BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinopati diabetika (RD) merupakan bentuk komplikasi mikrovaskuler dari diabetes yang paling sering dijumpai (Cheung et al., 2010), dan juga merupakan penyebab kebutaan terbesar pada populasi usia produktif (Cheung et al., 2010). Berdasarkan meta-analisis dari Yau et al. (Yau et al., 2012), hingga tahun 2010 diperkirakan sebanyak 30 juta orang sedunia menderia RD. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes di masa mendatang (King et al., 1998, King and Rewers, 1993). Penanganan RD terutama didasarkan pada gejala klinis dan tatalaksana sistemik untuk mengatur faktor risiko (Cheung et al., 2010). Berbagai penelitian telah dilakukan sejak tahun 1980an untuk mencari berbagai faktor risiko RD, baik faktor sistemik maupun lokal (Cheung et al., 2010, Sasongko et al., 2011c). Secara patofisiologi, RD merupakan suatu proses yang sangat komplek dan multifaktorial (Curtis et al., 2009). Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa awal mula munculnya RD adalah akibat kerusakan pembuluh darah mikro di retina (Curtis et al., 2009). Tingkat kerusakan pembuluh darah mikro pada penderita diabetes ini sangat dipengaruhi oleh lama menderita diabetes, dan dipercepat oleh kadar gula darah yang tinggi, tekanan darah dan kadar kolesterol yang tinggi (Cheung et al., 2010, Klein et al., 1992, Klein et al., 1997). Oleh karena itu, lama menderita diabetes, hiperglikemia, hipertensi, dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko utama terjadinya RD, yang saat ini merupakan target terapi sistemik penderita diabetes dengan atau tanpa RD (Cheung et al., 2010, Mohamed et al., 2007). Selain beberapa faktor risiko tersebut, beberapa bukti yang cukup baru menyebutkan bahwa ukuran antropometri seseorang, termasuk indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang juga mencerminkan risiko terjadinya RD (Dirani et al., 2011a, Katusic et al., 2005, Raman et al., 2010a). Ukuran antropometri, terutama IMT, merupakan parameter derajat obesitas seseorang, dalam hal ini obesitas terkait dengan proses inflamasi sub-klinis karena meningkatnya stress oksidatif seluler sehingga mempercepat terjadinya RD (Muris et al., 2013, Ong et al., 2012, Tang and Kern, 2011), akan tetapi penelitian mengenai hubungan antara IMT dengan RD hingga saat ini masih kontroversial. Beberapa bukti menyebutkan bahwa peningkatan IMT terkait dengan peningkatan risiko RD (Dirani et al., 2011a), sementara penelitian lain tidak menunjukkan hasil serupa (Lim et al., 2010). Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena perbedaan sampel penelitian ataupun ras. Lebih penting lagi, kontroversi hasil penelitian sebelumnya dapat juga disebabkan karena IMT tidak dapat merepresentasikan kondisi obesitas yang sebenarnya. Beberapa tahun terakhir, telah ditemukan parameter antropometri baru sebagai penanda kondisi metabolik maupun komposisi tubuh seseorang (Ryo et al., 2005, Pietrobelli et al., 2004), dan bukan hanya penanda derajat obesitas. Parameter tersebut adalah usia tubuh, persentase otot skelet, persentase lemak sub-kutan, persentase lemak total, lemak viseral, dan laju metabolik (Anan et al., 2010, Utzschneider et al., 2004, Carr et al., 2004, Pietrobelli et al., 2004, Pietilainen et al., 2013, Ryo et al., 2005). Berbagai parameter komposisi tubuh tersebut saat ini dapat diukur secara cepat menggunakan metode bio-impedance analysis (BIA), yaitu suatu metode yang memperkirakan komposisi tubuh berdasarkan kecepatan aliran listrik pada berbagai media tubuh yang berbeda (misalnya perbedaan kecepatan aliran listrik pada air, tulang, dan lemak) (Dehghan and Merchant, 2008). Berbagai penelitian terdahulu telah mengaplikasikan metode BIA pada berbagai penyakit sistemik misalnya penyakit kardiovaskuler (Lamb et al., 2014), namun belum ada penelitian terdahulu yang melihat keterkaitan antara berbagai parameter komposisi tubuh tersebut dengan kejadian RD pada populasi diabetes. B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian: bagaimana hubungan parameter baru komposisi tubuh, yaitu usia tubuh, persentase lemak, persentase lemak sub-kutan, persentase otot skelet, lemak viseral, dan laju metabolik dengan kejadian RD? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parameter komposisi tubuh (usia tubuh, persentase lemak, persentase lemak sub-kutan, persentase otot skelet, lemak viseral, dan laju metabolik) dengan kejadian RD. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini, berupa hubungan antara komposisi tubuh yang lebih detil dengan kejadian RD, akan dapat digunakan untuk: 1. memberikan pengetahunan tambahan terkait patofisiologi RD, 2. mengetahui faktor risiko baru RD, dan 3. dapat digunakan untuk edukasi pasien dengan diabetes terkait diet dan aktivitas fisik pasien yang bersangkutan. E. Keaslian Penelitian Hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan parameter antropometri yang diukur pada penelitian ini, yaitu: usia tubuh, persentase lemak, persentase lemak sub-kutan, persentase otot skelet, lemak viseral, dan laju metabolik dengan kejadian RD. 1. Terdapat satu penelitian yang dilakukan oleh Anan et al. tahun 2010 (Anan et al., 2010) yang meneliti hubungan antara akumulasi lemak viseral dengan kejadian RD pada populasi penderita DM tipe 2 di Jepang. Pada penelitian ini digunakan metode pengukuran akumulasi lemak viseral dengan Computed Tomography Scan (CT-Scan) daeran umbilicus setiap sampel, dan penelitian ini hanya melibatkan 102 orang sampel penelitian. 2. Carr et al. (2004) (Carr et al., 2004) meneliti hubungan antara lemak intra-abdominal dengan sindorma metabolik pada 218 laki-laki dan 129 wanita dewasa. Pengukuran lemak intra abdominal diukur dengan menggunakan CT-Scan abdomen. Lamb et al. (2014) (Lamb et al., 2014) melakukan suatu penelitian belah lintang pada populasi 2000 penduduk skotlandia untuk mengukur komposisi tubuh dengan BIA dan dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiometabolik.