BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan kumpulan gejala-gejala klinik yang melibatkan kognitif, emosi persepsi dan aspek perilaku dan bermanifestasi pada pasien dan mempengaruhi perjalanan penyakit, biasanya berat dan berlangsung lama. 5 Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata “schein” yang artinya retak atau pecah (split), dan “phren” yang artinya pikiran yang terbelah dari mental dan pikiran, yang selalu dihubungkan dengan fungsi emosi. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi.6 Istilah skizofrenia pertama sekali diperkenalkan oleh pada awal abad ke-20 oleh Eugen Bleuler (1857-1939) dan istilah tersebut menggantikan demensia prekoks di dalam literature, istialh untuk menandakan adanya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada pasien yang terkena. Blueler menggambarkan gejala fundamental spesifik untuk skizofrenia, termasuk suatu gangguan yang ditandai dengan gangguan asosiasi khususnya kelonggaran asosiasi, gangguan afektif, autisme dan ambivalensi. Bleuler menggambarkan gejala pelengkap yang termasuk waham dan halusinasi.1,7 Skizofrenia merupakan suatu bentuk gangguan psikotik berat dan cenderung menjadi kronis.5,8 Prevalensi skizofrenia antara pria dan wanita sama, namun berbeda dalam tibulnya serangan partama.9,10 Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1%. Prevalensi skizofrenia sama antara pria dan wanita. Puncak usia timbulnya serangan adalah 10-25 tahun pada pria dan 25-35 tahun pada wanita. Sekitar 90% pasien dalam pengobatan untuk skizofrenia berusiaantara 15-55 tahun.11 Skizofrenia adalah penyakit life-shortening, dengan tingkat mortalitas di antara pasien skizofrenia dua kali lebih tinggi seperti pada populasi umum. Harapan hidup antara penderita skizofrenia adalah 20% lebih pendek daripada populasi umum , dengan penyakit peredaran darah, pernapasan, dan gastrointestinal dicatat sebagian pada penemuan ini . Selain itu, pasien dengan skizofrenia juga tampaknya memiliki angka yang lebih tinggi terhadap toleransi glukosa, resistensi insulin, dan diabetes mellitus tipe 2 dari populasi umum.12 Namun, sebagian besar bukti yang menunjukkan bahwa diabetes mellitus tipe 2 sering terjadi pada skizofrenia telah datang dari studi di mana pasien baik yang menerima neuroleptik atau telah terpapar neuroleptik di masa lalu. Sulit untuk menentukan apakah skizofrenia memiliki peran independen dalam berkembangnya metabolisme glukosa yang abnormal, karena keduanya konvensional dan neuroleptik atipikal telah terlibat dalam patogenesis diabetes mellitus tipe 2 dan gangguan toleransi glukosa.12 Keskiner dkk, Mukherjee dkk, Dixon dkk, Sernyak dkk. Lindenmayer dkk, Subramaniam dkk, menilai prevalensi dari diabetes tipe 2 pada orang dengan skizofrenia yang disetujui secara luas bahwa kondisi tersebut dapat setidaknya dua sampai empat kali lebih menonjol dari pada di populasi umum. Bagaimanapun, variasi yang signifikan dalam tingkat prevalensi yang dilaporkan dari berbagai studi. Satu hal utama yang mengacaukan ketika berupaya membuat prevalensi sejati dalam skizofrenia dan populasi lain adalah jumlah orang yang telah di skrining secara aktif.4 2.2. Skizofrenia sebagai faktor risiko independen untuk diabetes Interaksi antara diabetes dan skizofrenia, meskipun relatif baik kenyataannya, jauh dari sederhana. Mekanisme dibalik interaksi cenderung menjadi multifaktorial, dan termasuk faktor genetika dan lingkungan, kemungkinan efek obat antipsikotik.4 