kemampuan perbanyakan diri yang cepat, sehingga lamakelamaan menyebar dan menyerang tanaman koleksi lain yang ada di KRB. Tiga jenis gulma lainnya tidak berasal dari KRB, seperti misalnya Mikania micrantha yang juga merupakan gulma umum di wilayah pertanian. Spesies Ficus elastica Roxb. dan Cecropia adenopus Mart. ex Miq yang saat ini masih belum diketahui asal mula penyebarannya di KRB. Dioscorea bulbifera L. Dioscorea bulbifera L merupakan spesies gulma dengan tingkat serangan paling tinggi (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 1). Jenis Dioscorea ini 26 merupakan jenis tanaman merambat dengan bentuk daun yang lebar. Spesies ini merupakan tanaman koleksi yang kemudian menyebar di sebagian wilayah KRB. D.bulbifera L menjadi masalah di Kebun Raya Bogor karena perbanyakan dan pertumbuhannya sangat cepat, mampu tumbuh baik dalam kondisi ternaungi atau dalam kondisi terbuka. Selain sifat-sifat tersebut gulma D.bulbifera L juga merugikan tanaman koleksi yang menjadi inangnya. Mekanisme serangan spesies ini awalnya melilit pada batang tanaman inangnya. Lama-kelamaan tumbuh semakin ke atas dan menutup seluruh tajuk (Gambar 6). Berdasarkan pengamatan, serangan D.bulbifera L pada Vak XX.B sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Apabila hal ini dibiarkan akan menyebabkan tanaman inang tidak mampu berfotosintesis dan pada akhirnya akan mati. Secara agronomi, Dioscorea merupakan tanaman pangan kelompok umbi-umbian. Hidajat (1993) menggolongkan D.bulbifera L sebagai sumber pangan. Umbi udara D.bulbifera L juga berperan sebagai organ perbanyakan. Gambar 6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B Serangan paling parah dari jenis Dioscorea ini terdapat pada vak XI.D , XII.B , XII.C, XVII.G dan XX.B . Koleksi pada vak XI.D yang diserang antara lain famili Burseraceae, Meliaceae, Sapotaceae. Vak XII.B dan XII.C koleksi yang diserang antara lain famili Anacardiaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Caesalpiniaceae, Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lecythidaceae, Magnoliaceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Papilionaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Saptaceae, Sterculiaceae, Ulmaceae, Urticaceae, Verbenaceae. Pada vak XVII.G famili yang diserang antara lain Celastraceae, Ebenaceae dan Rhamnaceae. Pada vak XX.B koleksi famili yang diserang adalah Annonaceae, Lauraceae, Proteaceae, Verbenaceae. Gulma D.bulbifera L lebih dominan pada sisi Tenggara 27 Wilayah KRB. Hal tersebut dikarenakan gulma ini merupakan tanaman koleksi yang berasal dari wilayah tersebut yaitu tepatnya berasal dari vak XV.B (Gambar 7). D.bulbifera L. Gambar 7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor Mikania micrantha H.B.K Mikania micrantha H.B.K merupakan gulma yang umum menyerang areal pertanian (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 4). Gulma ini mendapat perhatian khusus pada perkebunan karet karena spesies ini mempunyai senyawa allelopati yang menekan pertumbuhan karet (Nasution, 1986). Mikania micrantha H.B.K merupakan tumbuhan herba yang merambat, sering dijumpai pada kondisi lahan yang sedikit terganggu. Di KRB gulma ini lebih sering ditemukan pada sisa batang pohon yang telah mati atau pada tumpukan serasah. Selain itu sering juga ditemukan pada daerah ruderal seperti tepi kolam, tepi sungai dan juga tumbuh 28 merambat di pagar-pagar. Meskipun biasa dijumpai pada areal ruderal, di beberapa vak serangan M. micrantha cukup parah bahkan hampir menutup tajuk sejumlah tanaman koleksi sehingga menghambat proses fotosintesis (Gambar 8). Gulma M. micrantha menyerang tanaman koleksi Agave vivivara yang terdapat di vak II.O. Pada beberapa titik penyebaran gulma ini juga ditemukan berasosiasi dengan gulma merambat lainnya dalam menyerang tanaman koleksi. Gambar 8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O Gulma Mikania micrantha kurang mendapat perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena menyerang lebih banyak pada lingkungan ruderal dibandingkan di lingkungan koleksi. Kerugian yang lebih sering ditimbulkan Mikania micrantha adalah mengurangi keindahan lanskap di KRB. Namun demikian gulma ini berpotensi besar dapat menyerang tanaman inang secara luas karena Mikania micrantha mudah berkembang biak baik melalui biji maupun dari potongan batangnya. Pengendalian manual yang efektif adalah melalui pendongkelan dan harus diiringi dengan pengayapan dan penyingkiran dari permukaan tanah agar tidak tumbuh kembali (Nasution, 1986). Beberapa vak mengalami serangan Mikania micrantha yang cukup dominan pada bagian-bagian tertentu antara lain vak II.Q, II.O, XVII.B, XXIV.A, dan XXV.A (Gambar 9). Pada vak II.Q gulma ini menyebar dan mendominasi wilayah di tepi kolam II.Qc serta menyerang beberapa pohon palem yang berada di sekitar kolam. Pada vak II.O gulma ini mengelompok pada satu sisi yaitu sebelah selatan wilayah vak II.O. Beberapa jenis koleksi yang diserang antara lain tanaman Agave vivivara dan koleksi dari famili Cactaceae. Pada vak XVII.B gulma ini menutupi sebagian tajuk pada sejenis tanaman pagar, tumbuh pada sisa tanaman yang mati dan menyebar di sepanjang tepi sungai. Pada vak XXIV.A 29 gulma ini tumbuh pada sisa batang pohon yang mati, pada tumpukan serasah dan yang paling dominan tumbuh di sepanjang pagar KRB. Pada vak XXV.A gulma ini tumbuh mengelompok pada pagar yang berada di tepi aliran sungai. M.micrantha H.B.K Gambar 9. Peta Penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor Cecropia adenopus Mart. ex Miq Cecropia adenopus Mart. ex Miq adalah tanaman pengganggu berhabitus pohon di KRB (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 11). Gulma ini merupakan tipe tumbuhan pioneer yang tumbuh secara acak baik pada lingkungan ruderal dan diantara tanaman koleksi yang ada di KRB. Namun demikian pertumbuhan gulma ini lebih baik pada lingkungan ruderal. Pada lingkungan ruderal gulma ini banyak dijumpai di pagar-pagar, tepi sungai dan beberapa di tepi jalan setapak. Pada beberapa vak gulma ini tumbuh diantara sela-sela batang utama pohon yang berukuran besar (Gambar 10) dan juga tumbuh diantara tanaman koleksi yang berhabitus semak. Kerugian yang ditimbulkan memberikan 30 dampak lebih besar pada aspek visual lingkungan ruderal dibanding kompetisinya dengan tanaman koleksi yang ada di KRB.Penyebaran gulma ini dapat dilihat pada Gambar 11. Penyebaran gulma ini merata hampir di semua bagian KRB. (b) (a) Gambar 10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor (a) C. adenopus yang Telah Berumur Kurang Lebih 5 Tahun (b) C. adenopus Berumur Kurang dari 1 Tahun yang Menempel pada Pohon Bungur (Lagestroemia loudinii) C.adenopus Mart. ex Miq Gambar 11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor 31 Ficus elastica Roxb Ficus elastica Roxb merupakan tanaman pengganggu di KRB dan termasuk dalam keluarga beringin (Moraceae) yang tumbuh epifit (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 5). Gulma ini memiliki sifat yang merugikan inangnya yaitu melilit batang tanaman inang sehingga terlihat seperti mencekik yang mengakibatkan laju respirasi terganggu. Gulma ini memiliki beberapa tahap mekanisme serangan pada tanaman inang. F. elastica Roxb muda awalnya hidup epifit diantara percabangan batang utama tanaman inangnya (Sastrapradja, 1984). Secara perlahan akar F. elastica Roxb muda mulai tumbuh menuju permukaan tanah. Akar-akar tersebut membelit batang utama tanaman inang hingga rapat dan mulai menutupi seluruh permukaan batang (Gambar 12). elastica Roxb Pada tahap ini F. tidak lagi tumbuh secara epifit, karena akar-akarnya mampu mengambil nutrisi dari tanah. Selanjutnya, akar-akar yang membelit batang utama inangnya mulai menyatu kemudian menjadi satu kesatuan batang yang solid dan kokoh. Kanopi F. elastica Roxb dewasa mampu menutup tajuk tanaman inang, sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Pada akhirnya F. elastica Roxb akan mengakibatkan kematian pada tanaman inang. Gambar 12. Serangan Ficus elastica Roxb pada Vak IV.F Penyebaran gulma ini merata di seluruh kawasan KRB. Lokasi penyebaran Ficus elastica Roxb di KRB hanya pada wilayah yang memiliki banyak koleksi pohon-pohon besar yang ditunjukkan pada Gambar 13. Gulma F. elastica Roxb memiliki kecenderungan terhadap tanaman yang akan dijadikan 32 inangnya diantaranya memilih pohon besar dengan tinggi lebih dari 10 m ,memiliki kulit kayu yang kasar dan mempunyai ruang diantara percabangan batang utamanya. Sifat pohon yang demikian mendukung benih dari Ficus elastica Roxb untuk berkecambah dan bertahan hidup. F. elastica Roxb sering dijumpai hidup secara soliter dalam setiap satu pohon yang dijadikan inangnya. Beberapa koleksi pohon yang diserang oleh gulma Ficus elastica Roxb diantaranya famili Anacardiaceae, Arecaceae, Burseraceae, Fabaceae, Lauraceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Protaceae, Sabiaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae. F.elastica Roxb Gambar 13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor 33 Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria atau yang lebih dikenal dengan Albasia, merupakan tanaman berhabitus pohon (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 3). Di KRB pohon besar ini merupakan koleksi di Vak II.C. Pohon ini menjadi gulma karena penyebaran bijinya yang banyak cukup mengganggu pada koleksi lain yang berada di sekitarnya. Gangguan yang ditimbulkan tumbuhan Albasia muncul diantara tanaman koleksi, apabila tajuk pohon semakin lebar dan mengurangi cahaya matahari bagi tanaman di bawahnya. Namun demikian hingga saat ini belum ada kerugian yang signifikan terhadap tanaman inang. Kerugian yang ditimbulkan lebih berdampak kepada penurunan kualitas visual lanskap pada beberapa vak di Kebun Raya Bogor. Penyebaran Albasia hanya mencakup wilayah vak yang berada tidak terlalu jauh dengan sumber inokulum. Penyebaran biji yang dibantu oleh angin menyebabkan tumbuhan ini menyebar acak. Kondisi di lapang menunjukan semakin dekat lokasi vak dengan sumber inokulum, maka semakin tinggi jumlah individu Albasia yang tumbuh. Lokasi vak yang cukup banyak mendapat gangguan dari spesies ini antara lain vak II.O dan vak II.D. Jenis koleksi yang terganggu pada umumnya berhabitus semak atau perdu (Gambar 14). Seperti misalnya pandan (Pandanaceae) dan Cycadanaceae. Gambar 14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D Tingginya penyebaran Albasia ini diduga bukan dianggap tanaman pengganggu oleh pengelola KRB. Kerugian yang ditimbulkan lebih kepada dampak visual lanskap vak yang diserang. Gulma ini juga kurang mendapatkan perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena pertumbuhannya yang lambat dan penyebarannya tidak luas (Gambar 15) . Kayu Albasia memiliki nilai 34 ekonomi dan pada waktu-waktu tertentu pohon tersebut ditebang untuk diambil kayunya. Selain itu daun-daun Albasia yang berguguran diharapkan akan menyuburkan lahan. P.falcataria Gambar 15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor Cissus sicyoides Blume. dan Cissus nodosa Blume. Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume merupakan spesies berhabitus liana dari suku Vitaceae (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 2 dan 12). Ciri khusus yang membedakan keduanya adalah pada Cissus sicyoides Blume memiliki daun sedikit lebih tebal, bergerigi dan batangnya memiliki lapisan lilin, sedangkan Cissus nodosa Blume memiliki warna daun yang lebih gelap, daun tidak bergerigi dan tidak memiliki lapisan lilin pada batangnya. Gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume menjadi perhatian di KRB karena kedua jenis gulma ini sangat mudah berkembang biak. Gulma jenis 35 cissus mampu memperbanyak diri hanya melalui potongan kecil dari bagian batang atau akar hawanya. Sifat yang merugikan dari tanaman ini antara lain lebih menyukai tempat di bagian atas tajuk pohon, sehingga dapat menghambat masuknya sinar matahari dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang menyebabkan kematian pada tanaman inang (Agustin, 2005). Pola serangan C.sicyoides berbeda dengan serangan C.nodosa. C.sicyoides menyerang tanaman inang dengan menutup bagian atas tajuk tanaman, sedangkan C.nodosa menyerang dengan menggantung dari bagian atas tajuk hingga mecapai ke permukaan tanah (Gambar 16). (a) (b) Gambar 16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor (a) Serangan Cissus sicyoides Blume pada Vak II.O (b) Serangan Cissus nodosa Blume pada Vak II.F Berdasarkan Roemantyo dan Purwantoro (1990), kecenderungan Cissus sicyoides Blume. sebagai gulma pada pohon, tercatat telah merambati 38 suku, 97 genus, dan 117 jenis pohon di KRB. Suku Fabaceae merupakan yang paling banyak ditumbuhi oleh Cissus. Terdapat 15 jenis yang tergolong dalam 12 genus. Famili lain adalah Arecaceae (12 jenis, 9 genus), Apocynaceae (6 jenis, 6 genus), Dipterocarpaceae (8 jenis, 5 genus), Lauraceae (8 jenis, 5 genus) dan Verbenaceae (6 jenis, 5 genus). Selain bentuk pohon, Cissus juga menyerang koleksi perdu seperti bambu (Poaceae), Agavaceae, Pandanaceae dan koleksi tumbuhan merambat seperti Araceae. Bila dibandingkan dengan jumlah spesimen koleksi tanaman yang berbentuk pohon, sekitar 2.66% pohon koleksi telah dijalari oleh gulma Cissus sicyoides Blume. Cissus sicyoides Blume tidak hanya menjadi masalah di KRB saja. Berdasarkan database Seameo Biotrop tahun 2011 saat ini Cissus sicyoides Blume telah menjadi spesies invasif yang umum di Indonesia terutama di Jawa Barat, Bali dan Sulawesi (SEAMEO, 2011). 36 Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume adalah tanaman koleksi yang sebelumnya hanya berada di vak XVII.F dan XI.B. Penyebaran spesies ini cukup cepat, sehingga mendominasi pada beberapa vak di KRB, antara lain II.O (Taman Mexico), II.P, II.F, XVII.I, XX.B dan sebagian XXIV.B (Gambar 17 dan 18). Koleksi yang diserang pada vak II.O adalah jenis kaktus atau termasuk dalam famili Cactaceae. Beberapa koleksi yang terserang Cissus pada vak II.P diantaranya famili Acanthaceae, Caesalpiniaceae, Euphorbiaceae, Myrtaceae, dan Papilionaceae. Araceae Pada vak II.F jenis koleksi yang diserang antara lain famili dan Icacinaceae. Pada vak XVII.I menyerang koleksi Annonaceae, Clusiaceae, Ebenaceae, Icacinaceae, Lauraceae, Lecthdaceae, Rutaceae dan Meliaceae. Pada vak XX.B menyerang sebagian pohon pinus dan tumbuh sepanjang pagar KRB. Pada vak XXIV.B menyerang jenis palem dan tumbuh sepanjang pagar pembatas vak XXIV.B dan XXIV.C. C. sicyoides Blume Gambar 17. Peta Penyebaran C. sicyoides di Kebun Raya Bogor 37 C. nodosa Blume Gambar 18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor Pengelompokan Gulma Invasif Pengelompokan gulma dilakukan dengan metode skoring (penilaian) yang dikembangkan oleh Hiebert dan Stubbendieck (1993), dan dimodifikasi oleh Tjitrosoedirdjo (2010). Terdapat 20 kriteria penilaian untuk masing-masing gulma dengan total nilai maksimal yang mungkin adalah 100 poin. Menurut Stubbendieck et al. (1992) spesies gulma yang memiliki poin lebih dari 50 dapat memberikan dampak signifikan yang mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat. Pada Tabel 5 menunjukkan peringkat gulma invasif di KRB. Spesies gulma yang dianggap mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat, secara berurutan dari peringkat pertama adalah Mikania micrantha H.B.K total 38 nilai 78 poin, Cissus sicyoides L total nilai 75 poin, Dioscorea bulbifera L total nilai 69 poin, Cissus nodosa L total nilai 67 poin, Ficus elastica Roxb total nilai 56 poin. Sedangkan spesies gulma yang dianggap tidak membahayakan biodiversitas di KRB adalah Paraserianthes falcataria total nilai 48 poin dan Cecropia adenopus total nilai 45 poin. Nilai masing-masing gulma kemudian diolah menggunakan program Minitab 14 untuk melihat pengelompokkan (Gambar 19). Tabel 5. Penilaian Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Spesies C. D. C. F. Kriteria M. P. C. micrantha sicyoides bulbifera nodosa elastica falcataria adenopus H.B.K L. L. L. Roxb. 1 2 2 1 2 1 4 3 2 1 2 3 2 1 2 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2 5 5 5 3 5 3 5 3 4 5 5 5 5 5 3 5 0 4 3 5 5 3 5 3 0 3 4 5 5 5 5 5 3 5 0 0 3 5 3 0 5 5 5 3 2 0 5 3 0 5 5 5 3 2 0 5 3 0 5 3 5 3 12 13 14 15 16 17 18 19 3 5 5 3 5 3 5 5 3 5 5 0 3 5 5 4 3 5 5 0 3 5 5 0 3 5 5 0 3 3 5 0 3 3 3 0 3 0 5 0 3 3 3 0 3 0 0 0 0 3 3 0 3 0 0 0 20 ∑ 5 5 5 5 5 5 5 78 75 69 67 56 48 45 39 Hasil Analisis Pengelompokkan menggunakan Minitab 14 menunjukan tingkat kemiripan tujuh spesies gulma dan proses aglomerasi antar spesies gulma penting di KRB (Tabel 6). Secara umum, tingkat agresifitas gulma memiliki kesamaan yaitu sekitar 73%. Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria memiliki tingkat kemiripan tertinggi sebesar 94.2051%. Kedua spesies tersebut merupakan gulma yang memiliki nilai terkecil dan dianggap tidak berbahaya. Gulma dengan skor terbesar Mikania micrantha H.B.K memiliki tingkat kemiripan tertinggi dengan gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume sebesar 82.2538%. Pada tingkat persamaan 80%, spesies invasif tergabung dalam tiga grup. Tabel 6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari Variabel: D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria Langkah 1 Tingkat Nomor Nomor Tingkat Kelompok Kelompok Kemiripan Kelompok Kelompok Jarak Tergabung Baru (%) Baru 6 94.2051 0.115897 5 7 5 2 2 5 91.7379 0.165242 2 3 2 2 3 4 86.3497 0.273006 4 5 4 3 4 3 82.2538 0.354925 2 6 2 3 5 2 76.6799 0.466402 1 2 1 4 6 1 73.1352 0.537297 1 4 1 7 Analisis Pengelompokkan kemudian ditampilkan dalam bentuk dendogram menggunakan program Minitab 14. Gambar 19 menunjukan bahwa ketujuh gulma tersebut mengelompok menjadi tiga grup. Grup 1 dengan garis merah memiliki satu anggota yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 dengan garis hijau memiliki tiga anggota yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan garis biru memiliki tiga anggota yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria. 40 Gambar 19. Dendogram Pengelompokkan Tingkatan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Grup 1 dan 2 merupakan kelompok gulma dengan total nilai tinggi yaitu diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor. Terkait hal tersebut perlu adanya suatu metode yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut. Anggota Grup 1 dan 2 merupakan golongan tumbuhan kayu pemanjat (woody climber). Menurut Herklots (1976) ada dua karakteristik penting yang dimiliki oleh tumbuhan pemanjat. Pertama, mempunyai kemampuan yang lebih cepat untuk tumbuh, dengan melihat bentuknya yang lemah dan tipis tapi sangat kuat. Kedua, mekanisme yang aman bagi pertumbuhannya untuk mencegah penyelipan pada tumbuhan lain. Menurut Putz dan Mooney (1991), tumbuhan kayu pemanjat dapat dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan ekologi dan morfologinya antara lain, liana, vines, hemiepifit dan herbaceus epifit. Gulma Grup 1 dan Grup 2 