2.2.1. Faktor-faktor Genetik Menurut Dynes dkk, Mukherjee dkk, Cheta dkk, Lamberti dkk, Shiloah dkk, faktor genetik tampaknya memiliki peran penting dalam hubungan antara skizofrenia dan diabetes, karena telah dilaporkan bahwa sampai dengan 50% dari individu dengan skizofrenia memiliki riwayat keluarga dari diabetes tipe 2, dibandingkan dengan hanya 4,6% dari dewasa sehat. Lamberti dkk menemukan dalam salah satu bagan review terbesar pernah dilakukan terhadap skizofrenia, riwayat keluarga diabetes tipe 2 ditemukan 17% dari total kohort 436 pasien. Yang penting, dalam kohort pasien yang memiliki riwayat keluarga yang positif diabetes, prevalensi diabetes mellitus adalah 33%. Mereka yang tidak ada riwayat keluarga diabetes, prevalensinya hanya 10%. Data ini menunjukkan bahwa faktor genetik dapat menjelaskan batas tertentu angka prevalensi lebih tinggi diabetes ditemukan pada pasien dengan skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum.4 2.2.2. Faktor-faktor Lingkungan Menurut Brown dkk, banyak orang dengan skizofrenia memiliki kebiasaan perilaku kesehatan yang buruk yang mungkin juga berkontribusi untuk mereka berkembang menjadi diabetes, hal ini termasuk diet yang kurang (umumnya tinggi lemak dan rendah serat), kurang olah raga dan merokok lebih dari biasanya. Menurut Dixon dkk kemiskinan, ketidakstabilan kondisi hidup dan pencapaian pendidikan lebih rendah dari yang diharapkan, semua terkait dengan skizofrenia, dan meningkatkan risiko obesitas dan hal lainnya yang merugikan kesehatan . Lindenmeyer menambahkan faktor yang mempengaruhi individu dengan skizofrenia dapat berkembang menjadi diabetes termasuk etnis, riwayat disregulasi glukosa, dan pre-existing hipertensi.4 2.3. Stres Endokrinologi Sistem endokrin stres memiliki dua komponen yang cukup luas terhadap sentral anatomis interkoneksi. Akut respon terhadap stres, yang biasanya berlangsung beberapa menit, terdiri dari aktivasi simpatikadrenal-meduler (SAM). Respon stres kronis dimediasi oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA). Cannon pada tahun 1932 mengusulkan konsep dari homoeostasis, dimana sistem tubuh diatur untuk mempertahankan steady state. Pandangan seperti ini secara signifikan telah mempengaruhi pengembangan integratif modern fisiologi. Sumbu SAM memiliki peran penting dalam homoeostasis dan diatur pada tingkat pontine oleh lokus coeruleus, inti noradrenergik yang menyediakan sangat banyak jaringan simpul saraf yang mempengaruhi tingkat gairah dan kewaspadaan. Sistem kontrol SAM reaksi akut terhadap stres dalam apa yang digambarkan Cannon sebagai 'fight or flight' respon. Dia menunjukkan bahwa tanpa saraf simpatik sistem binatang bisa bertahan hidup dalam tanpa tekanan lingkungan, namun ketika mengalami stres, binatang itu tidak bisa menjaga respon fisiologis dasar seperti mobilisasi glukosa. Aktivasi sumbu SAM menghasilkan sekresi katekolamin adrenalin dan noradrenalin dari medula adrenal, yang pada dasarnya mengalami pembesaran dan sangat khusus pada ganglion simpatik. Karena katekolamin mengatur tanggapan akut mereka memiliki half-lives pendek (1-3 menit), dengan tinggi clearance metabolik rate dan degradasi cepat oleh catechol O-methyltransferase, monoamine oxydase dan oxyidase aldehida. 