termasuk jenis vines yaitu tumbuhan merambat yang memiliki batang yang lentur dan tipis. Umumnya tanaman pemanjat ini mulai tumbuh dari semaian bibit terestrial dan biasanya berkembang pada suatu tempat di tepi hutan. Melvinda (2005) menambahkan tumbuhan ini memerlukan banyak sinar matahari, hawa yang tidak terlalu lembab dan tidak ada gangguan angin yang cukup kencang untuk pertumbuhannya. Dengan mengikuti aturannya bahwa tumbuhan ini dikenal 41 sebagai tanaman herbaceus, meskipun sebagian termasuk dalam golongan subwoody. Terdapat empat tipe tanaman memanjat berdasarkan cara memanjatnya diantaranya twiners, stickers, clingers dan hookers (Menninger, 1970). Kelompok gulma Grup 1, Dioscorea bulbifera L termasuk kedalam tipe twiners yaitu pertumbuhan batangnya melilit pada batang tanaman inang dan tumbuh secara vertikal. Pada spesies Dioscorea bulbifera L arah lilitanya adalah ke kiri. Kelompok gulma pada Grup 2, Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K termasuk ke dalam tipe clingers yaitu tumbuh memanjat pada tanaman inangnya dengan menggunakan bantuan sulur atau akar hawanya. Berdasarkan pembagian jenis tanaman memanjat oleh Putz dan Mooney (1991), Ficus elastica Roxb sebenarnya dapat juga dimasukan ke dalam kelompok hemiepifit, namun kategori tumbuhan hemiepifit tidak terlalu jelas jenis pemanjatannya. Beberapa jenisnya ada yang mulai tumbuh sebagai epifit dan setiap jenisnya dapat berbeda, mungkin epifit atau bukan. Tumbuhan ini juga memiliki bagian seperti batang yang merambat dan sebenarnya bagian tersebut adalah akar. Dominasi Gulma Perhitungan Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) dilakukan berdasarkan pengamatan visual (visual estimation) pada semua vak (petak) yang ada di KRB tanpa menggunakan petak contoh. Nilai penting diperoleh dengan menjumlahkan dua komponen yaitu Kerapatan Relatif dan Frekuensi Relatif. Kerapatan Relatif dihitung dari banyaknya titik penyebaran spesies gulma tertentu dibagi total titik penyebaran semua spesies. Titik penyebaran digunakan untuk menggantikan kerapatan nisbi pada perhitungan NJD yang baku. Hal tersebut dikarenakan pada beberapa titik penyebaran terdapat lebih dari satu jenis gulma yang berasosisasi. Titik penyebaran dianggap sebagai potensi sumber penyebaran gulma di KRB. Perhitungan Frekuensi Relatif diperoleh dari jumlah vak yang berisi spesies tertentu dibagi dengan jumlah seluruh vak yaitu 192. Hal ini karena pengamatan yang dilakukan tidak menggunakan petakan contoh. 42 Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa spesies Dioscorea bulbifera L. yang termasuk ke dalam golongan tumbuhan pemanjat merupakan gulma paling dominan di KRB, dengan NJD sebesar 27.66%. Gulma dominan peringkat dua dan tiga merupakan golongan pohon berkayu, yaitu Ficus elastica Roxb. dengan NJD 18.23% dan Cissus sicyoides Blume. dengan NJD 17.30 %. Selisih NJD Dioscorea bulbifera L. terpaut cukup jauh apabila dibandingkan dengan gulma peringkat kedua dan ketiga. Apabila dibandingkan dengan urutan peringkat penilaian gulma pada tabel 4 spesies gulma dengan nilai diatas 50 poin, rata-rata memiliki NJD diatas 10%. Namun Mikania micrantha H.B.K yang menempati urutan pertama dengan nilai tertinggi yaitu 78 poin, pada perhitungan NJD berada pada urutan keenam dengan NJD sebesar 7.27%. Tabel 7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Spesies Gulma Dioscorea bulbifera L. Ficus elastica Roxb. Cissus sicyoides Blume. Cecropia adenopus Mart. ex Miq. Cissus nodosa Blume. Mikania micrantha H.B.K Paraserianthes falcataria Total NJD (%) 27.66 18.23 17.30 13.45 12.48 7.27 3.59 100 Peringkat NJD tujuh spesies gulma di KRB tidak sama dengan peringkat penilaian gulma berdasarkan dua puluh kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993). NJD pada Tabel 6 dihitung menggunakan dua komponen data yaitu jumlah relatif dan frekuensi relatif. Kedua komponen data ini diperoleh dari pengamatan langsung keberadaan gulma yang terdapat di KRB. Besarnya NJD menunjukan eksistensi ketujuh spesies gulma yang menyebar di wilayah KRB. Penilaian gulma berdasarkan metode Hiebert dan Stubbendieck (1993) dihitung berdasarkan total poin yang diperoleh dari dua puluh karakteristik gulma. Secara umum karakteristik tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu diamati dari dampak langsung dan tak langsung terhadap lingkungan. Karakteristik yang diamati dari dampak langsung pada lingkungan diantaranya kelimpahan populasi, dampak 43 visual terhadap lanskap, kemampuan membentuk naungan dan sebagainya. Karakteristik yang diamati dari dampak tak langsung diantaranya tingkat usaha pengendalian yang dibutuhkan, dampak yang ditimbulkan di daerah lain, media penyebaran biji dan sebagainya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan spesies gulma yang memiliki nilai NJD kecil, berpotensi untuk menjadi spesies invasif yang mengancam biodiversitas di KRB. Nilai NJD kecil dapat disebabkan gulma tersebut merupakan spesies baru yang sengaja diintroduksi atau menyebar secara alami ke lingkungan KRB. Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor Unit kebersihan tanaman koleksi di KRB bertugas merawat tanaman koleksi dengan membersihkan gulma. Pembagian kerja unit kebersihan di Kebun Raya Bogor dibagi dalam 12 lingkungan. Pada setiap lingkungan terdapat 4 – 8 orang pekerja yang bertanggung jawab dalam lingkungan tersebut. Banyaknya pekerja pada setiap lingkungan tergantung pada luasan pada setiap lingkungan. Kondisi di lapang menunjukan jumlah tenaga kerja tersebut masih kurang dan perlu adanya tambahan tenaga kerja untuk pengendalian gulma. Kekurangan tenaga tersebut saat ini di atasi dengan melakukan sistem gorol, yaitu semua pekerja secara bersama-sama membersihkan satu lingkungan ke lingkungan berikutnya secara bergiliran. Pada tahun 2007 terjadi perubahan sistem pembagian kerja menjadi divisi khusus seperti penyapu, pembersih rumput, dan koleksi. Setiap divisi melaksanakan tugasnya masing-masing untuk seluruh wilayah KRB. Sistem ini dinilai kurang efektif, sehingga hanya berjalan selama satu tahun kemudian dirubah kembali seperti semula hingga saat ini. Selain dengan sistem gorol, pengendalian gulma juga dilakukan rutin setiap hari Jumat yaitu kerja bakti oleh seluruh karyawan KRB. Lokasi kerja bakti ditentukan dengan memilih vak yang mengalami serangan gulma cukup parah, informasi serangan gulma berdasarkan laporan dari penanggung jawab pada masing-masing vak. Pengendalian gulma juga dilakukan setiap satu tahun sekali pada bulan Agustus yaitu perlombaan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Hadiah diberikan kepada karyawan yang berhasil mengumpulkan gulma paling banyak. 44 Pembersihan gulma dilakukan secara rutin 10 – 14 hari. Penyiangan dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mencegah persaingan antara tanaman dan gulma terhadap unsur hara dan air. Penyiangan antara tanaman dan gulma dilakukan secara manual meliputi pembersihan gulma dan tumbuhan penggangu lainnya serta pembuatan bokoran pada tanaman koleksi (Melvinda, 2005). Pengendalian gulma juga dilakukan di sepanjang jalan setapak yang ditumbuhi oleh rumput liar. Metode pengendalian tanaman pengganggu seperti jenis D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria masih dilakukan secara konvensional. Pengendalian gulma D. bulbifera L. dan jenis Cissus lebih mendapat perhatian khusus karena gulma ini termasuk yang paling sulit dikendalikan. D. bulbifera L. perlu digali umbinya dan buah yang jatuh di tanah harus diambil satu per satu, umbi dan buah dicacah kemudian dibakar. Pengendalian gulma M. micrantha H.B.K. dan jenis Cissus lebih diperhatikan untuk tidak meninggalkan sisa-sisa tanaman. Terutama untuk jenis Cissus yang mampu memperbanyak diri melalui akar nafasnya, perlu ekstra hati-hati. Hal tersebut karena bila secara tidak sengaja menjatuhkan bagian akar hawa ini diatas tanah maka akar tersebut akan menjadi individu baru. Tanaman penggangu yang berhabitus pohon seperti F. elastica Roxb., C. adenopus, P. falcataria dapat langsung ditebang. Pengendalian F. elastica Roxb. mungkin yang dirasa paling sulit dibandingkan C. adenopus dan P. falcataria. Ficus memiliki sifat epifit pada pohon-pohon yang cenderung tinggi, sehingga jika pekerja akan memotongan batang F. elastica Roxb. harus memanjat keatas pohon inangnya (Gambar 20). Kenyataan di lapang menunjukan permasalahan gulma di KRB masih belum bisa tertangani seluruhnya. Hal ini dikarenakan selain masalah jumlah tenaga kerja dan metode pengendalian juga disebabkan persepsi setiap pekerja terhadap gulma yang berbeda – beda. Kegiatan perawatan kebun yang dilakukan cenderung bersifat mempertahankan estetika yaitu dengan memberikan kesan vak yang bersih dan rapi. Tindakan tersebut dilakukan untuk menjaga kenyamanan dan memudahkan pengunjung mendapatkan akses ke semua tanaman koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor. 45 Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan melakukan penyempurnaan metode yang sudah ada. Sistem pembagian wilayah KRB menjadi 12 lingkungan dinilai relevan. Permasalahan ketersediaan tenaga kerja dapat diatasi dengan perekrutan tenaga honorer atau dengan menambah peralatan mekanis. Metode pengendalian gulma dengan cara manual dan dipadukan dengan metode kultur teknis dinilai paling tepat untuk diterapkan saat ini. Pengendalian manual memiliki keunggulan mudah dalam pelaksanaannya dan hasilnya cepat terlihat. Pengendalian gulma dengan kultur teknis dapat dilakukan dengan pembuatan bokoran pada tanaman koleksi, pemupukan tepat dosis, dan lain sebagainya. Upaya tersebut diharapkan akan menjadi sistem pengendalian gulma terpadu yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi. Gambar 20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak II.C Pengendalian gulma secara kimia tidak dilakukan untuk gulma yang berada di dalam vak atau gulma yang bersifat epifit. Bahan kimia dikhawatirkan akan berpengaruh atau bersifat racun terhadap tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor. Pengendalian kimia hanya dilakukan pada rumput liar yang berada di tepi jalan atau lokasi-lokasi yang cukup jauh dengan tanaman koleksi. Harapan mendatang dapat dilakukan pengendalian secara biologis untuk jenis-jenis gulma invasif yang ada mengingat pentingnya penerapan pengendalian gulma terpadu. 46 Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan Melihat kerugian dan ancaman bagi kelangsungan habitat yang ditimbulkan oleh gulma invasif di KRB, perlu dilakukan tindakan manajemen gulma invasif yang berkelanjutan demi menjaga kestabilan ekosistem KRB dan lingkungan di sekitarnya. Menurut Larson et al. (2011), terdapat tiga pilar penting dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap penyebab, dampak serta kontrol pada gulma invasif. Gambar 21 menunjukkan permasalahan pengendalian gulma di Kebun Raya Bogor. Sasaran yang ingin dicapai dari pertimbangan faktor lingkungan terhadap manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah dapat mengetahui sejauh mana tahapan invasi yang telah terjadi. Pengetahuan tersebut berguna untuk tindakan pengendalian lebih lanjut. Hal tersebut karena sebagian gulma yang berbahaya di KRB, pada mulanya merupakan tanaman koleksi, namun berubah status menjadi gulma karena pertumbuhannya yang tidak terkendali. Tidak menutup kemungkinan keberadaan spesies gulma yang ada di KRB menjadi ancaman atau bahkan telah menyebar di lingkungan sekitar wilayah KRB. Gambar 21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya Bogor Selain berfungsi sebagai taman kota, KRB merupakan lokasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Hal ini dikarenakan lokasi KRB yang berada di tengah Kota Bogor dan akses yang 47 mudah untuk menuju kesana (Kebun Raya Bogor pada Lampiran 14). Kegiatan pengunjung yang keluar masuk wilayah KRB serta tingginya aktivitas manusia di sekitar wilayah KRB diduga menjadi media penyebaran propagul gulma. Setiap hari, wilayah KRB yang bersebelahan dengan Pasar Bogor menjadi lokasi berjualan sayuran asal berbagai daerah. Tidak mustahil, propagul gulma yang berasal dari KRB dapat terangkut secara tidak langsung termasuk tersebar ke areal pembuangan sampah milik publik. Dengan demikian, peluang propagul gulma menyebar keluar wilayah KRB cukup besar. Lodge et al. (2006) menyatakan bahwa luasnya penyebaran dan masalah waktu sejak gulma tersebut mulai menjadi ancaman membuat eradikasi menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Hal yang dapat ditekankan adalah mencegah penyebaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh gulma tersebut. Tindakan eradikasi perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terdegradasinya spesies asli karena eradikasi yang dilakukan mungkin juga bedampak kepada ekosistem. Dukungan sosial dari stakeholder merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan. Stakeholder – stakeholder yang terlibat dalam kasus ini antara lain pihak manajemen KRB, Dinas Pertamanan, Lembaga Peneliti dan Individu yang terlibat. Seluruh stakeholder diharapkan dapat saling berkoordinasi dengan baik dalam satu sistem yang berbasis ilmu pengetahuan (Moser et al., 2009). Pihak manajemen KRB memberikan informasi beserta data pendukung tentang jenis gulma yang menjadi ancaman kepada lembaga penelitian. Lembaga penelitian yang terkait dapat melakukan riset berdasarkan data dari pihak KRB. Hasil riset tersebut dapat dijadikan pedoman oleh pihak yang terkait untuk melakukan tindakan pengendalian di wilayah publik. Dinas terkait juga memberikan informasi yang sama kepada individu yang terkait untuk pengendalian lahan pribadi. Pada akhirnya, proses tersebut perlu melibatkan elemen masyarakat sehingga akan menghilangkan beragam persepsi tentang pengertian dan dampak dari gulma invasif (Callaham et al., 2006), serta turut membangun pemahaman ekologi dan apresiasi terhadap biodiversitas (Gobster, 2005). 