2 Adrenalin dan noradrenalin mengerahkan dampaknya melalui αdan β-adrenoceptors . Adrenalin yang paling ampuh pada β1-dan β2reseptor, dengan efek yang jauh lebih sedikit pada-reseptor, sedangkan noradrenalin lebih kuat di α-reseptor. Dampak hiperglikemi terhadap adrenomedullary dimediasi oleh hormon adrenalin, yang ada dalam hormon diabetogenic. Adrenalin menghasilkan efek hiperglikemi dalam hal itu kedua merangsang glukosa hepatik produksi dan juga membatasi penggunaan glukosa. Efek hati sebagian besar dimediasi melalui stimulasi β- adrenergik, meskipun stimulasi-adrenergik mungkin memiliki bagian untuk beperan. Dampak adrenalin pada produksi glukosa bersifat sementara dan berlangsung dalam beberapa menit. Kemampuan untuk membatasi penggunaan glukosa terjadi terutama melalui β-reseptor. Sebagai akibat dari hal ini berdampak pada penggunaan glukosa, hiperadrenalisme berkelanjutan menghasilkan hiperglikemi berkelanjutan.2 Noradrenalin menekan aksi hiperglikemi ketika dirilis dari terminal akson neuron simpatik pasca-ganglionik. Hati memiliki persarafan simpatik yang penting, dan pada hewan pada saraf simpatik ini adalah rangsangan elektrik sebagai penurunan kadar glikogen telah dilaporkan, bersama- sama dengan peningkatan pelepasan glukosa di hati, mengakibatkan hiperglikemia. Tidak ada bukti bahwa sistem yang terlibat dalam pengaturan metabolisme karbohidrat di bawah keadaan normal , tetapi ada secara signifikan pada situasi stres. Menariknya, Kjaer dkk pada tahun 1995 melaporkan bahwa denervasi hati yang terjadi dengan transplantasi tidak menyebabkan perubahan total dalam metabolisme karbohidrat. Terutama dampak metabolik sumbu SAM mengendalikan metabolisme lemak. Kelaparan yang berkepanjangan dan stres lainnya secara signifikan meningkatkan lipolisis melalui respon SAM dimediasi oleh β-adrenoceptors. Sebaliknya, stimulasi α-adrenoceptors menghambat lipolisis dijaringan adiposa. Meskipun perasarafan simpatik dari jaringan adiposa putih terutama persediaan pembuluh darah, di beberapa daerah ada persarafan langsung terhadap sel adiposa. Secara keseluruhan, jaringan adiposa coklat memiliki pembuluh darah besar pasokan dan persarafan dari jaringan putih dan persentase yang lebih besar dari sel-sel ini simpatik diinervasi, dengan efek metabolik dimediasi melalui βadrenoceptors. Stimulasi dari persarafan simpatik sel β-sel pankreas menghasilkan penghambatan pelepasan insulin dimediasi oleh sebuah αadrenoceptors, mungkin dari subtipe α2. diaktifkan ada penyerapan pengurangan dan Ketika sistem SAM tetap efektivitas pemanfaatan insulin glukosa. untuk Dampak merangsang tersebut adalah dihasilkan melalui β2-adrenoceptors dan ditiru oleh obat-obatan seperti salbutamol dan terbutaline. Dosis tinggi dari β2 agonis merangsang lipolisis jaringan adiposa dan menginduksi sekresi glukagon pankreas, yang dapat menyebabkan peningkatan produksi keton.2 Gough dan Pelever pada tahun 2004 pada akhir tulisannya menganjurkan bahwa penderita skizofrenik haeus dilakukan uji penyaring untuk diabetes, psikiater bertanggung jawab untuk menurunkan risiko diabetes pada penderita skizifrenik dengan menganjurkan pola hidup sehat dan melakukan pemeriksaan bila ada gejala hiperglikemi, pengobatan efektif tetap menjadi prioritas utama, tetapi pengelolaan risiko diabetes yang baik akan menurunkan akibat diabetes pada kelompok ini. Faktor diet menyebabkan yang buruk, tingginya kurangnya aktifitas prevalansi sindroma fisik dan merokok metabolik atau komponennya pada penderita skizofrenik.13-14 2.4. KERANGKA KONSEPTUAL Kadar Gula Darah Puasa Pasien Skizofrenik Drug-Naive Episode Pertama Karakteristik Demografik : ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Tempat Tinggal