48 Hingga saat ini belum ada data yang pasti tentang kerugian material di KRB yang disebabkan oleh gulma invasif. Ada kemungkinan karena proses degradasi tanaman inang akibat gulma invasif tersebut berlangsung lambat dan memerlukan proses bertahun-tahun sehingga pengaruh langsung pada kerugian koleksi tidak segera diketahui. Oleh karena itu, gulma invasif perlu dilihat dalam kerangka jangka panjang. Langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan menghitung berapa biaya operasional yang dibutuhkan untuk pengendalian gulma dalam satu periode. Biaya operasional diantaranya upah tenaga kerja, biaya pengadaan peralatan dan mesin, kebutuhan bahan bakar, kebutuhan Round up Diasumsikan permasalahan gulma di KRB dapat teratasi dengan baik sehingga ada penghematan sebesar biaya operasional untuk pengendalian gulma. Satu hal yang pasti dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah harus mempertimbangan dari segi ekonomi. Pilihan yang paling efisien adalah dengan mempertimbangkan waktu dimana suatu spesies mulai menjadi ancaman bagi lingkungan. Tentu saja prediksi harus dilakukan dengan tepat waktu pada ambang ekonominya. Prediksi yang terlalu lama maka akan menimbulkan kerugian akibat serangan gulma yang sudah melewati ambang batas, tetapi apabila terlalu cepat maka merupakan pemborosan. Pertimbangan yang dapat diambil adalah melihat hubungan antara kepadatan populasi dan dampak ekonomi, sehingga manajer dapat membuat prioritas dan mengindari biaya pengendalian yang sia-sia (Yokomizo et al., 2009). Manajemen gulma invasif berkelanjutan merupakan program jangka panjang. Termasuk tindakan pemantauan untuk mencegah terjadi re-invasi yang artinya manajemen harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pengendalian gulma yang sama. Tabel 8 menunjukan sensus kematian tanaman koleksi di KRB. Pada tahun 2011 jumlah tanaman yang mati sekitar 240 tanaman yang terdiri atas 58 famili. Sebagian besar kematian disebabkan oleh busuk, tumbang, cendawan dan faktor lain. Dari data tersebut terlihat bahwa proses kematian tidak secara spesifik diketahui. Tidak menutup kemungkinan bahwa kematian tersebut merupakan akumulasi dari dampak faktor agronomis seperti keberadaan gulma. Koleksi KRB nilainya sangat tinggi, oleh karena itu, perlu ada metode penghitungan kerugian 49 ekonomi sehingga dapat menjadi alasan ilmiah untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk pemeliharaan koleksi. Kesuksesan manajemen gulma invasif berkelanjutan tidak dilihat berdasarkan banyaknya jenis gulma invasif yang berhasil dikendaliakan atau luasan yang telah dikerjakan. Kesuksesan lebih dilihat apabila setiap stakeholder memiliki arti penting satu dengan yang lainnya. Program yang realistis dan dapat terlaksana merupakan alasan yang kuat bagi setiap stakeholder untuk terus memberikan dukungannya. Selain gulma daratan, terdapat juga gulma-gulma perairan. Walaupun saat ini tidak menjadi masalah serius di KRB, tetapi metode pengendalian yang dilakukan diduga dapat mempengaruhi eksistensi gulma tersebut di perairan sekitar KRB. Hal tersebut karena ada dua sungai yang mengalir melewati KRB. gulma tersebut adalah Limnocharis flava, Bacopa caroliniana, Pistia stratiotes, Sagittaria sagittifolia dan Oryza barthii (Deskripsi pada Lampiran 6, 7, 8, 9 dan 10). Dengan demikian upaya pengendalian gulma di KRB baik gulma spesifik maupun gulma umum perlu dilakukan secara terintegrasi. Hal tersebut untuk meminimalisasi penyebaran gulma di dalam KRB dan keluar KRB. mendukung hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan yang lebih mendalam tentang keberadaan gulma di KRB terhadap kestabilan agroekologi di dalam maupun di luar KRB. Tabel 8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili Busuk Tumbang Cendawan Kering Acrostichaceae Anacardiaceae Annonaceae √ Apocynaceae Araceae Araliaceae √ Arecaceae √ √ Aspidiaceae Aspleniaceae Asteraceae Bignoniaceae √ Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011 Lainlain √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 50 Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili Busuk Tumbang Cendawan Kering Blechnaceae Burseraceae Caesalpiniaceae √ √ Clusiaceae Combretaceae √ Connaraceae Cyatheaceae Davalliaceae Dennstaedtiaceae Dryopteridaceae Ebenaceae √ Euphorbiaceae √ Gentianaceae Lauraceae √ Loganiaceae √ Malpighiaceae Marattiaceae Menispermaceae Mimosaceae √ Monimiaceae √ Moraceae Myrtaceae √ Nymphaeaceae √ √ Ochnaceae Oleaceae √ Ophioglossaceae Papilionaceae √ √ Pittosporaceae √ Podocarpaceae √ Polygonaceae √ Polypodiaceae Rhamnaceae Rhizophoraceae √ Rubiaceae √ Rutaceae Sabiaceae Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011 √ Lainlain √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 51 Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili Busuk Tumbang Cendawan Salvadoraceae Sapindaceae Schizaeaceae Selaginellaceae Sterculiaceae Taenitidaceae Thelypheridaceae Thymelaeaceae √ Vitaceae Woodsiaceae Sumber: Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011 Kering Lainlain √ √ √ √ √ √ √ √ √